Penentuan Nilai Stabilitas Marshall Dengan Menggunakan Artificial Neural Network
No
Passing 200 Passing 50 Passing 30 Passing 8 Passing 4 Passing 1/2 Crushed Aggregate
Asphalt Content
Marshall Sability 1
6,37 16,94 24,86 51,21 65,53 91,7 48,79 6,1 974
2
6,06 17,65 24,72 50,5 64,17 93,95 49,5 6,1 959
3
6,2 18,18 25,35 51,19 65,3 92,75 48,81 6,11 930
4
5,93 17,89 24,75 53,36 69,33 92,67 46,64 6,11 900
5
6,13 15,29 22,39 52,11 67,37 94,71 47,89 6,1 915
6
6,37 17,74 24,21 50,06 62,94 94,01 49,94 6,12 989
7
6,32 15,89 23,54 52,05 68,43 92,53 47,95 6,11 930
8
6,96 16,87 26,96 50,99 66,25 93,21 49,01 6,12 944
9
6,23 16,66 23,43 51,25 67,56 91,68 48,75 6,12 944
10
(2)
14
6,67 16,1 25,21 50,11 64,29 92,97 49,89 6,1 1003
15
5,97 15,58 25,91 50,87 65,21 91,93 49,13 6,12 974
16
7 12,14 26,82 52,35 66,01 93,15 47,65 6,09 885
17
6,32 16,08 25,72 51,97 65,29 95,52 48,03 6,12 944
18
6,55 16,91 26,31 52,56 66,16 94,29 47,44 6,11 915
19
5,92 15,21 24,46 51,02 64,77 93,1 48,98 6,1 959
20
6,39 16,37 26,01 50,47 63,98 91,6 49,53 6,1 989
21
6,76 15,55 25,19 51,51 65,49 92,81 48,49 6,11 959
22
7,02 16,5 26,57 53,06 66,01 95,35 46,94 6,1 900
23
6,2 15,3 26,04 51,04 64,63 93,01 48,96 6,12 930
24
6,89 16,06 24,41 50,46 63,87 91,68 49,54 6,1 1018
25
6,14 15,64 26,69 51,19 64,4 93,01 48,41 6,12
(3)
27
5,79 14,95 24,34 51,73 64,56 93,56 48,27 6,11 989
28
6,22 16,04 25,26 53,06 66,02 94,14 46,94 6,12 915
29
7,23 17,04 26,88 52,54 65,09 93,12 47,46 6,09 915
30
6,14 15,85 25,64 51,41 64,4 92,2 48,59 6,1 1018
31
6,39 16,2 26,29 52,01 63,73 93,98 47,99 6,1 974
32
6,34 15,55 22,92 51,04 66,9 93,45 48,96 6,11 930
33
6,08 16,02 25,42 51,66 68,03 92,5 48,34 6,12 885
34
6,48 16,13 25,47 51,06 67,9 92,57 48,94 6,11 959
35
6,8 16,95 27,12 51,05 66,43 93,17 48,95 6,12 944
36
5,97 14,83 23,9 50,99 67,53 94,36 49,01 6,1 930
37
6,38 17,15 24,69 50,6 63,42 93,85 49,4 6,12 989
38
6,37 17,74 25,35 53,2 68,55 92,83 46,8 6,09
(4)
40
6,07 17,49 25,07 50,66 64,01 93,79 49,34 6,1 974
41
6,22 17,56 25,22 51,38 65,77 91,93 48,62 6,1 959
42
6,45 16,72 26,15 51,73 66,52 93,08 48,27 6,11 930
43
6,24 16,44 26,1 50,93 66,99 93,93 49,07 6,12 989
44
6,49 16 25,3 50,1 64,11 92,25 49,9 6,12 1033
45
6,1 15,43 25,75 50,61 65,05 91,77 49,39 6,11 974
46
6,83 17 26,66 52,18 65,85 92,99 47,82 6,1 900
47
6,48 15,92 25,56 51,82 65,13 92,36 48,18 6,12 959
48
6,39 16,75 26,15 52,4 66 94,13 47,6 6,11 915
49
5,77 15,06 24,31 50,87 64,63 92,94 49,13 6,09 1018
50
6,24 16,22 25,85 50,31 63,83 91,44 49,69 6,09 1003
51
6,59 15,38 25,02 51,34 65,33 92,65 48,66 6,12
(5)
53
6,06 15,15 25,9 50,89 64,47 92,85 49,11 6,1 1003
54
6,73 15,9 24,25 50,3 63,71 91,52 49,7 6,1 1018
55
5,98 15,46 26,58 51,09 64,23 92,85 48,91 6,12 944
56
6,41 16,41 26,18 37,02 66,01 94 47,48 6,09 871
57
5,95 14,79 24,18 51,57 64,61 93,4 48,43 6,11 959
58
6,09 15,9 25,11 52,91 65,87 93,98 47,09 6,1 915
59
7,1 17,09 27,77 52,35 64,87 92,96 47,65 6,11 930
60
5,99 15,7 25,48 51,19 64,24 92,04 48,81 6,1 974
61
6,42 16,03 26,13 51,78 63,56 93,82 48,22 6,11 959
62
6,22 15,34 23,8 50,7 66,76 93,29 49,3 6,11 1003
63
6,02 15,96 25,26 51,52 67,88 92,34 48,48 6,1 959
64
6,34 16,31 25,05 51,36 67,61 92,41 48,64 6,09
(6)
66
5,96 14,79 24,32 52,2 67,8 94,07 47,8 6,1 989
67
6,25 15,48 25,37 50,37 63,25 93,15 49,63 6,12 989
68
6,19 17,2 25,11 53,03 67,95 92,66 46,97 6,11 871
69
6,51 18,05 25,64 51,11 65,08 92,39 48,89 6,12 944
70
6,07 17,17 24,82 50,58 63,81 93,59 49,42 6,11 989
71
6,34 16,48 25,93 51,54 66,26 92,94 48,46 6,11 959
72
6,07 16,29 25,93 50,87 66,52 93,56 49,13 6,1 1003
73
6,22 15,31 24,7 50,27 64,33 92,09 49,73 6,09 1033
74
5,92 15,19 25,45 50,82 64,85 91,51 49,18 6,1 959
75
6,68 14,67 26,49 52,05 65,68 92,83 47,95 6,12 930
76
5,95 15,45 22,65 50,62 66,77 93,5 49,38 6,1 1018
77
6,4 16,72 23,6 51,41 67,83 91,84 48,59 6,11
(7)
79
7,12 17,03 27,12 51,15 66,41 93,37 48,85 6,12 959
80
6,3 15,46 22,55 52,26 67,53 94,87 47,74 6,09 885
81
6,55 17,91 24,39 50,23 63,11 94,17 49,77 6,1 1048
82
6,1 18,06 24,92 53,53 69,49 92,83 46,47 6,1 959
83
6,36 18,34 25,51 51,35 65,5 92,91 48,65 6,11 959
84
6,22 17,81 24,88 50,66 64,35 94,13 49,34 6,1 1003
85
6,52 17,97 25,51 51,37 66,08 91,93 48,63 6,12 944
86
6,76 16,94 26,46 52,05 66,78 93,18 47,95 6,12 900
87
6,48 16,78 26,13 52,62 67,32 92,77 47,38 6,09 900
88
6,83 16,27 25,38 50,27 64,35 93,13 49,73 6,09 930
89
6,12 15,74 26,07 50,93 65,37 92,06 49,07 6,12 915
90 7,15
(8)
92
6,71 17,07 26,47 52,72 66,32 94,45 47,28 6,11 944
93
6,08 15,38 24,62 51,18 64,93 93,26 48,82 6,1 989
94
6,53 16,62 26,22 50,6 64,14 91,76 49,4 6,1 1018
95
6,92 15,86 25,41 51,78 65,83 93,21 48,22 6,1 974
96
7,06 16,7 26,73 53,34 66,25 95,51 46,66 6,11 871
97
6,39 15,53 26,28 51,24 64,85 93,21 48,76 6,09 915
98
7,03 16,3 25,01 50,46 64,12 91,81 49,54 6,11 974
99
6,18 15,75 26,96 51,46 64,88 93,28 48,54 6,12 944
100
6,69 15,84 26,2 52,26 66,68 94,35 47,74 6,12 930
101
5,95 15,14 24,59 51,95 64,79 93,84 48,05 6,1 959
102
6,5 16,36 25,42 53,26 66,14 95,32 46,74 6,11 871
103
7,28 17,17 27,05 52,95 65,29 93,42 47,05 6,12
(9)
105
6,43 16,52 26,39 52,5 63,9 94,22 47,8 6,11 944
106
6,6 15,74 23,12 51,33 67,28 93,61 48,67 6,1 974
107
6,4 16,31 25,74 51,87 68,1 92,66 48,13 6,11 930
108
6,58 16,37 25,74 51,33 68,12 92,79 48,67 6,1 959
109
6,92 17,11 27,28 51,21 66,59 93,32 48,79 6,12 930
110
(10)
Ozgan, E. (2011), Artificial Neural Network Based Modelling of the Marshall Stability of Asphalt Concrete, Journal of Expert Systems with Applications, 38(5), 6025-6030.
