KONSTRUKSI IMAGE PEREMPUAN TOKOH “RATNA”DALAM FILM TUJUH HATI TUJUH CINTA TUJUH WANITA DAN RELEVANSINYA TERHADAPPEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

  

KONSTRUKSI IMAGE PEREMPUAN TOKOH “RATNA”DALAM

FILM TUJUH HATI TUJUH CINTA TUJUH WANITA DAN

RELEVANSINYA TERHADAPPEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Studi Strata Satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

  

Oleh

Nur Rahmi Juita

NIM. E1C010014

PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

  

2014

LEMBAR PERSETUJUAN

  LEMBAR PENGESAHAN

  

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

  W aktu hanyal ah sebuah rahasi a yang takpernah putus bi cara S elal u bi sa terbuka menj awab keraguan

  B i arl ah semua tersi mpan mengi kuti porosnya S ampai terhenti kembali pada sebuah ruang

  (K arti ni dal am 7Hati 7C i nta7W anita )

  

PERSEMBAHAN

  S kri psi i ni merupakan bentuk dedi kasiku dan rasa syukurku serta teri makasi hku kepada pi hak-pi hak yang telah banyak membantu dalam menyelesai kan S kri psi i ni

  P uji S yukur A lhamdi llah kupanjatkan kehadirat A L L A H S W T dan S holawat serta salam kepada jungjungan ki ta nabi besar M ahammad

  S A W yang takhenti-henti nya meli mpahkan rahmat dan memberi kan kelancaran serta kesabaran dal am menyel esai kan S kri psi i ni

   Terimakasih kuucapkan kepada kedua orangtuaku yang selalu ada menemani dan mendukung serta selalu mendoakanku dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih kepada mama tercinta Bq. Siti

  Ramlah yang tanpa pernah putus selalu mendo’akan dan membimbingku,

  terimakasih mama. Terimakasiku ucapkan juga kepada ayahanda tersayang IGA Nur Muhamad, yang selalu memberiku semangat dan selalu ada kapanpun untukku, terimakasi pa.  Terimakasihku kepada adik tersayang Nur Rahman Evany, yang sangat protektif menjagaku, terimakasih adik sayang. Terimakasihku juga kepada keponakan-keponakanku yang memberi energy baru buatku, terimaksih sayang (Alif, Icha dan Intan).  Terimakasihku juga kepada seseorang yang special yang hadir dalam kehidupankku dan bisa menerima segala kekurangangku, terimakasih sayang. Terimakasihku juga kepada seseorang yang takkalah special yang selalu menghibur dikala duka, selalu menemani dikalasepi, ini buatmu sayang MORA semoga tenang di alamsana.

  D engan bangga kupersembahkan S kripsi ini kepada seluruh Generasi P erempuan di N egri i ni dan A ku B angga menjadi seorang P ER EM P U A N

KATA PENGANTAR

  Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Konstruksi Image PerempuanTokoh “Ratna” dalam Film Tujuh Hati Tujuh Cinta Tujuh Wanita dan Relevansinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA. Penulisan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program sarjana (S1) program studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, Jurusan Bahasa danSeni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram.

  Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih dan rasa hormat kepada:

  1. Bapak Dr. H. Wildan, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram;

  2. Ibu Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd, Ketua Jurusan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram;

  3. Bapak Drs. I Nyoman Sudika, M.Hum, Ketua Program studi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram;

  4. Bapak Drs. Imam Suryadi M. Pd, Dosen Pembimbing satu yang telah banyak memberi petunjuk, arahan, serta bimbingan kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini;

  5. Bapak Johan Mahyudi, S.PdM.Pd, Dosen Pembimbing dua yang telah memberi arahan dengan begitu sabar, sehingga proses penyusunan proposal skripsi ini berhasil terlewati dengan begitu menyenangkan;

  6. Bapak Drs. H. M. Natsir Abdullah, M.Ag, Dosen Pembimbing dua dan sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan saran sehingga skripsi serta studi ini dapat terselesaikan dengan baik, berhasil dengan nuansa kekeluargaan.;

  7. Seluruh dosen Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang dengan setulus hati membimbing selama perkuliahan;

  8. Seseorang special yang selalu ada memberikan dukungan, nasihat, saran serta masukan setiap saat terimakasih kepada JanuariRizkiPratamaRusman, terimakasih;

  9. Seluruh sahabat-sahabat terbaikku yang membuat perkuliahan di kampus putih tercinta begitu menyenangkan, terimakasih kepada Cenul, Eryan, Erni, Dede, Ceus,papiadi, mangkus, omir, om bay, Ibu dan Bapak ketua tingkat, ratna, Mamiq, beserta seluruh keluarga Bastrindo angkatan 2010 reguler pagi;

  10. Seluruh keluarga besar LPM PENA KAMPUS yang memberikan pengalaman, ilmu, pembelajaran paling berharga dan tak ternilai, terimakasih kepada Bang Sir, Kk April, Kk Fahru, Kk Etiq, Kk Ulfa, Kk Ameng, Rini, Ilda, Mamet, Wawak, Ogok dan semua anggota pena yang tidak dapat disebut namanya satu persatu, terimakasih;

  11. Semua pihak yang namanya tidak sempat tercantum dalam skripsi ini, yang memberikan andil dalam menunjang terwujudnya penulisan skripsi ini.

  Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari tingkat kesempurnaan, maka dari itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dan dapat membantu dalam menyempurnakan skripsi ini sangat diharapkan. Semoga apa yang penulis sajikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan kepada pembaca pada umumnya.

  Mataram, Oktober2014 Penulis

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL. ................................................................................ i LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................ iv KATA PENGANTAR ............................................................................... vi DAFTAR ISI ............................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi

ABSTRAK ................................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .........................................................................

  1 1.2 Rumusan Masalah.....................................................................

  6 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................

  6 1.4 ManfaatPenelitian .....................................................................

  7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan.............................................................

  9 2.2 Landasan Teoritis ......................................................................

  11 2.2.1 Konstruksi Image Perempuan Dalam Film .......................

  11 a. Problematika Perempuan ..............................................

  11 b. Feminitas Dalam Tontonan ..........................................

  14 2.2.3 Film .................................................................................

  20 a. Definisi Film ................................................................

  20 b. Jenis-jenis Film ............................................................

  21 c. Film Sebagai Karya Sastra ...........................................

  23 d. Film 7Hati 7Cinta 7Wanita ..........................................

  24 2.2.4 Pembelajaran Sastra Di SMA ...........................................

  26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ..........................................................................

  31 3.2 Data dan Sumber Data ...............................................................

  32 3.2.1 Data .................................................................................

  32 3.2.2 Sumber Data ....................................................................

  33 3.3 Metode Pengumpulan Data ........................................................

  34 3.4 Metode Analisis Data ................................................................

  36 BAB IV PEMBAHASAN

  4.1 Konstruksi Image Perempuan Tokoh “Ratna” Dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ............................................................

  37 4.2. AnalisisData .............................................................................

  38 4.2.1.Profesi..............................................................................

  38 4.2.2.Perilaku ............................................................................

  44 4.2.3 Sifat .................................................................................

  52

  4.2.4 Masalah yang dialami ......................................................

  46 4.2.5 Komunikasi Bahasa Tubuh...............................................

  50 4.3 HasilAnalisis Data .....................................................................

  59

  4.4Relevansi dari Hasil Analisis Konstruksi Image Perempuan dalam Film dengan Pembelajaran Sastra di SMA ................................

  68 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ...................................................................................

  76 5.2 Saran .........................................................................................

  78 DAFTAR PUSTAKA

  LAMPIRAN

  

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konstruksi Image Perempuan ...................................................

  17 Tabel 2.3 Modes of Pleasure ....................................................................

  19 Tabel 3.1 Intsrumen Pengumpulan Data ...................................................

  35 Tabel 4.1 Data .........................................................................................

  37 Tabel 4.2 Hasil Penelitian Data ................................................................

  68

  

ABSTRAK

  Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu: (1) bagaimanakah konstruksi image perempuan tokoh Ratna dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita? (2) bagaimanakah relevansi konstruksi image perempuan dalam film 7 Hati 7

  

Cinta 7 Wanita terhadap pembelajaran sastra di SMA? Tujuan penelitian ini yaitu

  untuk mengetahui konstruksi image perempuan dalam film 7 Hati 7 Cinta 7

  

Wanita serta untuk mengetahui relevansi hasil konstruksi image perempuan dalam

  film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita dengan pembelajaran sastra di SMA. Teori dalam penelitian ini yang dijadikan landasan untuk membahasan permasalahan yaitu teori konstruksi image perempuan oleh Tseëlon dalam Santoso, (2011). Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan studi kepustakaan. Metode analisis data untuk mengupas konstruksi image perempuan dalam film yaitu metode kualitatif deskriptif. Setelah data selesai dianalisis, maka data-data disajikan dengan mendeskripsikan hasil penelitian.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konstruksi image perempuan tokoh Ratna dalam film yang terdiri dari beberapa aspek yaitu: profesi, perilaku, sifat, problematika perempuan yang di alami, dan komunikasi bahasa tubuh. Berdasarkan kelima aspek tersbut terbentuklah konstruksi image berdasarkan pandangan perempuan tentang dirinya (female gaze). Relevansi dari konstruksi

  

image perempuan dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita dengan pembelajaran sastra

  di SMA yaitu dalam materi pembelajaran “mengidentifikasi peristiwa, pelaku, perwatakan, dialog dan konflik pada pementasan drama” pada siswa kelas XI semester I. Kata kunci :Film, Konstruksi Image Perempuan Tseëlon, Pembelajaran Sastra

