Penentuan Nilai Stabilitas Marshall Dengan Menggunakan Artificial Neural Network

 

 

 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Umum
Pada perencanaan perkerasan jalan raya dibutuhkan konsep pengetahuan
yang baik dalam merencanakannya baik dari segi material pengisi bahan – bahan
tiap lapisan perkerasan jalan raya dan juga proses pengerjaan struktur perkerasan
jalan raya tersebut. Untuk mendesain perkerasan jalan digunakan beberapa
parameter yang dapat mempengaruhi struktur perkerasan jalan tersebut. Salah satu
parameter penting tersebut adalah Stabilitas Marshall yang digunakan pada desain
pencampuran aspal. Dengan perkembangan teknologi pada bidang pengetahuan
dan melalui percobaan dari beberapa peneliti, maka telah diteliti penentuan nilai
Stabilitas Marshall dengan menggunakan suatu program yang disebut program
jaringan saraf tiruan. Digunakannya parameter-parameter seperti persentase
agregat yang lolos ayakan nomor 200, 50, 30, 8, 4 dan ½ inch, agregat pecah, dan

kadar aspal telah diteliti hingga mendapatkan nilai Stabilitas Marshall. (M.
Saffarzadeh and A. Heidaripanah)
Perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang
dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi beban
lalu lintas sehingga tanah tidak mengalami deformasi yang berarti. Perkerasan
atau struktur perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau
lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan yang memiliki kualitas yang baik.
Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah


 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Perkerasan

dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala
kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul
beban yang bekerja di atasnya.
Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan
aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar
partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal
dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan
pembentuknya. Fraksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat
(interlocking), dan kekuatannya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan,
bentuk butiran dan ukuran agregat maksimum yang digunakan. Sedangkan sifat
kohesinya diperoleh dari sifat-sifat aspal yang digunakan. Oleh sebab itu kinerja
campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat dan aspal serta sifatsifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan tersebut. Perkerasan
beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak akan dapat
diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat, meskipun peralatan
dan metoda kerja yang digunakan telah sesuai. Perkerasan jalan di Indonesia
umumnya mengalami kerusakan awal (kerusakan dini) antara lain akibat pengaruh
beban lalu lintas kendaraan yang berlebihan (over loading), temperatur (cuaca),
air, dan konstruksi perkerasan yang kurang memenuhi persyaratan teknis.
Berdasarkan gradasinya campuran beraspal panas dibedakan dalam tiga jenis
campuran, yaitu campuran beraspal bergradasi rapat, senjang dan terbuka. Tebal

minimum penghamparan masing-masing campuran sangat tergantung pada
ukuran maksimum agregat yang digunakan. Tebal padat campuran beraspal harus


 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

lebih dari 2 kali ukuran butir agregat maksimum yang digunakan. Beberapa jenis
campuran aspal panas yang umum digunakan di Indonesia antara lain :
- AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)
- HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal)
- HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau latasir (lapis tipis aspal pasir)
Laston (AC) merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi
perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara

agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu.
Tabel 2.1. Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC)

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Rev.3
Laston (AC) dapat dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada
konstruksi perkerasan jalan, yaitu untuk lapis permukaan atau lapisan aus (ACwearing course) dan untuk lapis pondasi (AC-base, AC-binder, ATB (Asphalt
Treated Base)).
a. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt
Concrete – Wearing Course) dengan tebal minimum AC – WC adalah 4

10 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 


cm. Lapisan ini adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan ban
kendaraan.
b. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt
Concrete – Binder Course) dengan tebal minimum AC – BC adalah 5 cm.
Lapisan ini untuk membentuk lapis pondasi jika digunakan pada pekerjaan
peningkatan atau pemeliharaan jalan.
c. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt
Concrete-Base) dengan tebal minimum AC-Base adalah 6 cm. Lapisan ini
tidak berhubungan langsung dengan cuaca tetapi memerlukan stabilitas
untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda
kendaraan.
Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi (bila
diperlukan) dan aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu.
Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus
direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan beraspal yang
memenuhi kriteria :
a) Stabilitas yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban
lalu-lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan
deformasi plastis selama umur rencana.
b) Durabilitas yang cukup. Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang

cukup akibat pengaruh cuaca dan beban lalu-lintas.
c) Kelenturan yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu menahan lendutan
akibat beban lalu-lintas tanpa mengalami retak.

11 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

d) Cukup kedap air. Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada
rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.
e) Kekesatan

yang


cukup.

Kekesatan

permukaan

lapisan

beraspal

berhubungan erat dengan keselamatan pengguna jalan.
f) Ketahanan terhadap retak lelah (fatique). Lapisan beraspal harus mampu
menahan beban berulang dari beban lalu-lintas selama umur rencana.
g) Kemudahan kerja. Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah
dihamparkan dan dipadatkan.
h) Untuk dapat memenuhi ketujuh kriteria tersebut, maka sebelum pekerjaan
campuran beraspal dilaksanakan, perlu terlebih dahulu dibuat formula
campuran kerja (FCK). Pembuatan Formula Campuran Kerja (FCK) atau
lebih dikenal dengan JMF (Job Mix Formula), meliputi penentuan
proporsi dari beberapa fraksi agregat dengan aspal sedemikian rupa

sehingga dapat memberikan kinerja perkerasan yang memenuhi syarat.
Pembuatan campuran kerja dilakukan dengan beberapa tahapan dimulai
dari penentuan gradasi agregat gabungan yang sesuai persyaratan
dilanjutkan dengan membuat Formula Campuran Rencana (FCR) yang
dilakukan di laboratorium. FCR dapat disetujui menjadi FCK apabila dari
hasil percobaan pencampuran dan percobaan pemadatan di lapangan telah
memenuhi persyaratan.