Kandil., Khaled A. (2013), Modelling Marshall Stability and Flow for Hot Mix
Asphalt Using Artificial Intelligence Techniques, Journal of Nature and Science, 11(6).
Saffarzadeh, M., and Heidaripanah, A. (2009), Effect of Asphalt Content on the
Marshall Stability of Asphalt Concrete Using Artificial Neural Network, Journal of Transaction A: Civil Engineering, Sharif University of Technology; Vol. 16, No.1, pp. 98-105.
Heidaripanah, A., and Hasani, A. (2006), Effect of Crushed Aggregates
Percentage On Marshall Stability of Asphalt Concrete Using Artificial Neural Network”, Journal of Transportation Research, Vol. 3, No. 3; Page 173-182.
Flood, I., and Kartam, N. (1997), Artificial Neural Networks for Civil Engineers;
Advanced Features and Application, American Society of Civil Engineer Expert System and Artificial Intelligence Techniques.
Gerhenson, Carlos. “Artificial Neural Network for beginners”, Sussex University
Press.
Siegfried.(2009), Perkiraan Profil Perkerasan Menggunakan Metoda Jaringan
Syaraf Buatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Bandung.
Hermawan, Arief. (2006), Jaringan Saraf Tiruan, Teori dan Aplikasi, Penerbit
Andi, Yogyakarta.
Alawi, M.H. and Rajab, M.I, “Determination of Optimum Bitumen Content and
Marshall Stability Using Neural Networks for Aspaltic Concrete Mixtures”, University of Umm Al-Qura, Kingdom of Saudi Arabia.
Departemen Pekerjaan Umum. 2010. “Seksi 6.1 Spesifikasi Lapis Resap Pengikat
(11)
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Diagram Alur (Flowchart)
Pelaksanaan penelitian ini, memerlukan banyak hal yang harus diperhatikan sebagai persiapan dalam melakukan penelitian. Tujuannya agar memperkecil (meminimalisir) kesalahan dalam pengerjaan dari awal hingga akhir. Metode penelitian disusun untuk memberikan kemudahan dalam pelaksanaan sebuah penelitian sehingga berjalan lebih tepat efektif dan efisien. Tahapan prosedur pelaksanaan ini tergambar dalam suatu bagan alir metode penelitian yang terdapat pada gambar 3.1. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Jalan Raya AMP Karya Murni Patumbak. Bahan-bahan yang
diambil berupa data agregat, stabilitas marshal dan kadar aspal yang diambil dari PT. Karya Murni Perkasa, Patumbak.
Sesuai dengan bagan alir dibawah, cara dalam pengambilan data dilakukan pada Pabrik Asphalt Mixing Plant, PT. Karya Murni Perkasa dengan mengambil data marshall test dan data extraction test. Dan program Artificial Neural Network digunakan untuk mencari nilai stabilitas marshall dari masing – masing sistem yang telah dirancang.
(12)
Mulai
Studi Literatur
Pemilihan Lokasi AMP
Pengumpulan Data Dari AMP Karya Murni, yaitu:
Data Nilai Marshall Test:
1. Persentase Agregat Lolos Ayakan 200, 50, 30, 8, 4 dan ½ inch
2. Persentase Agregat Pecah 3. Stabilitas Marshall Data Nilai Extraction Test:
1. Kadar Aspal
(13)
Gambar 3.1 Diagram Flowchart Mengelompokkan Data Input:
Persentase Agregat Lolos Ayakan 200, 50, 30, 8, 4 dan ½ inch
Persentase Agregat Pecah
Kadar Aspal
Mengelompokkan Data Output: Stabilitas Marshall
Kesimpulan Dan Saran
Selesai
Pengolahan Data Stabilitas Marshall dengan Program Artificial Neural Network
Perbandingan Stabilitas Marshall AMP Karya Murni dengan Artificial Neural Network
(14)
dengan pen.60/70 dan agregat yang digunakan. Semua pengujian sesuai dengan standar pengujian bahan yang mengacu pada SNI (Standart Nasional Indonesia) dan ASTM (American Society For Testing Material). Untuk pengujian bahan bitumen atau aspal, pada penelitian ini digunakan aspal penetrasi 60/70 dari Iran yang di dapat dari AMP Karya Murni Perkasa.
Cara pengumpulan data:
Data yang diambil pada AMP tersebut adalah data:
Persentase agregat lolos ayakan nomor 200, 50, 30, 8, 4 dan
½ inch.
Persentase agregat hancur.
Kadar aspal
Stabilitas marshall.
Sampel yang diambil sebanyak 110 sampel.
III.3 Pengembangan Model Artificial Neural Network
Stabilitas marshall dari sebuah campuran aspal beton bergantung pada berbagai jenis kriteria, termasuk bentuknya, gradasi agregat, dan tipe aspal. Untuk mengembangkan model ini, harus memiliki data input dan data output. Adapun data input-nya, yaitu:
Persentase agregat yang lolos ayakan nomor 200, 50, 30, 8, 4, dan ½ inch.
Persentase agregat pecah.
(15)
Stabilitas marshall.
Sebelumnya, nomor neuron lapisan input adalah 8 dan neuron lapisan output adalah 1. Fungsi aktivasi yang digunakan adalah fungsi aktivasi tangent sigmoid untuk neuron hidden layer dan fungsi aktivasi linier untuk output layer. Data input dan output telah di normalisasi antara -1 dan 1 untuk meningkatkan keberhasilan dari jaringan.
Dalam rangka menginvestigasi nilai optimum dari neuron hidden layer, kemampuan penyamarataan jaringan telah diperkirakan. Berdasarkan pelatihan error yang berbeda pada setiap jaringan, dengan sebuah nilai yang ditetapkan pada hidden layer. Pada penelitian ini ditetapkan neuron 3, 6, 8 dan 10 yang digunakan pada hidden layer.
Nilai optimum pada hidden layer didapatkan dengan cara memasukkan nilai – nilai parameter yang telah ditentukan, kemudian men-train data input dan data output. Terdapat dua parameter yang digunakan, yaitu:
1. Parameter untuk membuat jaringan.
Yang terdiri dari:
Tipe Jaringan (network type)
Fungsi Pelatihan (training function)
Fungsi Penyesuaian (adaption learning function)
Fungsi Hasil (performance function)
Nomor Lapisan (number of layers)
(16)
2. Parameter untuk melatih jaringan. Yang terdiri dari:
Show Window
Show Command Line Show
Epochs Time Goal Min. Grad Max. Fail Mu Mu dec Mu inc Mu max
Nilai – nilai yang digunakan pada parameter tersebut dibagi 2, yaitu dengan nilai asumsi yang mengarah ke pengurangan tingkat error dan nilai default yang memang sudah ada pada program.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan parameter-parameter yang akan mengarah pada pengurangan tingkat error. Karena semakin kecil
tingkat error yang terjadi akan membuat hasil prediksi semakin mendekati
(17)
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Persiapan Data
IV.1.1 Data Marshall Test dan Extraction Test
Data Marshall Test dan Extraction Test merupakan data utama yang
diperlukan pada penelitian ini. Data ini digunakan untuk menjalankan program Artificial Neural Network dengan cara mengelompokkan data menjadi dua bagian yaitu data input dan data output. Data Marshall Test dan Extraction Test yang digunakan adalah data persentase agregat yang lolos ayakan No. 200, 50, 30, 8, 4 dan ½ inch, persentase agregat hancur, stabilitas marshall dan kadar aspal. Adapun datanya dapat dilihat pada lampiran.
Dalam melakukan penelitian ini, data yang digunakan harus terlebih dahulu dikelompokkan menjadi data input dan data output. Program Artificial Neural Network memiliki prosedur yang harus ditaati, sehingga proses pengolahan data yang dilakukan dapat mencapai suatu hasil yang diinginkan. Adapun data yang dikelompokkan dalam data input dan data output yaitu:
1. Data input
Persentase agregat yang lolos ayakan No. 200, 50, 30, 8, 4, dan ½ inch Persentase agregat hancur
(18)
Stabilitas Marshall
IV.2 Perhitungan Nilai Stabilitas Marshall Dengan Program Artificial Neural Network
Pada penelitian ini akan dilakukan perhitungan nilai stabilitas marshall dengan menggunakan program Artificial Neural Network. Perhitungan nilai stabilitas marshall ini akan menggunakan langkah-langkah perhitungan yang berdasarkan proses pengelolaan data pada program Artificial Neural Network. Data dikelola dengan menggunakan berbagai macam jenis nilai neuron yang terdapat pada Hidden Layer dan berbagai jenis parameter fungsi dan nilai.
IV.2.1 Variasi Parameter Untuk Desain Artificial Neural Network
Dalam perencanaan ini ada beberapa parameter desain yang divariasikan yaitu berupa parameter untuk membuat jaringan dan parameter nilai untuk melatih jaringan. Sebelum data di input dan target yang diimplementasikan ke dalam jaringan saraf tiruan harus terlebih dahulu memasukkan nilai parameter-parameternya. Definisi dari parameter-parameter tersebut telah dijelaskan pada Bab sebelumnya, pada Bab II. Adapun parameter-parameter beserta nilai yang digunakan baik dalam keadaan default maupun dalam keadaan penyesuaian jaringan, yaitu:
1. Parameter untuk membuat jaringan.
(19)
backpropagation.