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Karya sastra sekarang ini sudah berkembang dengan sangat pesat, karya sastra tidak hanya diapresiasikan dengan tulisan melainkan menggunakan media, salah satunya film.Film di Indonesia sudah menjadi hal yang lazim dipertontonkan untuk semua kalangan masyarakat dan sudah menjadi kegiatan rutin masyarakat.Film juga banyak menampilkan berbagai realita dan sudah menjadi penuntun masyarakat dalam kehidupan sehari-hari sebagai gaya hidup. Seperti film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita yang menampilkan tujuh karakter wanita yang berbeda satu sama lainnya, yang menjadi daya tariknya yaitu ada berbagai karakter wanita dengan konstruksi yang berbeda yang ditampilkan dalam film tersebut, dan alasan peneliti mengangkat tokoh Ratna karena tokoh tersebut yang memiliki konstruksi image paling berbeda dari yang lain, tokoh tersebut juga berhubungan erat dengan tokoh Rara yang tidak lain adalah adiknya sendiri. Selain itu peneliti sangat tertarik terhadap konstruksi image perempuan yang dapat mempengaruhi masyarakat dengan menonton film tersebut. Hal ini yang menjadi dasar pemikiran peneliti untuk mengangkat film ini sebagai bahan penelitiannya.

  Film tersebut banyak menampilkan ketidakadilan yang terjadi terhadap wanita sehingga sebuah tayangan menjadi korelasi positif antara film yang dipertontonkan dengan masyarakat. Secara tidak langsung media telah mempengaruhi alam bawah sadar manusia dan mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.Dengan kondisi seperti ini masyarakat akan mengikuti gaya hidup bahkan perilaku yang ada pada media dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.

  Menurut Thosiko Kinoshita (Santoso 2011: 80-81),batasan seperti ini memiliki tujuh ciri antara lain, yang pertama adalah kecenderungan manusia untuk mengejar kesenangan dan kurang memikirkan tentang penundaan. Imbasnya, tujuan ideal pun menjadi terabaikan, kedua adalah adanya budaya narsisme, yakni kepuasan hidup menjadi tujuan utama sebagaimana sangat tampak pada merebaknya budaya konsumtif, ketiga, tampak adanya kecendrungan hasrat untuk memiliki, dan bukannya hasrat identifikasi.

  Perbedaan antara keduanya, jika hasrat memiliki bertumpu pada keinginan individu untuk mewujudkan apa yang diinginkannya maka hasrat identifikasi adalah keinginan individu untuk menghasilkan yang terbaik bagi masyarakat atau negaranya. Ciri yang keempat, adanya kecenderungan untuk mengejar citra dengan gaya hidup, dan bukannya memikirkan tentang makna dan tujuan hidup. Kelima, adanya kecenderungan untuk berpikir pragmatis dan kurang memikirkan tentang masa depan, keenam, masyarakat cenderung memandang pada hasil pembangunan, bukannya pada prosesnya. Imbasnya, bentuk materi semisal jalan dan bangunan dianggap lebih penting dibandingakan dengan etos kerja. Ketujuh, kecenderungan individu untuk bersikap egois mementingkan kebutuhannya sendiri sehingga kurang memikirkan apayang dibutuhkan oleh masyarakat. Berdasarkan penjelasan tersebut pada kenyataanya kondisi perfilman pada saat ini sangat memprihatinkan dan sangat merugikan khususnya bagi kaum perempuan.

  Perempuan direpresentasikan sebagai pelaku kekerasan, penekanan tertentu terkait silence perempuan, hubungan sosial antarperempuan yang divisualkan sebagai hubungan yang problematik, kriminalisasi hubungan- hubungan emosional, dan disharmoni keluarga sebagai akibat dari masalah- masalah perempuan, seluruh representasi fiminitas tersebut, dengan demikian telah memperlihatkan adanya sterotipe dan stigma tertentu berupa nilai

  

ideologi misigonis yang sangat tidak mengutungkan perempuan

(Santoso,2011).

  Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, image perempuan di konstruksikan sebagai perempuan yang tertindas oleh kaum lelaki dengan berbagai macam konflik salah satunya tokoh Ratna yang memiliki konflik disharmoni keluarga. Ia merupakan buruh pabrik yang susah memiliki keturunan, setelah usia perkawinan meraka beranjak lima tahun barulah ia bisa memberikan keturunan pada suaminya, namun penantian yang panjang serta pengorbanan sang istri untuk menantikan keturunan tidak sejalan karena sang suami yang ternayata sudah menikah lagi dan memiliki seorang anak. Disaat Ratna hamil tua barulah ia mengetahuinya dan disaat itu pula ia mengetahui bahwa sang adik yang masih duduk di kelas dua SMP dihamili oleh kekasihnya yang masih SMA. Betapa hancur hati Ratna ketika ia mengetahui semua itu. Inilah alasan penulis mengambil tokoh Ratna sebagai tokoh yang dianalisis dari ketujuh tokoh yang ada. Berbicara mengenai tokoh yang ada dalam film pada dasarnya semua memiliki masalah yang berbeda-beda dan menarik pula untuk di analisis namun karena tokoh Ratna yang lebih tegar dalam menghadapi masalahnya, oleh karena itu penulis ingin meneliti konstruksi perempuan tokoh Ratna tersebut.