12 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

II.2. Bahan Campuran Aspal Panas
II.2.1. Agregat

Agregat atau batu, atau glanular material adalah material berbutir yang keras
dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu
batu, dan pasir. Agregat/batuan di definisikan secara umum sebagai formasi kulit
bumi yang keras dan penyal (solid). ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai
suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun
berupa fragmen-fragmen. Agregat/batuan merupakan komponen utama dari
lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90-95% agregat berdasarkan
persentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan
demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan di tentukan daya
dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat
dan hasil campuran agregat dengan material lain. Agregat mempunyai peranan
yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada
perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh
karakteristik agregat yang di gunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan
memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan
atau pemeliharaan jalan.
Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan
jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir,
tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis dan
daya pelekatan dengan aspal.


13 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

II.2.1.1. Sifat agregat.
Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul
beban lalu-lintas. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan
konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan
dipengaruhi oleh:
a. Gradasi
b. Ukuran maksimum
c. Kadar lempung

d. Kekerasan dan ketahanan
e. Bentuk butir
f. Tekstur permukaan
2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik, dipengaruhi oleh:
a. Porositas
b. Kemungkinan basah
c. Jenis agregat
3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman
dan aman, dipengaruhi oleh:
a. Tahanan geser (skid resistance)
b. Campuran

yang

memberikan

kemudahan

dalam

pelaksanaan

(bituminous mix workability)

14 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

II.2.1.2. Klasifikasi agregat
Di tinjau dari asal kejadiannya agregat/batuan dapat di bedakan atas batuan
beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan).


Batuan beku

Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Di bedakan atas
batuan beku luar (exstrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive
igneous rock).


Batuan sedimen

Sedimen dapat berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan tanaman.
Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di
danau, laut dan sebagainya.


Batuan metamorf

Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses
perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit
bumi.

II.2.1.3. Jenis agregat dan Persyaratan Sifat Agregat.
Batuan atau agregat untuk campuran beraspal umumnya diklasifisikan
berdasarkan sumbernya, seperti contohnya agregat alam,agregat hasil pemrosesan,
agregat buatan atau agregat artifisial.
Secara umum bahan penyusunan beton aspal terdiri dari agregat kasar,
agregat halus, bahan pengisi dan aspal sebagai bahan pengikat. Dimana bahan
bahan tersebut sebelum digunakan harus diperiksa di laboratorium. Agregat yang
akan dipergunakan sebagai material campuran perkerasan jalan haruslah
memenuhi persyaratan sifat dan gradasi agregat seperti yang ditetapkan didalam
15 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

buku spesifikasi pekerjaan jalan atau ditetapkan badan yang berwenang. Menurut
Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI untuk
Campuran Beraspal Panas, Dep. PU, 2010 memberikan persyaratan untuk agregat
sebagai berikut :
1. Agregat Kasar
Tabel 2.2. Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal.
Syarat
Jenis pemeriksaan

Standart
maks/min

Kekekalan bentuk agregat terhadap
SNI 03-3407-1994

Maks. 12 %

Abrasi dengan Mesin Los Angeles

SNI 03-2417-1991

Maks. 30 %

Kelekatan agregat terhadap aspal

SNI 03-2439-1991

Min. 95 %

Angularitas

SNI 03-6877-2002

95/90(*)

Partikel Pipih dan Lonjong(**)

RSNI T-01-2005

Maks. 10 %

Material lolos Saringan No.200

SNI 03-4142-1996

Maks.1 %

larutan natrium dan magnesium sulfat.

Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI
PerkerasanBeraspal, Dep. PU, 2010
Catatan :
(*)

95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang

pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua
atau lebih.
(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5

16 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

2. Agregat Halus
Tabel 2.3.Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal.
Jenis Pemeriksaan

Standar

Syarat Maks/Min

Nilai setara pasir

SNI 03-4428-1997 Maks. 60 %

Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 8 %
Angularitas

SNI 03-6877-2002 Min. 45 %

Kadar Lempung

SNI 3432 : 2008

Maks. 1%

Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI
Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010)
3. Bahan Pengisi (filler)
Menurut SNI 03-6723-2002 yang dimaksud bahan pengisi adalah bahan yang
lolos ukuran saringan no.30 (0,59 mm) dan paling sedikit 65% lolos saringan
no.200 (0.075 mm). Pada waktu digunakan bahan pengisi harus cukup kering
untuk dapat mengalir bebas dan tidak boleh menggumpal. Macam bahan pengisi
yang dapat digunakan ialah: abu batu, kapur padam, portland cement (PC), debu
dolomite, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak
plastis lainnya. Banyaknya bahan pengisi dalam campuran aspal beton sangat
dibatasi. Kebanyakan bahan pengisi, maka campuran akan sangat kaku dan mudah
retak disamping memerlukan aspal yang banyak untuk memenuhi workability.
Sebaliknya kekurangan bahan pengisi campuran menjadi sangat lentur dan mudah
terdeformasi

oleh

roda

kendaraan

sehingga

menghasilkan

jalan

yang

bergelombang.
Tabel 2.4. Gradasi Bahan Pengisi.
17 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

Ukuran Saringan

Persen Lolos

No. 30 (600 mikron)

100

No. 50 (300 mikron)

95 – 100

No. 200 (75 mikron)

70 – 100

Sumber : SNI 03-6723-2002 (spesifikasi bahan pengisi untuk campuran beraspal)
Material filler bersama-sama dengan aspal membentuk mortar dan
berperan sebagai pengisi rongga sehingga meningkatkan kepadatan dan ketahanan
campuran serta meningkatkan stabilitas campuran, sedangkan pada campuran
laston filler berfungsi sebagai bahan pengisi rongga dalam campuran. Pada
prakteknya fungsi dari filler adalah untuk meningkatkan viskositas dari aspal dan
mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Meningkatkan komposisi filler dalam
campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi menurunkan kadar air
void (rongga udara) dalam campuran.
4. Gradasi Agregat Gabungan
Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal, ditunjukkan dalam persen
terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi batas-batas yang
diberikan dalam Tabel 2.5. Rancangan dan perbandingan campuran untuk
gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak terhadap batas-batas yang
diberikan dalam Tabel 2.5.

