Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia Ditinjau dari Memorandum of Understanding antara Pemerintah Indonesia dengan Malaysia

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA INDONESIA

DI MALAYSIA DITINJAU DARI MEMORANDUM OF

UNDERSTANDING ANTARA PEMERINTAH

INDONESIA DENGAN MALAYSIA

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

BANI PRASETO NAPITUPULU NIM : 070200301


(2)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA DITINJAU DARI MEMORANDUM OF

UNDERSTANDING ANTARA PEMERINTAH INDONESIA DENGAN MALAYSIA

Besarnya Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri mempunyai sisi positif, yaitu mengurangi jumlah pengangguran di dalam negeri. Tetapi hal tersebut juga mempunyai sisi negatif, yaitu berupa resiko kemungkinan terjadinya perlakuan yang tidak manusiawi terhadap Tenaga Kerja Indonesia. Resiko tersebut dapat dialami oleh Tenaga Kerja Indonesia baik selama proses pemberangkatan, selama bekerja di luar negeri, maupun setelah pulang ke Indonesia.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di Malaysia adalah Permasalahan-permasalahan yang dihadapi tenaga kerja Indonesia (TKI) dari tahun ketahun semakin meningkat. Permasalahan terjadi dari proses pengiriman TKI, mulai dari pra-penempatan, penempatan dan purna penempatan,yakni:Proses pra-penempatan: aktifitas illegal oleh agen tenaga kerja yang mengakibatkan TKI mengalami kerugian dalam hal biaya maupun waktu, pengurungan paksa hingga berbagai bentuk pelecehan yang dilakukan ditempat pelatihan, pemalsuan dokumen oleh agen tanpa sepengetahuan TKI yang bersangkutan, serta diberikannya visa pendatang jangka pendek kepada TK. IProses penempatan: berkerja tanpa adanya jam istirahat ataupun hari untuk libur, pengurungan paksa serta pembatasan komunikasi dengan keluarga atau teman, gaji yang tidak dibayarka oleh majikan, pembatasan kebebasan beragama dan menjalankan ibadah, pelecehan fisik dan perlakuan kasar, penyiksaan dan pelecehan seksual.Proses purna-penempatan: pemungutan biaya melebihi tarif yang telah ditentukan oleh perusahaan angkutan pemulangan TKI, penelantaran oleh perusahaan pemulangan TKI, dan TKI dipaksa menukarkan mata uang asing kedalam rupiah dengan kurs yang merugikan TKI.Memorandum of Understanding (MoU) dapat menjadi instrument hukum dalam perlindugan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Indonesia terus meningkatkan perlindungan untuk melindungi tenaga kerja Indonesia di Malaysia sektor rumah tangga dengan mengamandemen Memorandun of Understanding tentang The recruitment and Palcement of Indonesia Domestic Workers. Bentuk perlindungan yang sebelumnya telah disepakati Indonesia dan Malaysia adalah dengan membuat perjanjian berupa Memorandum of Understanding (MoU) TKI formal, yakni TKI yang berkerja disektor pertambangan, pertanian dan pabrik kemudian Memorandum of Understanding TKI informal, yakni TKI yang berkerja pada sektor rumah tangga


(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Saya panjatkan kepada Yesus Kristus sang Kepala Gerakan karena berkat, rahmat dan karunia-Nya Saya mampu untuk menjalani perkuliahan sampai pada tahap penyelesaian skripsi pada Departemen Hukum Administrasi Negara Program Kekhususan Hukum Perburuhan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini.

Penulisan skripsi yang diberi judul ”PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA DITINJAU DARI

MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA PEMERINTAH

INDONESIA DENGAN MALAYSIA” ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini Saya menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati Penulis akan sangat berterima kasih jika ada kritik dan saran membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah membantu sebelum, selama, dan setelah Penulis mengerjakan skripsi. Secara khusus, Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua yang sangat Saya sayangi, Drs. Pahala Napitupulu, BA dan Dra. Yuliawati Maduwu, serta adik Saya Melati Elisabeth Napitupulu, S.Sos atas pengertian dan dukungan kepada Saya. Mudah-mudahan semua yang Saya lakukan dapat membahagiakan dan membanggakan keluarga tercinta.


(4)

Melalui kesempatan ini, Saya tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I dan Dosen Pembimbing I, Bapak Dr. Syafruddin S. Hasibuan, SH., MH., selaku Pembantu Dosen II, dan Bapak Husni, SH., MHum., selaku Pembantu Dekan III.

2. Ibu Dr. Agusmidah, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan kepada Penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terimakasih telah memberikan ilmunya dan walaupun ditengah-tengah kesibukannya masih tetap bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberi petunjuk, mendorong dan membangkitkan semangat untuk menyelesaikan pendidikan dan penulisan skripsi ini.

3. Bapak Idris Zainal, S.H dan Ibu Maria Kaban S.H, M.Hum, selaku Dosen Wali Saya dari Semester I sampai terakhir. Ibu Suria Ningsih, S.H, M.Hum, Bapak Dr. Pendastaren Tarigan S.H, M.S, para dosen dan seluruh staf serta karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak bisa Saya ucapkan satu persatu.

4. Rekan-rekan ku yang selalu setia menemani, setia dalam suka dan suka (ya, sekali lagi ”suka dan suka” karena kita tidak mengenal kata ”duka” dan yang pasti selalu merindukan kabar terbaik dari skripsi dan wisudaku, Ivan Nobori Sebayang calon S.Sos, Daniel Nainggolan calon SE, Imo Nainggolan calon SE, Yhon Kurniawan, SE, Ari Sipayung, SH, Alexcius


(5)

Sitompul, SE, Jecksen Ginting, S.Sos, Fartacia Simanjuntak, SE, dan dr. Gessy Sitorus. (many stories we've been through with bottles of Johnnie Walker) keep walking with Johnnie!!

5. Terimakasih juga untuk Rekan-rekan kampusku, Civitas GMKI Komisariat Fakultas Hukum USU, terimakasih untuk iring-iringan dalam gerakan ini. Semoga benang biru diantara kita tetap terjalin. (Stb’02 : Jayatri Hasoloan Sihaloho SH, Christofel Sigalingging SH, Roy Simangunsong, SH) (Stb’03 : Fendy Nababan, SH) (Stb’04 : Daniel Aritonang, SH, Posma Situmeang SH, Samuel Armstrong SH, Dedy Manalu, SH, Ade Sinaga, SH) (Stb’05 : Trisanto, Yunus, Ipho, Murdani) (Stb’06: Debora Saragih, Witra Sinaga, Siska Siagian, Chandra) (Stb’07: Derma, Sondang, Fisca, Wheny, Nimrod) (Stb’08: Ode Silalahi, Jeremia Tampubolon, Bona, Jefry, Frans, Uhum). Terkhusus buat Agnes Elga Margareth Thanks for togetherness, also for tears and sweats dalam mewujudkan skripsi ini. Sukses juga buat Agnes yaaa.. dan segenap Civitas GMKI yang gak dapat Saya sebutkan satu per satu TERIMAKASIH ! UT OMNES UNUM SINT !.

Buat pihak-pihak yang tidak dapat dituangkan namanya satu per satu dalam lembar ini, yang telah berjasa memberikan dukungannya baik moril maupun materil dalam mewujudkan skripsi ini, Saya ucapkan banyak terimakasih.

Medan, Desember 2012 Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II INSTRUMEN HUKUM BAGI PERLINDUNGAN BAGI TENAGA KERJA INDONESIA ... 15

A. Konvensi-Konvensi Internasional Terkait dengan Buruh Migran ... 15

B. Memorandum of understanding (MoU) dan Perjanjian Antar Negara ... 19

C. Undang-Undang Nasional Terkait Masalah Tenaga Kerja Indonesia ... 24

D. Perjanjian Kerja antara Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Dengan Perusahaan/Majikan ... 27

BAB III PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ... 33

A. Makna Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Malaysia ... 33

B. Faktor Penarik dan Faktor Pendorong Tenaga Kerja Indonesia Bekerja di Malaysia ... 37


(7)

C. Proses Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Malaysia

Melalui PJTKI ... 49

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA ... 63

A. Perkembangan Hubungan RI-Malaysia Terkait Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Sektor Informal (domestic Woker) ... 63

B. Memorandum of Understanding antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia di Bidang Ketenagakerjaan ... 75

C. Perlindungan Hukum terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia Berdasarkan Memorandum of Understanding antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia ... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

A. Kesimpulan ... 117

B. Saran ... 119 DAFTAR PUSTAKA


(8)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA DITINJAU DARI MEMORANDUM OF

UNDERSTANDING ANTARA PEMERINTAH INDONESIA DENGAN MALAYSIA

Besarnya Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri mempunyai sisi positif, yaitu mengurangi jumlah pengangguran di dalam negeri. Tetapi hal tersebut juga mempunyai sisi negatif, yaitu berupa resiko kemungkinan terjadinya perlakuan yang tidak manusiawi terhadap Tenaga Kerja Indonesia. Resiko tersebut dapat dialami oleh Tenaga Kerja Indonesia baik selama proses pemberangkatan, selama bekerja di luar negeri, maupun setelah pulang ke Indonesia.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di Malaysia adalah Permasalahan-permasalahan yang dihadapi tenaga kerja Indonesia (TKI) dari tahun ketahun semakin meningkat. Permasalahan terjadi dari proses pengiriman TKI, mulai dari pra-penempatan, penempatan dan purna penempatan,yakni:Proses pra-penempatan: aktifitas illegal oleh agen tenaga kerja yang mengakibatkan TKI mengalami kerugian dalam hal biaya maupun waktu, pengurungan paksa hingga berbagai bentuk pelecehan yang dilakukan ditempat pelatihan, pemalsuan dokumen oleh agen tanpa sepengetahuan TKI yang bersangkutan, serta diberikannya visa pendatang jangka pendek kepada TK. IProses penempatan: berkerja tanpa adanya jam istirahat ataupun hari untuk libur, pengurungan paksa serta pembatasan komunikasi dengan keluarga atau teman, gaji yang tidak dibayarka oleh majikan, pembatasan kebebasan beragama dan menjalankan ibadah, pelecehan fisik dan perlakuan kasar, penyiksaan dan pelecehan seksual.Proses purna-penempatan: pemungutan biaya melebihi tarif yang telah ditentukan oleh perusahaan angkutan pemulangan TKI, penelantaran oleh perusahaan pemulangan TKI, dan TKI dipaksa menukarkan mata uang asing kedalam rupiah dengan kurs yang merugikan TKI.Memorandum of Understanding (MoU) dapat menjadi instrument hukum dalam perlindugan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Indonesia terus meningkatkan perlindungan untuk melindungi tenaga kerja Indonesia di Malaysia sektor rumah tangga dengan mengamandemen Memorandun of Understanding tentang The recruitment and Palcement of Indonesia Domestic Workers. Bentuk perlindungan yang sebelumnya telah disepakati Indonesia dan Malaysia adalah dengan membuat perjanjian berupa Memorandum of Understanding (MoU) TKI formal, yakni TKI yang berkerja disektor pertambangan, pertanian dan pabrik kemudian Memorandum of Understanding TKI informal, yakni TKI yang berkerja pada sektor rumah tangga


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penerapan perundang-undangan ketenagakerjaan dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan/ keserasian hubungan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh sehingga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja dapat terjamin. Sendjun menjelaskan bahwa pembinaan hubungan ketenaga-kerjaan perlu diarahkan kepada terciptanya keserasian antara tenaga kerja dan pengusaha yang dijiwai oleh Pancasila dan Undang-undang dasar 1945, dimana masing-masing pihak saling menghormati dan saling mengerti terhadap peranan serta hak dan kewajibannya masing-masing dalam keseluruhan proses produksi, serta peningkatan partisipasi mereka dalam pembangunan.1

Besarnya Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri mempunyai sisi positif, yaitu mengurangi jumlah pengangguran di dalam negeri. Tetapi hal tersebut juga mempunyai sisi negatif, yaitu berupa resiko kemungkinan terjadinya Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar bisa menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunya undang-undang ketenagakerjaan yaitu mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang akan berimbas terhadap kemajuan dunia usaha di Indonesia.