  Dalam hubungan ini, tidaklah mengherankan jika kemudian timbul suatu kenikmatan tersendiri di dalam aktivitas melihat maupun dilihat. Konsep seperti voyeuristic dipergunakan untuk menggambarakan tingkat kenikmatan memandang sesuatu, dengan kata lainvoyeuristic menggambarkan bagaimana memandang atau menonton merupakan bagian dari kenikamatan itu sendiri(Santoso, 2011:53). Film mampu melakukannya karena penggambarannya bersifat anthropomorphic, yaitu baik cerita maupaun lokasi syutingnya menampilakan “realitas” manusia.Kajian Mulvey menggambarkan bahwa pandangan yang ada di film cenderung mewakili cara laki-laki memandang, kenyataan inilah yang membuat perempuan pemikir berupaya untuk mengkaji konsep semisal feminitas dalam kaitannya dengan film, atau media pada umumnya (Santoso, 2011:53).

  Didalam narasi film, tokoh laki-laki digambarkan sebagai simbol yang aktif dan, sebaliknya, perempuan sebagai tokoh yang pasif.Film memperlihatkan bahwa keberadaan perempuan merupakan bagian dari penokohan laki-laki. Dengan kata lain, keberadaanya tidak dapat dipisahkan dari tokoh laki-laki. Dengan demikian, pemirsa dapat melihat tokoh perempuan sebagai objek yang erotik, suatu hal yang sesuai dengan keinginan laki-laki ketika menikamati sebuah tontonan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika narasi film cenderung mengutamakan kualifikasi fisik yakni suatu kecenderungan yang timbul sebagai implikasi dari male gaze itu sendiri. Kecenderungan ini kemudian melahirkan suatu fetishistic scopophilia, yaitu proses identifikasi diri secara fisik dengan tokoh yang ada. Lebih jauh lagi, akibat yang ditimbulkan oleh kecenderungan ini adalah bermunculannya cerita-cerita yang mengandung voyeurism normatife (Santoso,2011:53-54).

  Artinya, pemirsa sanggup menikmati adegan menghukum, namun pada saat yang bersamaan juga mengampuni cerita yang menggambarkan pelanggaran norma-norma umum yang berlaku. Pada akhirnya, yang ditampilkan oleh cerita adalah apa yang dianggap normatife belaka, seperti yang cantik dan yang buruk rupa. Dengan demikian, film mampu menciptakan sebuah gaze (pandangan) yang sesuai dengan keinginan pemirsanya.Penjelasan tersebut memperlihatkan bagaimana perempuan di dalam film tidak dapat muncul sebagai dirinya sendiri, tetapi cenderung berkaitan erat dengan tokoh laki-laki.

  Selain itu yang menjadi dasar pemikiran menganalisis menggunakan kajian feminisme karena penulis ingin memberitahu bahwa perfilman sekarang sudah terlalu banyak yang mengambil tema perempuan sebagai objeknya, dan yang menjadi permasalahannya yaitu karakter atau konstruksi yang di tampilkan pada film sangat merugikan perempuan, banyak film yang mempertontokan perempuan yang di siksa oleh majikannya dan dijadikan budak, pada realitanya banyak perempuan yang mengalami cerita serupa ini dikarenakan konstruksi yang melekat pada diri perempuan yang diceritakan selalu lemah dan tidak berdaya, masyarakat menonton hal tersebut dan mengapilaksikannya. Dan kaitannya di dalam pembelajaran sastra di SMAyaitu supaya sejak dini anak tidak melekatkan karakter bahwa perempuan hanya mahluk yang lemah dan tidak berdaya. Mereka bisa melihat sosok perempuan yang tegar, kuat, keibuan dan tidak lemah.Sehingga di dalam pembelajaran sastra tidak lagi merugikan kaum perempuan tersebut.

  Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender, namun yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan baik kaum laki-laki dan terutama terhadap perempuan (Fakih,2008 : 12 )

  1.2 Rumusan Masalah

  Ada dua rumusan masalah yang ditemukan pada konstruksi image perempuan dalam film khususnya dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita tokoh “Ratna1.

   Bagaimanakah konstruksi image perempuan tokoh “Ratna” dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita?

  2. Bagaimanakah relevansi konstruksi image perempuan dalam film 7 Hati 7

  Cinta 7 Wanita terhadap pembelajaran sastra di SMA

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini secara umum untuk mengetahui konstruksi image perempuan dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, dan tujuan penelitian ini secara khususnya antara lain:

  1. Mendeskripsikan konstruksi image perempuan tokoh “Ratna” dalam film

  7 Hati 7 Cinta 7 Wanita

  2. Mendeskripsikan relevansi konstruksi image perempuan dalam film 7 Hati

  7 Cinta 7 Wanita terhadap pembelajaran sastra di SMA

1.4 Manfaat Penelitian

  Sebuah penelitian dilakukan harus memiliki manfaat, baik manfaat secara teoritis maupun praktis adapun manfaat dari penelitian sebagai berikut : Manfaat penelitian secara teoritis :

  1. Meneliti film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita diharapkan dapat menambah wawasan yang lebih banyak tentang penelitian sastra khususnya dalam film dan diharapkan juga dapat lebih mengembangkan ilmu satra bagi peneliti selanjutnya.