Fungsi Pelatihan (Training Function)
Pada penelitian ini digunakan fungsi pelatihan trainlm atau train Levenberg Marquardt Backpropagation.
Fungsi Penyesuaian Pembelajaran (Adaption Learning Function)
Pada penelitian ini digunakan fungsi penyesuaian pembelajaran LEARNGDM.
Fungsi Hasil (Performance Function)
Pada penelitian ini digunakan fungsi MSE (Mean Square Error)
Nomor pada lapisan (Number of Layers)
Pada penelitian ini digunakan nomor pada lapisan 1. Bagian (Properties for)
Pada penelitian ini digunakan bagian pada Layer 1.
Nomor pada neuron (Number of neuron)
Pada penelitian ini digunakan neuron yang bervariasi, yaitu neuron 3, 6, 8 dan 10.
Fungsi Aktivasi (Transfer function)
Pada penelitian ini digunakan tangent sigmoid 2. Parameter nilai untuk melatih jaringan.
Show
Pada penelitian ini digunakan nilai 25. Epochs
(20)
ditampilkan pada proses pengolahan data. Min_grad
Pada penelitian ini digunakan minimum gradient 1e-05. Max_fail
Pada penelitian ini digunakan maximum fail 100. Mu
Pada penelitian ini digunakan nilai mu yang bervariasi yang akan ditampilkan pada proses pengolahan data.
Mu_dec
Pada penelitian ini digunakan nilai mu_dec yang bervariasi yang akan ditampilkan pada proses pengolahan data.
Mu_inc
Pada penelitian ini digunakan nilai mu_inc yang bervariasi yang akan ditampilkan pada proses pengolahan data.
Mu_max
Pada penelitian ini digunakan mu_max 10.000.000.000.
IV.3 Proses Running Program Artificial Neural Network
Dalam proses running program neural network, dilaksanakan sebanyak 4 variasi neuron. Untuk menentukan nilai optimum dari tiap neuron hidden layer, neuron 3, 6, 8 dan 10 telah dipilih. Untuk menginvestigasi nilai optimum tersebut, dilakukan dengan cara pelatihan error yang berbeda pada setiap jaringan. Berikut
(21)
neuron 3.
1. Buka program Matlab, lalu masukkan data input dan data target ke menu
Workspace, lalu ketikkan “nntool” pada menu Command Window.
Gambar 4.1 Tampilan Awal Program Matlab
2. Lalu tekan enter, maka akan keluar window program Neural
(22)
sebagai pengenalan terhadap jaringan.
Gambar 4.3 Tampilan menu Import to Network/Data Manager
4. Kembali ke menu Neural Network, kemudian klik New.
(23)
5. Masukkan parameter-parameter untuk membuat jaringan.
Gambar 4.5 Tampilan Menu Create Network or Data
6. Kemudian klik Create, lalu tutup menu Create Network or
Data. Klik network 1, maka akan muncul menu “Network: network 1” yang berisi menu view, train, simulate, adapt, reinitialize weights dan view/edit weights. Pada menu View dapat kita lihat gambar proses pengolahan data input = 8, hidden layer = 3, output layer = 1 dan output = 1.
(24)
7. Klik menu Train, lalu masukkan data input dan data target pada submenu Training Info sebagai data yang akan diproses.
Gambar 4.7 Tampilan Menu Train, Training Info
8. Klik submenu Training Parameters, lalu masukkan nilai
parameter yang telah ditentukan untuk mengolah data.
(25)
9. Klik menu Simulate, kemudian masukkan data input.
Gambar 4.9 Tampilan menu Simulate
10. Klik menu Adapt, masukkan data input dan data target.
(26)
11. Kembali ke menu Train, bagian Training Parameters lalu klik Train Network. Maka akan muncul proses training Neural Network.
Gambar 4.11 Tampilan menu Neural Network Training (nntraintool)
(27)
Gambar 4.12 Tampilan menu Performance
13. Klik menu Plots Regression.
Gambar 4.13 Tampilan menu Regression
14. Hasil simulasi diperlihatkan pada window Neural Network,
pada bagian menu Output Data yang bernama network1_outputs.
(28)
Network1_outputs menunjukkan hasil data dalam bentuk baris yang jumlahnya sama dengan jumlah data target yang diproses, yaitu sebanyak 110 data. Data tersebut kemudian harus diklasifikasikan dalam bentuk kolom agar lebih mudah diperiksa.
IV.3.1 Proses Pengolahan Data
Proses pengolahan data dilakukan dengan cara melakukan training beberapa kali untuk mendapatkan nilai keakuratan terhadap jaringan. Setelah dilakukan running Neural Network, maka proses pengolahan data pada neuron 3, 6, 8 dan 10 akan ditampilkan dalam bentuk hasil optimumnya, yaitu dalam bentuk performance dan regression sebagai berikut:
(29)
1. Neuron 3
Plot Performance (1278.0222)
Gambar 4.15 Tampilan menu Performance Plot Regression (0.84508)
(30)
2.
Plot Performance (520.0234)
Gambar 4.17 Tampilan menu Performance Plot Regression (0.82297)
(31)
3. Neuron 8
Plot Performance (585.9638)
Gambar 4.19 Tampilan menu Performance Plot Regression (0.87115)
(32)
4.
Plot Performance (1150.5529)
Gambar 4.21 Tampilan menu Performance Plot Regression (0.77488)
(33)
IV.3.2 Tabel Hasil Simulasi Artificial Neural Network
Tingkat keakuratan hasil kinerja Neural Network dilihat dari nilai regression tertinggi pada tiap neuron yang telah diolah, kemudian dipilih nilai yang tertinggi antar semua neuron tersebut. Maka hasil dari proses pengolahan data pada neuron 3, 6, 8 dan 10 ini, beserta nilai parameternya, dapat kita lihat secara ringkas dan jelas pada tabel hasil simulasi berikut ini:
Tabel 4.1 Hasil simulasi pada jaringan dengan neuron 3 pada hidden layer Neuron 3
Network Mu mu_inc mu_dec Goal MSE R
RTP3-1 1,5 1,5 0,5 0,14 1169,4472 0,79666
RTP3-2 1,5 1,5 0,5 0,1 816,6777 0,74154
RTP3-3 1,5 1,5 0,5 0,1 679,0016 0,78633
RTP3-4 1,5 1,5 0,5 0,11 1278,0222 0,84508
RTP3-5 1,5 1,5 0,5 0,07 554,4336 0,74741
RTP3-6 0,001 10 0,1 0,09 785,2044 0,75697
RTP3-7 1,5 1,5 0,5 0,099 711,857 0,74871
RTP3-8 2 1,01 0,98 0,9 1846,1233 0,43501
Tabel 4.2 Hasil simulasi pada jaringan dengan neuron 6 pada hidden layer Neuron 6
Network mu mu_inc mu_dec Goal MSE R
RTP6-1 2 0,98 1,01 0,099 2570,3184 0,37214
RTP6-2 2 0,9 1,1 0,4 2059,296 0,58904
RTP6-3 2 0,9 1,1 0,97 1136,2144 0,79846
RTP6-4 2 0,9 1,1 0,097 830,4768 0,58438
RTP6-5 2 0,9 1,1 0,098 520,0234 0,82297
RTP6-6 2 0,9 1,1 0,099 1277,3908 0,7187
RTP6-7 2 0,9 1,1 0,098 815,7852 0,78031
RTP6-8 2 0,9 1,1 0,1 3422,7654 0,0017493
RTP6-9 2 0,9 1,1 0,11 665,6303 0,81164
(34)
Tabel 4.3. Hasil simulasi pada jaringan dengan neuron 8 pada hidden layer Neuron 8
Network mu mu_inc mu_dec Goal MSE R
RTP8-1 2 0,98 1,01 0,08 1063,8411 0,80861
RTP8-2 2 0,98 1,01 0,09 584,3256 0,83348
RTP8-3 2 0,98 1,01 0,091 1002,1638 0,67157
RTP8-4 2 0,98 1,01 0,091 6063,7647 0,50727
RTP8-5 2 0,98 1,01 0,09 585,9638 0,87115
RTP8-6 2 0,98 1,01 0,092 635,0807 0,73667
RTP8-7 2 0,98 1,01 0,1 2140,5424 0,70036
RTP8-8 2 0,98 1,01 0,095 4097,4416 0,56359
RTP8-9 0,001 0,1 10 0 1549,4145 0,72516
Tabel 4.4 Hasil simulasi pada jaringan dengan neuron 10 pada hidden layer Neuron 10
Network mu mu_inc mu_dec Goal MSE R
RTP10-1 1,5 1,01 0,99 0 516,5106 0,67434
RTP10-2 1,5 1,01 0,99 0,08 5646,4697 0,45994
RTP10-3 1,5 1,01 0,99 0,08 8072,5171 0,13369
RTP10-4 1,5 1,01 0,99 0,08 1562,3123 0,66727
RTP10-5 1,5 1,01 0,99 0,093 3900,0975 0,46626
RTP10-6 1,5 1,01 0,99 0,093 1778,589 0,75627
RTP10-7 1,5 1,01 0,99 0,08 1150,5529 0,77488
Dapat dilihat bahwa nilai optimum dari Regression didapatkan dengan cara melakukan training lebih dari sekali.