1

Sendjun, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. (Jakarta: Rineka Cipta, 2001)


(10)

perlakuan yang tidak manusiawi terhadap Tenaga Kerja Indonesia. Resiko tersebut dapat dialami oleh Tenaga Kerja Indonesia baik selama proses pemberangkatan, selama bekerja di luar negeri, maupun setelah pulang ke Indonesia.

Meskipun perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang konsensual (artinya sudah sah dan mengikat setelah terjadinya kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja mengenai pekerjaan dan upah atau gaji), namun banyak ketentuan yang memerintahkan dibuatnya perjanjian secara tertulis demi untuk melindungi pihak pekerja misalnya :

1. Suatu Reglemen yang ditetapkan oleh pemberi kerja hanya mengikat pekerja apabila secara tertulis telah menyatakan, menyetujui Reglemen itu dan selain itu harus memenuhi syarat-syarat:2

a. Bahwa selembar lengkap dari Reglemen tersebut dengan cuma-cuma oleh atau atas nama pemberi kerja telah diserahkan kepada pekerja. b. Bahwa oleh atau atas nama pemberi kerja telah diserahkan kepada

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans). Suatu lembar lengkap dari Reglemen tersebut yang ditanda tangani oleh pemberi kerja dan disediakan untuk dibaca oleh umum.

c. Bahwa suatu lembar lengkap dari Reglemen tersebut ditempelkan dan tetap berada di suatu tempat yang mudah ditandatangani oleh pekerja, sedapat mungkin dalam ruangan kerja, hingga dapat dibaca dengan terang.

2


(11)

2. Suatu janji antara pemberi kerja dan pekerja, dengan mana pihak yang terakhir ini dibatasi dengan kebebasannya, setelah berakhirnya hubungan kerja antara mereka, melakukan pekerjaan dengan sesuatu cara, hanyalah sah apabila janji itu dibuat suatu perjanjian tertulis atau dalam suatu Reglemen dengan seorang pekerja yang sudah dewasa.

Perlindungan hukum bagi Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri memang merupakan kendala yang masih dihadapi. Bantuan hukum dari perwakilan Indonesia (Departemen Luar Negeri) sudah dilakukan, tetapi belum memperoleh hasil yang memuaskan. Salah satu penyebabnya adalah sistem hukum yang berbeda antara kedua negara.

Dalam pemberian bantuan hukum terhadap Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah membuat perjanjian dengan negara pengimport, yang lebih dikenal dengan “memorandum of understanding”.

Sebagaimana diketahui bahwa tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Indonesia, sebagian besar terkonsentrasi di Negara Malaysia sebagai negara pengimpor terbanyak tenaga kerja yang berasal dari Indonesia. Oleh karenanya, perlindungan tenaga kerja melalui perjanjian bersama antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) sangat diperlukan oleh kedua negara, khususnya Indonesia untuk memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia.

Skripsi ini mencoba untuk membahas perlindungan hukum terhadap tenaga kerja Indonesia di Malaysia ditinjau dalam perspektif Memorandum of


(12)

Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia dalam bidang ketenagakerjaan.

B. Permasalahan

Permasalahan yang diangkat untuk dibahas dalam tulisan ini adalah:

1. Bagaimana penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di Malaysia ?

2. Bagaimana Memorandum of Understanding (MoU) dapat menjadi instrument hukum dalam perlindugan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

3. Bagaimana perlindungan hukum tenaga kerja Indonesia di Malaysia ditinjau dari MoU pemerintah Indonesia dengan Malaysia?

C. Tujuan dan manfaat penulisan 1. Tujuan

a. Untuk mengetahui penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di Malaysia

b. Untuk mengetahui Memorandum of Understanding (MoU) dapat menjadi instrument hukum dalam perlindugan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

c. Untuk mengetahui perlindungan hukum tenaga kerja Indonesia di Malaysia ditinjau dari MoU pemerintah Indonesia dengan Malaysia?

2. Manfaat

Setiap penelitian pasti mendatangkan manfaat sebagai tindak lanjut dari apa yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian. Penulis mengharapkan


(13)

dengan adanya penelitian ini membawa manfaat positif bagi penulis atau pembaca secara langsung maupun secara tidak langsung. Penelitian ini juga sangat berpengaruh bagi perkembangan individu atau objek dari penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini merupakan hasil dari studi ilmiah yang dapat memberikan masukan pemikiran dan ilmu pengetahuan baru terhadap ilmu hukum pada umumnya dan ilmu Hukum Ketenagakerjaan pada khususnya.

b. Manfaat praktis

Sebagai suatu informasi dan referensi bagi individu atau instansi yang menjadi atau yang terkait dari objek yang diteliti.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia Ditinjau dari Memorandum of Understanding Pemerintah Indonesia dengan Malaysia” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli disusun sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.


(14)

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Perlindungan Hukum

Secara umum dapat dijelaskan bahwa pengertian Perlindungan hukum adalah tindakan melindungi atau memberikan pertolongan dalam bidang hukum.3

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan hukum adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah atau adapt yang berlaku bagi semua orang dalam masyarakat (Negara). Sedangkan, hukum dasarnya merupakan perlengkapan masyarakat untuk menjamin agar kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat dapat dipenuhi secara teratur agar tujuan-tujuan kebijaksanaan publik dapat terwujud di dalam masyarakat. Berbicara perlindungan hukum berarti membahas tentang hak dan kewajiban tenaga kerja. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan hak bekerja dalam perusahaan, apalagi mengingat resiko bahayanya, maka pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja haruslah sesuai dengan harkat dan martabat manusia itu sendiri.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud Perlindungan adalah cara, proses, perbuatan melindungi. Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, yang dimaksud perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pelaksana lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.

3

WJS. Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1959) hal. 224


(15)

Untuk menjamin hak-hak tenaga kerja tersebut, maka perlu dilakukan upaya pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja tanpa terkecuali. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dituangkan dalam Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi:

“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”

Dalam hal ini pengusaha/ perusahaan harus memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kerja sesuai dengan jenis pekerjaannya. Meskipun hanya seorang pelayan akan tetapi juga harus tetap diperhatikan. Mengingat peranan tenaga kerja sangat penting demi kelancaran perusahaan. Tenaga kerja harus memperoleh hak-hak mereka secara penuh, begitu juga sebaliknya tenaga kerja juga harus memenuhi kewajibannya dengan baik pula. Sehingga, akan tercipta hubungan kerja yang dinamis antara perusahaan dengan pihak tenaga kerja. Jadi perlindungan hukum tidak hanya semata-mata memberikan perlindungan

2. Ruang lingkup hukum ketenagakerjaan

Hukum perburuhan (ketenagakerjaan) merupakan spesies dari genus hukum umumnya. Berbicara tentang batasan pengertian hukum, hingga saat ini para ahli belum menemukan batasan yang baku serta memuaskan semua pihak tentang hukum, disebabkan karena hukum itu sendiri mempunyai bentuk serta segi yang sangat beragam. Ahli hukum berkebangsaan Belanda, J. van Kan, sebagaimana dikutip oleh Lalu Gusni, mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi


(16)

kepentingan orang dalam masyarakat.4 Pendapat lainnya menyatakan bahwa hukum adalah serangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan hukum adalah menjamin kebahagiaan dan ketertiban dalam masyarakat. Selain itu, menyebutkan 9 (sembilan) arti hukum yakni:5

a. Ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran,

b. Disiplin, yakni sebagai sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala- gejala yang dihadapi,

c. Norma, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan,

d. Tata hukum, yakni struktur dan perangkat norma-norma yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis,

e. Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law inforcement officer), f. Keputusan penguasa, yakni hasil-hasil proses diskripsi,

g. Proses pemerintahan, yakni proses hubungan timbal balik antara unsur- unsur pokok dari sistem kenegaraan,

h. Sikap tindak yang ajeg atau perikelakuan yang teratur, yakni perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama yang bertujuan untuk mencapai kedamaian dan

i. Jalinan nilai, yakni jalinan dari konsepsi tentang apa yang dianggap baik dan buruk.

Pendapat di atas menunjukkan bahwa hukum itu mempunyai makna yang sangat luas, namun demikian secara umum, hukum dapat dilihat sebagai norma yang mengandung nilai tertentu. Jika hukum dalam kajian ini dibatasi sebagai norma, tidak berarti hukum identik dengan norma, sebab norma merupakan pedoman manusia dalam bertingkah laku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa norma hukum merupakan salah satu dari sekian banyak pedoman tingkah laku selain norma agama, kesopanan dan kesusilaan.

4

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 13.

5

Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, (Bandung, Alumni, 1986), hal. 2-4.


(17)

3. Tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja

Tujuan Perlindungan hukum sebagaimana tercantum dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Mengingat pentingnya peran tenaga kerja atau pekerja dalam sebuah perusahaan, maka tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja harus dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tanpa harus membedakan satu dengan yang lain karena pada dasarnya setiap tenaga kerja berhak memperoleh perlindungan. Selain itu, dengan mengingat tenaga kerja memiliki resiko, denganbegitu jika adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban makahubungan kerja dapat berjalan dengan lancar.