 

18 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

Tabel 2.5 Amplop Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal

Catatan : 1. Untuk HRS-WC dan HRS-Base yang benar benar senjang, paling . . .
.

sedikit 80% agregat lolos ayakan No.8 (2.36 mm) harus lolos ayakan

...

No.30 (0.600 mm).
2. Apabila tidak ditetapkan dalam gambar, penggunaan pemilihan
.

.. . .

gradasi sesuai dengan petunjuk Direksi Pekerjaan.

II.2.1.4. Sifat-Sifat Fisik Agregat dan Hubungannya Dengan Kinerja Campuran.
Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat
menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan. Pada
campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat
campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari
kinerja campuran tersebut.
Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus diperiksa antara lain :
a) Ukuran butir
b) Gradasi

19 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

c) Kebersihan
d) Kekerasan
e) Bentuk partikel
f) Tekstur permukaan
g) Penyerapan
h) Kelekatan terhadap aspal
Berat jenis suatu agregat adalah perbandingan berat dari suatu satuan volume
bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 20o – 25oC
(68o –77o F). Dikenal beberapa macam Berat Jenis agregat, yaitu :
a) Berat Jenis semu (apparent specific gravity), Berat Jenis Semu, volume
dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat, tidak termasuk
volume pori yang dapat terisi air setelah perendaman selama 24 jam.
b) Berat Jenis bulk (bulk specific gravity), Berat Jenis bulk, volume
dipandang volume menyeluruh agregat, termasuk volume pori yang dapat
terisi oleh air setelah direndam selama 24 jam.
c) Berat Jenis efektif (effective specific gravity), Berat Jenis efektif, volume
dipandang volume menyeluruh dari agregat tidak termasuk volume pori
yang dapat menghisap aspal.
II.2.2. Aspal
Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan
yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat
cukup pemanasan dan sebaliknya.

20 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

II.2.2.1. Jenis aspal.
Berdasarkan cara diperoleh aspal dapat dibedakan atas:
1. Aspal alam,
2. Aspal buatan.
II.2.2.1.1. Aspal minyak (petroloeum aspal).
Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas:
a. Aspal keras/semen (AC).
Asphalt Concrete(AC) adalah lapisan atas kontruksi jalan yang terdiri dari
campuran aspal dengan agregat yang dihampar dan dipadatkan pada suhu
tertentu. AC merupakan jenis lapisan permukaan struktural yang berfungsi
sebagai lapisan aus dan pelindung kontruksi di bawahnya, tidak licin,
permukaannya rata, sehingga memberikan kenyamanan pengguna jalan. Aspal
keras/aspal cement adalah aspal yang di gunakan dalam keadaan cair dan panas.
Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temerature ruang) .
Aspal semen pada temperature ruang (

berbentuk padat. Aspal

semen terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan jenis
minyak bumi asalnya.
Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan niai penetrasinya
yaitu:
1. AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50
2. AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70
3. AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-100
4. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150
5. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300

21 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

b. Aspal dingin/cair.
Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari
hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian berbentuk cair dalam
temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap
bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas:
1. RC (Rapid Curing Cut Back)
2. MC (Medium Curing Cut Back)
3. SC (Slow Curing Cut Back)
c. Aspal emulsi.
Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan
pengemulsi.
II.2.2.1.2. Aspal buton.
Aspal alam yang terdapat di indonesia dan telah dimanfaatkan adalah
aspal dari pulau buton. Aspal ini merupakan campuran antara bitumen dengan
bahan material lainnya dalam bentuk batuan. Karena aspal buton merupakan
bahan alam maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari
rendah sampai tinggi. Berdasarkan kadar bitumen yang dikandungnya aspal
buton dapat dibedakan atas B10, B13, B20, B25, dan B30. (aspal buton B10
adalah aspal buton dengan kadar bitumen rata-rata 10%).
II.2.2.2. Komposisi aspal
Aspal merupakan unsur hidrokarbon yang sangat komplek, sangat sukar
untuk

memisahkan

molekul-molekul

yang

membentuk

aspal

tersebut.

Komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes. Asphaltenes
merupakan material berwarna hitam atau cokelat tua yang tidak larut dalam

22 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

heptane. Maltenes larut dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri
dari resins dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau cokelat tua yang
memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau
berkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oil yang berwarna lebih
muda merupakan media dari asphaltenes dan resin. Proporsi dari asphaltenes,
resins, dan oils berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti
kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal
dalam campuran.
II.2.2.3. Sifat aspal.
Aspal yang dipergunakan pada kontruksi perkerasan jalan berfungsi
sebagai:
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antara aspal itu sendiri.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang
ada dari agregat itu sendiri.
Berarti aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap
cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis
yang baik.
1. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat
dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal,
faktor pelaksanaan dan lain-lain. Meskipun demikian sifat ini dapat
diperkirakan dari pemeriksaan TFOT.

