analisis konvergensi ekonomi antar daerah di sumatera selatan

1
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam
melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu
periode tertentu, karena pada dasarnya aktifitas perekonomian adalah suatu proses
penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Proses ini akan
menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki masyarakat.
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai
pemilik faktor produksi juga akan meningkat.
Indikator yang digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi adalah
tingkat pertumbuhan produk nasional, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) untuk
tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk daerah provinsi dan
kabupaten/kota (Susanti, 2000: 23).
Selama periode tahun 1993 – 1997 pertumbuhan ekonomi regional Sumatera
Selatan telah meningkat rata-rata sebesar 3,77 persen per tahun. Pada tahun 1998,
ekonomi regional Sumatera Selatan secara riil mengalami kemunduran sebesar 6,81
persen akibat adanya krisis ekonomi nasional. Keadaan ini masih lebih baik dibandingkan
dengan perkembangan ekonomi nasional dengan perkembangan ekonomi nasional yang
mengalami penurunan sebesar 13,13 persen. Pada tahun 1999 ekonomi regional Sumatera
Selatan meningkat kembali sebesar 3,18 persen dan pada tahun 2003 mengalami

kenaikan sekitar 4,52 persen (BPS, 2003: 444).

2
Tabel 1
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Selatan
Tahun 1993 – 2003 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993
Dan Harga Berlaku (dalam juta rupiah)

Tahun
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003


PDRB
Atas Dasar
Atas Dasar
Harga Konstan
Harga Berlaku
10.736.165
10.736.165
11.515.288
12.062.000
12.515.761
14.513.000
13.521.163
16.967.000
14.207.488
20.156.022
13.239.321
33.071.513
13.659.787
36.036.445

12.046.769
39.233.229
12.312.419
44.054.539
12.775.365
49.104.506
13.352.812
54.748.216

Pertumbuhan (%)
Atas Dasar
Atas Dasar
Harga Konstan Harga Berlaku
7,26
12,35
8,69
20,32
8,03
16,91
5,08

18,80
- 6,81
64,08
3,18
8,97
- 11,81
8,87
2,21
12,29
3,76
11,46
4,52
11,49

Sumber : Sumatera Selatan Dalam Angka, berbagai edisi, (diolah)
Salah satu unsur yang penting dan menjadi faktor positif dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja. Jumlah tenaga
kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan
pertumbuhan penduduk yang lebih besar akan meningkatkan luasnya pasar domestik.
Namun kenyataan yang terjadi pertumbuhan penduduk yang sangat cepat juga akan

memberikan efek negatif terhadap perkembangan ekonomi, sehingga diperlukan sistem
perekonomian yang mampu untuk menyerap dan secara produktif mempekerjakan
tambahan tenaga tersebut. (Todaro, 2004: 322). Mengenai ketenagakerjaan dan lapangan
usaha penduduk Sumatera Selatan tahun 2003 dapat dijelaskan dalam Tabel 2.
Berdasarkan persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha maka
penduduk Sumatera Selatan terbanyak bekerja pada sektor Pertanian, yaitu 66,02 persen
yang menikmati lebih kurang 20,70 persen dari total PDRB. Kemudian 0,78 persen yang

3
bekerja di sektor Pertambangan dan penggalian, menikmati hampir 15,66 persen dari total
PDRB. Jasa-jasa sebanyak 7,33 persen dapat menikmati 6,77 persen dari total PDRB.
Tabel 2
Persentase Penduduk yang Bekerja menurut Lapangan Usaha dan Kontribusi
Lapangan Usaha Penduduk terhadap PDRB tahun 2003
di Provinsi Sumatera Selatan
Lapangan Usaha/Sektor
Penduduk yang Bekerja
1. Pertanian
66,02
2. Pertambangan & Penggalian

0,78
4,60
3. Industri Manufaktur
0,09
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
4,07
5. Bangunan
12,60
6. Perdagangan, Restoran & Hotel
4,06
7. Pengangkutan dan Komunikasi
0,43
8. Keuangan dan Persewaan
7,33
9. Jasa-jasa
Jumlah
100,00
Sumber : BPS (Susenas, PDRB 2003) dan hasil olahan

PDRB

20,70
15,66
21,19
0,78
6,02
19,53
5,53
3,82
6,77
100,00

Dengan demikian sebenarnya ketidakmerataan sektoral (ketimpangan) tercermin
dari proporsi tenaga kerja dan PDRB yang tidak merata, sehingga Sumatera Selatan
masih harus mengembangkan semua potensinya untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi daerahnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diikuti dengan pembagian pendapatan yang
merata, tidak hanya untuk individu, tetapi juga antar sektor ekonomi dan antar wilayah.
Proses inilah yang disebut dengan proses ke arah konvergensi (pemerataan
pembangunan) yang masih harus dilaksanakan.
Konvergensi ekonomi antar daerah merupakan salah satu indikator keberhasilan

dalam pembangunan daerah. Dengan analisis konvergensi maka penyebaran pendapatan
per kapita seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera dapat diketahui semakin merata
atau tidak. Parameter yang digunakan dalam konvergensi ekonomi antara lain adalah

4
pendapatan per kapita kabupaten/kota terhadap pendapatan per kapita provinsi. Ekonom
Neo-Klasik mengatakan adanya keseimbangan jangka panjang (steady state), dimana
kondisi ini akan tercapai apabila tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita, kapital per
kapita dan tenaga kerja per kapita mempunyai pertumbuhan yang konstan. Seperti yang
dinyatakan Boediono (1992: 1) bahwa laju pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
output per kapita dalam jangka panjang, penekanan pada proses karena mengandung
unsur dinamis, perubahan atau pengembangan. Oleh karena itu pemakaian indikator
pertumbuhan ekonomi biasanya akan dilihat dalam kurun waktu tertentu, misalnya
selama satu tahun.
Konvergensi ekonomi di Sumatera Selatan ini akan tercapai apabila terjadi proses
konvergensi ekonomi pada daerah-daerah di Sumatera Selatan melalui pertumbuhan
pendapatan per kapita yang meningkat. Untuk mendorong terciptanya konvergensi
tersebut, maka diperlukan investasi pada sektor-sektor yang tepat dan kemungkinan
adanya faktor lain yang perlu diidentifikasi untuk mempercepat proses tersebut. Dengan
demikian, pemikiran ini dapat dikembangkan lebih luas ke skala mikro ekonomi dalam

program pengembangan wilayah di daerah-daerah melalui mobilitas sumber daya, hasil
produksi barang dan atau jasa serta perdagangan daerah secara dinamis.
Dari uraian-uraian terdahulu maka permasalahan yang akan diteliti adalah : (1).
Bagaimanakah kecenderungan terjadinya konvergensi ekonomi antar daerah di Sumatera
Selatan. (2). Berapa besar pengaruh faktor-faktor terhadap pertumbuhan ekonomi di
Sumatera Selatan ?