Pada dasarnya dalam hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, secara yuridis pekerja dipandang sebagai orang yang bebas karena prinsip negara Indonesia, tidak seorangpun boleh diperbudak. Secarasosiologis, pekerja itu tidak bebas sebagai orang yang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan pengusaha meskipun memberatkan bagi pekerja itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknyajumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan yangtersedia. Akibatnya tenaga kerja sering kali diperas oleh pengusaha dengan upah yang relatif kecil dan tidak ada jaminan yang diberikan. Selain itu, tenaga kerja memiliki resiko dalam pekerjaannya. Mengingat hal tersebut perusahaan harus memberikan kepastian hukumkepada tenaga kerja atau pekerja.


(18)

Dengan adanya kejelasan tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dapat memberikan kepastian hukum yang jelas dalam pelaksanaannya sehingga tenaga kerja tidak dirugikan.

F. Metode Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian dimulai ketika seseorang berusaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara sistematis dengan metode dan teknik tertentu yang bersifat ilmiah, artinya bahwa metode atau teknik yang digunakan tersebut bertujuan untuk satu atau beberapa gejala dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan faktor tersebut.6

1. Jenis penelitian

Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.7

Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, dokumen-dokumen terkait dan beberapa buku tentang Perlindungan Hukum terhadap tenaga

Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.

6

Khudzaifah Dimyati & Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004), hal 1.

7

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM Press, 2007), hal. 57.


(19)

kerja Indonesia di Malaysia ditinjau dari Memorandum of Understanding Pemerintah Indonesia dengan Malaysia

2. Sumber data

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.8

b. Bahan Hukum Sekunder

Dalam penelitian ini bahan hukum primer diperoleh melalui Undang-undang Dasar 1945 Pasca amandemen, khususnya pasal 27 yang mengatur tentang hak setiap warga Negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Memorandum of Understanding Pemerintah Indonesia dan Malaysia di bidang Ketenagakerjaan, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Kep.100/Men/VI/ 2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.

Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet.

8

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 19.


(20)

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

4. Analisis data

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I: Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.


(21)

BAB II : Bab ini akan membahas penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia memuat tentang konvensi-konvnesi internasional terkait dengan buruh migran, memorandum of understanding dan perjanjian antar Negara, Undang-undang Nasional terkait dengan masalah Tenaga Kerja Indonesia, perjanjian kerja antara Tenaga Kerja Indonesia, dengan perusahaan/majikan

BAB III: Bab ini akan membahas tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia tentang makna pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia, faktor penarik dan faktor pendorong tenaga kerja Indonesia bekerja di Malaysia, dan proses pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia melalui PJTKI.

BAB IV: Bab ini akan dibahas tentang perlindungan hukum tenaga kerja Indonesia di Malaysia, yang membahas dan menganalisa perkembangan hubungan RI – Malaysia terkait dengan penempatan TKI di sektor informal (domestic worker), memorandum of understanding (MoU) antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia di bidang Ketenagakerjaan dan Perlindungan Hukum terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia berdasarkan memorandum of understanding (MoU) antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia. BAB V: Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang

berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas.


(22)

BAB II

INSTRUMEN HUKUM BAGI PERLINDUNGAN BAGI TENAGA KERJA INDONESIA

A. Konvensi-Konvensi Internasional Terkait Dengan Buruh Migran

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif dalam kondisi yang merdeka, setara, aman, bermartabat. Tujuan-tujuan utama ILO ialah mempromosikan hak-hak kerja, memperluas kesempatan kerja yang layak, meningkatkan perlindungan sosial, dan memperkuat dialog dalam menangani berbagai masalah terkait dengan dunia kerja. Organisasi ini memiliki 183 negara anggota dan bersifat unik di antara badan-badan PBB lainnya karena struktur tripartit yang dimilikinya menempatkan pemerintah, organisasi pengusaha dan serikat pekerja/ buruh pada posisi yang setara dalam menentukan program dan proses pengambilan kebijakan. Standar-standar ILO berbentuk konvensi dan rekomendasi ketenagakerjaan internasional. Konvensi ILO merupakan perjanjian-perjanjian internasional, tunduk pada ratifikasi negara-negara anggota.9

9

Konvensi ILO No. 97 Migrasi Tenaga Kerja (Edisi Revisi), 1949

Rekomendasi tidak bersifat mengikat kerapkali membahas masalah yang sama dengan Konvensi yang memberikan pola pedoman bagi kebijakan dan tindakan nasional. Hingga akhir 2009, ILO telah mengadopsi 188 Konvensi dan 199 Rekomendasi yang meliputi beragam subyek: kebebasan berserikat dan perundingan bersama, kesetaraan perlakuan dan kesempatan, penghapusan kerja paksa dan pekerja anak, promosi ketenagakerjaan dan pelatihan kerja, jaminan sosial, kondisi kerja, administrasi


(23)

dan pengawasan ketenagakerjaan, pencegahan kecelakaan kerja, perlindungan kehamilan dan perlindungan terhadap pekerja migran serta kategori pekerja lainnya seperti para pelaut, perawat dan pekerja perkebunan. Lebih dari 7.300 ratifikasi Konvensi-konvensi ini telah terdaftar. Standar ketenagakerjaan internasional memainkan peranan penting dalam penyusunan peraturan, kebijakan dan keputusan nasional.

Khusus untuk mengikat tenaga kerja/buruh migran ILO mengeluarkan Konvensi No. 97b tentang migrasi tenaga kerja (Direvisi tahun 1949).

Sidang Umum Organisasi Perburuhan Internasional, telah diselenggarakan di Jenewa oleh Dewan Pembina Kantor Perburuhan Internasional, dan telah melaksanakan pertemuan pada acara persidangannya yang ketigapuluh-dua pada tanggal 8 Juni 1949, dan telah mengeluarkan keputusan yang berkenaan dengan penerimaan usulan-usulan tertentu dengan memperhatikan revisi Konvensi Migrasi Tenaga Kerja Tahun 1939 yang telah diterima oleh sidang pada acara persidangannya yang keduapuluhlima, yang tercantum pada butir kesebelas agenda persidangan, dan dengan mempertimbangkan bahwa usulan-usulan tersebut harus dinyatakan dalam bentuk suatu Konvensi Internasional, maka Sidang Umum Organisasi Perburuhan Internasional menetapkan, pada hari pertama bulan Juli tahun seribu sembilan ratus empatpuluh sembilan, Konvensi berikut, yang selanjutnya dapat disebut sebagai Konvensi Migrasi Tenaga Kerja (Edisi Revisi) tahun 1949.


(24)

Konvensi ILO dalam Pasal 1 menentukan kewajiban negara anggota untuk memberikan informasi-informasi berikut jika diminta :10

a. Informasi tentang kebijakan-kebijakan nasional, undang-undang dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Emigrasi dan Imigrasi;

b. Informasi tentang ketentuan-ketentuan khusus yang berkenaan dengan migrasi tenaga kerja (perpindahan kenegara lain dengan tujuan untuk bekerja), syarat-syarat kerja dan sumber nafkah tenaga migran;

c. Informasi yang berkenaan dengan perjanjian-perjanjian yang bersifat umum maupun khusus tentang masalah-masalah tersebut yang ditetapkan oleh Negara Anggota yang bersangkutan.

Kewajiban Negara Anggota untuk mengusahakan dan memastikan diusahakannya, pemberian pelayanan yang memadai dan cuma-Cuma untuk membantu tenaga kerja migran khususnya yang berkaitan dengan pemberian informasi yang dan benar kepada mereka. (Pasal 2 konvensi ILO No. 97).

Kewenangan Negara pelaksana penempatan pekerja migran dijamin oleh konvensi ILO No. 97 pada Pasal 4 dengan memberi kewajiban kepada Negara untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mempermudah pemberangkatan, perjalanan dan menerima tenaga migran.

Khusus untuk melindungi pekerja migran dalam lapangan kesehatan (medis) konvensi ini menentukan dalam Pasal 5 sebagai berikut :

a. Memastikan, bilamana perlu, bahwa tenaga kerja migran yang bersangkutan beserta anggota keluarganya yang telah memperoleh izin

10


(25)

resmi untuk ikut pindah, berada dalam batas-batas kondisi kesehatan yang wajar;

b. Memastikan bahwa tenaga kerja migran yang bersangkutan beserta anggota-anggota keluarganya mendapatkan perhatian medis yang memadai dan kondisi yang higienis yang baik pada saat keberangkatan, selama diperjalan dan saat tiba ditempat tujuan

Kebebasan berserikat menjadi anggota serikat pekerja diatur dalam Pasal 6 ayat (a) poin 2 yang berisi “keanggotaan serikat buruh dan hak buruh untuk secara kolektif melakukan tawar menawar dengan pihak manajemen (hak tawar kolektif)”

Terkait jaminan sosial konvensi ini juga mengharuskan adanya peraturan yang berlaku terhadap pekerja migran yang meliputi kecelakaan kerja, kehamilan, sakit, cacat, usia tua, kematian, pengganguran dan kewajiban terhadap keluarga, serta kondisi-kondisi tak terduga lainnya yang, menurut undang-undang atau peraturan nasional, berhak atas jaminan sosial.

Lalu ada juga konvensi internasional tentang perlindungan hak-hak seluruh pekerja migrant dan anggota keluarganya (Konvensi PBB 1990), yang berkaitan dengan salah satu tujuan ILO sebagaimana dicantumkan dalam konsititusinya, adalah melindungi para pekerja ketika mereka dipekerjakan di Negara-negara yang bukan negaranya sendiri, dan mengingat keahlian dan pengalaman organisasinya tersebut dalam hal-hal yang berkenaan dengan para pekerja migran dan anggota keluarganya, yang meyakini adanya kebutuhan untuk mewujudkan perlindungan internasional terhadap hak-hak seluruh perkerja migran


(26)

dan anggota keluarganya, menegaskan kembali dan menetapkan norma-norma dasar dalam konvensi yang menyeluruh yang dapat diterapkan secara universal.

Sebagai dasar dari perlidungan buruh migran tersebut dalam pasal 9 konvensi PBB tahun 1990 jelas disebutkan bahwa hak hidup para pekerja migran dan anggota keluarganya harus dilindungi oleh hukum. Di dalam Pasal 11 ayat 1 juga disebutkan bahwa tidak seorang pun pekerja migran atau anggota keluarganya boleh diperbudak atau diperhambakan. Dalam konvensi tersebut juga

mengatur tentang kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama (Pasal 12). Artinya disini konvensi PBB tahun 1990 jelas melindungi hak asasi manusia bagi

seluruh pekerja migran dan anggota keluarganya.