Pada neuron 3 didapatkan nilai optimum pada training ke 4.
Pada neuron 6 didapatkan nilai optimum pada training ke 5.
Pada neuron 8 didapatkan nilai optimum pada training ke 5.
Pada neuron 10 didapatkan nilai optimum pada training ke
(35)
IV.3.3 Grafik Hasil Simulasi Artificial Neural Network
Hasil simulasi dalam bentuk grafik ditampilkan pada gambar berikut:
1. Grafik Neuron 3
Sumber: Hasil Analisa Neural Network
Gambar 4.23 Grafik simulasi R dengan MSE pada Neuron 3
(36)
3. Grafik Neuron 8
Sumber: Hasil Analisa Neural Network
Gambar 4.25 Grafik simulasi R dengan MSE pada Neuron 8
4. Grafik Neuron 10
(37)
IV.3.4 Hasil Output Artificial Neural Network Terhadap Nilai Stabilitas Marshall
1. Neuron 3
Tabel 4.5 Hasil Output Neuron 3
Sampel Output Sampel Output Sampel Output
1 972.7755 20 996.469 39 946.6931
2 984.8252 21 970.4521 40 981.1758
3 946.4951 22 918.8292 41 964.9638
4 895.3639 23 972.5433 42 936.2512
5 957.4963 24 1009.247 43 951.03
6 999.7147 25 959.2012 44 1001.011
7 934.6977 26 946.8678 45 987.5201
8 957.5186 27 965.1251 46 933.8337
9 949.2787 28 908.5479 47 948.0767
10 960.569 29 938.6159 48 920.9908
11 946.9696 30 1009.27 49 998.8845
12 935.7027 31 954.7295 50 998.8676
13 910.4317 32 980.2862 51 970.8169
14 1009.024 33 927.6026 52 910.8527
15 967.3287 34 956.0626 53 1006.897
16 889.2307 35 950.092 54 1012.359
17 939.6726 36 927.7577 55 965.4192
(38)
Sampel Output Sampel Output Sampel Output
58 926.6068 77 949.5818 97 915.184
59 928.2738 78 926.6165 98 1002.809
60 974.9916 79 952.3017 99 949.2924
61 960.3823 80 887.4779 100 927.9504
62 985.3966 81 1003.134 101 956.9081
63 942.8165 82 958.5389 102 908.7585
64 960.1124 83 941.1051 103 912.7141
65 1021.492 84 980.0136 104 927.1526
66 902.6269 85 937.2603 105 933.9925
67 999.8901 86 923.0633 106 976.5398
68 897.6899 87 904.9968 107 927.4739
69 949.9317 88 1009.356 108 954.9753
70 983.6259 89 964.8843 109 944.2132
71 944.7293 90 924.3667 110 979.0692
72 998.7795 91 936.8659
73 1007.137 92 912.6781
74 985.9674 93 996.0306
75 947.6703 94 989.3691
76 1018.988 95 964.4988
(39)
2. Neuron 6
Tabel 4.6 Hasil Output Neuron 6
Sampel Output Sampel Output Sampel Output
1 961.3377 21 987.0165 41 952.079
2 994.373 22 911.5633 42 949.1443
3 947.0049 23 989.2195 43 952.7238
4 911.7651 24 1006.833 44 1001.083
5 929.7006 25 970.0717 45 993.4866
6 980.4573 26 919.6662 46 932.112
7 922.3223 27 974.1541 47 946.2471
8 950.159 28 899.9881 48 938.4483
9 926.3012 29 907.4608 49 998.5662
10 983.0853 30 990.1048 50 1001.412
11 948.5219 31 974.9864 51 968.7088
12 942.5692 32 949.1293 52 916.984
13 900.9001 33 919.9138 53 1004.609
14 1006.335 34 964.1119 54 1008.425
15 967.6672 35 944.5912 55 988.6363
16 879.8411 36 981.9585 56 875.9971
17 929.6231 37 976.9898 57 982.4094
18 927.4258 38 915.524 58 957.928
(40)
Sampel Output Sampel Output Sampel Output
61 979.5294 81 998.261 101 990.2952
62 979.8966 82 923.005 102 914.7173
63 962.7801 83 943.0248 103 900.0378
64 965.1706 84 993.5825 104 975.3668
65 987.8879 85 939.4709 105 964.0796
66 959.3961 86 909.3895 106 977.7298
67 1001.398 87 917.7374 107 936.297
68 917.9704 88 940.3703 108 969.4366
69 943.252 89 967.4799 109 933.6258
70 989.2223 90 920.9656 110 971.1897
71 961.7453 91 948.2691
72 997.7135 92 917.1716
73 1004.95 93 1001.631
74 996.9449 94 989.4419
75 946.7973 95 975.6844
76 984.358 96 899.0809
77 944.8821 97 950.3577
78 914.5283 98 998.8446
79 938.7426 99 967.5943
(41)
3. Neuron 8
Tabel 4.7 Hasil Output Neuron 8
Sampel Output Sampel Output Sampel Output
1 983.9032 21 986.3039 41 963.5462
2 990.7598 22 900.4937 42 965.1286
3 938.293 23 956.2597 43 972.1185
4 908.3912 24 1015.618 44 1019.719
5 907.3484 25 930.8078 45 1000.676
6 1019.893 26 929.6283 46 921.8054
7 927.0572 27 973.5182 47 952.4254
8 963.8618 28 906.1928 48 944.0569
9 925.7147 29 905.4932 49 1003.164
10 998.2821 30 986.2195 50 1018.723
11 956.6953 31 967.0064 51 974.2846
12 943.6564 32 953.9214 52 888.9726
13 900.2481 33 902.4732 53 1004.512
14 1019.924 34 965.7797 54 1024.005
15 964.453 35 962.428 55 942.0222
16 887.1664 36 969.4088 56 873.5778
17 941.0542 37 995.4904 57 973.0557
18 930.8002 38 914.045 58 925.3965
(42)
Sampel Output Sampel Output Sampel Output
61 976.5447 81 1027.54 101 968.5955
62 981.7556 82 950.6603 102 889.363
63 970.8811 83 945.1761 103 915.1298
64 952.7376 84 992.2312 104 930.2455
65 992.1893 85 928.639 105 961.8772
66 972.8447 86 927.2324 106 954.8377
67 987.039 87 899.1443 107 932.6105
68 887.5727 88 951.5136 108 958.1131
69 950.015 89 964.5629 109 953.2806
70 992.5558 90 891.756 110 970.6069
71 970.5823 91 962.87
72 993.7584 92 915.3611
73 1024.13 93 986.6062
74 1006.393 94 997.2409
75 917.8348 95 930.2259
76 990.7966 96 882.6611
77 956.7685 97 946.8872
78 916.2539 98 1006.122
79 951.6032 99 931.734
(43)
4. Neuron 10
Tabel 4.8 Hasil Output Neuron 10
Sampel Output Sampel Output Sampel Output
1 980.0258 21 973.2273 41 956.0154
2 992.2387 22 907.0595 42 937.7642
3 951.048 23 952.6212 43 974.2343
4 928.7661 24 1030.39 44 1001.844
5 926.9131 25 947.9651 45 974.9925
6 1001.01 26 932.0909 46 924.2017
7 924.6493 27 968.0498 47 948.1584
8 946.5227 28 912.3879 48 920.3703
9 953.5142 29 901.5314 49 998.7088
10 964.7789 30 958.3888 50 996.258
11 953.5345 31 949.7295 51 955.663
12 928.6618 32 953.7955 52 907.3465
13 941.9357 33 986.0872 53 990.6289
14 1031.864 34 951.6157 54 1028.397
15 959.8344 35 943.3258 55 971.048
16 885.8167 36 977.0436 56 873.1686
17 946.3295 37 981.3416 57 963.5467
18 909.1413 38 911.9874 58 917.2642
(44)
Sampel Output Sampel Output Sampel Output
61 975.198 81 1022.334 101 970.2064
62 958.0533 82 916.1343 102 893.6227
63 978.9408 83 940.2002 103 900.9734
64 950.2249 84 980.3299 104 907.4549
65 1006.323 85 951.1695 105 949.4903
66 965.3146 86 930.015 106 948.8375
67 998.8926 87 916.0046 107 936.4099
68 898.1458 88 1029.732 108 941.9924
69 956.3029 89 953.6869 109 939.0101
70 985.6632 90 919.1917 110 958.1023
71 948.5378 91 933.0583
72 997.7266 92 901.3403
73 1000.793 93 989.8208
74 986.9329 94 1006.863
75 928.5163 95 965.0338
76 961.4525 96 892.2302
77 941.164 97 946.0007
78 902.0973 98 1030.319
79 941.6282 99 962.5831
(45)
IV.3.5 Perbandingan Nilai Stabilitas Marshall AMP Karya Murni dengan Artificial Neural Network
Membandingkan koefisien relatif maksimum pada tabel 1 sampai 4 yang menunjukkan bahwa kemampuan jaringan saraf tiruan telah didapatkan pada jaringan RTP8-5 dengan 8 neuron di hidden layer (R = 0.87115), jadi nilai
optimum untuk neuron hidden layer telah dipilih yaitu neuron 8. Berdasarkan
pada penelitian ini, hasil menunjukkan bahwa kemampuan Neural Network terhadap jaringan adalah sangat sensitif untuk pelatihan error. Maka, menentukan kemampuan Neural Network membutuhkan desain dan latihan dari berbagai jenis jaringan.