1.3. Tujuan Penelitian

5
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis kecenderungan terjadinya konvergensi ekonomi antar daerah di
Sumatera Selatan.
2. Menganalisis pengaruh faktor-faktor terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera
Selatatan ?

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Konvergensi
Menurut pandangan para ekonom Klasik antara lain Adam Smith, David Ricardo,
Thomas Robert Malthus dan John Stuart Mill, maupun ekonom Neo-Klasik antara lain

Robert Solow dan Trevor Swan, pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, yaitu (a) jumlah penduduk, (b) jumlah stok barang modal, (c) luas
tanah dan kekayaan alam, dan (d) tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno, 1985: 273).
Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam
jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita.
Output per kapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan
output per kapita harus dilihat dan dianalisis dari output total disatu pihak dan jumlah
penduduk dilain pihak (Boediono, 1992: 2). Teori pertumbuhan Neo-Klasik memusatkan
perhatian pada pertumbuhan output bersumber dari kenaikan kuantitas dan kualitas
tenaga kerja (melalui pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan),
penambahan modal (melalui tabungan dan investasi) serta penyempurnaan teknologi
(Todaro, 2004: 151).

6
Salah satu asumsi yang melandasi model Neo-Klasik adalah bahwa semua
tabungan masyarakat diinvestasikan sehingga S = I. Dalam jangka panjang investasi akan
menambah stok kapital (misalnya, pabrik-pabrik, jalan-jalan, dan sebagainya). Jadi I =
∆K, dimana K adalah stok kapital dalam masyarakat. Proses pertumbuhan dalam model
Neo-Klasik selalu memenuhi syarat warranted rate of growth (gw), yaitu laju
pertumbuhan yang menjamin keseimbangan


output antara output potensial dan

permintaan agregat (atau secara umum yang menjamin keseimbangan di pasar barang)
dalam jangka panjang. Menurut Harrod-Domar, persamaan yang menunjukkan warranted
rate of growth (gw) adalah :
Z = Qp ...............................................................................................

(1)

diketahui:
∆Qp= hK ............................................................................................. (2)
dimana:
Z
Qp
h
I

=
=
=
=

permintaan agregat
output potensial yang bisa dihasilkan dengan stok kapital yang ada
unit output yang dapat dihasilkan dari setiap unit kapital
Investasi

Selanjutnya penambahan kapasitas ini akan meningkatkan output potensial
sebesar:
∆Qp= h ∆ K = h I ..............................................................................

(3)

Semakin besar I, semakin besar tambahan output potensial.
Dari teori multiplier bahwa tingkat Investasi menyebabkan tingkat permintaan
agregat sebesar:
Z =

1 I = 1 I ............................................................................ (4)
1- c
s
Kalau persamaan ∆Z= hI dibagi dengan persamaan (3) akan diperoleh:

7
∆Z = sh = ∆Qp = gw ............................................................................ (5)
Z
Qp

Dalam jangka panjang, keadaan yang paling ideal adalah perekonomian tumbuh
pada jalur warranted rate of growth dan sekaligus juga pada jalur natural rate of growth
(gn). Natural rate of growth bisa diartikan sebagai laju pertumbuhan ekonomi yang
diisyaratkan oleh pasar tenaga kerja, agar tidak ada tenaga kerja yang menganggur (full
employment). Dengan persamaan sebagai berikut:
gn = ∆N = ∆Qn = p + t ..................................................................
N
Qn
dimana :
Qn
N
p
t

(6)

= tingkat output potensial yang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang
tersedia
= jumlah tenaga kerja yang tersedia
= laju pertumbuhan penduduk
= laju kemajuan teknologi

Dalam teori pertumbuhan, posisi keseimbangan jangka panjang semacam ini
disebut steady state growth. Ciri dari steady state growth adalah semua variabel (I, Qp, Z,
K, N, Qn) tumbuh dengan laju yang sama yaitu dengan laju gn=gw (Boediono,

1992:

57-59).
Sementara model pertumbuhan Neo-Klasik dari Solow mengembangkan
formulasi Harrod-Domar dengan memasukkan unsur kemajuan teknologi yang
merupakan variabel eksogen. Jika diasumsikan bahwa tingkat kemajuan teknik adalah
fungsi waktu, maka fungsi produksi model pertumbuhan mantap menurut Richardson
(1978 : 139) adalah:
Yi = f (Ka, Lb, t) ............................................................................
dimana:

(7)

8
Yi
K
L
t
a
b

=
=
=
=
=
=

output regional ke-i
modal
tenaga kerja
teknologi
produk marjinal modal
produk marjinal tenaga kerja

dari fungsi produksi dapat diturunkan menjadi persamaan pertumbuhan regional yaitu:
dimana:
yi
ki
Ii
ti
a
(1-a)

=
=
=
=
=
=

tingkat pertumbuhan output region i
tingkat pertumbuhan modal di region i
tingkat pertumbuhan tenaga kerja di region i
tingkat pertumbuhan teknik di region i
bagian yang dihasilkan oleh faktor modal
bagian pendapatan yang dihasilkan oleh tenaga kerja

jika perubahan modal berasal dari saving dibagi capital output ratio kemudian ditambah
atau dikurangi dari migrasi modal maka persamaannya:
ki = si ± ∑ K ji .............................................................................. .
vi
j
dimana:
ki
si
vi
Kij

=
=
=
=

(8)

perubahan modal di region i
tabungan, income ratio
capital output ratio
migrasi modal antar region

Jika perubahan tenaga kerja berasal dari jumlah tenaga kerja di suatu region kemudian
ditambah atau dikurangi migrasi tenaga kerja dari/ke region lain, maka persamaannya:
li = ni ± ∑ mij ................................................................................

(9)

j

dimana:
li = perubahan tenaga kerja di region i
ni = jumlah tenaga kerja di region i
mij = migrasi tenaga kerja dari region j ke i
Apabila migrasi modal merupakan fungsi dari bagian yang dihasilkan oleh rate of
return to capital, ditunjukkan oleh adanya migrasi modal dari region j kepada region i,
dengan persamaan:

9
kji = f i (rj - ri) .................................................................................

(10)

dimana:
kji = pergeseran modal dari region j ke region i
ri = rate of return to capital di region i
rj = rate of return to capital di region j
Untuk tenaga kerja terjadi pula pergeseran regional tenaga kerja yang merupakan
fungsi dari besarnya tingkat upah riil suatu region.
mij = f i (wi - wj) ...............................................................................