23 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

2. Adhesi dan Kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan
ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal
untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah jadi
pengikatan.
3. Kepekaan terhadap temperatur
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih
kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur
bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur.
Kepekaan terhadap dari setiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung
dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang sama.
4. Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat
sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan
agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada waktu pelaksanaan,
terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah
tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan
selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi
yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat.
Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.
II.2.2.4. Pemeriksaan Properties Aspal
Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam, sehingga sifatsifat aspal harus diperiksa di labotarium dan aspal yang memenuhi syarat yang
telah di tetapkan dapat di pergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan lentur.

24 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

Pemeriksaan sifat (asphalt properties) dari campuran dilakukan melalui beberapa
uji meliputi:

a. Uji penetrasi

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan apakah aspal keras atau lembek
(solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu,
beban, waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian ini dilakukan
dengan membebani permukaan aspal seberat 100 gram pada tumpuan jarum
berdiameter 1 mm selama 5 detik pada temperature

Besarnya penetrasi di

ukur dan dinyatakan dalam angka yang dikalikan dengan 0,1 mm. Semakin tinggi
nilai penetrasi menunjukkan bahwa aspal semakin elastis dan membuat
perkerasan jalan menjadi lebih tahan terhadap kelelehan/fatigue.Hasil pengujian
ini sselanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal atau ter
untuk keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian
penetrasi ini sangat dipengaruhi oleh fakor berat beban total, ukuran sudut dan
kehalusan permukaan jarum, temperatur dan waktu.

b. Titik lembek.

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal yang
berkisar antara

sampai

. Temperatur pada saat dimana aspal mulai

menjadi lunak tidaklah sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun
mempunyai nilai penetrasi yang sama. Titik lembek adalah temperatur pada saat
bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan

25 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar
yang terletak di bawah cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut
menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu sebagai
akibat kecepatan pemanasan tertentu. Hasil titik lembek digunakan untuk
menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Aspal dengan titik lembek yang
tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur tetapi lebih untuk bahan
pengikat perkerasan.

c. Daktalitas.

Tujuan untuk percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dari aspal,
Dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat di tarik antara dua cetakan yang
berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Kohesi
adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lain, sifat kohesi
sangat penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena sifat ini
sangat mempengaruhi kinerja dan durabilitas campuran. Aspal dengan nilai
daktalitas yang rendah adalah aspal yang mempunyai kohesi yang kurang baik
dibandingkan dengan aspal yang memiliki daktalitas yang tinggi. Daktalitas yang
semakin tinggi menunjukkan aspal tersebut baik dalam mengikat butir-butir
agregat untuk perkerasan jalan.

d. Berat jenis.

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis apal keras dengan alat
piknometer. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat zat
cair suling dengan volume yang sama pada suhu

26 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

Berat jenis diperlukan untuk perhitungan analisis campuran:

Berat jenis

.................................................................... (2.1)

Dimana :

A = Berat piknometer (gram)

B = Berat piknometer berisi air (gram)

C = berat piknometer berisi aspal (gram)

D = Berat piknometer berisi air dan aspal (gram)

Data temperatur dan berat jenis aspal diperlukan dalam penentuan faktor koreksi
volume berdasarkan SNI 06-6400-2000 berikut :
V = Vt x Fk..............................................................................................(2.2)

Dimana :

V = Volume aspal pada temperatur

Vt = Volume aspal pada temperatur tertentu

Fk = Faktor Koreksi

e.

Titik Nyala dan Titik Bakar

27 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar
dari semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang
mempunyai titik nyala open cup kurang dari

Dengan percobaan ini akan

diketahui suhu dimana aspal akan mengalami kerusakan karena panas, yaitu saat
terjadi nyala api pertama untuk titik nyala, dan nyala api merata sekurangkurangnya 5 detik untuk titik bakar. Titik nyala yang rendah menunjukkan
indikasi adanya minyak ringan dalam aspal. Semakin tinggi titik nyala dan bakar
menunjukkan bahwa aspal semakin tahan terhadap temperatur tinggi.
f. Kelekatan Aspal pada Agregat
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelekatan aspal pada batuan
tertentu dalam air. Uji kelekatan aspal terhadap agregat merupakan uji kuantitatif
yang digunakan untuk mengetahui daya lekat (adhesi) aspal terhadap agregat.
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat.
Pengamatan terhadap hasil pengujian kelekatan dilakukan secara visual.
II.2.3. Anti Stripping Agent
Pada spesifikasi edisi november 2010, Aditif

kelekatan dan anti

pengelupasan (anti striping agent) harus ditambahkan dalam bentuk cairan
kedalam campuran agregat dengan mengunakan pompa penakar (dozing pump)
pada saat proses pencampuran basah di pugmil. Kuantitas pemakaian aditif anti
striping dalam rentang 0,2% - 0,5 % terhadap berat aspal. Contoh –contoh anti
stripping agent : Wetfix-BE, Morlife 2200, dan Derbo-401.
1. Derbo-401
Adalah jenis anti stripping yang berasal dari India. Anti Stripping
ini telah diuji oleh IIP-Dehradun, SIIR-Delhi, dan CRRI-New Delhi yang

28 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

menghasilkan

produk-produk

terbaik.

Untuk

campuran

Hotmix,

penggunaan anti stripping agent jenis Derbo-401 ini berkisar 0.1%-0.4%
dari berat bitumen. Sementara untuk perbaikan jalan, penggunaannya
berkisar 0.2%-0.5% dari berat bitumen.
Penggunaan Derbo ini diyakini dapat memberi keuntungan antara lain
sebagai berikut :


Meningkatkan stabilitas Marshall sisa pada daerah dengan curah
hujan tinggi.



Menghemat lebih dari 50 % biaya maintenance konstruksi jalan
pada kondisi iklim lembab.



Harga yang cenderung lebih efektif jika dibandingkan dengan anti
pengelupasan lainnya.