B. Memorandum of Understanding (MOU) dan Perjanjian Antar Negara

Memorandum adalah suatu peringatan, lembar peringatan, atau juga suatu lembar catatan.11 Memorandum juga merupakan suatu nota/ surat peringatan tak resmi yang merupakan suatu bentuk komunikasi yang berisi antara lain mengenai saran, arahan dan penerangan.12

11

Yan Pramudya Puspa, Kamus Hukum, (CV. Aneka Ilmu, Semarang, 1977), hal. 594. 12

Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986), hal. 319.

Terhadap suatu M.O.U, selain istilah M.O.U yang sering dipakai sebagai singkatan dari Memorandum of Understanding, juga banyak dipakai istilah-istilah lain misalnya nota kesepahaman atau terkadang disebut sebagai nota kesepakatan. Tetapi, walaupun begitu istilah M.O.U tetap merupakan istilah yang paling populer dan lebih bersifat internasional dibandingkan dengan istilah-istilah lainnya. Istilah lain yang sering juga dipakai untuk M.O.U ini, terutama oleh negara-negara Eropa adalah apa yang disebut


(27)

dengan Head Agreement, Cooperation Agreement, dan Gentlement Agreement yang sebenarnya mempunyai arti yang sama saja dengan arti yang dikandung oleh istilah M.O.U.13

Dalam perbendaharaan kata-kata Indonesia, istilah M.O.U diterjemahkan ke dalam berbagai istilah yang bervariasi, yang tampak belum begitu baku. Sebut saja misalnya istilah seperti “Nota Kesepakatan atau Nota Kesepahaman”. Sebenarnya M.O.U itu sama saja dengan kesepahaman-kesepahaman lainnya. Bidangnya juga bermacam-macam, bisa mengenai perdagangan, jual-beli, perjanjian antar negara, penanaman modal, ataupun bidang-bidang lainnya. Bahkan paling tidak secara teoritis, M.O.U dapat dibuat dalam bidang apapun.14

Ada beberapa alasan mengapa dibuat M.O.U terhadap suatu transaksi bisnis, yaitu :15

a. Karena prospek bisnisnya belum jelas benar, sehingga belum bisa dipastikan apakah deal kerja sama tersebut akan ditindaklanjuti atau tidak. b. Karena dianggap penandatanganan kontrak masih lama dengan negosiasi

yang alot. Karena itu, daripada tidak ada ikatan apa-apa sebelum ditandatanganinya kontrak tersebut, dibuatlah M.O.U yang akan berlaku untuk sementara waktu.

c. Karena masing-masing pihak dalam perjanjian masih ragu-ragu dan masih perlu waktu untuk pikir-pikir dalam hal menandatangani suatu kontrak, sehingga untuk pedoman awal dibuatlah M.O.U.

d. M.O.U dibuat dan ditandatangani oleh pihak eksekutif (direktur) dari suatu perusahaan tanpa memperhatikan hal detail terlebih dahulu dan tidak dirancang dan dinegoisasi khusus oleh staf-stafnya yang lebih rendah tetapi lebih menguasai teknis.

13

Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Keempat, (PT. Citra Aditya Bakti Bandung 2002), Selanjutnya disebut Munir Fuadi III, hal. 90

14

Ibid

15


(28)

Adapun yang merupakan ciri-ciri dari suatu M.O.U adalah sebagai berikut:16

a. Isinya ringkas, bahkan sering satu halaman saja b. Berisikan hal yang pokok saja

c. Hanya berisikan pendahuluan saja, yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih rinci.

d. Mempunyai jangka waktu berlakunya, misalnya 1 bulan, 6 bulan atau setahun. Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak ditindaklanjuti dengan penandatanganan suatu perjanjian yang lebih rinci, maka M.O.U tersebut akan batal, kecuali diperpanjang dengan para pihak.

e. Biasanya dibuat dalam bentuk di bawah tangan saja tanpa adanya materai. f. Biasanya tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak

untuk membuat suatu perjanjian yang lebih detil setelah penandatanganan M.O.U

Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian M.O.U secara umum merupakan suatu nota dimana masing-masing pihak melakukan penandatanganan M.O.U sebagai suatu pedoman awal tanda adanya suatu kesepahaman diantara mereka. M.O.U sengaja dibuat dan tidak formal karena biasanya hanya dilakukan di bawah tangan saja. M.O.U sengaja dibuat ringkas karena pihak yang menandatangani M.O.U tersebut merupakan pihak-pihak masih dalam negosiasi awal, akan tetapi daripada tidak ada ikatan apa-apa maka dibuatlah M.O.U.

M.O.U sebenarnya tidak dikenal dalam hukum konvensional kita, sehingga banyak yang mempertanyakan bagaimana sesungguhnya kedudukan dari M.O.U itu sendiri, apakah itu merupakan suatu kontrak atau hanya suatu dokumen sederhana mengenai kesepahaman-kesepahaman yang terjadi antar pihak.

Berdasarkan Pasal 1313 BW yang menegaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

16


(29)

satu orang atau lebih. Dengan demikian para pihak yang telah sepakat dengan MoU telah mengikatkan dirinya terhadap pihak lain, dan harus menjalankan isi dari MoU. Kesepakatan tersebut mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing.

Asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) BW menjadi dasar untuk membuat MoU, mengadakan perjanjian pendahuluan dengan pihak mana pun, menentukan isi MoU, pelaksanaan MoU, persyaratan MoU dan menentukan bentuk dari MoU yaitu secara tertulis. Pasal 1338 ayat (1) BW, menyebutkan setiap persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Para pihak dalam MoU harus mempunyai kecakapan maksudnya kecakapan hukum, yaitu para pihak yang melakukan kesepakatan dalam MoU harus telah dewasa yaitu telah berusia 18 tahun atau telah menikah, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu perbuatan perundang-undang untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Suatu MoU yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh sesuai dengan asas pacta sunt servanda (janji itu mengikat para pihak).

Bila bertitik tolak pada pendapat para ahli mengenai pengertian perjanjian internasional, kita menemukan keanekaragaman pengertian. Hal ini tentu saja dapat dimengerti karena para ahli tersebut mendefinisikan perjanjian internasional


(30)

berdasarkan sudut pandang masing-masing. Untuk lebih jelasnya, akan dikemukakan beberapa pendapat dari para ahli hukum internasional, antara lain17

a. Pengertian yang dikemukakan oleh Mohctar Kusumaatmadja, SH, yaitu “Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antaranggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu”.

b. Pengertian yang dikemukakan oleh G Schwarzenberger yaitu “Perjanjian Internasional sebagai suatu subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional dapat berbentuk bilateral maupun multilateral. Subjek-subjek hukum dalam hal ini selain lembaga-lembaga internasional juga Negara-negara”

c. Pengertian yang dikemukakan oleh Oppenheim Lauterpacht yaitu “Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak tersebut”

d. Definisi dari Konvensi Wina tahun 1969, yaitu “perjanjian internasional yaitu perjanjian yang diadakan oleh dua Negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu. Tegasnya mengatur perjanjian antarnegara selaku subjek hukum internasional.

Berdasarkan 4 pengertian di atas, terdapat sedikit perbedaan namun pada prinsipnya mengandung dan memiliki tujuan yang sama. Berkenaan dengan hal diatas tersebut, maka setiap bangsa dan negara yang ikut dalam suatu perjanjian yang telah mereka lakukan, harus menjunjung tinggi semua dan seluruh peraturan-peraturan atau ketentuan yang ada di dalamnya. Karena hal tersebut merupakan asas hukum perjanjian bahwa ”Janji itu mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas ini disebut dengan asas pacta sunt servanda.

Apabila yang terjadi adalah sebaliknya, misalnya ada sebagian Negara atau bangsa yang melanggar dalam arti tidak mentaati aturan-aturan yang telah

17


(31)

diputuskan sebelumnya, maka tidak mustahil bukan kedamaian atau keharmonisan yang tercipta, tetapi barangkali saling bertentangan diantara Negara-negara yang melakukan perjanjian tersebut

C. Undang-Undang Nasional Terkait Masalah Tenaga Kerja Indonesia

Di dalam Pasal 9 Huruf d Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri bahwa setiap calon TKI/TKI diwajibkan untuk melaporkan kedatangannya kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan. Kewajiban untuk melaporkan kedatangan bagi TKI yang bekerja pada pengguna perseorangan dilakukan oleh PPTKIS. Pasal 58 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Trasnmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep- 104 A/MEN/2002 menyebutkan bahwa PJTKI wajib bertanggung jawab atas perlindungan dan pembelaan terhadap hak dan kepentingan TKI di luar negeri. Dalam pelaksanaan perlindungan dan pembelaan TKI, PJTKI baik sendiri-sendiri atau bersama-sama wajib menunjuk atau bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan TKI yang terdiri dari Konsultan Hukum dan atau Lembaga Asuransi di negara penempatan TKI sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan.

Ketentuan tentang masa penempatan TKI dari kedua peraturan perundangan di atas memperlihatkan, bahwa ketentuan sebagaiana diatur dalam UU PPTKI hanya bersifat administratif semata, sedangkan ketentuan yang ada dalam Kep- 104 A/MEN/2002 memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap hak dan kepentingan TKI di luar negeri. Hal ini mengingat justru masa


(32)

penempatan inilah, TKI banyak mengalami masalah, baik permasalahan antara TKI dengan majikan/pengguna, maupun dengan PPTKIS yang tidak memenuhi kewajibannya seperti yang tercantum dalam perjanjian penempatan

Pasal 73 Ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri disebutkan bahwa Setiap TKI yang akan kembali ke Indonesia wajib melaporkan kepulangannya kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan. Kepulangan TKI dapat terjadi :

a. Berakhirnya perjanjian kerja;

b. Pemutusan hubungan kerja sebelum masa perjanjian kerja berakhir; c. Terjadi perang, bencana alam, atau wabah penyakit di Negara tujuan;

d. Mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak bisanya menjalankan pekerjaan lagi;

e. Meninggal dunia di negara tujuan; f. Cuti

g. Dideportasi oleh pemerintah setempat

Menurut Pasal 75 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Kepulangan TKI dari negara tujuan sampai tiba di daerah asal menjadi tanggung jawab pelaksana penempatan TKI dalam hal :

a. Pemberian kemudahan atau fasilitas kepulangan TKI;


(33)

c. Pemberian upaya perlindungan terhadap TKI dari kemungkinan adanya tindakan pihak-pihak lain yang tidak betanggung jawab dan dapat merugikan TKI dalam kepulangan.