(11)

dimana:
mij = pergeseran tenaga kerja antar region
wi = tingkat upah di region i
wj = tingkat upah di region j
Apabila s adalah saving/income ratio, v adalah capital output ratio, a adalah
bagian yang dihasilkan oleh faktor modal atau produk marjinal modal dan dengan asumsi
constan return to scale, maka bagian (1-a) adalah bagian pendapatan yang dihasilkan
oleh tenaga kerja atau produk marjinal tenaga kerja akan diperoleh persamaan:
∆Y x K = MPK = r ........................................................................
∆K
Y

(12)

∆Y x L = MPL = w ........................................................................
∆L
Y

(13)

Model

Neo-Klasik

menghendaki

pertumbuhan

kapasitas

penuh

dengan

mekanisme yang dapat menyamakan investasi dengan tabungan full employment. Syarat
pertumbuhan yang mantap dapat diperoleh bila yi sama dengan ki, ditentukan oleh m
yang sudah given (tertentu) dan a yang konstan, sehingga Y dan K tumbuh dengan tingkat
yang sama, maka :

10
mi = r i = a i Y i ...............................................................................
Ki

(14)

Apabila disubsitusikan yi kedalam persamaan (7) maka diperoleh persamaan:

yi = k i =

1
+ li
1 - ai

..................................................................

(15)

Untuk mencapai pertumbuhan yang mantap maka yi harus sama juga dengan yj.
Perbedaan-perbedaan inter-regional dalam tingkat kemajuan teknik dan pertumbuhan
penduduk mungkin diimbangi dengan perbedaan dalam ratio modal output yang
mengakibatkan berubahnya a. Dapat disesuaikannya K/Y ini merupakan ciri model NeoKlasik (Panorama, 2002:18).
Sementara itu, model Neo-Klasik mengemukakan pula tentang mobilitas faktor
produksi, baik modal maupun tenaga kerja, pada permulaan proses pembangunan adalah
kurang lancar. Akibatnya pada saat itu modal dan tenaga kerja ahli cenderung
terkonsentrasi di daerah yang lebih maju sehingga ketimpangan pembangunan cenderung
melebar (Divergence). Akan tetapi bila proses pembangunan terus berlanjut, dengan
semakin baiknya prasarana dan fasilitas komunikasi, maka mobilitas modal dan tenaga
kerja tersebut akan semakin lancar. Dengan demikian, nantinya setelah negara yang
bersangkutan

telah

maju,

maka

ketimpangan

pembangunan

akan

berkurang

(Convergence). Perkiraan ini kemudian dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik.
Berkaitan

dengan

pertumbuhan

dan

konvergensi,

Abramovitz

(1985)

mengemukakan bahwa negara-negara dengan tingkat produktivitas rendah memiliki
potensi besar untuk mencapai laju pertumbuhan tinggi. Meskipun begitu, potensi
pertumbuhan akan melemah bila tingkat produktivitas tersebut mendekati tingkat

11
produktivitas negara yang menjadi patokannya. Hal ini menunjukkan terjadinya proses
mengejar ketinggalan.
Apabila ketimpangan pembangunan regional terus meningkat seiring dengan
peningkatan proses pembangunan. Ini berarti proses konvergensi tidak terjadi, seperti
yang dikemukakan model Neo Klasik tetapi lebih sesuai dengan model yang
dikemukakan oleh Kaldor yaitu Model Penyebab Kumulatif (Cumulatif Causation
Model) . Model Penyebab Berkumulatif tidak percaya pemerataan pembangunan antar
daerah akan dicapai dengan sendirinya berdasarkan mekanisme pasar. Menurut model ini,
ketimpangan pembangunan regional hanya akan dapat dikurangi melalui program
pemerintah. Apabila hanya diserahkan pada mekanisme pasar, maka ketimpangan
regional akan terus meningkat seiring dengan peningkatan proses pembangunan. Analisis
ini dapat dipresentasikan melalui Gambar 1
Pada Gambar 1 ditunjukkan mengenai kurva G yang mewakili pertumbuhan
ekonomi daerah. Titik keseimbangan tercapai pada titik E dimana kurva G berpotongan
dengan garis bantu 450. Sebelum titik keseimbangan kurva G berada dibawah garis bantu
450

yang berarti sudutnya, g1, maka pertumbuhan ekonomi daerah
berkumulatif sehingga cenderung melebar (Divergence) (Richardson, 1973: 149).

12
G’

Yt+1

450

g

ye

y0 y1 y2

y3

yt

h
G
Gambar 2.2. Pertumbuhan Penyebab Berkumulatif

Penelitian Sebelumnya
Penelitian di bidang konvergensi ekonomi mulai banyak dilakukan sejak
pertengahan 1980-an, diawali dengan penelitian dua kontributor utama, Boumol (1986)
dan Abramovitz (1986).
Saldanha (1997: 8-12) meneliti tentang pertumbuhan regional dan konvergensi di
Indonesia antara 1971 hingga 1994. Penelitian dilakukan pada 26 propinsi di Indonesia,
tidak termasuk Timor-Timur. Penelitian ini menggunakan tiga ukuran konvergensi, yaitu
konvergensi-σ, diindikasikan oleh penurunan deviasi standar PDB perkapita. Hasil
penelitian yang diperoleh adalah deviasi standar PDB per kapita antar propinsi di
Indonesia telah menurun dari 0,2082 di tahun 1971 menjadi 0,1604 pada tahun 1994.
Kedua

konvergensi-α untuk periode sampel bernilai negatif dan signifikan secara

statistik yang mengindikasikan adanya bukti terjadi konvergensi-α di Indonesia. Ketiga

13
konvergensi-β dengan memadukan variabel kontrol yakni kondisi awal anggaran belanja
negara, angka harapan hidup, dan tingkat partisipasi sekolah menengah pertama. Dari
hasil penelitian ini ditemukan bukti terjadinya konvergensi sementara periode 1980an
menunjukkan divergensi meskipun tidak signifikan, setelah dikontrol dengan variabel
lainnya, kecenderungan menuju divergensi.
Penelitian Wibisono (2003: 64-78) juga menggunakan dua ukuran konvergensi di
Indonesia : β- convergence dan σ- convergence serta menggunakan Indeks Theil.
Studi empiris mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi di Sumatera Selatan dilakukan oleh Tarwiyanto (1998: 76-77) kurun waktu
tahun 1979-1996.
Hasil studi Ardi (2003: 38-48) mengenai prospek konvergensi ekonomi antar
daerah dalam era otonomi khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 1983 –
2000 menunjukkan adanya tren konvergensi ekonomi dari PDRB per kapita dari
kabupaten-kabupaten terhadap PDRB per kapita provinsi di Nanggroe Aceh Darussalam,
dengan angka banding PDRB per kapita dari kabupaten terkaya dengan kabupaten
termiskin sebesar 12,39 pada tahun 1983 menjadi sekitar 7,28 pada tahun 2000

14
Kerangka Pikir
Faktor-faktor :
- Angkatan Kerja
- Tabungan Masyarakat
- Tabungan Pemerintah
- Investasi Swasta
- Tingkat Bunga Pinjaman
- Tingkat Bunga Simpanan

Pertumbuhan
Ekonomi

KONVERGENSI

Gambar 2 Model Kerangka Pikir
Analisis Konvergensi Antar Daerah di Sumatera Selatan

2.4. Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah (1). Konvergensi ekonomi cenderung telah terjadi
pada daerah-daerah di Sumatera Selatan sesuai dengan hipotesis Neo-Klasik. (2). Faktorfaktor angkatan kerja, tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, investasi swasta,
tingkat bunga pinjaman, dan tingkat bunga simpanan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan.