Perbandingan nilai aktual dari stabilitas marshall dengan nilai hasil pengolahan data dengan Neural Network pada neuron 8 (R = 0.87115), akan disajikan pada tabel 4.9.
(46)
Tabel 4.9 Data Aktual Stabilitas Marshall Dengan Data Simulasi Neuron 8
Data Aktual Data Simulasi Neuron 8
Sampel Output Sampel Output
1 974 1 983.9032
2 959 2 990.7598
3 930 3 938.293
4 900 4 908.3912
5 915 5 907.3484
6 989 6 1019.893
7 930 7 927.0572
8 944 8 963.8618
9 944 9 925.7147
10 959 10 998.2821
11 959 11 956.6953
12 930 12 943.6564
13 900 13 900.2481
14 1003 14 1019.924
15 974 15 964.453
16 885 16 887.1664
17 944 17 941.0542
(47)
20 989 20 1010.985
Data Aktual Data Simulasi Neuron 8
Sampel Output Sampel Output
21 959 21 986.3039
22 900 22 900.4937
23 930 23 956.2597
24 1018 24 1015.618
25 974 25 930.8078
26 944 26 929.6283
27 989 27 973.5182
28 915 28 906.1928
29 915 29 905.4932
30 1018 30 986.2195
31 974 31 967.0064
32 930 32 953.9214
33 885 33 902.4732
34 959 34 965.7797
35 944 35 962.428
36 930 36 969.4088
37 989 37 995.4904
38 900 38 914.045
39 930 39 951.179
(48)
Data Aktual Data Simulasi Neuron 8
Sampel Output Sampel Output
41 959 41 963.5462
42 930 42 965.1286
43 989 43 972.1185
44 1033 44 1019.719
45 974 45 1000.676
46 900 46 921.8054
47 959 47 952.4254
48 915 48 944.0569
49 1018 49 1003.164
50 1003 50 1018.723
51 974 51 974.2846
52 930 52 888.9726
53 1003 53 1004.512
54 1018 54 1024.005
55 944 55 942.0222
56 871 56 873.5778
57 959 57 973.0557
58 915 58 925.3965
59 930 59 914.7124
(49)
Data Aktual Data Simulasi Neuron 8
Sampel Output Sampel Output
61 959 61 976.5447
62 1003 62 981.7556
63 959 63 970.8811
64 959 64 952.7376
65 1018 65 992.1893
66 989 66 972.8447
67 989 67 987.039
68 871 68 887.5727
69 944 69 950.015
70 989 70 992.5558
71 959 71 970.5823
72 1003 72 993.7584
73 1033 73 1024.13
74 959 74 1006.393
75 930 75 917.8348
76 1018 76 990.7966
77 944 77 956.7685
78 915 78 916.2539
79 959 79 951.6032
(50)
Data Aktual Data Simulasi Neuron 8
Sampel Output Sampel Output
81 1048 81 1027.54
82 959 82 950.6603
83 959 83 945.1761
84 1003 84 992.2312
85 944 85 928.639
86 900 86 927.2324
87 900 87 899.1443
88 930 88 951.5136
89 915 89 964.5629
90 944 90 891.756
91 974 91 962.87
92 944 92 915.3611
93 989 93 986.6062
94 1018 94 997.2409
95 974 95 930.2259
96 871 96 882.6611
97 915 97 946.8872
98 974 98 1006.122
99 944 99 931.734
(51)
Data Aktual Data Simulasi Neuron 8
Sampel Output Sampel Output
101 959 101 968.5955
102 871 102 889.363
103 900 103 915.1298
104 930 104 930.2455
105 944 105 961.8772
106 974 106 954.8377
107 930 107 932.6105
108 959 108 958.1131
109 930 109 953.2806
(52)
IV.3.6. Grafik Perbandingan Antara Data Aktual Dengan Hasil Simulasi Neuron 8
(53)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis dan hasil pembahasan terhadap hasil-hasil percobaan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Kemampuan Artificial Neural Network pada semua jaringan untuk melatih
error merupakan suatu perhitungan yang sensitif. Seperti ditunjukkan pada gambar 4.23 sampai 4.26 dan tabel 4.1 sampai 4.2, sebuah perubahan yang sangat kecil pada pelatihan error (MSE) dapat menyebabkan sebuah variasi yang besar terhadap kemampuan simulasi (R).
2. Berdasarkan perbandingan kemampuan simulasi maksimum dari gambar
4.23 sampai 4.26, kemampuan penyamarataan maksimum (R=0.87115) telah dihasilkan pada RTP8-5 dan 8 neuron pada hidden layer. Perbandingan kemampuan penyamarataan maksimum sebuah jaringan telah dibuktikan pada gambar 4.23 sampai 4.26, dengan meningkatkan angka pada neuron di hidden layer hingga mencapai 8, kemampuan penyamarataannya juga meningkat.
3. Berdasarkan pengembangan model Artificial Neural Network dan
(54)
campuran yang membentuk aspal tersebut.
V.2 Saran
Beberapa hal yang dapat menjadi saran sehubungan dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini merupakan suatu metode lain yang digunakan untuk
menentukan stabilitas marshall dengan cara meramalkan nilai stabilitas marshall yang akan terjadi jika menggunakan parameter atau bahan campuran yang sama.
2. Penganalisaan terhadap penggunaan neural network toolbox serta
pengaruh dari banyak faktor seperti tipe agregat, filler, penambahan zat aditif dan angka untuk data pelatihan, dapat dijadikan sebagai penelitian selanjutnya untuk mengembangkan Artificial Neural Network.
(55)
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Umum
Pada perencanaan perkerasan jalan raya dibutuhkan konsep pengetahuan yang baik dalam merencanakannya baik dari segi material pengisi bahan – bahan tiap lapisan perkerasan jalan raya dan juga proses pengerjaan struktur perkerasan jalan raya tersebut. Untuk mendesain perkerasan jalan digunakan beberapa parameter yang dapat mempengaruhi struktur perkerasan jalan tersebut. Salah satu parameter penting tersebut adalah Stabilitas Marshall yang digunakan pada desain pencampuran aspal. Dengan perkembangan teknologi pada bidang pengetahuan dan melalui percobaan dari beberapa peneliti, maka telah diteliti penentuan nilai Stabilitas Marshall dengan menggunakan suatu program yang disebut program jaringan saraf tiruan. Digunakannya parameter-parameter seperti persentase agregat yang lolos ayakan nomor 200, 50, 30, 8, 4 dan ½ inch, agregat pecah, dan kadar aspal telah diteliti hingga mendapatkan nilai Stabilitas Marshall. (M. Saffarzadeh and A. Heidaripanah)
Perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi beban lalu lintas sehingga tanah tidak mengalami deformasi yang berarti. Perkerasan atau struktur perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan yang memiliki kualitas yang baik. Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah
(56)
kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya.
Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan pembentuknya. Fraksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat (interlocking), dan kekuatannya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran dan ukuran agregat maksimum yang digunakan. Sedangkan sifat kohesinya diperoleh dari sifat-sifat aspal yang digunakan. Oleh sebab itu kinerja campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh sifat agregat dan aspal serta sifat-sifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan tersebut. Perkerasan beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak akan dapat diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat, meskipun peralatan dan metoda kerja yang digunakan telah sesuai. Perkerasan jalan di Indonesia umumnya mengalami kerusakan awal (kerusakan dini) antara lain akibat pengaruh beban lalu lintas kendaraan yang berlebihan (over loading), temperatur (cuaca), air, dan konstruksi perkerasan yang kurang memenuhi persyaratan teknis. Berdasarkan gradasinya campuran beraspal panas dibedakan dalam tiga jenis campuran, yaitu campuran beraspal bergradasi rapat, senjang dan terbuka. Tebal minimum penghamparan masing-masing campuran sangat tergantung pada ukuran maksimum agregat yang digunakan. Tebal padat campuran beraspal harus
(57)
campuran aspal panas yang umum digunakan di Indonesia antara lain :
- AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)
- HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal) - HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau latasir (lapis tipis aspal pasir)
Laston (AC) merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu.
Tabel 2.1. Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC)
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Rev.3
Laston (AC) dapat dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada konstruksi perkerasan jalan, yaitu untuk lapis permukaan atau lapisan aus (AC-wearing course) dan untuk lapis pondasi (AC-base, AC-binder, ATB (Asphalt Treated Base)).
a. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt
(58)
b. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt Concrete – Binder Course) dengan tebal minimum AC – BC adalah 5 cm. Lapisan ini untuk membentuk lapis pondasi jika digunakan pada pekerjaan peningkatan atau pemeliharaan jalan.
c. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt
Concrete-Base) dengan tebal minimum AC-Base adalah 6 cm. Lapisan ini tidak berhubungan langsung dengan cuaca tetapi memerlukan stabilitas untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.
Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi (bila diperlukan) dan aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu. Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan beraspal yang memenuhi kriteria :
a) Stabilitas yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban
lalu-lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan deformasi plastis selama umur rencana.
b) Durabilitas yang cukup. Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang
cukup akibat pengaruh cuaca dan beban lalu-lintas.
c) Kelenturan yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu menahan lendutan
(59)
rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.
e) Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan beraspal
berhubungan erat dengan keselamatan pengguna jalan.
f) Ketahanan terhadap retak lelah (fatique). Lapisan beraspal harus mampu
menahan beban berulang dari beban lalu-lintas selama umur rencana.
g) Kemudahan kerja. Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah
dihamparkan dan dipadatkan.
h) Untuk dapat memenuhi ketujuh kriteria tersebut, maka sebelum pekerjaan
campuran beraspal dilaksanakan, perlu terlebih dahulu dibuat formula campuran kerja (FCK). Pembuatan Formula Campuran Kerja (FCK) atau lebih dikenal dengan JMF (Job Mix Formula), meliputi penentuan proporsi dari beberapa fraksi agregat dengan aspal sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kinerja perkerasan yang memenuhi syarat. Pembuatan campuran kerja dilakukan dengan beberapa tahapan dimulai dari penentuan gradasi agregat gabungan yang sesuai persyaratan dilanjutkan dengan membuat Formula Campuran Rencana (FCR) yang dilakukan di laboratorium. FCR dapat disetujui menjadi FCK apabila dari hasil percobaan pencampuran dan percobaan pemadatan di lapangan telah memenuhi persyaratan.
(60)
II.2.1. Agregat
Agregat atau batu, atau glanular material adalah material berbutir yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat/batuan di definisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan penyal (solid). ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen. Agregat/batuan merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90-95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan di tentukan daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang di gunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan.
Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis dan daya pelekatan dengan aspal.
(61)
Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu-lintas. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan
dipengaruhi oleh: a. Gradasi
b. Ukuran maksimum
c. Kadar lempung
d. Kekerasan dan ketahanan
e. Bentuk butir
f. Tekstur permukaan
2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik, dipengaruhi oleh: a. Porositas
b. Kemungkinan basah
c. Jenis agregat
3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman
dan aman, dipengaruhi oleh: a. Tahanan geser (skid resistance)
b. Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan
(62)
beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan).
‐ Batuan beku
Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Di bedakan atas batuan beku luar (exstrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive igneous rock).
‐ Batuan sedimen
Sedimen dapat berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan tanaman. Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di danau, laut dan sebagainya.
‐ Batuan metamorf
Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit bumi.
II.2.1.3. Jenis agregat dan Persyaratan Sifat Agregat.
Batuan atau agregat untuk campuran beraspal umumnya diklasifisikan berdasarkan sumbernya, seperti contohnya agregat alam,agregat hasil pemrosesan, agregat buatan atau agregat artifisial.
Secara umum bahan penyusunan beton aspal terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi dan aspal sebagai bahan pengikat. Dimana bahan bahan tersebut sebelum digunakan harus diperiksa di laboratorium. Agregat yang akan dipergunakan sebagai material campuran perkerasan jalan haruslah memenuhi persyaratan sifat dan gradasi agregat seperti yang ditetapkan didalam
(63)
Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI untuk Campuran Beraspal Panas, Dep. PU, 2010 memberikan persyaratan untuk agregat sebagai berikut :
1. Agregat Kasar
Tabel 2.2. Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal.
Jenis pemeriksaan Standart
Syarat maks/min Kekekalan bentuk agregat terhadap
larutan natrium dan magnesium sulfat.
SNI 03-3407-1994 Maks. 12 %
Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 30 % Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 % Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*) Partikel Pipih dan Lonjong(**) RSNI T-01-2005 Maks. 10 % Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks.1 % Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI PerkerasanBeraspal, Dep. PU, 2010
Catatan :
(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
(64)
Jenis Pemeriksaan Standar Syarat Maks/Min
Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Maks. 60 % Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 8 % Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 % Kadar Lempung SNI 3432 : 2008 Maks. 1%
Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010)
3. Bahan Pengisi (filler)
Menurut SNI 03-6723-2002 yang dimaksud bahan pengisi adalah bahan yang lolos ukuran saringan no.30 (0,59 mm) dan paling sedikit 65% lolos saringan no.200 (0.075 mm). Pada waktu digunakan bahan pengisi harus cukup kering untuk dapat mengalir bebas dan tidak boleh menggumpal. Macam bahan pengisi yang dapat digunakan ialah: abu batu, kapur padam, portland cement (PC), debu dolomite, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya. Banyaknya bahan pengisi dalam campuran aspal beton sangat dibatasi. Kebanyakan bahan pengisi, maka campuran akan sangat kaku dan mudah retak disamping memerlukan aspal yang banyak untuk memenuhi workability. Sebaliknya kekurangan bahan pengisi campuran menjadi sangat lentur dan mudah terdeformasi oleh roda kendaraan sehingga menghasilkan jalan yang bergelombang.
(65)
No. 30 (600 mikron) 100 No. 50 (300 mikron) 95 – 100 No. 200 (75 mikron) 70 – 100
Sumber : SNI 03-6723-2002 (spesifikasi bahan pengisi untuk campuran beraspal)
Material filler bersama-sama dengan aspal membentuk mortar dan
berperan sebagai pengisi rongga sehingga meningkatkan kepadatan dan ketahanan campuran serta meningkatkan stabilitas campuran, sedangkan pada campuran
laston filler berfungsi sebagai bahan pengisi rongga dalam campuran. Pada
prakteknya fungsi dari filler adalah untuk meningkatkan viskositas dari aspal dan mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Meningkatkan komposisi filler dalam campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi menurunkan kadar air void (rongga udara) dalam campuran.
4. Gradasi Agregat Gabungan
Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal, ditunjukkan dalam persen terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi batas-batas yang diberikan dalam Tabel 2.5. Rancangan dan perbandingan campuran untuk gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak terhadap batas-batas yang diberikan dalam Tabel 2.5.
(66)
Catatan : 1. Untuk HRS-WC dan HRS-Base yang benar benar senjang, paling . . . . sedikit 80% agregat lolos ayakan No.8 (2.36 mm) harus lolos ayakan . . . No.30 (0.600 mm).
2. Apabila tidak ditetapkan dalam gambar, penggunaan pemilihan .. . . . gradasi sesuai dengan petunjuk Direksi Pekerjaan.
II.2.1.4. Sifat-Sifat Fisik Agregat dan Hubungannya Dengan Kinerja Campuran. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan. Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerja campuran tersebut.
Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus diperiksa antara lain : a) Ukuran butir
(67)
d) Kekerasan e) Bentuk partikel
f) Tekstur permukaan
g) Penyerapan
h) Kelekatan terhadap aspal
Berat jenis suatu agregat adalah perbandingan berat dari suatu satuan volume bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 20o – 25oC (68o –77o F). Dikenal beberapa macam Berat Jenis agregat, yaitu :
a) Berat Jenis semu (apparent specific gravity), Berat Jenis Semu, volume
dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat, tidak termasuk volume pori yang dapat terisi air setelah perendaman selama 24 jam.
b) Berat Jenis bulk (bulk specific gravity), Berat Jenis bulk, volume
dipandang volume menyeluruh agregat, termasuk volume pori yang dapat terisi oleh air setelah direndam selama 24 jam.
c) Berat Jenis efektif (effective specific gravity), Berat Jenis efektif, volume dipandang volume menyeluruh dari agregat tidak termasuk volume pori yang dapat menghisap aspal.
II.2.2. Aspal
Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya.
(68)
1. Aspal alam, 2. Aspal buatan.
II.2.2.1.1. Aspal minyak (petroloeum aspal).
Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas:
a. Aspal keras/semen (AC).
Asphalt Concrete(AC) adalah lapisan atas kontruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal dengan agregat yang dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. AC merupakan jenis lapisan permukaan struktural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan pelindung kontruksi di bawahnya, tidak licin, permukaannya rata, sehingga memberikan kenyamanan pengguna jalan. Aspal keras/aspal cement adalah aspal yang di gunakan dalam keadaan cair dan panas.
Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temerature ruang) .
Aspal semen pada temperature ruang ( berbentuk padat. Aspal
semen terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan jenis minyak bumi asalnya.
Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan niai penetrasinya yaitu:
1. AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50 2. AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70 3. AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-100 4. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150 5. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300
(69)
Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas:
1. RC (Rapid Curing Cut Back)
2. MC (Medium Curing Cut Back)
3. SC (Slow Curing Cut Back)
c. Aspal emulsi.
Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi.
II.2.2.1.2. Aspal buton.
Aspal alam yang terdapat di indonesia dan telah dimanfaatkan adalah aspal dari pulau buton. Aspal ini merupakan campuran antara bitumen dengan bahan material lainnya dalam bentuk batuan. Karena aspal buton merupakan bahan alam maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Berdasarkan kadar bitumen yang dikandungnya aspal buton dapat dibedakan atas B10, B13, B20, B25, dan B30. (aspal buton B10 adalah aspal buton dengan kadar bitumen rata-rata 10%).
II.2.2.2. Komposisi aspal
Aspal merupakan unsur hidrokarbon yang sangat komplek, sangat sukar untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes. Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau cokelat tua yang tidak larut dalam
(70)
memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oil yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan resin. Proporsi dari asphaltenes, resins, dan oils berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal dalam campuran.
II.2.2.3. Sifat aspal.
Aspal yang dipergunakan pada kontruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antara aspal itu sendiri.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.
Berarti aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang baik.
1. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, faktor pelaksanaan dan lain-lain. Meskipun demikian sifat ini dapat diperkirakan dari pemeriksaan TFOT.
(71)
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah jadi pengikatan.
3. Kepekaan terhadap temperatur
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap dari setiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang sama.
4. Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada waktu pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi. II.2.2.4. Pemeriksaan Properties Aspal
Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam, sehingga sifat-sifat aspal harus diperiksa di labotarium dan aspal yang memenuhi syarat yang telah di tetapkan dapat di pergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan lentur.
(72)
a. Uji penetrasi
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan apakah aspal keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban, waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian ini dilakukan dengan membebani permukaan aspal seberat 100 gram pada tumpuan jarum
berdiameter 1 mm selama 5 detik pada temperature Besarnya penetrasi di
ukur dan dinyatakan dalam angka yang dikalikan dengan 0,1 mm. Semakin tinggi nilai penetrasi menunjukkan bahwa aspal semakin elastis dan membuat perkerasan jalan menjadi lebih tahan terhadap kelelehan/fatigue.Hasil pengujian ini sselanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal atau ter untuk keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian penetrasi ini sangat dipengaruhi oleh fakor berat beban total, ukuran sudut dan kehalusan permukaan jarum, temperatur dan waktu.
b. Titik lembek.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal yang
berkisar antara sampai . Temperatur pada saat dimana aspal mulai
menjadi lunak tidaklah sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai nilai penetrasi yang sama. Titik lembek adalah temperatur pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan
(73)
yang terletak di bawah cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu. Hasil titik lembek digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Aspal dengan titik lembek yang tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur tetapi lebih untuk bahan pengikat perkerasan.
c. Daktalitas.
Tujuan untuk percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dari aspal, Dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat di tarik antara dua cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Kohesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lain, sifat kohesi sangat penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena sifat ini sangat mempengaruhi kinerja dan durabilitas campuran. Aspal dengan nilai daktalitas yang rendah adalah aspal yang mempunyai kohesi yang kurang baik dibandingkan dengan aspal yang memiliki daktalitas yang tinggi. Daktalitas yang semakin tinggi menunjukkan aspal tersebut baik dalam mengikat butir-butir agregat untuk perkerasan jalan.
d. Berat jenis.
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis apal keras dengan alat piknometer. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat zat cair suling dengan volume yang sama pada suhu
(74)
Berat jenis ... (2.1)
Dimana :
A = Berat piknometer (gram)
B = Berat piknometer berisi air (gram)
C = berat piknometer berisi aspal (gram)
D = Berat piknometer berisi air dan aspal (gram)
Data temperatur dan berat jenis aspal diperlukan dalam penentuan faktor koreksi volume berdasarkan SNI 06-6400-2000 berikut :
V = Vt x Fk... (2.2)
Dimana :
V = Volume aspal pada temperatur
Vt = Volume aspal pada temperatur tertentu
Fk = Faktor Koreksi
(75)
dari semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang
mempunyai titik nyala open cup kurang dari Dengan percobaan ini akan
diketahui suhu dimana aspal akan mengalami kerusakan karena panas, yaitu saat terjadi nyala api pertama untuk titik nyala, dan nyala api merata sekurang-kurangnya 5 detik untuk titik bakar. Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam aspal. Semakin tinggi titik nyala dan bakar menunjukkan bahwa aspal semakin tahan terhadap temperatur tinggi.
f. Kelekatan Aspal pada Agregat
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelekatan aspal pada batuan tertentu dalam air. Uji kelekatan aspal terhadap agregat merupakan uji kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui daya lekat (adhesi) aspal terhadap agregat. Adhesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat. Pengamatan terhadap hasil pengujian kelekatan dilakukan secara visual.
II.2.3. Anti Stripping Agent
Pada spesifikasi edisi november 2010, Aditif kelekatan dan anti pengelupasan (anti striping agent) harus ditambahkan dalam bentuk cairan kedalam campuran agregat dengan mengunakan pompa penakar (dozing pump) pada saat proses pencampuran basah di pugmil. Kuantitas pemakaian aditif anti striping dalam rentang 0,2% - 0,5 % terhadap berat aspal. Contoh –contoh anti stripping agent : Wetfix-BE, Morlife 2200, dan Derbo-401.
1. Derbo-401
Adalah jenis anti stripping yang berasal dari India. Anti Stripping ini telah diuji oleh IIP-Dehradun, SIIR-Delhi, dan CRRI-New Delhi yang
(76)
dari berat bitumen. Sementara untuk perbaikan jalan, penggunaannya berkisar 0.2%-0.5% dari berat bitumen.
Penggunaan Derbo ini diyakini dapat memberi keuntungan antara lain sebagai berikut :
Meningkatkan stabilitas Marshall sisa pada daerah dengan curah
hujan tinggi.
Menghemat lebih dari 50 % biaya maintenance konstruksi jalan
pada kondisi iklim lembab.
Harga yang cenderung lebih efektif jika dibandingkan dengan anti pengelupasan lainnya.
Mengurangi kebutuhan dari agregat halus dalam campuran.
2. Morlife 2200
Morlife 2200 adalah sebuah jenis anti pengelupasan dengan performa tinggi berdasarkan ilmu –ilmu kimia yang baru dan inovatif. Morlife 2200 meningkatkan ikatan – ikatan antara aspal dan agregat, mengatasi masalah- masalah yang terjadi dengan adhesi campuran yang lemah. Campuran aspal yang menggunakan Morlife 2200 ini akan memperlihatkan peningkatan daya tahan dan uap sehubungan dengan kerusakan dan pengelupasan. Uap dalam kadar rendah dari morlife 2200 ini merupakan sebuah perbaikan kemajuan yang dramatikal dibandingkan dengan aditif lainnya, dan tidak ditemukannya uap yang tercipta dalam
(77)
20 – 250C ( 68-770F ).
3. Wetfix-BE
Wetfix merupakan salah satu dari jenis anti stripping yang memiliki kesensitifan yang cukup tinggi, selain harganya yang relatif mahal dan penambahan jumlahnya terhadap campuran aspal sangat sedikit, akan tetapi menghasilkan stabilitas yang cukup baik.
Wetfix BE ini memiliki beberapa kegunaan, antara lain :
Memperpanjang waktu pelapisan ulang Hotmix.
Biaya perawatan yang lebih rendah.
Memungkinkan seleksi jenis agregat yang lebih luas. II.3. Marshall Test
Pemeriksaan ini pertama kali di kembangkan oleh Bruce Marshall bersama dengan The Missisippi State Highway Department. Penelitian ini dilanjutkan the u.s. army corps of enggineers dengan lebih ektensif dan menambah kelengkapan pada prosedur pengujian Marshall dan akhirnya mengembangkan kriteria rancangan campuran. Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall yang terdiri dari Volumetric Characteristic dan Marshall Properties. Volumetric Characteristic akan menghasilkan parameter-parameter: void in mineral aggregate (VMA), void in
(78)
pengujian dengan alat marshall. Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stability) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat.
Akan sangat sulit mencari metode pengujian yang dapat meneliti semua faktor tersebut hanya dalam satu cara. Tetapi sebagian besar dari faktor-faktor tersebut dapat di uji dengan menggunakan alat marshall. Hasil yang di peroleh dari pengujian dengan alat marshall, antara lain:
a. Stabilitas
b. Marshall quotient (MQ)
c. Kelelehan
d. Rongga dalam campuran (VIM)
e. Rongga dalam agregat (VMA)
Saat ini pemeriksaan marshall mengikuti prosedur PC-0201-76 atau AASHTO T 245-74, atau ASTM D 1559-624T. Beban maksimum yang dapat diterima oleh benda uji sebelum hancur adalah kelelehan (flow) Marshall dan perbandingan stabilitas dan kelelehan (flow) Marshall disebut Marshall Quotient, yang merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tetap. Alat yang di gunakan terdiri dari mesin uji Marshall. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).
(79)
Untuk keperluan pencampuran, agregat dan aspal di panaskan pada suhu dengan nilai viskositas aspal 170 20 centistokes (cst) dan di padatkan pada suhu dengan nilai viskositas aspal 280 30 cst. Alat yang di gunakan untuk proses pemadatan adalah marshall compaction hammer. Benda uji berbentuk silinder dengan tinggi 64 mm dan diameter 102 mm ini di uji pada temperatur
dengan tinggkat pembebanan konstan 51 mm/menit sampai terjadi keruntuhan. Pengujian Marshall untuk perencanaan campuran pada penelitian ini adalah metode pengujian marshall standart dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (1 inchi) dan menggunakan aspal keras. Pengujian marshall di mulai dengan persiapan benda uji. Untuk keperluan ini perlu di perhatikan hal sebagai berikut :
a. Bahan yang di gunakan masuk dalam spesifikasi yang ada
b. Kombinasi agregat memenuhi gradasi yang disyaratan
c. Untuk keperluan analisa volumetrik (density-voids), berat jenis bulk dari
semua agregat yang di gunakan pada kombinasi agregat, berat jenis aspal keras harus dihitung lebih dahulu.
Dua prinsip penting pada pencampuran dengan pengujian marshall adalah analisa volumetrik dan analisa stabilitas kelelehan (flow) dari benda uji padat.
