Remaja berkonflik dengan hukum Sistem Penanganan Pemerintah di Indonesia
Remaja berkonflik dengan hukum
&
Sistem Penanganan Pemerintah di
Indonesia
Prof. Dr. Yusti Probowati, Psikolog Guru Besar Psikologi Forensik
3 Kasus terbanyak di LPKA (Lembaga Jumlah ABH di Lapas Pembinaan Khusus Anak)
Data Anak Anak meningkat adalah seksualitas, narkoba dan kekerasan
Berkonflik dengan Jumlah ABH yang ditangani dengan
Hukum (ABH) Kualitas kriminalitas restorative makin kejam
Justice/diversi di lapangan meningkat Siapa yang disebut ABH ?
Beda definisi
Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah anak yang telah berumur 12
Anak dalam
(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Hukum dan Psikologi
Tidak dikenal istilah REMAJA dalam Hukum
Hasil penelitian pada ABH di Lapas Anak Blitar (Probowati, dkk, 2013)
1
3
Semakin tidak ada
yang gagal menjalankan Kegagalan ini terjadi sejak kecil,
terutama karena figur orangtua
figur orang tuafungsi-fungsi keluarga
(bisa ayah saja, atau ibu saja,
secara efektif, terutama
maka semakin atau keduanya) pergi
penanaman nilai-nilai
meninggalkan keluarga untuk
besar kemungkinansosial, agama dan aturan
alasan ketidakharmonisan yang tegas. hubungan dengan pasangan, menjadi residivis memenuhi tuntutan ekonomi menjadi TKI, atau “meninggalkan” dalam arti
mengabaikan karena memiliki
Cerita Kasus 1 (Asusila)
Nama saya W, laki-laki, usia 20 tahun. Sejak 2 tahun lalu saya tinggal di lapas
anak Blitar, kasus asusila, dengan korban pacar saya sendiri.Kronologisnya : saya dan pacar saya bolos dari sekolah dan kumpul-kumpul dengan teman-teman di rumah seorang teman. Kami minum-minuman keras dan dalam keadaan mabuk saya berhubungan seksual dengan pacar saya.
Pada saat saya berhubungan seksual dengan pacar saya, teman saya merekam
dengan HP nya. Dan video itu beredar luas kemudian di masyarakat. Keluarga
pacar saya tidak terima dan melaporkan pada polisi. Pacar saya juga tidak dapat berbuat apa-apa, padahal hubungan yang kami lakukan atas dasar suka dengan suka.Cerita Kasus 1 (Asusila)
Ibu saya adalah istri kedua dari 5 istri ayah. Sejak kecil saya diberikan kebebasan penuh oleh orang tua saya.
Saya sejak SD suka berkelahi dan sering dipanggil oleh pihak sekolah.
Saya juga mulai mengenal alkohol dan ganja karena
pergaulan saya.Kegiatan yang saya lakukan adalah minum, nongkrong dan kadang-kadang ngamen.
Saya jarang pulang dan ibu saya juga tidak melarang saya melakukan hal tersebut.
Cerita Kasus 2 (Seksualitas pada anak dibawah umur)
Nama saya EH, laki-laki, usia 24 tahun. Saat ini saya di Lapas Porong karena melakukan pemerkosaan anak di bawah umur (287 KUHP). Akibat saya melakukan pemerkosaan pada anak usia sekitar 10 tahun.
Sebenarnya saya mulai suka melakukan hubungan seks dengan anak kecil sejak SMP. Korbannya adalah adik sepupu saya laki-laki umur 4 tahun, lalu adik perempuan teman saya. Lalu saat SMA dg tetangga saya perempuan usia 55 tahun, saya juga suka berhubungan dg waria, bahkan pernah diperkosa seorang pria.
Dan terakhir saya melakukan hubungan dengan anak umur 10 tahun yang membuat saya masuk di lapas.
Saya juga suka menunjukkan alat kelamin saya di depan banyak orang
Saya anak ke 5 dari 6 bersaudara. Tidak dekat dengan ayah dan ibu saya sakit jiwa sejak saya SD. Berasal dari klg
SES rendah
Cerita Kasus 2 (Seksualitas pada
Sejak SD, saya sering diminta “melayani”
seks tetangga saya, laki-laki yg sekolah Di lapas pun saya
SMP. Saya diajak Saya merasa nafsu seks melakukan hubungan nonton video porno.
SMP saya berani saya sangat besar, seksual dengan napi Sejak itu saya sering melakukan pada anak- fantasi seksual saya lain. Saya dibayar Rp melakukan onani. anak. tinggi dan sulit untuk 20.000 jika
Sehingga sejak SMP menahannya. berhubungan dengan saya sering menggoda mereka. perempuan dengan mencolek pantatnya, memegang payudaranya.
Cerita Kasus 2 (Seksualitas pada Nama Saya B (19 tahun). Saya anak dari keluarga yang secara SES cukup. Ayah saya perwira AL, dan ibu tidak bekerja. Saya anak pertama dari 2 bersaudara. Adik saya perempuan.
Ayah menyerahkan pendidikan anak pada ibu. Sementara ibu juga sering tidak di rumah karena kegiatannya diluar.
Ibu selalu memenuhi kebutuhan materi, tidak pernah menerapkan aturan dan norma-norma sosial, hanya berpesan saya harus menjaga nama baik keluarga.
Contoh kasus 3 (Narkoba di Rutan Medaeng )
Sejak kecil saya lebih suka nongkrong dirumah tetangga. Akhirnya saya punya teman- teman yang suka minum dan narkoba. Saya memulai sejak saya SMP. Orang tua saya tidak tahu apa yang saya lakukan.