METODE PENELITIAN
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada masalah yang berhubungan
dengan konvergensi dan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan, faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Variabel yang digunakan dalam model konvergensi adalah

15
pendapatan per kapita menurut kabupaten/kota di Sumatera Selatan, investasi swasta,
belanja rutin daerah, dan inflasi regional. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pertumbuhan antara lain, angkatan kerja, tabungan masyarakat, tabungan pemerintah,
investasi swasta, dan tingkat bunga pinjaman, dan tingkat bunga simpanan di Provinsi
Sumatera Selatan.
Kabupaten/Kota yang akan diteliti adalah : (1). Kabupaten Ogan Komering Ulu
(OKU), (2). Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), (3). Kabupaten Musi Banyuasin
(MUBA), (4). Kabupaten Musi Rawas (MURA), (5). Kabupaten Muara Enim, (6).
Kabupaten Lahat, dan (7). Kota Palembang.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh
dari berbagai instansi/lembaga yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti antara
lain: Badan Pusat Statistik Kabupaten dan Provinsi, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda), BKPMD, Bank Indonesia dan lain-lain.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
studi pustaka dan metode dokumentasi. Metode studi pustaka adalah yang bersumber dari
kepustakaan yang berupa literatur, tulisan ilmiah, maupun artikel. Metode dokumentasi
merupakan data yang dikumpulkan dari instansi atau lembaga yang terkait dengan
permasalahan yang akan diteliti, studi pustaka dan penelitian sebelumnya secara
deskriptif.
Selain itu dalam penelitian ini akan dipisahkan pula analisis konvergensi sebelum
terjadinya krisis ekonomi dan pada waktu terjadinya krisis ekonomi yang dianggap juga
berpengaruh terhadap analisis konvergensi ekonomi antar daerah di Sumatera Selatan

16
adalah krisis ekonomi. Untuk memformulasikannya masih tetap menggunakan model
konvergensi ekonomi antar daerah tersebut.
Teknik analisis yang digunakan adalah : (1). Analisis Kecenderungan Terjadinya
Konvergensi Ekonomi digunakan dua ukuran konvergensi yang dipergunakan oleh
Saldanha didalam penelitiannya tahun 1997. Pertama konvergensi-α atau konvergensi
absolut atau konvergensi tidak bersyarat (unconditional convergence) diukur oleh
koefisien tingkat awal PDRB jika laju pertumbuhan PDRB per kapita diregresi terhadap
tingkat awal PDRB per kapita. Persamaan konvergensi-α dapat ditulis secara lebih
sederhana sebagai berikut (Wibisono, 2003: 59).
log

Y / Y / T  a  b logY  ...................................................
i ,0

i ,T

i ,0

(17)

dimana :
(Yi0 -Yi,T )/T
Yi0
Yi,T
T
a
b

=
=
=
=
=

= PDRB per kapita daerah i pada tahun awal sampel sampai
dengan tahun T dibagi jangka waktu (PDRB per kapita ratarata).
PDRB per kapita daerah i pada tahun awal sampel
PDRB per kapita daerah i pada tahun T
jangka waktu
Intercept
Slope Coeficient

Kedua konvergensi-β adalah koefisien tingkat awal PDRB per kapita jika laju
pertumbuhan per tahun PDRB per kapita diregresi terhadap tingkat awal PDRB per
kapita dengan memadukan variabel kontrol yakni kondisi awal anggaran belanja rutin
daerah, investasi swasta daerah dan inflasi regional.
Persamaan konvergensi-β dapat ditulis sebagai berikut.
log

Y  Y / T  a  b logY   c logh  ..................................
i ,0

i ,T

i ,0

i ,0

(18)

17
dimana hi,0 menunjukkan kondisi awal dari kondisi awal investasi di daerah i pada tahun
T. Tanda titik-titik menunjukkan variabel lain atau variabel yang dianggap turut
mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, seperti anggaran
belanja rutin daerah, inflasi regional. Persamaan (17) dan (18) diregresi dengan metode
Ordinary Least Square (OLS) diuji pada tingkat keyakinan sebesar 99 persen.

Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera
Selatan
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Sumatera
Selatan ini dilakukan untuk menjawab permasalahan dan sekaligus menguji hipotesis
kedua mengenai pengaruh faktor-faktor yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi di
Sumatera Selatan. Pertumbuhan ekonomi dalam hal ini dilihat dari pertumbuhan
pendapatan per kapita Provinsi Sumatera Selatan.
Dalam penelitian ini, fungsi produksi yang digunakan adalah sebagai berikut:
(Tarwiyanto, 1998: 33-37).
Yi = F (Li, Smi, Sgi, Isi) ......................................................................

(19)

dimana:
Yi
Li
Smi
Sgi
Isi

=
=
=
=
=

Output riil
Jumlah angkatan kerja di daerah i
Tabungan masyarakat di daerah i
Tabungan pemerintah daerah i
Investasi swasta di daerah i

Dengan membagi kedua sisi persamaan (19) dengan jumlah penduduk total (P),
akan diperoleh output per kapita per daerah (yi) dalam bentuk fungsi sebagai berikut:
yi = f (li, smi, sgi, isi) ...........................................................................

(20)

18
dimana:
yi
li
smi
sgi
isi

=
=
=
=
=

output riil
Rasio angkatan kerja terhadap jumlah penduduk daerah i
Tabungan masyarakat daerah i per kapita
Tabungan pemerintah daerah i per kapita
Investasi swasta daerah i per kapita

Diferensiasi total persamaan (20) akan menghasilkan:
dy =f1 dl + f2 dsm + f3 dsg + f4 dis


f

1

L
d  
P

f

2

 Sm 
d

 P 

f

3

 Sg 
d  
 P 

f

4

 Is 
d   ......................................
P

(21)

Bila :
 A  dA.B  A.dB dA dB A
d  


2
B
B B
B
B

maka persamaan (21) dapat diubah menjadi:
dy 

f

f

1

 dL  L  dP 
 P   P  P  
 



 dSg  Sg  dP 
  
 
3 P
 P  P 


f

2

f

 dSm  Sm  dP 
 P   P  P  




 dIs  Is  dP 
  
 ........................................
4 P
 P  P 


(22)

dimana : f1 = df/dl, f2 = df/dsm, f3 = df/dsg, f4 = df/dis
Diasumsikan bahwa fungsi produksi bersifat homogen linier (linearly
homogeneous), sehingga semua koefisien sekaligus mencerminkan nilai produktivitas
marjinal masing-masing faktor produksi yang digunakan.
Jika masing-masing sisi persamaan (22) dibagi y, diperoleh persamaan yang
menghubungkan tingkat pertumbuhan output dengan tingkat pertumbuhan angkatan
kerja, proporsi tabungan masyarakat terhadap output, proporsi tabungan pemerintah
daerah terhadap output, dan proporsi investasi swasta terhadap output.