Mengurangi kebutuhan dari agregat halus dalam campuran.

2. Morlife 2200
Morlife 2200 adalah sebuah jenis anti pengelupasan dengan
performa tinggi berdasarkan ilmu –ilmu kimia yang baru dan inovatif.
Morlife 2200 meningkatkan ikatan – ikatan antara aspal dan agregat,
mengatasi masalah- masalah yang terjadi dengan adhesi campuran yang
lemah. Campuran aspal yang menggunakan Morlife 2200 ini akan
memperlihatkan peningkatan daya tahan dan uap sehubungan dengan
kerusakan dan pengelupasan. Uap dalam kadar rendah dari morlife 2200
ini merupakan sebuah perbaikan kemajuan yang dramatikal dibandingkan
dengan aditif lainnya, dan tidak ditemukannya uap yang tercipta dalam

29 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

proses pencampuran. Morlife 2200 disimpan pada suhu lingkungan yaitu
20 – 250C ( 68-770F ).

3. Wetfix-BE
Wetfix merupakan salah satu dari jenis anti stripping yang
memiliki kesensitifan yang cukup tinggi, selain harganya yang relatif
mahal dan penambahan jumlahnya terhadap campuran aspal sangat
sedikit, akan tetapi menghasilkan stabilitas yang cukup baik.
Wetfix BE ini memiliki beberapa kegunaan, antara lain :


Memperpanjang waktu pelapisan ulang Hotmix.



Biaya perawatan yang lebih rendah.



Memungkinkan seleksi jenis agregat yang lebih luas.

II.3. Marshall Test

Pemeriksaan ini pertama kali di kembangkan oleh Bruce Marshall bersama
dengan The Missisippi State Highway Department. Penelitian ini dilanjutkan the
u.s. army corps of enggineers dengan lebih ektensif dan menambah kelengkapan
pada prosedur pengujian Marshall dan akhirnya mengembangkan kriteria
rancangan campuran. Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan
menggunakan

alat

pemeriksaan

Marshall

yang

terdiri

dari Volumetric

Characteristic dan Marshall Properties. Volumetric Characteristic akan
menghasilkan parameter-parameter: void in mineral aggregate (VMA), void in

30 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

mix (vim), void filled with asphalt (VFWA) dan density. Sedangkan marshall
properties menghasilkan stabilitas dan kelelehan (flow) yang diperoleh dari hasil
pengujian dengan alat marshall. Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan
ketahanan (stability) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan
agregat.
Akan sangat sulit mencari metode pengujian yang dapat meneliti semua faktor
tersebut hanya dalam satu cara. Tetapi sebagian besar dari faktor-faktor tersebut
dapat di uji dengan menggunakan alat marshall. Hasil yang di peroleh dari
pengujian dengan alat marshall, antara lain:
a. Stabilitas
b. Marshall quotient (MQ)
c. Kelelehan
d. Rongga dalam campuran (VIM)
e. Rongga dalam agregat (VMA)
Saat ini pemeriksaan marshall mengikuti prosedur PC-0201-76 atau AASHTO
T 245-74, atau ASTM D 1559-624T. Beban maksimum yang dapat diterima oleh
benda uji sebelum hancur adalah kelelehan (flow) Marshall dan perbandingan
stabilitas dan kelelehan (flow) Marshall disebut Marshall Quotient, yang
merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tetap. Alat yang di
gunakan terdiri dari mesin uji Marshall. Alat Marshall merupakan alat tekan yang
dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs)
dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan
flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall
berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).

31 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

II.3.1. Pengujian Marshall Untuk Perencanaan Campuran
Untuk keperluan pencampuran, agregat dan aspal di panaskan pada suhu
dengan nilai viskositas aspal 170 20 centistokes (cst) dan di padatkan pada suhu
dengan nilai viskositas aspal 280 30 cst. Alat yang di gunakan untuk proses
pemadatan adalah marshall compaction hammer. Benda uji berbentuk silinder
dengan tinggi 64 mm dan diameter 102 mm ini di uji pada temperatur
dengan tinggkat pembebanan konstan 51 mm/menit sampai terjadi keruntuhan.
Pengujian Marshall

untuk perencanaan campuran pada penelitian ini adalah

metode pengujian marshall standart dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (1
inchi) dan menggunakan aspal keras. Pengujian marshall di mulai dengan
persiapan benda uji. Untuk keperluan ini perlu di perhatikan hal sebagai berikut :
a. Bahan yang di gunakan masuk dalam spesifikasi yang ada
b. Kombinasi agregat memenuhi gradasi yang disyaratan
c. Untuk keperluan analisa volumetrik (density-voids), berat jenis bulk dari
semua agregat yang di gunakan pada kombinasi agregat, berat jenis aspal
keras harus dihitung lebih dahulu.
Dua prinsip penting pada pencampuran dengan pengujian marshall adalah analisa
volumetrik dan analisa stabilitas kelelehan (flow) dari benda uji padat.
Stabilitas benda uji adalah daya tahan beban maksimum benda uji pada
temperatur

(

). Nilai kelelehan adalah perubahan bentuk suatu

campuran beraspal yang terjadi pada benda uji sejak tidak ada beban hingga beban
maksimum yang di berikan selama pengujian stabilitas. Pada penentuan kadar
aspal optimum untuk suatu kombinasi agregat atau gradasi tertentu dalam
pengujian marshall, pelu dipersiapkan suatu seri dari contoh uji dengan interval

32 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

kadar aspal yang berbeda sehingga di dapatkan suatu kurva lengkung yang teratur.
Pengujian agar direncanakan dengan dasar 1/2 % kenaikan kadar aspal dengan
perkiraan minimum 2 kadar aspal di bawah optimum.