Menurut Pasal 63 Ayat (1), (2), (3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Trasnmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep- 104 A/MEN/2002, PJTKI bekerjasama dengan Mitra Usaha dan Perwalu wajib mengurus kepulangan TKI sampai di Bandara di Indonesia, dalam hal :

a. Perjanjian kerja telah berakhir dan tidak memperpanjang perjanjian kerja; b. TKI bermasalah, sakit atau meninggal dunia selama masa perjanjian kerja

sehingga tidak dapat menyelesaikan perjanjian kerja;

c. PJTKI harus memberitahukan jadwal kepulangan TKI kepada Perwakilan RI di negara setempat dan Direktur Jenderal selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum tanggal kepulangan;

d. Dalam mengurus kepulangan TKI, PJTKI bertanggung jawab membantu menyelesaikan permasalahan TKI dan mengurus serta menanggung kekurangan biaya perawatan TKI yang sakit atau meninggal dunia.

Salah satu masalah yang terjadi berkaitan dengan kepulangan TKI itu adalah persoalan keamanan dalam negeri sampai di Bandara Tanah Air. Karena itu ketentuan UU PPTKI mengatur pemberian upaya perlindungan bagi TKI terhadap kemungkinan adanya pihakpihak lain yang tidak bertanggung jawab dan dapat merugikan TKI dalam kepulangan.


(34)

D. Perjanjian Kerja antara Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan Perusahaan /Majikan

Perjanjian kerja yang dibuat antara pekerja dengan perusahaan ini kemudian menjadikan adanya hubungan kerja antara keduanya. Menurut Undang-undang ini perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Apabila perjanjian kerja dibuat secara tertulis, maka harus memuat sebagai berikut:18

a. nama dan alamat pengguna;

(1) Hubungan kerja antara Pengguna dan TKI terjadi setelah perjanjian kerja disepakati dan ditandatangi oleh para pihak.

(2) Setiap TKI wajib menandatangani perjanjian kerja sebelum TKI yang bersangkutan diberangkatkan ke luar negeri.

(3) Perjanjian kerja ditanda tangani di hadapan pejabat instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.

(4) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disiapkan oleh pelaksana penempatan TKI swasta.

Hal-hal yang belum diatur dalam perjanjian kerja ini, berlaku ketentuan isi KKB dan/atau peraturan perusahaan (jika perusahaan belum memiliki KKB atau peraturan perusahaan, perjanjian kerja ini dibuat lebih rinci lagi dengan mengacu pada pedoman pembuatan peraturan perusahaan) Dalam suatu perjanjian kerja memuat sekurang-kurangnya mengenai :

b. nama dan alamat TKI;

c. jabatan dan jenis pekerjaan TKI;

18

Agusmidah, Prosedur Penempatan Dan Perlindungan TKI Di Luar Negeri,


(35)

d. hak dan kewajiban para pihak;

e. kondisi dan syarat kerja yang meliputi jam kerja, upah, dan tata cara pembayaran, baik cuti dan waktu istirahat, fasilitas dan jaminan sosial; dan f. jangka waktu perpanjangan kerja.

Dalam perjanjian kerja antara tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan perusahaan kedua pihak menyetujui hal-hal sebagai berikut :

1. Masa Perjanjian Kerja

a. Majikan akan mempekerjakan TKI sesuai dengan ketentuan dan kondisi yang berlaku dalam kontrak ini dengan mengacu kepada hukum, peraturan dan ketentuan yang berlaku di Malaysia.

b. Perjanjian kerja ini mulai berlaku sejak kedatangan TKI di rumah majikan. c. TKI harus bekerja dibawah kondisi Perjanjian Kerja ini untuk jangka

waktu 2 (dua) tahun atau sampai Perjanjian Kerja ini dibatalkan sesuai dengan ketentuan dan Kondisi Perjanjian Kerja ini.

d. Setiap ada perubahan Hak dan Kewajiban TKI, Perjanjian kerja ini wajib di endorsement oleh Indonesia Embassy.

2. Tempat kerja / Tinggal TKI.

TKI hanya diperbolehkan bekerja dan tinggal di selama berlakunya Perjanjian Kerja ini.

3. Tugas dan tanggung jawab TKI.

TKI hanya diperbolehkan bekerja pada majikan dan dilarang mencari pekerjaan lain atau dipekerjakan di tempat lain; TKI harus mematuhi arahan dari


(36)

majikan dalam mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari, meliputi : Cooking, House keeping, Dress Washing dan Ironing. TKI harus menunjukkan mutu kerja yang baik, rajin, setia dan berbudi bahasa dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh majikan yang tidak menyangkut kegiatan komersial Perwakilan RI di Malaysia. TKI dilarang menggunakan atau mengambil kesempatan menggunakan barang-barang milik majikan tanpa izin. TKI diharapkan selalu berpakaian rapi, sopan, berbudi bahasa dan hormat kepada majikan dan anggota keluarga majikan. TKI harus patuh kepada hukum dan peraturan Kerajaan Malaysia dan menghormati kebudayaan dan adat I stiadat Malaysia. Apabila TKI menikah di Malaysia dalam waktu perjanjian kerja masih berlangsung, Kerajaan Malaysia berhak membatalkan permit kerja TKI. Tidak ada anggota keluarga atau orang lain diperbolehkan untuk tinggal dengan TKI ditempat bekerja tanpa izin dari majikan.

4. Tugas dan Tanggung Jawab Majikan

Majikan harus memberi tempat tinggal yang layak dan menyediakan keperluan sehari-hari. Majikan diwajibkan menyediakan makan yang cukup dan memadai. Majikan tidak dibenarkan memberi kegiatan atau pekerjaan lain di luar tugas-tugas yang berhubungan dengan kegiatan rumah tangga; Majikan wajib mengansuransikan TKI dengan Skim Pampasan Pekerja Asing untuk mengantisipasi biaya pengobatan sekiranya TKI mengalami kecederaan semasa bekerja dan Asuransi dibawah SKIPPA/SKHPPA untuk menjamin kesihatan TKI. Majikan pada setiap saat harus menghormati kepekaan kepercayaan keagamaan TKI termasuk memberi kesempatan TKI untuk melakukan Ibadah dan melarang


(37)

TKI memegang/mengolah dan makan makanan yang tidak halal; Majikan tidak dibenarkan menyuruh TKI mencuci kereta (Mobil/kendaraan roda 2), memandikan binatang piaraan, Kerja Kebun, Membetulkan Pagar, Mengecat rumah, membetulkan Atap, Menjaga Kedai, merawat Baby/Child dan merawat Orang lanjut usia/Eldery, tidak mempekerjakan TKI di dua tempat atau lebih.

Majikan mengijinkan TKI untuk berkomunikasi kepada pihak keluarga minimal minggu pertama sejak kedatangan TKI ke Malaysia dan setiap 1 bulan sekali.

5. Pembayaran Gaji/Pasport TKI

Majikan diwajibkan membayar gaji bulanan melalui Bank atas nama TKI saja dan pembayaran gaji harus disesuaikan dengan Undang-undang Buruh Malaysia.19

Jam kerja TKI ialah 8 jam, maksimal 10 jam dalam 1 harinya. TKI diberikan hak libur sekali dalam seminggu. TKI dapat bekerja pada hari liburnya dan mendapatkan upah yang proporsional sebagai kompensasi hari libur dengan Bila TKI tidak mengambil hak libur, maka TKI berhak mendapatkan upah lembur, sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu sebesar gaji perbulan : 26 hari (Sesuai dengan Undang-undang Buruh di Malaysia). Gaji dibayarkan setiap bulan melalui Bank atas nama TKI tersebut. Passport wajib berada dalam tangan TKI. Passport dapat dipegang oleh Majikan dengan alasan keamanan, dan harus dikembalikan pada saat diminta oleh TKI.

6. Waktu Istirahat dan Cuti TKI

19


(38)

perhitungan sesuai dengan undang-undang buruh di Malaysia dan akan di cantumkan dalam perjanjian kerja.

7. Pembatalan Perjanjian Kerja oleh Majikan

Majikan dapat membatalkan perjanjian kerja tanpa pemberitahuan apabila TKI melakukan pelanggaran dalam melaksanakan tugas sehari-hari atau TKI melanggar ketentuan dan kondisi perjanjian kerja ini. Pelanggaran yang di maksud dalam klausal ini adalah sebagai berikut; Bekerja dengan majikan lain, tidak mematuhi arahan yang diberikan oleh majikan, mengabaikan pekerjaan rumah tangga dan sering terlambat melakukan pekerjaannya, didapati bersalah karena menipu dan tidak jujur, mengikuti kegiatan yang dilarang atau bertentangan dengan Undang-undang, membenarkan orang luar memasuki kediaman atau menggunakan barang milik majikan tanpa sepengetahuan/izin majikan. menggunakan barang milik majikan tanpa izin dari majikan, majikan berhak membatalkan perjanjian kerja dibawah pasal ini dengan menunjukkan bukti yang cukup apabila diminta oleh TKI.

8. Pembatalan perjanjian Kerja oleh TKI.

TKI dapat membatalkan perjanjian kerja tanpa pemberitahuan apabila : TKI mempunyai alasan yang wajar bahwa jiwanya terancam atau hidupnya diancam penderaan atau penyakit. TKI didera atau mendapat perlakuan tidak layak oleh majikan atau majikan tidak dapat memenuhi kewajiban seperti tertera dalam klausul perjanjian ini. TKI berhak membatalkan perjanjian kerja dibawah pasal ini dengan menunjukkan bukti yang cukup apabila diminta oleh majikan.


(39)

9. Ketentuan Umum

Biaya perjalanan TKI dari tempat asal pekerjja dari tempat asal TKI sampai ketempat majikan ditanggung sepenuhnya oleh majikan. Dalam hal perjanjian kerja ini dibatalkan oleh majikan atas dasar kesalahan TKI, biaya perjalanan di tanggung sepenuhnya oleh TKI. Biaya pemulangan TKI dari tempat majikan sampai ketempat asalnya di Indonesia di tanggung oleh majikan dalam kondisi perjanjian kerja berakhir, pembatalan perjanjian kerja oleh majikan, perdebatan yang timbul antara majikan dan TKI dalam hal pembatalan perjanjian kerja diselesaikan sesuai hukum yang berlaku di Malaysia. Bilamana TKI pulang karena sebab apapun, majikan wajib memberitahukan kepada agensi yang menempatkan.

10. Perpanjangan Perjanjian Kerja

Masa berlaku perjanjian kerja ini dapat diperpanjang dengan persetujuan dari kedua belah pihak dengan dasar dan kondisi yang sama. Majikan diwajibkan membawa TKI yang akan memperpanjang kontrak ke KBRI untuk membuat perjanjian kerja perpanjangan dan harus di endorsement oleh pihak KBRI/KJRI di Malaysia. bilamana perjanjian kerja ini diperpanjang, TKI wajib memperpanjang asuransi TKI dari Indonesia yang dapat dilakukan di Malaysia. Perjanjian kerja terbaru yang dipakai untuk memperpanjang Permit Kerja di Jabatan Imigrasi Malaysia.