19
dy

y

f
f

dy

y

1

 dL / P  L / P dP / P  


Y /P



f

2

 dSm / P  Sm / P dP / P  


Y /P



 dSg / P  Sg / P dP / P  


3
Y /P



f

 dL    L 
    f 1  
 Y   Y 

f

f

1



f

 dSm  Sm 



2
 Sm  Y 

Dalam

f

penelitian

f

2

 Sm 


 Y 

 dIs / P  Is / P dP / P  

 ...............
4
Y /P



3

 Sg 
 
Y 

 dSg  Sg 

  
3  Sg  Y

 
ini

f

diasumsikan

f

4

(23)

 Is  dP
 
 Y  P

 dIs  Is 

   U ................
4
 Is  Y 
bahwa

tabungan

(24)

masyarakat

(Sm)

mencerminkan arus investasi dan bahwa rasio tabungan masyarakat terhadap output riil
(Sm/Y) bersifat “liniearly homogeneous” terhadap output riil.
Sm/Y = Sm (Y,IS) ..............................................................................

(25)

D/Y = D (Yp,IP) ................................................................................ (26)
Dimana: Y = PDRB
Yp = PDBR per kapita
IS = Tingkat bunga simpanan
IP = Tingkat bunga pinjaman (investasi)
Implikasi dari asumsi bahwa S/Y bersifat homogenitas linear (linearly
homogeneous) adalah:
Sm/Y = a1 Y – a2 S ............................................................................

(27)

D/Y = b1 Yp – b2 IP ......................................................................... (28)
dimana:

a

1



Sm / Y 
d Sm / Y 
, a2
dY
dIS

b

1



D / Y 
d D / Y 
, b2 
dYp
dIP

20
Dengan mensubstitusi persamaan (27) dan (28) kedalam persamaan (24) maka
diperoleh:
dy

y

f

1

 dL  L    L 
     f 1   
 L  Y    Y 

 dSm 

a1 Y  a 2 IS  
2
 Sm 

f

dy

y

2

2

 dSg  Sg 

  
3  Sg  Y

 

f

 dIs  Is 

 c1 Yp  b2 IP   U i ....(29)
4
 Is  Y 

f

 Sg 
 
3 Y
 

 dL  L    L 
     f 1   
1
 L  Y    Y 

f

f a 



f

f

dSm 
 IS 
Sm 

f

3

f

2

 Sm 


2
 Y 

 dSg  Sg 

  
 Sg  Y 

f c 
4

1

3

 Sg 
 
Y 

 Is  dP 
  
 Y  P 

 Sm 


 Y 

f

f

f

4

 Is  dP 
  

4 Y  P
 


f a 
2

2

dSm 
Y
Sm 

dSm 
 IS  U i ......................... (30)
Sm 

dy
 dL 
 dP 
 dSm 
 α1   + α2   + α3 
 - α4 IS + α5
y
 L 
 P 
 Sm 

 dSg 

 - α6 IP +
 Sg 

U

i

........ (31)

Untuk simplikasi persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut:
PESSt = α1 PAKt + α2 PTMt + α3 IPt + α4 ISt + α5 PTPt + α6 Ismt + Ut ............... (32)
dimana:
PESSCt

= Pertumbuhan pendapatan perkapita Sumatera Selatan pada tahun t

PAKt

= Pertumbuhan angkatan kerja Sumatera Selatan pada tahun t

PTMt

= Pertumbuhan tabungan masyarakat Sumatera Selatan pada tahun t

IPt

= Tingkat bunga pinjaman (investasi) pada tahun t

ISt

= Tingkat bunga simpanan pada tahun t

PTPt

= Pertumbuhan tabungan pemerintah Sumatera Selatan pada tahun t

PTPt

= Pertumbuhan investasi swasta nasional Sumatera Selatan pada tahun t

Ut

= Kesalahan pengganggu (error term)
Selanjutnya dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least

Squares/OLS) akan diperoleh koefisien regresi dari masing-masing variabel.

21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecenderungan Konvergensi Ekonomi di Sumatera Selatan
Kecenderungan Konvergensi-α atau konvergensi absolut
Kecenderungan konvergensi ekonomi di Sumatera Selatan yang ditelaah melalui
perhitungan model konvergensi-α atau konvergensi absolut atau konvergensi tidak
bersyarat (unconditional convergence) yang digunakan untuk melihat koefisien tingkat
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) riil per kapita awal untuk setiap
kabupaten/kota dengan cara laju pertumbuhan per tahun PDRB per kapita diregresikan
terhadap log PDRB riil per kapita awal setiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Selatan.
Jika koefisien yang diperoleh dari hasil perhitungan regresi adalah negatif dan
signifikan secara statistik

maka konvergensi-α telah terjadi. Ini berarti proses

konvergensi telah terjadi di Sumatera Selatan. Namun apabila koefisien α yang diperoleh
adalah positif dan signifikan secara statistik maka konvergensi-α belum terjadi. Sesuai
pula dengan model Neo Klasik yang mengemukakan bahwa pada permulaan proses
pembangunan ditandai dengan mobilitas faktor produksi, baik modal maupun tenaga
kerja adalah kurang lancar. Akibatnya pada saat itu modal dan tenaga kerja ahli
cenderung terkonsentrasi di daerah yang lebih maju sehingga ketimpangan pembangunan
cenderung melebar (divergence). Akan tetapi bila proses pembangunan terus berlanjut,
dengan semakin baiknya prasarana dan fasilitas komunikasi, maka mobilitas modal dan
tenaga kerja tersebut akan semakin lancar. Dengan demikian ketimpangan pembangunan
akan berkurang (convergence).

22
Hasil perhitungan dengan model Konvergensi-α untuk memberikan gambaran
proses konvergensi di Sumatera Selatan dilakukan penelitian dengan jangka waktu 11
tahun (tahun 1993-2003) menggunakan satu variabel bebas yaitu PDRB per kapita awal
diperoleh nilai koefisien α yang positif dan terbukti signifikan secara statistik. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai t-hitung =11,33 lebih besar dari nilai t-tabel = 4,032 dengan tingkat
signifikansi 99 % (α = 1%) seperti yang ditunjukkan pada tabel 3. Dengan demikian
berarti berlawanan dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.
Tabel 3
Hasil Estimasi Konvergensi α
Dengan OLS (Tahun 1993- 2003)
Variabel

Koefisien

t-hitung

Konstanta
1,9004
Log PDRB per kapita
0,87296
17,12
2
R
= 0,9625
R2 adjusted = 0,9950
SE of Regression = 0,07703
DW-Statistik = 1, 7172
Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 1)
Keterangan : S = Signifikan pada α = 1%.

t-tabel

Signifikan

4,032

S

Dari hasil regresi di atas, diperoleh persamaan sebagai berikut.
Konvergensi-α = 1,9004 + 0,87296 Yio
(1,092)