  2. Selain menambah wawasan bagi pembaca, penelitian ini juga bermanfaat untuk memotivasi peneliti selanjutnya supaya meniliti dengan lebih baik lagi.

  3. Penelitian ini juga bermanfaat untuk menambah koleksi kajian pustaka peneliti selanjutya.

  Manfaat penelitian secara praktis :

  1. Memberikan pandangan bagi masyarakat tentang konstruksi perempuan dalam media industri.

  2. Memberikan gambaran pada guru agar dapat memilih karya sastra yang sesuai dengan tujuan pendidikan sebagai bahan mengajar di sekolah.

  3. Memberikan pandangan kepada siswa dalam meneliti karya sastra media industri khususnya film.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1.Penelitian yang Relevan

  Penelitian yang relevan merupakan penelitian yang menyerupai penelitian sebelumnya dan dijadikan acuan untuk mengerjakan penelitian selanjutnya. Pada penelitian tentang kajian feminism ini telah banyak dilakukan tetapi harus digaris bawahi yang menjadi penelelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini menggunakan objek (film), untuk mengetahui bagimana kosntruksi perempuan yang ada dalam film, jadi tidak sekedar meneliti unsur instrinsiknya. Penelitian ini melihat kosntruksi yang ditampilkan yang ada dalam film, dilihat berdasarkan atas

  image

  pandangan laki-laki dan pandangan perempuan itu sendri tentang dirinya, penelitian yang relevan diantaranya yaitu : Penelitian yang dilakukan oleh Lisa Ariani 2011 dengan judul “Citra

  Perempuan dalam Novel Relung-relung Gelap Hati Sisi Karya Mira W”,

  penelitian ini membahas perempuan yang dibagi dalam tiga citra yaitu citra perempuan dalam aspek sosial, citra perempuan dalam aspek keluarga, dan citra perempuan dalam aspek tingkah laku. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data dan metode analisis data.Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian ini lebih kepada unsur instrinstik novel bagaimana karakter setiap tokohnya dijabarkan, namun dalam penelitian ini disebut dengan citra.

  Penelitian selanjutnya yaitu Juli Kartini 2011 dengan judul Analisis

  

Pragmatis dalam Novel Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy dan

Hubungannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA”, penelitian ini

  membahas nilai-nilai pragmatis gender dan hubungan pragmatis gender dengan pembelajaran sastra di SMA. Penelitian ini juga termasuk penelitian unsur-unsur instrinsik karena membahas watak tokoh yang ada dalam novel. Namun lebih pada proses pembentukan watak dan kepribadian yang baik yang berfungsi sebagai pengembangan wawasan anak didik tentang nilai pragmatis gender kekerasan terhadap perempuan, tentang nilai gender subordinasi dan tentang gender stereotip.

  Sejalan dengan dua penelitian di atas, penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Yuli Ikayanti 2013 dengan judul “Ketidakadilan Jender Tokoh

  

Keke pada Novel Kembang Jepun Karya Remy Sylado dan Implikasinya

dengan Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI” , penelitian ini membahas

  tentang perjuangan seorang wanita dalam mengarungi pahitnya kehidupan. Dalam penelitian ini juga membahas unsur instrinsik yang ada di dalam novel seperti alaur, tokoh, latar, penokohan dan kaitannya dengan feminism yaitu terjadi ketidakadilan pada tokoh yang ada di dalamnya.

  Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Zrurriyatun Thayyibah

  

2006 dengan judul “Ketidakadilan Gender pada Penggunaan Diksi dalam

Konstruksi Bahasa Pers Lombok Post”, penelitian ini membahas

  ketidakadilan dalam membahasakan perempuan dalam media cetak yang dapat merugikan perempuan tersebut. Penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya. Kerena menggunakan objek media cetak namun persamaannya yaitu membahas ketidakadilan yang terjadi pada kaum perempuan.

2.2.Landasan Teori 2.2.1. Konstruksi Image Perempuan Dalam Film

  Konstruksi image perempuan atau bagimana susunan dan model perempuan di dalam film menurut Santoso, (2011) dapat dilihat dari dua sisi yaitu, pertama dari sisi masalah yang ada dalam film yaitu

  Problematika Perempuan , karena masalah-masalah yang dihadapi

  perempuan merupakan hal yang kompleks dan sudah menjadi bagian dari perempuan itu sendiri, kedua dalam Feminitas Tontonan, maksudnya yaitu perempuan di dalam tontonan yang dapat dilihat dari dua pandangan (gaze) pandangan laki-laki (male gaze) dan pandangan perempuan (female gaze), jadi bagimana pandangan laki-laki terhadap perempuan dan bagimana pandangan perempuan terhadap dirinya sendiri. Dari dua sisi tersebut barulah kita bisa mendapati konstruksi perempuan seperti apa yang ada dalam film tersebut.