II.3.1.1. Berat Isi Benda Uji Padat
Setelah benda uji selesai, kemudian di keluarkan menggunakan ekstruder
dan dinginkan. Berat isi untuk benda uji porus ditentukan dengan melakukan
beberapa kali pertimbangan seperti prosedur (ASTM D 1188). Secara garis besar
adalah sebagai berikut:
a. Timbang benda uji di udara
b. Selimuti benda uji dengan parafin
c. Timbang benda uji berparafin di udara
d. Timbang benda uji berparafin di air
Berat isi untuk benda uji tidak porus atau bergradasi menerus dapat ditentukan
menggunakan benda uji kering permukaan jenuh (SSD) seperti prosedur ASTM
D-2726. Secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Timbang benda uji di udara
b. Timbang benda uji SSD di udara
c. Rendam benda uji di dalam air
d. Timbang benda uji SSD di dalam air
II.3.1.2. Pengujian Stabilitas dan Kelelehan (flow)

33 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

Setelah penentuan berat jenis bulk benda uji dilaksanakan pengujian
stabilitas dan kelelehan dilaksanakan dengan menggunakan alat uji. Prosedur
pengujian bedasarkan SNI 06-2489-1991, secara garis adalah sebagai berikut:
a. Rendam benda uji pada temperatur

(

) selama 30-40 menit

sebelum pegujian
b. Keringkan permukaan benda uji dan letakkan pada tempat yang tersedia pada
alat uji, deformasi konstan 51 mm (2 inchi/menit) sampai terjadi runtuh.
II.3.1.3. Pengujian Volumetrik
Tiga sifat dari benda uji campuran aspal panas ditentukan pada analisa
rongga-density, sifat tersebut adalah:
a. Berat isi atau berat jenis bena uji padat
b. Rongga dalam agregat mineral
c. Rongga udara dalam campuran padat
Dari berat contoh dan persentase aspal dan agregat dan berat jenis masingmasing volume dari material yang bersangkutan dapat ditentukan.
Volume ini dapat diperlihatkan pada gambar berikut:

UdaraVa
aspal

Vbe

VmaVb

VbaVmm
AgregatVsb

Vse

Vmb

Gambar 2.1. Hubungan volume dan rongga-density benda uji campur panas
padat.

34 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

Keterangan gambar:
Vma

= Volume rongga dalam agregat mineral

Vmb

= Volume contoh padat

Vmm

= Volume tidak ada rongga udara dalam campuran

Va

= Volume rongga udara

Vb

= Volume aspal

Vba

= Volume aspal terabsorbsi agregat

Vbe

= Volume aspal effektif

Vsb

= Volume agregat (dengan berat jenis curah)

Vse

= Volume agregat (denan berat jenis effektif)

Wb

= Berat aspal

Ws

= Berat agregat
= Berat volume isi air (1.0 gr/cm^3) = (62,4 lbf/ft^3)

Gmb

= Berat jenis curah campuran padat

% rongga =
% Vma

=

Density

=
= Gmb

Rongga pada agregat mineral (VMA) dinyatakan sebagai persen dari total
volume rongga dalam benda uji, merupakan volume rongga dalam campuran yang
tidak terisi agregat dan aspal yang terserap agregat. Rongga dalam campuran, Va
atau sering disebut VIM, juga dinyatakan sebagai persen dari total volume benda
uji, merupakan volume pada campuran yang tidak terisi agregat dalam dan aspal.

35 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran beraspal untuk menerima
beban sampai terjadi alir (flow) pada suhu tertentu yang dinyatakan dalam
kilogram. Stabilitas merupakan kemampuan perkerasan jalan menerima beban
lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan
bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu
lintas yang akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan
dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan
stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk melayani
lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai stabilitas yang tinggi.
Kelelehan (flow) merupakan keadaan perubahan bentuk suatu campuran
beraspal yang terjadi akibat suatu beban yang diberikan selama pengujian,
dinyatakan dalam mili meter. Ketahanan terhadap kelelehan (flow) merupakan
kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa
terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika
mempergunakan kadar aspal yang tinggi.
Marshall quotient adalah rasio antara nilai stabilitas dan kelelehan. Rongga
di antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel agregat pada
suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak
termasuk volume aspal yang diserap agregat). Rongga udara dalam campuran atau
VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara di antara
partikel agregat yang terselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persentase
terhadap volume beton aspal padat.
II.4. Analisa Campuran Beraspal
Tahap analisa campuran aspal panas adalah sebagai berikut:

36 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

1. Uji berat jenis curah (bulk spesifik gravity) agregat kasar (AASHTO T85 atau
ASTM C 127) dan agregat halus (AASHTO T84 atau ASTM C128).
2. Uji berat jenis aspal keras (AASHTO T 228 atau ASTM D 70) dan bahan
pengisi (AASHTO T 100 atau ASTM D 854).
3. Hitung berat jenis curah dari agregat kombinasi dalam campuran.
4. Uji berat jenis maksimum campuran lepas (ASTM D 2041) ASTM T 29.
5. Uji berat jenis campuran padat (ASTM D 1188 atau ASTM D 2726).
6. Hitung berat jenis effektif agregat.
7. Hitung absorbsi aspal dari agregat.
8. Hitung persen rongga diantara mineral agregat (VMA) pada campuran padat.
9. Hitung persen rongga (VIM) dalam campuran padat.
10. Hitung persen rongga terisi aspal (VFB atau VFA) dalam campuran padat.
II.4.1. Rumusan Perhitungan dan Parameternya
Parameter dan rumusan untuk menganalisa campuran aspal panas adalah
sebagai berikut:
1. Berat jenis curah agregat
Pada total agregat yang terdiri dari beberapa fraksi agregat kasar, agregat
halus dan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis curah gabungan
agregat dapat ditentukan sebagai berikut:

.................................................................................. (2.3)
Dengan pengertian:
Gsb

= berat jenis curah total agregat
= Persentase dalam berat agregat 1, 2,...,n

37 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

= berat jenis curah agregat 1, 2,..., n
Berat jenis curah bahan pengisi sukar ditentukan secara akurat, tetapi
dengan menggunakan berat jenis semua kesalahan umumnya kecil dapat di
abaikan.
2. Berat jenis effektif agregat.
Jika berdasarkan berat jenis maksimum campuran (Gmm). Berat jenis
effektif agregat dapat ditentukan dengan formula sebagai berikut:
........................................................................................ (2.4)
Dengan pengertian:
Gse

= Berat jenis effektif agregat

Pmm = Total campuran lepas, persentase terhadap berat total campuran 100%
Pb

= Aspal, persen dari berat total campuran

Gmm = berat jenis maksimum (tidak ada rongga udara) ASTM D 2041
Gb

= berat jenis aspal

Catatan :
Volume aspal yang terserap oleh agregat umumnya lebih kecil dari volume air
yang terserap.
Berat jenis semu (Gsa) dihitung dengan formula:
..................................................................................

(2.5)

Dengan pengertian :
Gsa

= berat jenis semu total agregat
= persentase dalam berat agregat 1, 2,..., n
= berat jenis semu agregat 1, 2,..., n

38 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

3.

 

Berat jenis maksimum dari campuran dengan perbedaan kadar
aspal
Pada perencanaan campuran dengan suatu agregat tertentu berat jenis

maksimum Gmm, untuk kadar yang berbeda diperlukan untuk menghitung
persentase rongga udara masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
....................................................................................... (2.6)
Dengan pengertian:
Gmm

= berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)

Pmm

= campuran lepas total, persentase terhadap berat total campuran 100%

Ps

= agregat, persen berat total campuran

Pb

= aspal, persen berat total campuran

Gse

= berat jenis effektif agregat

Gb

= berat jenis aspal

4.

Penyerapan aspal.
Penyerapan aspal tidak dinyatakan dalam presentase total campuran tetapi

dinyatakan sebagai persentase berat agregat, penyerapan aspal dapat dihitung
dengan persamaaan sebagai berikut:
........................................................................ (2.7)
Dengan pengertian:
Pba = aspal yang terserap, persen berat agregat
Gse = berat jenis effektif agregat
Gsb = berat jenis curah agregat
Gb = berat jenis aspal
39 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

5. Kadar aspal effektif campuran
Kadar aspal effektif campuran adalah kadar aspal total dikurangi besarnya
jumlah aspal yang meresap kedalam partikel agregat. Persamaan untuk
perhitungan adalah sebagai berikut:
.................................................................... (2.8)
Dengan pengertian:
Pbe

= kadar aspal effektif persen total campuran

Ps

= agregat, persen berat total campuran

Pb

= aspal, persen berat total campuran

Pba

= aspal yang terserap, persen berat total campuran

6.

Persen VMA pada campuran aspal panas padat.
Rongga adalah mineral agregat, VMA adalah rongga antar partikel agregat

pada campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal effektif, dinyatakan
dalam persen volume total. VMA dihitung berdasarkan berat jenis agregat curah
(bulk) dan dinyatakan dalam persentase dari volume curah campuran padat.
Jika komposisi campuran di tentukan sebagai persen berat dari campuran
total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
....................................................................... (2.9)
Dengan pengertian:
VMA

= rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)

Gsb

= berat jenis curah campuran padat

Pbs

= Agregat, persen berat total campuran

Gmb

= berat jenis curah campuran padat (ASTM D 1726)

40 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

Atau jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat maka
VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
................................................... (2.10)
Dengan pengertian:
Pb= aspal, persen berat agregat
Gmb= berat jenis curah campuran padat
Gsb= berat jenis curah agregat

7.

Perhitungan rongga udara dalam campuran padat.
Rongga udara, Pa dalam campuran padat terdiri atas ruang-ruang kecil

antara partikel agregat terselimuti aspal, rongga udara dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
................................................................................ (2.11)
Dengan pengertian:
Pa

= rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume

Gmm

= berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)

Gmb

= berat jenis curah campuran padat

8. Persen VFA (sering disebut VFB) dalam campuran padat.
Rongga udara terisi aspal, VFA merupakan persentase rongga antar agregat
partikel (VMA) yang terisi aspal, VFA tidak termasuk aspal yang terserap
agregat, dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
............................................................................. (2.12)
Dengan pengertian:
41 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

VFA

= rongga terisi aspal, persen dari VMA

VMA

= rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)

Pa

= rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume

II.5. Evaluasi Hasil Uji Marshall
Untuk mengetahui karakteristik campuran yang direncanakan memenuhi
kriteria yang telah di tentukan, maka perlu dilakukan evaluasi hasil pengujian
Marshall, meliputi: nilai stabiltas, pelelehan, dan stabilitas sisa, juga termasuk
evaluasi hasil perhitungan volumetrik.