(0,07703)

Keterangan : - Yio adalah PDRB riil per kapita awal.
- Angka dalam kurung adalah nilai standard error.
Dari hasil estimasi Tabel 5.1. menunjukkan model tidak terjadi gejala
autokorelasi, dimana nilai koefisien D-W (Durbin Watson) statistik (d) dari model yaitu
sebesar 1,7172 pada selang kepercayaan α = 5%. Ternyata hasil estimasi model N=7 dan

23
k=1 memiliki nilai yaitu 1,336. Jika nilai d >du berarti tidak ada serial korelasi positif,
karena D-W hitung lebih besar dari du (d > du) maka model tidak terdapat korelasi serial.
Untuk mengatasi terjadinya heteroskedastisitas dan autokorelasi (dimana asumsi
homoscedastisity dan korelasi serial di antara disturbance terms tidak berlaku, maka
digunakan cara penaksiran yang tepat untuk model regresi linear. Dalam situasi seperti ini
digunakan metode Generalized Least Square (GLS) yang diformulasikan Aitken (1935).
Hasil estimasi dengan GLS dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4
Hasil Estimasi Dengan GLS
Variabel

Koefisien

t-hitung

Konstanta
0.84131
Log PDRB per kapita
2.3644
11.52
R2
= 0,9637
R2 adjusted = 0,9564
SE of Regression = 0,07304
DW-Statistik = 1, 3079
Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 1)
Keterangan : S = Signifikan pada α = 1%.

t-tabel

Signifikan

4.032

S

Dari hasil regresi di atas diperoleh persamaan sebagai berikut:
Konvergensi-α = 2, 3644 + 0,84131 Yio
(1,036)

(0,07304)

Keterangan : - Yio adalah PDRB riil per kapita awal.
- Angka dalam kurung adalah nilai standard error.

Dari hasil estimasi dapat dijelaskan pula bahwa dengan estimasi koefisien dari log
PDRB riil per kapita awal menunjukkan arah positif dan signifikan. Ini berarti proses
konvergensi pada periode tahun 1993 sampai tahun 2003 belum terjadi atau dengan kata
lain masih terjadi proses divergensi. Hal ini sebenarnya mengikuti teori dan model dari

24
Neo Klasik, pada permulaan proses pembangunan adalah kurang lancar. Akibatnya pada
saat itu modal dan tenaga kerja ahli cenderung terkonsentrasi di daerah yang lebih maju
sehingga ketimpangan pembangunan cenderung melebar (divergence). Daerah-daerah di
Propinsi Sumatera Selatan masih berada pada proses pembangunan sehingga
kecenderungan mobilitas faktor-faktor produksi masih belum lancar dan masih
terkonsentrasi di daerah yang lebih maju seperti di Kota Palembang dan Kabupaten Musi
Banyuasin sehingga ketimpangan pembangunan di daerah-daerah lain seperti Kabupaten
Musi Rawas, Lahat, OKI dan Kabupaten OKU masih cenderung melebar (divergence).
Kemudian regresi dihitung dengan cara memisahkan periode sebelum terjadi
krisis ekonomi (tahun 1993-1996) dan periode setelah terjadi krisis ekonomi (tahun 19972003). Tujuannya untuk menganalisis proses konvergensi dapat terjadi pada periode
sebelum krisis atau bahkan sesudah krisis ekonomi tersebut. Hasil perhitungan regresi
dengan menggunakan OLS terhadap model penelitian adalah sebagai berikut.
Sebelum krisis ekonomi :
Konvergensi-α = 0,31492 + 0,9832 Yio
(0,8134) (0,0574)
Keterangan : - Yio adalah PDRB riil per kapita awal.
- Angka dalam kurung adalah nilai standard error.

Setelah krisis ekonomi :
Konvergensi-α = -0,40830 + 1,0278 Yio
(0,5774) (0,0404)
Keterangan : - Yio adalah PDRB riil per kapita awal.
- Angka dalam kurung adalah nilai standard error.
Untuk lebih jelasnya hasil estimasi model tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

25
Tabel 5
Hasil Regresi Konvergensi-α
Dengan Menggunakan OLS
Variabel Bebas

Variabel Terikat
Growth Rate ‘93-‘96 Growth Rate‘97-‘03
Konstanta Parameter
0,31492
- 0,40830
(0,3872)
(-0,7072)
Log (PDRB riil per kapita thn 1993)
0,9832
(17,12)
Log (PDRB riil per kapita thn 1997)
1,0278
(25,46)
R2 =
0,9832
0,9923
R2 adjusted =
0,9799
0,9908
S.E. of Regression =
0,05739
0,04037
D.W. Statistic =
1,4163
1,3514
Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 2 dan 3)
Catatan : Angka dalam kurung adalah t-statistic dari masing-masing estimasi
koefisien.
Dari Tabel 5 memperlihatkan hasil estimasi koefisien dari log PDRB riil per
kapita menunjukkan arah positif dan signifikan secara statistik. Bahkan pada periode
setelah terjadinya krisis ekonomi (tahun 1997-2003) nilai koefisien menjadi bertambah
besar yaitu 1,027 bila dibandingkan dengan nilai koefisien sebelum terjadi krisis ekonomi
yang hanya sebesar 0,98236. Dengan demikian berarti berlawanan dengan hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini.
Menurut hipotesis awal, seharusnya koefisien log PDRB riil per kapita awal
memiliki arah negatif yang menunjukkan bahwa pemerataan pembangunan telah tercapai
atau dengan kata lain proses konvergensi telah terjadi. Namun dalam penelitian ini,
ternyata hasil yang diperoleh pada koefisien log PDRB riil per kapita awal adalah positif.
Ini menunjukkan bahwa yang terjadi adalah pemerataan pembangunan belum dapat
dicapai atau ketimpangan pembangunan masih cenderung melebar, sehingga masih
berada pada proses divergensi.

26
Di dalam penelitian ini, pengujian terhadap gejala autokorelasi dilakukan dengan
Uji Durbin-Watson (D-W test). Setelah dilakukan estimasi terhadap model penelitian,
ternyata hasil estimasi model memiliki nilai D-W statistik (d) sebesar 1,4893 dan 1,5497.
Karena nilai D – W statistik (d) 1,4893 dan 1,5497 pada kedua periode sebelum dan
setelah terjadi krisis, ternyata model tidak mengalami gejala korelasiseri, yaitu adanya
korelasi antar anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (time series).
Hal ini terlihat dari D-W (Durbin Watson) statistik (d) sebesar 1,4893 dan 1,5497 atau
kedua nilai lebih besar dari nilai du=1,356. Ini artinya tidak terdapat korelasiseri karena
D-W hitung lebih besar dari du (d>du).
Analisis untuk periode sebelum maupun setelah krisis ekonomi dengan
menggunakan satu variabel bebas yaitu PDRB per kapita awal yang telah diperoleh nilai
koefisien-α yang positif dan dan dapat dibuktikan signifikan secara statistik. Hal ini
ditunjukkan oleh masing-masing nilai t-hitung =17,12 dan 25,46 lebih besar dari nilai ttabel = 4,032 dengan tingkat signifikansi 99 % (α = 1%). Dengan demikian tidak terdapat
gejala heteroskedastisitas didalam model sehingga model menjadi signifikan.