(40)

BAB III

PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA

A. Makna Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Malaysia

Ada beberapa makna yang dapat dikemukakan dari pengiriman TKI ke Malaysia. Pertama, dari pengiriman TKI tersebut akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan. Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa salah satu faktor pendorong TKI asal Indonesia memilih Malaysia menjadi negara tujuan mencari kerja adalah karena dorongan ekonomi. Hal ini bukan tanpa alasan, negara Malaysia merupakan negara yang menjanjikan bagi para TKI untuk mengubah nasib. Kebanyakan di antara TKI yang bekerja di Malaysia berhasil mengumpulkan ringgit yang lumayan menguntungkan. Terlepas dari banyaknya juga TKI yang kurang beruntung, malahan tidak mendapatkan apa-apa setelah bertahun-tahun bekerja di negeri jiran tersebut.20

20

Dalam konteks ini, dapat dilihat bahwa salah satu makna dari pengiriman TKI asal Indonesia ke Malaysia adalah adanya peningkatan kesejahteraan. Banyak TKI yang kembali ke kampungnya dengan cerita sukses. Bahkan, tidak sedikit TKI bisa membangun rumah dan jalan desanya berkat cucuran keringat di negeri orang. Di samping itu, banyak juga keluarga TKI yang ditinggalkan meningkat kesejahteraannya dengan adanya remittance atau kiriman uang dari salah seorang atau beberpa orang anggota keluarganya yang menjadi TKI ke Malaysia.

2011.


(41)

Selain itu, dari pengiriman TKI ke Malaysia tidak hanya bermakna pada peningkatan kesejahteraan keluarga sendiri saja, tetapi juga bermakna terhadap kesejahteraan lingkungan di mana ia berasal. Salah satu contoh adalah besarnya peran TKI bagi pembangunan daerah, yakni dari kiriman uang para TKI kepada keluarganya yang tinggal di daerah asal.

Kiriman uang dari hasil kerja para TKI yang bekerja di luar negeri ini, pada umumnya digunakan oleh keluarganya untuk membangun rumah atau mengubah gaya hidup mereka dari sederhana menjadi maju di daerah pedesaan asalnya. Perubahan ini mengindikasikan tingkat keberhasilan TKI yang bekerja ke luar negeri.

Kedua, peningkatan devisa negara. Peningkatan devisa negara merupakan aspek penting yang tercakup dalam pengiriman TKI ke luar negeri baik yang disponsori langsung oleh pemerintah maupun oleh lembaga-lembaga swasta atau perorangan. Dengan peningkatan devisa dari para TKI di luar negeri, ini berarti dapat memperbaiki neraca perdagangan internasional Indonesia. Namun demikian, peningkatan perolehan devisi negara yang dimaksud akan sangat bergantung pada besarnya jumlah TKI yang berada di luar negeri serta tingkat pendapatan mereka di sana. Juga akan dipengaruhi oleh bagaimana pengelolaan pendapatan tersebut oleh TKI yang bersangkutan.21

Dalam hal penerimaan devisa negara dari remita (remittance) tenaga kerja yang bekerja di luar negeri terutama di Malaysia ini. Indonesia relatif tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya. Pakistan, misalnya 40 persen

21


(42)

dari nilai pertukaran luar negerinya diperoleh dari dana remitan yang berasal dari pengiriman tenaga kerja ke Timur Tengah. Dana ini mencapai ± 8 persen dari GNP Pakistan. Korea Selatan, Filipina, Thailand juga mampu mengungguli Indonesia dalam perolehan devisa dari TKI mereka di iluar negeri. Penyebabnya selain karena jumlah tenaga kerja mereka memang relatif lebih besar, juga karena jenis-jenis pekerjaan yang mereka masuki relative lebih tinggi statusnya (skilled dan semi skilled jobs) dibandingkan dengan TKI di Malaysia yang sebagian besar tenaga kerja kasar atau lapisan rendah.

Ketiga, Salah satu keuntungan (benefit) yang terkandung dalam migrasi penduduk ke luar negeri adalah pembentukan dan peningkatan keahlian kerja (skill) yang amat penting bagi pembangunan yang berlandaskan industrialisasi. Hal ini jelas akan sangat bermanfaat bagi Indonesia dalam melaksanakan pembangunan ekonominya lebih lanjut yang banyak mengandalkan pada pembangunan IPTEK. Hal ini lebih terasa lagi bagi Indonesia kalau dikaitkan dengan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan kalau pembangunan/peningkatan keterampilan itu harus dilakukan dalam negeri dalam bentuk latihan atau kursus-kursus keterampilan.22

Dengan bekerja di luar negeri terutama di negara-negara yang secara ekonomi sudah lebih maju, maka para tenaga kerja Indonesia akan mengalami juga proses peningkatan keterampilan atas biaya negara ditempat mereka bekerja. Proses ini terjadi karena kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan di luar negeri pada umumnya sudah menggunakan perangkat teknologi yang relatif lebih tinggi.

22


(43)

Keempat, tidak terbantahkan bahwa keberangkatan TKI secara umum dan TKI asal Indonesia secara khusus, berandil besar terhadap pengurangan masalah pengangguran di dalam negeri. Hal ini sangat penting bagi negara-negara yang dilanda tingkat pengangguran yang tinggi seperti Indonesia. Selain itu, keberangkatan TKI juga dianggap dapat membebaskan sebagian dana masyarakat yang turut dikonsumsi selama masih tinggal. Kepergiannya ke luar negeri mengurangi beban konsumsi masyarakat, tanpa mengurangi produksi. Selanjutnya untuk kepentingan pengembangan daerah pedesaan, kepergian tenaga-tenaga yang menganggur itu dinilai dapat memperbaiki kepadatan penduduk, yang juga berarti dapat meningkatkan kapasitas produksi.

Masalah ketenagakerjaan memang sangat luas dan kompleks. Masalah ketenagakerjaan mengandung dimensi ekonomis, dimensi sosial kesejahteraan dan dimensi sosial politik. Dari segi dimensi ekonomis, pembangunan ketenagakerjaan mencakup penyediaan tenaga-tenaga ahli dan terampil sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Untuk itu harus dibangun sistem pelatihan kerja, sistem informasi pasar kerja dan sistem antar kerja, baik secara lokal dan antar daerah, maupun ke luar negeri.

Perluasan kesempatan kerja juga merupakan dimensi ekonomis ketenagakerjaan, karena melalui kesempatan kerja pertumbuhan ekonomi diciptakan sekaligus memberikan penghasilan dan meningkatkan daya beli masyarakat. Penciptaan kesempatan kerja dilakukan dengan menumbuhkan dunia usaha melalui berbagai kebijakan antara lain di bidang produksi, moneter, fiskal, distribusi, harga dan upah, ekspor-impor, serta di bidang ketenagakerjaan.


(44)

Dengan demikian, setiap pengambilan kebijakan di bidang perluasan kesempatan kerja dan ketenagakerjaan pada umumnya, selalu mempunyai dimensi ekonomis politis.

B. Faktor Penarik dan Faktor Pendorong Tenaga Kerja Indonesia Bekerja di Malaysia

Dilihat dari sejarahnya, bahwa mobilitas TKI ke Malaysia telah terjadi sejak sebelum PD II.23 Pada masa awal, menurut Hugo, ada tiga macam perpindahan TKI ke Malaysia. Pertama, force migration yaitu migran TKI dipaksa untuk bekerja pada sector perkebunan, pembangunan jalan dan konstruksi bangunan lain. Kedua, kuli kontrak yaitu migran TKI dikontrak untuk bekerja pada periode waktu tertentu dengan sanksi yang berat apabila pekerja tersebut memutuskan hubungan kerja, ketiga migrasi spontan yaitu migran TKI bekerja di suatu perkebunan atau konstruksi bangunan atas inisiatif sendiri.24

Faktor geografis yang lain adalah berkenaan dengan cuaca yang ada di negara Malaysia. Kondisi cuaca Malaysia dengan Indonesia relatif sama, hanya Ada dua faktor penarik Malaysia sebagai tujuan para TKI dari Indonesia, yakni faktor geografis dan faktor budaya. Secara geografis, Malaysia merupakan negara tetangga terdekat Indonesia. Hal ini akan berkaitan dengan transportasi yang relatif mudah, murah dan cepat. Kemudahan ini juga terkait dengan transportasi yang tersedia, baik melalui laut maupun melalui udara. Kedua jalur transportasi yang juga didukung dengan ketersediaan sarana transportasi yang cukup banyak.

23

Ida Bagoes Mantra, Population Movement in West Rice Communities, A Case Study of to Dukuh in Yogyakarta Special Region, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), hal. 1

24


(45)

terdapat dua musim saja, yaitu kemarau dan penghujan saja. Kebanyakan TKI asal Indonesia mempertimbangkan kondisi cuaca. Dalam anggapan mereka, dengan memilih tempat kerja yang lain seperti Timur Tengah cuacanya panas.

Selain faktor geografis, faktor budaya juga merupakan hal yang penting sebagai daya tarik Malaysia sebagai negara tujuan TKI asal Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa, dari segi kebudayaan, antara negara Malaysia dengan Indonesia tidak banyak perbedaan. Secara khusus adalah adanya kesamaan bahasa, yakni bahasa Melayu. Berbeda halnya dengan negara-negara tujuan TKI yang lain, seperti Hongkong, Korea, dan Timur Tengah. Negara-negara ini mempunyai bahasa yang jauh berbeda dengan bahasa Indonesia.

Dengan adanya kesamaan budaya tersebut, juga mempermudahkan para TKI untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan baru. Hal ini karena faktor yang dapat mempercepat seseorang untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan yang baru adalah bahasa.

Selain faktor penarik di atas, para TKI dipengaruhi oleh faktor pendorong yang menyebabkan mereka memilih Malaysia sebagai tempat untuk bekerja. Imigran biasanya mempunyai alasan-alasan tertentu yang menyebabkan mereka meninggalkan kampung halamannya dan seterusnya memilih tempat-tempat yang mereka anggap dapat memenuhi keinginan yang kurang atau tidak dapat terpenuhi kalau sekiranya tetap bertahan di tempat asal.