a) Problematika Perempuan

  Problematika perempuan merupakan bagian dari konstruksi

  image perempuan, dan menurut Dorothy Smith yang

  mengembangkan pengalaman perempuan yang berbeda dari laki- laki untuk kemudian dimasukkannya ke dalam perspektif teoritis, dalam konteks ini gender dilihat sebagaai analisis yang mempengaruhi masyarakat (Santoso,2011:47). Pengaruh tersebut dapat dilihat dari bagaimana laki-laki dan perempuan ketika berada di dalam, misalnya satu institusi, serta bagaimana masyarakat mengaturnya. Pada dasarnya, laki-laki dan perempuan memang berbeda dan memiliki posisi yang tidak setara. Sepertihalnya dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, perempuan memiliki perbedaan dengan lelaki dan tidak setara, hal ini terlihat dari perlakuan kasar lelaki dan perlakuan semena-mena yang dialami tokoh Ratna dalam menanti seorang bayi dan ternyata suaminya sudah menikah lagi bahkan sudah memiliki seorang anak. Bahkan disaat Ratna hamil tua ia terpaksa tetap harus bekerja karena suaminya yang tidak memberikan nafkah terhadapnya.

  Menurut Santoso, perempuan memahami dunia sosial sebagai sebuah bifurcation of consciousness atau kesadaran yang mendua, kesadaran yang mendua tersebut terjadi karena ada kehidupan dimana body dan space (tubuh dan ruang) yang diperankan oleh laki-laki dan perempuan ternyata berbeda(Santoso, 2011:48). Dalam aktivitas akademis, laki-laki berkutat dengan masalah abstrak yang lebih sering berada pada posisi menjaga jarak dengan sumber pengetahuannya (berjarak dengan tubuhnya). Dibandingkan perempuan, laki-laki juga lebih mudah menjaga jarak dengan kegiatan sehari-hari.Tubuh dan ruang merupakan kondisi yang kondusif bagi perempuan. Kehidupan keseharian perempuan merupakan ranah di mana hal yang abstrak dan yang konkret menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan bahkan didalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita juga mengalami hal serupa, seperti halnya tokoh Ratna terebut. Ia sebagai perempuan yang sering melakukan kegiatan sehari-hari dirumah, dan Marwan suaminya memanfaatkan hal tersebut untuk menjadikan alasan agar menjaga jarak denga Ratna sehingga Ratna tidak mengetahui suaminya telah menikah dan memiliki anak.

  Kajian feminism mencoba masuk ke dalam perbedaan arus utama, apapun jenis disiplinnya, merupakan salah satu implikasi dari pertumbuhan feminism sebagai sebuah perspektif. Pertama, mengkaji hubungan sosioal yang mempengaruhi pengalaman dan membentuk masyarakat, kedua, sebagai alat untuk memahami proses pembentukan masyarakat, ketiga, sosiologi alternatife dengan label feminsist sociology ini adalah pandangan standpoint yang memepersoalkan dunia keseharian, yakni untuk memperlihatkan bahwa pengetahuan tidak dapat dipisahkan (Santoso, 2011:49-50). Kondisi seperti itulah yang mendorong dinamika pembahasan tentang perempuan yang di konstruksikan dalam film, dengan mencoba memberitahukan kepada masyarakat tentang keadaan konstruksi image film yang ada khususnya dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita.

b) Feminitas dalam Tontonan

  Feminitas dalam tontonan sebenarnya adalah representasi dari bagaimana laki-laki melihat perempuan seperti yang diinginkannya.

  Bagi penonton, representasi perempuan seperti suatu gambaran ideal dimana setiap perempuan dapat menirunya(Santoso, 2011:50-51).

  Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa sebuah tontonan dapat ditiru oleh orang yang menontonya. Sehingga tontonan tentang perempuan akan menjadi korelasi yang positif apabila diimbangi dengan penyajian yang positif pula. Contohnya saja dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini yang secara keseluruhan mempertontonkan sisi lain dari kehidupan perempuan yang mengalami kehidupan yang buruk, terutama tokoh Ratna yang ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah hamil tua dan ternyata suami berselingkuh ditambah lagi dengan beban hidupnya yang harus menerima bahwa sang adik Rara yang masih kecil mengandung anak diluar pernikahan. Adapun feminitas dalam tontonan salah satunya yaitu Feminitas dan Male Gaze.