Kecenderungan Konvergensi-β atau Conditional Convergence
Model konvergensi-β dihitung dengan cara mencari nilai koefisien tingkat awal
PDRB per kapita jika laju pertumbuhan per tahun PDRB per kapita diregresi terhadap
tingkat awal PDRB per kapita dengan memadukan variabel eksogen yakni kondisi awal
anggaran belanja daerah dalam hal ini adalah belanja rutin, Investasi swasta masyarakat
awal, dan inflasi regional setiap kabupaten/kota di provinsi Sumatera Selatan.

27
Hasil perhitungan dengan model Konvergensi-β untuk memberikan gambaran
proses konvergensi di Sumatera Selatan dilakukan penelitian dengan jangka waktu 11
tahun (tahun 1993-2003) menggunakan variabel bebas yaitu PDRB per kapita awal dan
variabel lain seperti belanja rutin pemerintah daerah, investasi swasta daerah, dan inflasi
regional. Masing-masing diregresi secara terpisah atau satu persatu, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 5.4, Tabel 5.5, dan Tabel 6
Tabel 6
Hasil Estimasi Dengan OLS
Dengan Model Konvergensi-β
(Tahun 1993-2003)
Variabel

Koefisien

t-hitung

t-tabel

Signifikan

3,747
3,747

S*
S*

Konstanta
-3,6688
Log PDRB per kapita
0,87807
23,23
Log Belanja Rutin
0,22685
4,098
2
R
= 0,9928
R2 adjusted = 0,9892
DW-Statistik = 1, 4204
Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 4)
Keterangan : S = Signifikan

Dari hasil regresi di atas, diperoleh persamaan sebagai berikut.
Konvergensi-β = -3,6688 + 0,87807 Yio + 0,22685 hio
(1,461) (0,03780)

(0,05536)

Keterangan : - Yio adalah PDRB riil per kapita awal.
- hio adalah Belanja Rutin.
- Angka dalam kurung adalah nilai standard error.

Menurut hipotesis awal, seharusnya koefisien log PDRB riil per kapita awal
memiliki arah negatif dengan adanya kontribusi dari variabel belanja rutin pemerintah
daerah awal periode sampel (tahun 1993). Dari hasil estimasi dapat ternyata dapat
dijelaskan pula bahwa dengan estimasi koefisien dari log PDRB riil per kapita awal dan

28
log belanja rutin awal menunjukkan arah positif dan signifikan. Ini berarti dengan
memasukkan variabel belanja rutin pada model ternyata proses konvergensi pada periode
tahun 1993 sampai tahun 2003 belum terjadi atau dengan kata lain masih terjadi proses
divergensi.
Selanjutnya dengan menggunakan variabel investasi swasta pada model
Konvergensi-β menghasilkan persamaan sebagai berikut.
Konvergensi-β = 1,7055 + 0,79662 Yio + 0,04939 hio
(1,092) (0,07703)
Keterangan : - Yio adalah PDRB riil per kapita awal.
- hio adalah Investasi swasta.
- Angka dalam kurung adalah nilai standard error.
Untuk lebih jelasnya hasil estimasi model tersebut dapat dilihat pada tabel 7
Tabel 7
Hasil Estimasi Dengan OLS
Dengan Model Konvergensi-β
(Tahun 1993-Tahun 2003)
Variabel

Koefisien

t-hitung

t-tabel

p-Value

Signifikan

Konstanta
1,7055
Log PDRB per kapita 0,79662
12,56
2,776
0,000
S*
Log Investasi swasta 0,04939
2,413
2,015
0,073
S****
R2
= 0,9847
R2 adjusted = 0,9771
DW-Statistik = 2,1031
Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 5)
Keterangan : S = Signifikan
TS = Tidak Signifikan
Catatan : *
Menunjukkan signifikansi statistik pada derajat kepercayaan 99 %
** Menunjukkan signifikansi statistik pada derajat kepercayaan 98 %
*** Menunjukkan signifikansi statistik pada derajat kepercayaan 95 %
**** Menunjukkan signifikansi statistik pada derajat kepercayaan 90 %
Pada Tabel 7 setelah diteliti dengan variabel lainnya seperti investasi swasta
sebagai variabel eksogen pada estimasi dengan metode OLS menunjukkan arah positif
dan signifikan secara secara statistik dilihat dari nilai t-hitung yang lebih besar dari t-tabel

29
pada tingkat signifikansi 99 % (α = 1%). Dengan pula dapat dibuktikan dengan
menggunakan p-value yang dilakukan untuk menguji adanya gejala heteroskedastisitas
dalam model yang akan mengakibatkan model menjadi tidak signifikan.
Selanjutnya pada Tabel 8 setelah diteliti dengan variabel lainnya yaitu inflasi
regional sebagai variabel eksogen pada estimasi dengan metode OLS menunjukkan arah
positif dan tidak signifikan secara secara statistik dilihat dari nilai t-hitung yang lebih
besar dari t-tabel pada tingkat signifikansi 99 % (α = 1%). Dengan pula setelah
dibuktikan dengan menggunakan p-value yang dilakukan ternyata terdapat adanya gejala
heteroskedastisitas dalam model sehingga mengakibatkan model

menjadi

tidak

signifikan. Oleh karena itu dilakukan pengujian dengan menggunakan metode
Generalized Least Square (GLS) untuk mengatasi adanya gejala heteroskedastisitas
maupun autokorelasi pada model dengan kedua variabel penjelas yang berbeda tersebut.
Nilai R2 adjusted adalah 0,9892 ; 0,9771; dan 0,9542. Hal ini menunjukkan
bahwa proporsi variasi variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model mampu
menjelaskan variabel-variabel terikat sebesar 98,92 persen ; 97,71 persen dan 95,42
persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel diluar model. Nilai R 2 yang tinggi ini
memperlihatkan

estimasi

model

yang

dihasilkan

dari

penelitian

ini

cukup

memperlihatkan keadaan yang sebenarnya (goodness of fit) atau cukup kuat untuk
dipercaya. Pada Tabel 8 diuraikan mengenai hasil perhitungan regresi dengan
memasukkan variabel inflasi regional ke dalam model konvergensi- β yaitu sebagai
berikut.