Arif mencatat, bahwa alasan imigran paling utama meninggalkan Indonesia adalah karena faktor ekonomi, serta wujudnya keinginan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi. Sebagian kecil saja, karena alasan


(46)

mengikuti keluarga.25 Catatan tersebut sejalan dengan hasil kajian Pongsapich tentang orang Asia yang bekerja di Timur Tengah.26 Bahkan kesimpulan yang dibuat Gunatilake menyebut, bahwa banyak penduduk negara berkembang bekerja di negara maju karena mereka kurang atau tidak memperoleh peluang ekonomi yang layak di negara asalnya.27

Pertama, faktor dorongan ekonomi. Malaysia mengandalkan buruh migrant dari Indonesia, Bangladesh, Filipina, India, dan Vietnam untuk memenuhi permintaan tenaga kerja. Orang Indonesia merupakan kelompok terbesar pekerja asing (83%) dan mempunyai sejarah panjang untuk bekerja di Malaysia. Mereka mengisi kekurangan tenaga kerja sektoral yang diciptakan oleh kebijakan ekonomi Malaysia: dalam upaya mengurangi ketimpangan ekonomi antara penduduk Melayu dan etnis Cina, Malaysia menetapkan “Kebijakan Ekonomi Baru” nya pada tahun 1971 yang secara agresif mengejar industrialisasi berorientasi ekspor dan ekspansi sektor publik. Kebijakan-kebijakan ini berakibat pada pertumbuhan lowongan kerja di kota dan migrasi besar-besaran penduduk desa Malaysia ke kota. Pertumbuhan industri juga mengakibatkan peningkatan permintaan tenaga kerja dalam bidang manufaktur dan konstuksi yang tidak dapat dipenuhi oleh Beberapa alasan TKI asal Indonesia memilih menjadi imigran (TKI) ke Malaysia karena adanya beberapa dorongan, seperti dorongan ekonomi, dorongan Keluarga, dan dorongan cerita yang berkembang. Berikut di bawah ini akan dijelaskan tentang beberapa faktor pendorong TKI asal Indonesia memilih Malaysia sebagai negara tujuan untuk mencari nafkah.

25

Arif dalam Muslan Abdurrahman, Ketidakpatuhan TKI Sebuah Efek Deskriminasi Hukum, (Malang: UMM Press, 2006), hal. 76

26

A. Pongsapich, The Case of Asian Migrants to the Gulf Region. (International Migration, 1989), hal. 17

27


(47)

tenaga kerja dalam negeri. Hingga awal tahun 1980 an, kelangkaan tenaga kerja di sektor pertanian dan tingginya permintaan atas pekerja rumah tangga di antara kelas menengah yang tengah mengembang mempercepat gelombang masuknya buruh migran.28

Menurut catatan pemerintah Indonesia, pada tahun 2002 kira-kira 480.000 warga Indonesia bermigrasi untuk mencari pekerjaan di luar negeri. Para migran yang pergi ke Malaysia mendapat kerja di sektor rumah tangga (23%), manufaktur (36%), pertanian (26%), dan konstruksi (8%). Dua juta penduduk Indonesia mungkin tengah bekerja di Malaysia, namun jumlah yang pasti sulit diverifikasi karena lebih dari setengahnya kemungkinan adalah pekerja tak berdokumen, tanpa izin atau visa kerja yang sah.29

Orang Indonesia di Malaysia merupakan arus migrasi acak yang terbesar di Asia dan secara global hanya dikalahkan oleh orang Meksiko yang masuk ke Amerika Serikat. Selama berlakunya amnesti yang mengatur status keimigrasian pekerja tak berdokumen tahun 1992, lima puluh ribu pekerja tak berdokumen datang. Pada tahun 1997, 1,4 juta orang Indonesia yang bertempat tinggal di Malaysia menyalurkan suaranya dalam pemilihan umum Indonesia, yang membuat Departemen Imigrasi Malaysia memperkirakan bahwa terdapat 1,9 juta orang Indonesia tinggal di Malaysia pada saat itu.30

Banyak migran memilih masuk ke Malaysia melalui rute tidak resmi karena migrasi melalui agen tenaga kerja resmi dapat berakibat penundaan keberangkatan yang lama dan memerlukan prosedur birokrasi yang berbelit-belit,

28

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia, tt: 14. 29

Ibid

30


(48)

sementara pengurusan tidak resmi hanya memerlukan waktu beberapa hari. Namun demikian, terdapat resiko lebih besar untuk korupsi dan pelecehan dengan agen-agen tenaga kerja tanpa ijin, serta kurangnya perlindungan jika pekerja menghadapi masalah dengan majikan mereka atau badan pemerintah yang berwenang.31

Mobilitas penduduk merupakan salah satu upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mencari dan menemukan sesuatu yang baru (innovative migration), atau mempertahankan apa yang telah dimilikinya (conservative migration). Tetapi yang pasti, baik innovative migration maupun conservative migration keduanya mempunyai target untuk mendapatkan pekerjaan di tempat tujuan atau memperoleh akses untuk menikmati hidup yang lebih baik.32

Dalam situasi seperti itu tidaklah berlebihan jika kemudian program TKI itu lebih menarik dan pada program transimigrasi.

Gaji atau upah ditawarkan untuk bekerja di Malaysia memang diakui lebih baik daripada upah di Indonesia. Berbeda halnya dengan menjadi TKI, menjadi TKI ke Malaysia bekerja sebagai kuli bangunan dalam satu tahunnya berkisar antara Rp 30.000.000,- sampai dengan Rp 45 000.000,-. Upah sebesar itu umumnya digunakan untuk memperbaiki rumah, membeli tanah, kendaraan bermotor, menghajikan orang tua, membangun desanya serta membangun organisasi sosial keagamaannva.

33

31

P. Tjiptoherijanto, Migrasi Urbanisasi dan Pasar Kerja di Indonesia. (Jakarta: UI Press, 1997), hal. 87.

32

M. Arif Nasution, “Proses Perjalanan Imigran Indonesia Ke Malaysia” Kertas Kerja

pada Seminar Peranan Tenaga Kerja Asing dalam Pembangunan, Medan, 27 Mei 1996, hal. 18. 33

Sairin (1997: 158)

Karena transimigrasi itu seolah-olah membuang mereka ke luar Jawa. Sedangkan TKI tidak demikian.


(49)

Menjadi TKI merasa pergi ke suatu tempat, kemudian memperkaya kampung halamannya dengan mengirim uang, membangun rumah dan sebagainya. Alasan lain memberi tambahan jawaban, menjadi TKI itu akan memperoleh pengalaman.

Pengalaman yang dimaksud bukanlah pengalaman di bidang pekerjaannya di Malaysia yang kemudian nanti bermanfaat bagi pekerjaannya setelah menjadi TKI, melainkan pengalaman di luar pekerjaannya, misalnya telah pernah pergi ke luar negeri dengan berbagai hal yang pernah mereka lihat. Karena itu salah satu makna positif pengiriman TKI ke luar negeri agar memperoleh penyerapan teknologi yang bermanfaat bagi mereka ketika tidak lagi menjadi TKI tidaklah terlihat. Serta keinginan hidup mandiri yang tidak ingin menggantungkan orang tua. Alasan terakhir ini tentunya tidak terlepas dengan kebiasaan masa lalu, ketika sektor pekerjaan menjadi TKI ini belum masuk ke pedesaan.

Ekonomi anak menjadi beban tanggungan orang tua dalam bentuk pemberian harta yang berupa sawah atau tanah. Sehingga akan terlihat kekuatan ekonomi seorang anak. Jika saja ia dilahirkan dan keluarga kaya, maka sekurangkurangnya mereka akan menjadi keluarga kaya, yang memiliki sumber-sumber pencarian nafkah, dalam bentuk sawah dan legal yang cukup. Sedangkan bagi anak keluarga miskin, tentu saja akan lahir menjadi keluarga miskin, karena mereka tidak memiliki warisan sebagai sumber pencarian nafkah. Kini status sosial seseorang anak itu bukan lagi ditentukan melalui pembagian harta orang tua, melainkan kerja keras si anak terhadap peluang-peluang yang tersedia, Satu diantaranya adalah rnunculnya ekonomi supradesa (TKI) ini. Sekalipun anak orang kaya memiliki harta warisan berupa sumber-sumber pendapatan pertanian


(50)

yang cukup, tetapi mereka tidak memanfaatkan peluang-peluang di luar sumber pendapatan pertanian itu, terutama menjadi TKI, kekayaan mereka jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan keluarga miskin yang memanfaatkan peluangpeluang di sektor nonpertanian dalam bentuk menjadi TKI ke luar negeri.

Kedua, faktor dorongan cerita tentang negeri yang penuh menjanjikan. Cerita yang berkembang di masyarakat tentang bekerja di luar negeri beragam. Ada yang tersebar cerita bahwa bekerja di luar negeri tidak ada bedanya dengan bekerja di dalam negeri. Jika hati-hati dan telaten, bekerja di dalam negeri juga akan menghasilkan uang, meskipun tidak sebesar bekerja sebagai TKI ke luar negeri, tetapi karena biaya hidup di dalam negeri relatif lebih rendah, maka hasilnya sama saja dengan bekerja ke luar negeri.

Di samping itu, juga tidak banyak cerita yang beredar bahwa bekerja ke luar negeri menjadi TKI akan dapat mengumpulkan uang lebih banyak. Cerita ini didukung dengan banyaknya para TKI yang pulang dari luar negeri memperlihatkan keberhasilannya. Hal ini seperti bisa membangun rumah, membeli kendaraan bermotor dan barang-barang mewah lainnya. Kondisi seperti ini ikut mempengaruhi masyarakat lain yang juga ingin berhasil seperti para TKI tersebut.

Keberhasilan menjadi TKI secara tidak langsung telah mendorong warga lainnya untuk secara menular dari mulut ke mulut mengikuti jejak saudara atau tetangganya menjadi TKI. Apalagi sumber daya di desa juga tak bisa diandalkan untuk bisa mengangkat perekonomian keluarga. Hal ini juga menjadi faktor pendorong TKI asal Indonesia untuk bekerja ke luar negeri.


(51)

Ketiga, faktor dorongan pribadi dan keluarga. Sebagian besar TKI asal Indonesia bekerja ke Malaysia itu atas kemauan diri sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Ty1or bahwa sesungguhnya motivasi untuk berimigrasi itu berasal dan imigran itu sendiri.34

Di samping itu, famili juga memiliki pengaruh untuk mendorong seseorang untuk menjadi TKI. Hal demikian dapat dipahami oleh karena terhadap keluarga-keluarga yang lebih memerankan sanak famili dalam hal-hal untuk dijadikan pertimbangan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan tertentu, terdapat sebuah hipotesis, bahwa imigran disebabkan oleh ketimpangan sosial

Selehihnya memberikan jawaban atas dorongan teman. Dengan demikian, maka teman sesungguhnya juga memiliki peran strategis dalam membentuk motivasi calon-calon TKI. Di sisi lain, istri tidak memiliki peran yang signifikan dalam membentuk motivasi suami. Hal itu terlihat dari tidak adanya faktor dorongan istri agar seorang suami menjadi TKI.