  Feminitas ini diawali dengan alasan dari perspektif perempuan yang mempermasalahkan film adalah male gaze.Pendapat ini dikemukakan oleh Laura Mulvey yang menggunakan pendekatan psikoanalisis untuk memperlihatkan bahwa :“cara yang dipergunakan film untuk merefleksikan, mengungkapkan, bahkan cara mereka ‘mempermainkan’ interpretasi perbedaan seksual yang sudah mapan, yakni bentuk interpretasi yang mengendalikan image dan cara-cara erotis dalam memperhatikan dan menonton” (Santoso, 2011:51). Pandangan diatas menunjukkan bagimana laki-laki memformulasikan feminitas, perempuan selalu merasa tidak sempurna dan ingin mengikis ketidaksempurnaan tersebut melalui gambaran laki-laki tentang dirinya.Selain itu, perempuan membesarkan anaknya melalui gambaran tentang ketidaksempurnaan itu. Tegasnya, apa yang disebut dengan sosialisasi adalah berkaitan dengan bagimana laki-laki memandang dunia ini. “Perempuan berfungsi sebagai penanda bagi laki-laki di dalam budaya patrikal yang dikelilingi oleh aturan-aturan simbolik yang menentukan yakni imagi yang menekankan posisi bisu perempuan yang mengikatnya lebih sebagai pembawa makna, dan bukan pembuat makna” (Santoso, 2011:51). Dengan demikian, representasi perempuan merupakan satu unsur yang bisa diamati dalam nilai-nilai patrikal yang digambarkan dalam film.

  Penjelasan diatas memperlihatkan bahwa film merupakan teks tentang bagaimana patrikal mengejawantahkan aturan, sekaligus menggambarkan sesuai dengan formulasi yang dikehendaki.Film mampu memeperlihatkan kenikmatan melihat maupun dilihat, film juga mampu melakukannya karena penggambarannya bersifat

  

anthropomorphic, yaitu baik cerita maupaun lokasi syutingnya menampilakan “realitas” manusia. Kajian Mulvey menggambarkan bahwa pandangan yang ada di film cenderung mewakili cara laki-laki memandang. Kenyataan inilah yang membuat perempuan pemikir berupaya untuk mengkaji konsep semisal feminitas dalam kaitannya dengan film, atau media pada umumnya (Santoso,2011:53).

  Didalam narasi film, tokoh laki-laki digambarkan sebagai simbol yang aktif dan, sebaliknya, perempuan sebagai tokoh yang pasif. Film memperlihatkan bahwa keberadaan perempuan merupakan bagian dari penokohan laki-laki. Dengan kata lain, keberadaanya tidak dapat dipisahkan dari tokoh laki-laki. Dengan demikian, pemirsa dapat melihat tokoh perempuan sebagai objek yang erotik, suatu hal yang sesuai dengan keinginan laki-laki ketika menikamati sebuah tontonan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika narasi film cenderung mengutamakan kualifikasi fisik yakni suatu kecenderungan yang timbul sebagai implikasi dari male gaze itu sendiri. Kecenderungan ini kemudian melahirkan suatu fetishistic

  

scopophilia, yaitu proses identifikasi diri secara fisik dengan tokoh

  yang ada. Lebih jauh lagi, akibat yang ditimbulkan oleh kecenderungan ini adalah bermunculannya cerita-cerita yang mengandung voyeurism normative. Artinya, pemirsa sanggup menikmati adegan menghukum, namun pada saat yang bersamaan juga mengampuni cerita yang menggambarkan pelanggaran norma- norma umum yang berlaku. Pada akhirnya, yang ditampilkan oleh cerita adalah apa yang diaggap normatif belaka, seperti yang cantik dan yang buruk rupa. Dengan demikian, baik melalui fetishistic

  

scopohilia maupun narasi, film mampu menciptakan sebuah gaze

  (pandangan) yang sesuai dengan keinginan pemirsanya (Santoso,2011:53-54).

  Penjelasan tersebut memperlihatkan perempuan dalam film tidak dapat muncul sebagai dirinya sendiri, tetapi cenderung berkaitan erat dengan tokoh laki-laki. Tseëlondalam Santoso, (2011) menunjukna bahwa konsep feminitas adalah in essential social

  

construction .Tseëlon menggambarkan perbedaan konstruksi

  perempuan berdasarkan pada gaze laki-laki dan perempuan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Konstruksi Image Perempuan

  No Male Gaze Female Gaze

  1. Undimensional Complex

  2. Posing for male audience; aware of audience Self absorbed; not-self conscious; oblivious to audience

  3. Glamourised, Idealised, Timeless

  Variable; both beautiful and plain, changing and aging, contextualised

  4. Accessible Unavailable

  5. Primarily and object of desire A range of role

  6. Define by, through, for men Independent existence beyond and outside male discource

  7. Pleasure in being sexual object Pleasure in sexuality and auotoeroticsm

  

Konstruksi Image Perempuan (Terjemahan)

  No Pandangan Laki-laki Pandangan Perempuan

  1. Satu dimensi Kompleks

  2. Bertindak berlebihan jika ada lelaki : menjaga sikap (peduli terhadap pandangan orang sekitar)

  Senang memendam perasaan sendiri dan sering tidak sadar dalam bertindak terhadap keadaan sekitar