30
Tabel 8
Hasil Estimasi Dengan OLS
Dengan Model Konvergensi-β
(Tahun 1993-Tahun 2003)
Variabel

Koefisien

t-hitung

p-Value

Signifikan

Konstanta
1,9629
11,07
0,000
S*
Log PDRB per kapita
0,86617
0,0939
0,930
TS
Log Inflasi Regional
0,07402
2
R
= 0,9694
R2 adjusted = 0,9542
DW-Statistik = 1, 4503
Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 6)
Keterangan : S = Signifikan
TS = Tidak Signifikan
Selanjutnya
regresi dengan model Konvergensi-β dihitung dengan cara
memisahkan periode sebelum terjadi krisis ekonomi (tahun 1993-1996) dan periode
setelah terjadi krisis ekonomi (tahun 1997-2003). Tujuannya untuk menganalisis proses
konvergensi-β dapat terjadi pada periode sebelum krisis atau bahkan sesudah krisis
ekonomi tersebut. Hasil perhitungan regresinya dapat dilihat pada Tabel 9.
Dari tabel 5.7. memperlihatkan hasil estimasi koefisien dari log PDRB riil per
kapita menunjukkan arah positif dan signifikan secara statistik. Bahkan pada periode
setelah terjadinya krisis ekonomi (tahun 1997-tahun 2003) nilai koefisien juga menjadi
bertambah besar yaitu 1,0290 bila dibandingkan dengan nilai koefisien sebelum terjadi
krisis ekonomi yang hanya sebesar 0,98530. Dengan demikian berarti masih berlawanan
dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Kemudian apabila dianalisa
mengenai koefisien log belanja rutin sebelum krisis ekonomi sebesar 0,13038 menjadi
minus 0,00672 setelah krisis ekonomi terjadi dan secara statistik tidak signifikan. Ini
menandakan bahwa krisis ekonomi sangat berpengaruh terhadap variabel belanja rutin

31
daerah sehingga mengakibatkan juga nilai koefisien log belanja rutin yang seharusnya
bernilai positif menjadi negatif.
Tabel 9
Hasil Regresi Konvergensi-β
Dengan Menggunakan OLS
Variabel Bebas
Dengan Belanja Rutin (X2)
Konstanta Parameter
Log PDRB riil/kapita th’93 (X1)
Log PDRB riil/kapita th’97 (X1)
Log Belanja Rutin th’93 (X2)
Log Belanja Rutin th’97 (X2)
R2 =
R2 adjusted =
S.E. of Regression X1 =
S.E. of Regression X2 =
D.W. Statistic =
Dengan Investasi Swasta (X2)
Konstanta Parameter
Log PDRB riil/kapita th’93 (X1)
Log PDRB riil/kapita th’97 (X1)
Log Investasi Swasta th’93 (X2)
Log Investasi Swasta th’97 (X2)
R2 =
R adjusted =
S.E. of Regression X1 =
S.E. of Regression X2 =
D.W. Statistic =
2

Variabel Terikat
Growth Rate ‘93-‘96 Growth Rate‘97-‘03
-2,8860
(-1,614)
0,98530
(21,29)
0,13038
(1,924)
0,9913
0,9869
0,04627
0,06777
0,9550

- 0,26152
(-0,1923)
1,0290
(22,37)
-0,67234E-02
(-0,1226)
0,9924
0,9886
0,04599
0,05486
1,3126

7,6423
(2,861)
0,05968
(4,063)
0,21864
(4,063)
0,8167
0,7250
0,1295
0,05381
1,9392

-0,42899
(-0,7806)
1,0049
(23,55)
0,013647
(1,234)
0,9945
0,9917
0,04267
0,01106
1,5652

Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 7, 8, 9 dan 10)
Catatan : Angka dalam kurung adalah t-statistic dari masing-masing estimasi koefisien.

32
Selain variabel belanja rutin, maka variabel investasi swasta juga dapat dianalisis
dengan melihat nilai koefisien log investasi swasta untuk melihat konvergensi- β. Dari
hasil estimasi koefisien dari log PDRB riil per kapita menunjukkan arah positif tetapi
secara statistik tidak signifikan. Bahkan periode setelah terjadinya krisis ekonomi (tahun
1997-tahun 2003) nilai koefisien menjadi bertambah besar yaitu 1,0049 dan signifikan
secara statistik bila dibandingkan dengan nilai koefisien sebelum terjadi krisis ekonomi
yang hanya sebesar 0,05968. Ini berarti juga berarti berlawanan dengan hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini, proses konvergensi belum terjadi di Provinsi Sumatera
Selatan. Sementara itu nilai R2 adjusted adalah 0,7250 dan 0,9945. Hal ini menunjukkan
bahwa proporsi variasi variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model mampu
menjelaskan variabel variasi terikat sebesar 72,50 persen dan 99,45 persen, sedangkan
sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Nilai R2 tertinggi ini memperlihatkan
estimasi model yang dihasilkan dari penelitian ini cukup memperlihatkan keadaan yang
sebenarnya (goodness of fit) atau cukup kuat untuk dipercaya. Analisis konvergensi-β
pada periode sebelum krisis dan sesudah krisis ekonomi juga dilakukan dengan
memasukkan variabel inflasi regional. Untuk lebih jelasnya hasil estimasi model tersebut
dapat dilihat pada Tabel 10

33
Tabel 10
Hasil Regresi Konvergensi-β
Dengan Menggunakan OLS
Variabel Bebas
Konstanta Parameter
Log (PDRB riil per kapita thn 1994)
Log (PDRB riil per kapita thn 1997)
Log Inflasi Regional th’94 (X2)
Log Inflasi Regional th’97 (X2)

Variabel Terikat
Growth Rate ‘94-‘96 Growth Rate‘97-‘03
0,25930
1,4177
(0,6109)
(-0,9824)
0,98558
(34,17)
0,90390
(9,062)
-0,99948E-03
-

-0,18569E-01

R2 =
0,9967
0,9547
R2 adjusted =
0,9951
0,9321
S.E. of Regression (X1)
0,02885
0,09975
S.E. of Regression (X2)
0,02906
0,04272
D.W. Statistic =
1,8254
1,8940
Sumber : Hasil Penelitian 2005 (Lampiran 11 dan 12)
Catatan : Angka dalam kurung adalah t-statistic dari masing-masing estimasi
koefisien.

Dari hasil estimasi koefisien Yio menunjukkan arah positif dan signifikan. Nilai
koefisien setelah krisis ekonomi menjadi lebih kecil daripada sebelum krisis ekonomi dari
0,98558 menjadi 0,90390 dan signifikan secara statistik bila dilihat dari t-hitung yang
lebih besar dari t-tabel= 4,604, df=4, (α = 1%). Sementara itu nilai koefisien log inflasi
regional bernilai negatif dan secara statistik tidak signifikan. Ini berarti berlawanan
dengan hipotesis dan variabel inflasi regional tidak mempunyai peranan yang berarti
terhadap konvergensi-β.

34
Indeks Pendapatan Per Kapita Kabupaten/Kota dan Provinsi
Pada analisis sebelumnya telah diperoleh gambaran mengenai konvergensi
ekonomi Provinsi Sumatera Selatan. Selanjutnya untuk melengkapi analisis terjadinya
konvergensi pada setiap kabupaten/kota di Sumatera Selatan dapat digunakan indeks
pendapatan per kapita Provinsi Sumatera Sela