Bagi saya teman-teman adalah segalanya. Saya tertangkap di sebuah klub malam karena menjual narkoba, karena saya butuh untuk beli narkoba keperluan saya sendiri.
Contoh kasus 3 (Narkoba di Rutan Medaeng )
Gaya Pengasuhan Orang Tua
(Baumrind dalam Carr, 2001)
KontrolTanpa Kontrol Menerima Menolak
Demokratis Otoriter Memanjakan Menolak
Hubungan antara gaya pengasuhan orangtua
dan perilaku remaja yang menyimpang
Kontrol Tanpa Kontrol Menerima
Menolak Perilaku Sehat Perilaku Menyimpang Perilaku Menyimpang Perilaku Menyimpang Dampak keluarga yang Menolak Bowlby : Anak yang berasal dari keluarga yang menolak akan sulit mengembangkan attachment (kelekatan) dan memiliki problem emosi
Erickson : anak yang berasal dari keluarga menolak akan sulit mengembangkan rasa percaya pada dirinya maupun orang lain
Pengaruh Keluarga
& psikologis Glueck & Glueck- – 98 dari 100 anak
menjadi kriminal jika klg nya kacau (OT
bercerai, OT tdk bertanggungjawab, klg
memiliki riwayat kriminalitas, klg memiliki problem kecanduan)
Toby :
– 1. anak dr klg kacau memunculkan anak
dengan kepribadian buruk (kurang mampu mengontrol dorongannya, kurang memiliki norma-norma).- 2. Klg kacau menyebabkan anak keluar
dari rumah dan menuju ke kelompok yang buruk dan anak memodel perilaku kelompoknya.
Keluarga : Tidak berfungsi Teman Sebaya : kebiasaan buruk
Sekolah : tidak baik Faktor Internal
1
2
3
4
- – –
Nilai-nilai yang Emosi yang tumpul Daya juang yang Pola pikir yang salah
buruk- kontrol diri pengelolaan emosi rendah egosentris/berpikir - – tidak mau rendah - Impulsivitas buruk - empati susah dari diri sendiri re
- – berbuat semaunya sendiri
Faktor Internal ABH
Dulu penanganan selalu dengan proses peradilan pidana dan berakhir dilapas → dampaknya negatif
Sistem Penanganan ABH di Indonesia
Penanganan dengan UU 11 tahun 2012 terkait dengan Peradilan anak Dalam Penanganan Anak harus menaati azas kelangsungan hidup dan
pelindungan; tumbuh kembang Anak; .
keadilan;
pembinaan dan
nondiskriminasi; pembimbingan Anak;
kepentingan terbaik
proporsional; bagi Anak
perampasan
penghargaan terhadap kemerdekaan dan pemidanaan sebagai pendapat Anak; upaya terakhir; dan
penghindaran pembalasan.
Proses Penanganan ditentukan oleh
Usia Anak (12 sd 18 tahun) Ketika Terjadi Kasus
Tindak Pidana yang dilakukan (dibawah ancaman hukuman 7 tahun) Tindak
Residivis atau bukan Pidana Anak
Jika memenuhi kriteria tersebut diupayakan diversi, jika tidak di proses melalui proses peradilan pidana
Peran BAPAS
Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan
Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana.
Tugasnya melakukan litmas untuk
menentukan apakah pelaku anak
perlu diproses pidana, atau
dilakukan diversi.
Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan
Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan
pidana ke proses di luar peradilan pidana.
melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang
terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan
menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan Diversi bertujuan:
1 mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
2 menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
3 menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
4 mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
5 menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya disingkat LPKA adalah lembaga atau tempat Anak menjalani masa pidananya.
Lembaga Penempatan Anak Sementara yang selanjutnya disingkat Penanganan
LPAS adalah tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan berlangsung.
Diversi
Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat LPKS adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Anak.
1
2
3
4
5 Sistem Restorative Ada oknum yang Belum ada LPAS dan LPKS yang ada belum LPKA juga belum
justice yang dilakukan menggunakan sistem masih terbatasnya melakukan rehabilitasi melaksanakan sistem
dengan diversi belum ini untuk jual beli LPKS (seperti RUMAH HATI) rehabilitasi secara dipahami oleh pelaku kasus baik hukum secara jelasBagaimana Kenyataannya di
Bagaimana jika Anak tidak Memenuhi syarat Diversi atau Diversi Gagal ?
- Kepolisian (Penyidikan)
- Kejaksaan (Dakwaan dan Penuntutan)
- Pengadilan (Putusan Pidana)
- Lembaga Pembinaan Khusus Anak (Rehabilitasi)
- Bapas (jika mengajukan PB)
- – baik yang di diversi maupun melalui peradilan anak Belum ada keperpihakan negara terkait dengan masalah anak (termasuk ABH)
- – psikologi belum banyak dilibatkan dalam penanganan ABH.
Dalam UU 11 tahun 2012 ditulis psikolog diperlukan dalam melakukan diversi sehingga the best interest of child dapat diterapkan.
Anak menjadi ABH karena memiliki masalah psikologis sehingga butuh penanganan psikologis
Akibatnya penanganan anak oleh negara belum maksimal
Perlukah kita menunggu Negara ? Berbuatlah yang kita bisa dalam membantu ABH.
Mereka butuh kita sebagai bagian dari masyarakat ABH juga anak Indonesia yang perlu diperjuangkan
yprobowati@staff.ubaya.ac.id