Stabilitas benda uji adalah daya tahan beban maksimum benda uji pada
temperatur ( ). Nilai kelelehan adalah perubahan bentuk suatu
campuran beraspal yang terjadi pada benda uji sejak tidak ada beban hingga beban maksimum yang di berikan selama pengujian stabilitas. Pada penentuan kadar aspal optimum untuk suatu kombinasi agregat atau gradasi tertentu dalam pengujian marshall, pelu dipersiapkan suatu seri dari contoh uji dengan interval
(80)
perkiraan minimum 2 kadar aspal di bawah optimum.
II.3.1.1. Berat Isi Benda Uji Padat
Setelah benda uji selesai, kemudian di keluarkan menggunakan ekstruder dan dinginkan. Berat isi untuk benda uji porus ditentukan dengan melakukan beberapa kali pertimbangan seperti prosedur (ASTM D 1188). Secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Timbang benda uji di udara b. Selimuti benda uji dengan parafin c. Timbang benda uji berparafin di udara d. Timbang benda uji berparafin di air
Berat isi untuk benda uji tidak porus atau bergradasi menerus dapat ditentukan menggunakan benda uji kering permukaan jenuh (SSD) seperti prosedur ASTM D-2726. Secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Timbang benda uji di udara
b. Timbang benda uji SSD di udara
c. Rendam benda uji di dalam air
d. Timbang benda uji SSD di dalam air
(81)
stabilitas dan kelelehan dilaksanakan dengan menggunakan alat uji. Prosedur pengujian bedasarkan SNI 06-2489-1991, secara garis adalah sebagai berikut:
a. Rendam benda uji pada temperatur ( ) selama 30-40 menit
sebelum pegujian
b. Keringkan permukaan benda uji dan letakkan pada tempat yang tersedia pada
alat uji, deformasi konstan 51 mm (2 inchi/menit) sampai terjadi runtuh. II.3.1.3. Pengujian Volumetrik
Tiga sifat dari benda uji campuran aspal panas ditentukan pada analisa rongga-density, sifat tersebut adalah:
a. Berat isi atau berat jenis bena uji padat
b. Rongga dalam agregat mineral
c. Rongga udara dalam campuran padat
Dari berat contoh dan persentase aspal dan agregat dan berat jenis masing-masing volume dari material yang bersangkutan dapat ditentukan.
Volume ini dapat diperlihatkan pada gambar berikut:
UdaraVa
aspal Vbe VmaVb VbaVmm
AgregatVsb Vse Vmb
Gambar 2.1. Hubungan volume dan rongga-density benda uji campur panas padat.
(82)
Vmb = Volume contoh padat
Vmm = Volume tidak ada rongga udara dalam campuran
Va = Volume rongga udara
Vb = Volume aspal
Vba = Volume aspal terabsorbsi agregat
Vbe = Volume aspal effektif
Vsb = Volume agregat (dengan berat jenis curah)
Vse = Volume agregat (denan berat jenis effektif)
Wb = Berat aspal
Ws = Berat agregat
= Berat volume isi air (1.0 gr/cm^3) = (62,4 lbf/ft^3)
Gmb = Berat jenis curah campuran padat
% rongga =
% Vma =
Density =
= Gmb
Rongga pada agregat mineral (VMA) dinyatakan sebagai persen dari total volume rongga dalam benda uji, merupakan volume rongga dalam campuran yang tidak terisi agregat dan aspal yang terserap agregat. Rongga dalam campuran, Va atau sering disebut VIM, juga dinyatakan sebagai persen dari total volume benda uji, merupakan volume pada campuran yang tidak terisi agregat dalam dan aspal.
(83)
beban sampai terjadi alir (flow) pada suhu tertentu yang dinyatakan dalam kilogram. Stabilitas merupakan kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai stabilitas yang tinggi.
Kelelehan (flow) merupakan keadaan perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang terjadi akibat suatu beban yang diberikan selama pengujian, dinyatakan dalam mili meter. Ketahanan terhadap kelelehan (flow) merupakan kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika mempergunakan kadar aspal yang tinggi.
Marshall quotient adalah rasio antara nilai stabilitas dan kelelehan. Rongga di antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). Rongga udara dalam campuran atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persentase terhadap volume beton aspal padat.
II.4. Analisa Campuran Beraspal
(1)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Persiapan Data 77
IV.1.1 Data Marshall Test dan Extraction Test 77
IV.2. Perhitungan Nilai Stabilitas Marshall Dengan Program Artificial . . . . . Neural Network 78
IV.2.1 Variasi Parameter Untuk Desain Artificial Neural Network…78 IV.3. Proses Running Program Artificial Neural Network 80
IV.3.1. Proses Pengolahan Data 88
IV.3.2. Tabel Hasil Simulasi Artificial Neural Network 93
IV.3.3. Grafik Hasil Simulasi Artificial Neural Network 95
IV.3.4. Hasil Output Artificial Neural Network Terhadap Nilai . . . .. . . . Stabilitas Marshall 97
IV.3.5. Perbandingan Nilai Stabilitas Marshall AMP Karya Murni . . . . . Dengan Artificial Neural Network 105
IV.3.6. Grafik Perbandingan Antara Data Aktual Dengan Hasil . . . . SimulasiNeuron 8 112
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan 113
(2)
DAFTAR PUSTAKA 115 LAMPIRAN
(3)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC) 9
Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal 15
Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal 16
Tabel 2.4 Gradasi Bahan Pengisi 17
Tabel 2.5 Amplop Gradasi Agregat Gabungan untuk Campuran Aspal 18
Tabel 4.1 Hasil Simulasi Pada Jaringan Dengan Neuron 3 Pada Hidden Layer 93
Tabel 4.2 Hasil Simulasi Pada Jaringan Dengan Neuron 6 Pada Hidden Layer 93
Tabel 4.3 Hasil Simulasi Pada Jaringan Dengan Neuron 8 Pada Hidden Layer 94
Tabel 4.4 Hasil Simulasi Pada Jaringan Dengan Neuron 10 Pada Hidden Layer 94 Tabel 4.5 Hasil Output Neuron 3 97
Tabel 4.6 Hasil Output Neuron 6 99
Tabel 4.7 Hasil Output Neuron 8 101
Tabel 4.8 Hasil Output Neuron 10 103
(4)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hubungan volume dan rongga-density benda uji campur panas 33
Gambar 2.2 Jaringan Saraf dengan Lapisan Tunggal 46
Gambar 2.3 Jaringan Saraf dengan Banyak Lapisan 47
Gambar 2.4 Jaringan Saraf dengan Kompetitif 48
Gambar 2.5 Tampilan Program Matlab 53
Gambar 2.6 Tampilan Program Neural Network 53
Gambar 2.7 Tampilan Window Import to Network/Data Manager 55
Gambar 2.8 Tampilan Window Create Network or Data 56
Gambar 2.9 Tampilan Menu View 60
Gambar 2.10 Tampilan Menu Train (Training Info) 60
Gambar 2.11 Tampilan Menu Train (Training Parameters) 62
Gambar 2.12 Tampilan Menu Simulate 63
Gambar 2.13 Tampilan Menu Adapt (Adaption Info) 64
Gambar 2.14 Tampilan Menu Adaption Parameters 64
Gambar 2.15 Tampilan Menu Reinitialize Weights 65
Gambar 2.16 Tampilan Menu View/Edit Weights 65
(5)
Gambar 2.18 Tampilan Plot Performance 67
Gambar 2.19 Tampilan Plot Training State 68
Gambar 2.20 Tampilan Plot Regression 69
Gambar 3.1 Diagram Flowchart 72
Gambar 4.1 Tampilan Awal Program Matlab 81
Gambar 4.2 Tampilan Awal Neural Network 81
Gambar 4.3 Tampilan Menu Import to Network/Data Manager 82
Gambar 4.4 Tampilan Menu Neural Network/Data Manager 82
Gambar 4.5 Tampilan Menu Create Network or Data 83
Gambar 4.6 Tampilan Menu View 83
Gambar 4.7 Tampilan Menu Train, Training Info 84
Gambar 4.8 Tampilan submenu Training Parameters 84
Gambar 4.9 Tampilan Menu Simulate 85
Gambar 4.10 Tampilan Menu Adapt 85
Gambar 4.11 Tampilan Menu Neural Network Training (nntraintool) 86
Gambar 4.12 Tampilan Menu Performance 86
Gambar 4.13 Tampilan Menu Regression 87
Gambar 4.14 Tampilan Menu network1_outputs 87
(6)
Gambar 4.16 Tampilan Menu Regression 89
Gambar 4.17 Tampilan Menu Performance 90
Gambar 4.18 Tampilan Menu Regression 90
Gambar 4.19 Tampilan Menu Performance 91
Gambar 4.20 Tampilan Menu Regression 91
Gambar 4.21 Tampilan Menu Performance 92
Gambar 4.22 Tampilan Menu Regression 92
Gambar 4.23 Grafik simulasi R dengan MSE pada Neuron 3 95
Gambar 4.24 Grafik simulasi R dengan MSE pada Neuron 6 95
Gambar 4.25 Grafik simulasi R dengan MSE pada Neuron 8 96
Gambar 4.26 Grafik simulasi R dengan MSE pada Neuron 10 96