Hal demikian, masih sejalan dengan ekonomi petani, bahwa nafkah itu adalah tanggungjawab suami, sekalipun dalam praktiknya istri juga memiliki peran yang cukup besar, dalam menambah nafkah keluarga. Misalnya, seorang istri sehari-harinya juga berperan mencari nafkah keluarga. Bahkan tidak satu pun di antara mereka menjadi TKI atas dorongan orang tua. Pada hakikatnya orang tua tidaklah akan meminta agar anak-anaknya ke Malaysia. Oleh karena dalam pandangan orang tua nafkah anak adalah tanggungjawab orang tua selama anak tersebut belum kawin.

34


(52)

ekonomi antar daerah, faktor-faktor tertentu mendorong (push) orang pergi dan daerah asal dan faktor lain menariknva (pull) ke daerah tujuan.

Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :

a. Perbuatan

Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang

memperjanjikan;

b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,

Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.


(53)

c. Mengikatkan dirinya,

Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.

Sebelum suatu perjanjian disusun perlu diperhatikan identifikasi para pihak, penelitian awal tentang masing-masing pihak sampai dengan konsekuensi yuridis yang dapat terjadi pada saat perjanjian tersebut dibuat.35

Setelah subjek hukum dalam perjanjian telah jelas, termasuk mengenai kewenangan hukum masing-masing pihak, maka pembuat perjanjian harus menguasai materi atas perjanjian yang akan dibuat oleh para pihak. Dua hal paling penting dalam perjanjian adalah objek dan hakikat daripada perjanjian serta syarat-syarat atau ketentuan yang disepakati.36

Sampai tahun 1969, pembuatan Perjanjian-perjanjian Internasional hanya diatur oleh hukum kebiasaan. Berdasarkan draft-draft pasal-pasal yang disiapkan oleh Komisi Hukum Internasional, diselenggarakanlah suatu Konferensi Internasional di Wina dari tanggal 26 Maret sampai dengan 24 Mei 1968 dan dari

Dalam Hukum Publik, perjanjian disini menunjuk kepada Perjanjian Internasional. Saat ini pada masyarakat Internasional, Perjanjian Internasional memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan pergaulan antar negara. Perjanjian Internasional pada hakekatnya merupakan sumber hukum Internasional yang utama untuk mengatur kegiatan negara-negara atau subjek hukum Internasional lainnya.

35

Salim H.S dkk, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU),

(Jakarta: Sinar grafika, 2007), Hal. 124. 36


(1)

perusahaan pemulangan TKI, dan TKI dipaksa menukarkan mata uang asing kedalam rupiah dengan kurs yang merugikan TKI.

2. Memorandum of Understanding (MoU) dapat menjadi instrument hukum dalam perlindugan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Indonesia terus meningkatkan perlindungan untuk melindungi tenaga kerja Indonesia di Malaysia sektor rumah tangga dengan mengamandemen Memorandun of Understanding tentang The recruitment and Palcement of Indonesia Domestic Workers. Hal-hal yang telah disepakati antara lain; TKI diizinkan memegang paspor, adanya hari libur satu hari dalam satu minggu, struktur penempatan TKI, dan tim gabungan perlindungan TKI.Proses Amandemen MoU tentang

The Recruitment and Placement of Indonesian Domestic Workers,sebagai berikut: Amandemen MoU tertuang kedalam Letter of Intent dan ditandatangani pada 18 Mei 2010 di Putrajaya, Malaysia khusus mengenai perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berkerja sektor penata laksana rumah tangga.

3. Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia Berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) Antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia. Perlindungan terhadap hak-hak dasar TKI di Malaysia telah dibentuk oleh pemerintah. Bentuk perlindungan yang sebelumnya telah disepakati Indonesia dan Malaysia adalah dengan membuat perjanjian berupa Memorandum of Understanding (MoU) TKI formal, yakni TKI yang berkerja disektor pertambangan, pertanian dan pabrik kemudian


(2)

berkerja pada sektor rumah tangga. Memorandum of Understanding (MoU) perlindungan TKI formal ditandatangani pada 10 Mei 2004 untuk menggantikan kedudukan nota penempatan TKI formal. Sebelum ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) penempatan TKI di Malaysia menggunakan “pertukaran nota mengenai prosedur penempatan TKI di Indonesia selain dari penata laksana rumah tangga”. Kemudian penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) tentang “The recruitment and placement of Indonesian domestic workers” dilakukan di Bali pada 13 Mei 2006

B. Saran

1. Perlindungan dan penanganan yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia masih belum optimal, kurangnya hubungan bilateral yang ada antara Indonesia dan Malaysia membuat permasalahan banyak tidak terselesaikan. Masalah– masalah yang dialami oleh para TKI di Malaysia merupakan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia khususnya KBRI.

2. Perlindungan TKI di Malaysia diharapkan harus lebih dipersiapkan dan berani mengambil tindakan nyata dalam menangani masalah tersebut. Hubungan bilateral antara Malaysia harus lebih ditingkatkan dan MOU diratifikasi dalam hal penanganan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Penanganan masalah TKI di Malaysia membutuhkan upaya nyata dari pemerintah Indonesia melalui tindakan–tindakan tegas dan bersifat mempengaruhi. Sehingga kasus–kasus yang telah menimpa TKI selama ini tidak terulang kembali.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986)

Arif dalam Muslan Abdurrahman, Ketidakpatuhan TKI Sebuah Efek Deskriminasi Hukum, (Malang: UMM Press, 2006)

A. Pongsapich, The Case of Asian Migrants to the Gulf Region. (International Migration, 1989)

Ida Bagoes Mantra, Population Movement in West Rice Communities, A Case Study of to Dukuh in Yogyakarta Special Region, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991)

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM Press, 2007)

Jumlah WNI/TKI yang ditampung dalam shelter KBRI Kuala Lumpur 2008/ 2009 dengan permasalahan 1. Gaji tidak dibayar 209 211 2. Kondisi kerja tidak sesuai/penipuan 287 380 3. Pelecehan seksual 23 53 4. Penyiksaan 93 114 5. Terlantar / Ilegal 82 177 6. Trafficking / Underage 57 76 7. Lain-lain (Unfit) 103 179 Jumlah Kasus 854 1.170. Sumber data: Jurnal Diplomasi Volume 2: 2010

Khudzaifah Dimyati & Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004)

Liow, Joseph Chinyong, The Politics of Indonesia-Malaysia Relations: One Kin, Two Nations. (New York: RoutledgeCurzon 2004)

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000)

M. Arif Nasution, “Proses Perjalanan Imigran Indonesia Ke Malaysia” Kertas Kerja pada Seminar Peranan Tenaga Kerja Asing dalam Pembangunan (Medan, 27 Mei 1996)

Masalah TKI di Luar Negeri: Prospek dan Tantangannya Bagi Indonesia. Surakarta: Proyek Penelitian dan Pengembangan Politik Luar Negeri Badan Litbang DEPLU dan Kerjasama dengan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Muhammad Jusuf, Pemberdayaan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di


(4)

Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Keempat, PT. Citra Aditya Bakti Bandung 2002, (Selanjutnya disebut Munir Fuadi III)

P. Tjiptoherijanto, Migrasi Urbanisasi dan Pasar Kerja di Indonesia. (Jakarta: UI Press, 1997).

Paparan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Rapat Kerja Kepala Perwakilan Republik Indonesia tahun 2010

Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, (Bandung, Alumni, 1986).

R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya, 1995)

Soemaryo Suryokusumo. Pembuatan dan Berlakunya Perjanjian. (Yogyakarta, UGM 2003)

Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1985)

Salim H.S dkk, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), (Jakarta: Sinar grafika, 2007)

Sendjun, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. (Jakarta: Rineka Cipta, 2001)

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988)

Teguh Wardoyo, “Diplomasi Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri,” (Jurnal Diplomasi, Vol.2 No.1, Maret 2010).

WJS. Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1959)

Wendt A, Social Theory of International Politics.(Cambridge University Press 1999)

Yanuar Ikbar, Konsep dan Teori, (Bandung, PT. Refika Aditama,2006)

Yanuar Ikbar, MA, Ekonomi Politik Internasional 1: Konsep dan Teori, (Bandung :PT. Refika Aditama,2006)

Yan Pramudya Puspa, Kamus Hukum, (CV. Aneka Ilmu, Semarang, 1977)

Zain, Shaharir Mohamad. “Penyebaran Orang Rumpun Melayu Pra-Islam dan Perkembangan Tulisan Bahasa Melayu” (Sari, 2003)


(5)

Zumri Bestado Sjamsuar, Studi Terhadap Hukuman Mati dari Pandangan HAM dan Hukum Islam (Varia Binacivika N0 71 tahun XXV Januari 2008), Pontianak,Fak Hukum Untan

Undang-Undang

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-undang Dasar 1945 Pasca Amandemen

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh

ILO 99th session, 2010, Berita Acara, Konferensi Perburuhan Internasional (ILC) Sesi 31, 1948, Lampiran XVIII, Resolusi yang diadopsi oleh Konferensi hal, 545-546

Konvensi ILO No. 97 Migrasi Tenaga Kerja (Edisi Revisi), 1949

Konvensi PBB tahun 1990 Tentang Perlindungan Hak-hak Pekerja Migran Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia, tt: 14.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Kep.100/Men/ VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Paparan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Rapat Kerja Kepala Perwakilan Republik Indonesia tahun 2010

Internet

Agusmidah, Prosedur Penempatan Dan Perlindungan TKI Di Luar Negeri, http://www.google.co.id/search?q=prosedur+penempatan+tki&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a, diakses 30 November 2012


(6)

tanggal 30 November 2012

Juli 2011.

http://dspace. Widyatama.ac.id/ bitstream/10364/517/bab1.pdf

http://sambelalap. Wordpress.com/2010/11/09/ bursa ketenagakerjaan Indonesia- Jurnal TKI – Luar Negeri , diakses pada tanggal 28 Juni 2011

http//www.komnasperempuan.or.id.

http//www.migrantcare.or.id,dilansir 5 November 2012 http//www.komnasperempuan.or.id.

http://dspace. Widyatama.ac.id/ bitstream/10364/517/bab1.pdf, diakses pada tanggal 11 Oktober 2012

http://sambelalap. Wordpress.com/2010/11/09/ bursa ketenagakerjaan Indonesia- Jurnal TKI – Luar Negeri , diakses pada tanggal 28 Oktober 2012

Pos kota, 11 Januari 2010

Jerry Indrawan, “Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Melindungi Buruh Migran Indonesia di Malaysia,” seperti dikutip da pada 18 Mei 2011.

Data BNP2TKI Tahun 2008