II.5.1. Stabilitas
Pengukuran nilai stabilitas pada uji Marshall yang dilakukan pada benda
uji harus mempunyai tebal standar 2,5 in (63,5), apabila diperoleh tinggi benda uji
tidak standar, maka perlu dilakukan koreksi, yaitu dengan mengalikan hasil yang
diperoleh dari uji stabilitas dengan nilai yang telah ditetapkan.
II.5.2. Pelelehan.
Nilai pelelehan yang diperoleh dari uji Marshall adalah nilai batas
kekuatan stabilitas dari benda uji yang telah mengalami kehancuran antara
komponen bahan pada benda uji.
Setelah diketahui nilai stabilitas dan pelelehan perlu diketahui kuosein
Marshall yang merupakan hasil bagi keduanya. Pada penggambaran hubungan
stabilitas, pelelehan dan kuosien Marshall dengan kadar aspal akan mempunyai
trend umum:
 Nilai stabilitas sejalan dengan bertambahnya kadar aspal dalam
campuran sampai nilai maksimum saat nilai stabilitas berkurang.

42 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

 Nilai pelelehan bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar
aspal.
 Nilai kuoisen Marshall bertambah sejalan dengan bertambahnya
kadar aspal dalam campuran sampai suatu nilai maksimum setelah
nilai kuosien Marshall berkurang.
Apabila hasil penggambaran tidak sesuai, maka perlu dilakukan evaluasi
dari hasil pengujian, apakah alat yang digunakan untuk pengujian tidak standar
atau terdapat kekeliruan dalam perhitungan.

II.5.3 Evaluasi VMA.
VMA = 100 (1-Gmb(1-Pht)/Gsb)........................................................... (2.13)
Dari rumus tersebut diatas terlihat bahwa VMA merupakan fungsi dari
Gmb, Gsb, dan Pb atau Pagg. Kesalahan perhitungan akan menyebabkan
kesalahan pada penilaian nilai VMA.
Sebagai contoh penyimpangan nilai VMA akibat kesalahan perhitungan
yang mana kesalahan ini akan menyebabkan pergeseran puncak lengkung
hiperbola (titik terendah) kurva hubungan antara VMA dengan kadar aspal.
Pergeseran tersebut akan menyebab kesalahan penentuan kadar aspal dan
selanjutnya akan sangat mempengaruhi kinerja campuran beraspal yang
dihasilkan.
II.5.4 Pengaruh Rongga Udara dalam Campuan Padat (VIM).
Rongga udara(VIM) setelah selesai dipadatkan dilapangan idealnya adalah 7
%. Rongga udara yang kurang jauh dari 7 % akan rentan terhadap perlelehan, alur
dan deformasi plastis. Sementara VIM setelah selesai pemadatan yang jauh dari

43 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

7 % akan rentan terhadap retak dan perlepasan butir (disintegrasi). Untuk
mencapai nilai lapangan tersebut dalam spesifikasi, nilai VIM rencana dibatasi
pada interval 3,5 % sampai 5,5 %. Dengan kepadatan lapangan dibatasi minimum
98%.
Hasil penelitian dijalan-jalan utama (lalu-lintas berat) di pulau jawa
menunjukkan perkerasan Laston yang mempunyai nilai VIM lapangan diatas 7 %
umumnya sudah menampakkan indikasi awal terjadinya retak. Sementara
perkerasan yang dimulai menampakkan indikasi awal terjadinya deformasi plastis
umumnya sudah mempunyai VIM lapangan di bawah 3 %. Tujuan perencanaan
VIM adalah untuk membatasi penyesuaian kadar aspal rencana pada kondisi VIM
mencapai tengah-tengah rentang spesifikasi, atau dalam hal khusus agar
mendekati batas terendah rentang yang disyaratkan serta agar campuran
mendekati kesesuaian dengan hasil uji di laboratorium.
II.5.5 Pengaruh Rongga Udara Terisi Aspal (VFA)
Kriteria VFA bertujuan menjaga keawetan campuran beraspal dengan
memberi batasan yang cukup. Pada gradasi yang sama, semakin tinggi nilai VFA
makin banyak kadar aspal campuran tersebut. Sehingga kriteria VFA dapat
menggantikan kriteria kadar aspal dan tebal lapisan film aspal. VFA, VMA, dan
VIM saling berhubungan karena itu bila dua diantaranya diketahui maka dapat
mengevaluasi yang lainnya. Kriteria VFA membantu perencanaan campuran
dengan memberikan VMA yang dapat diterima atau memenuhi persyaratan.
Kriteria VFA menyediakan tambahan faktor keamanan dalam merencanakan dan
melaksanakan campuran beraspal panas. Karena perubahan dapat terjadi antara

44 
 
Universitas Sumatera Utara

 

 

 

tahap perencanaan dan pelaksanaan, maka kesalahan dapat ditampung dengan
memperlebar rentang yang dapat diterima.
II.5.6 Pengaruh Pemadatan
Padar kadar aspal yang sama, maka usaha pemadatan yang lebih tinggi
akan mengakibatkan VIM dan VMA berkurang. Bila kadar aspal campuran
rencana yang dipadatkan sebanyak 2 x 50 tumbukan, diambil sebelah kiri VMA
terendah, tapi lalu-lintas ternyata termasuk kategori lalu-lintas berat (yang mana
harus dipadatkan sebanyak 2 x 75 tumbukan) maka akibat pemadatan oleh lalulintas, keadaan kadar aspal yang sebenarnya akan lebih tinggi. Sebaliknya bila
campuran dirancang untuk 2 x 75 tumbukan tetapi ternyata lalu-lintas cenderung
rendah, maka rongga udara akhir akan lebih tinggi sehingga air dan udara akan
mudah masuk. Akibatnya campuran akan cepat mengeras, rapuh dan mudah
terjadi retak serta adesivitas aspal berkurang yang dapat menyebabkan pelepasan
butir atau pengelupasan. Karena itu maka usaha pemadatan yang direncanakan di
laboratorium harus dipilih yang menggambarkan keadaan lalu-lintas di lapangan.
II.6. Hubungan Stabilitas Marshall Dengan Jaringan Saraf Tir