  3. Suka bermewah-mewah, idealis, tanpa perhitungan waktu

  Varibel : cantik dan murni, berubah dan menua, sesuai konteks

  4. Pasif Aktif

  5. Semata-mata sebagai objek pemuasan nafsu Pandai bersandiwara

  6. Di ciptakan untuk laki-laki Keberadaannnya independen dibawah dan diluar pembicaraan laki-laki

  7. Hanya menjadi objek seksual Senang / menyukai seksualitas dan autoerotism(terlihat erotis)

Tabel 2.3 Modes of Pleasure

  No Male Gaze Female Gaze

  1. Objectifyng, fetishing Narcistics identification

  2. Voyeuristics pleasure at a Pleasure in closeness distance

  

Bentuk Kesenangan (Terjemahan)

  No Pandangan Laki-laki Pandangan Perempuan

  1. Pengobjektifan, Identifikasi narsisme mengkramatkan (mencintai diri sendiri)

  2. Senang mengembara pada Senang pada saat dekat saat jauh (tidak setia) Diambil dari Tseëlon (1995:68)

  Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pandangan laki-laki terhadap perempuan tidaklah lain bahwa perempuan diciptakan memang untuk laki-laki, dan semata-mata sebagai objek perangsang nafsu saja, bahkan menurut pandangan laki-laki perempuan tidak memiliki perhitungan waktu dan suka bermewah-mewah. Hal ini sangat jelas tergambar didalam kisah yang ada dalam film, yang secara tidak langsung membentuk image perempuan itu sendiri. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Tseëlon (Santoso, 2011:57) dalam tabel perempuan tetap memiliki pilihan dan resistansi terhadap pandangan yang monolitik karena setiap permpuan juga memiliki perbedaannya masing-masing. Telepas dari pro dan kontra diseputar penggunaan pendekatan gaze , Tseëlon menekankan bahwa proses dialektik dari apa yang tampak dan tidak (visible dan invisibility) yang melahirkan sebuah representasi merupakan proses yang penting(Santoso, 2011:57). Tabel Tseëlon diatas juga dapat dijadikan perangkat untuk melihat apakah penggambaran didalam film tetap menekankan cara pandang laki- laki, ataukah sudah mulai sensitif terhadap cara pandang perempuan.

2.2.2. Film

a) Definisi Film

  Film, sinema, movie atau gambar bergerak (dalam Bahasa Inggrisdisebut montion picture) adalah serangkaian gambar- gambar yang diproyeksikan pada sebuah layar agar tercipta (tipuan) gerak yang hidup, gambar bergerak movie, film atau sinema adalah salah satu bentuk hiburan yang popular, yang menjadikan manusia melarutkan diri mereka dalam dunia imajinasi untuk waktu tertentu (Masbadar, 2008).Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film dapat diartikan dalam dua pengertian. Yang pertama, film merupakan sebuah selaput tipis berbahan

  seluloid yang digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari

  sebuah objek. Yang kedua, film diartikan sebagai lakon atau gambar hidup (KBBI 2001:307 ). Meski demikian, film juga mengajarkan manusia tentang sejarah, ilmu pengetahuan, tingkah laku manusia dan berbagai macam hal lainnya. Beberapa film mengkombinasikan hiburan dan pendidikan, agar proses belajar menjadi lebih mudah dan nyaman. Dalam semua bentuknya, sinema adalah sebuah seni yang indah sebagaimana bisnis, dan para pembuatnya akan memperoleh kebanggaan tinggi tersendiri akan hasil kreasi mereka.

b) Jenis-Jenis Film

  Film merupakan lakon yang menceritakan suatu kisah yang diperankan oleh beberapa orang dengan memiliki aspek-aspek sastra, yang disimpan dalam media yang diputar lalu dapat ditonton kembali oleh orang sebagai gambaran kehidupan. Ada tiga jenis film, salah satunya menurut Javandalasta( 2011:2 ) film dapat dikatagorikan dalam tiga jenis yaitu: 1) Film Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film pertama karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan yang dibuat sekitar tahun 1890. Film dokumenter merupakan cara kreatif mempresentasikan realitas. Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai tujuan. Film dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Film dokumenter tetap berpijak pada hal-hal senyata mungkin. Biasanya film dokumenter dibuat tanpa adanya sutradra atau orang yang mengarahkan, film jenis ini umumnya digunakan sebagai pengumpulan atau penyimpanan baik berupa gambar atau bahahan refrensi yang lain dan diperuntukan untuk pribadi.

  Seiring dengan perkembangan zaman film dokumnter mulai diputar dan muncul di masyarakat dengan pesatnya permintaan dari konsumen atau penikamt film. 2) Film Cerita Pendek adalah sebuah karya film cerita fiksi yang berdurasi kurang dari 60 menit. Di banyak negara seperti

  Jerman, Australia, Kanada, dan Amerika Serikat, film pendek dijadikan semacam laboratorium eksperimen dan batu loncatan bagi para film maker untuk memproduksi film panjang. Film jenis ini di Indonesia sendiri masih cukup jarang ada sehingga orang cenderung tahu kalau film yang di putar di bioskop merupakan film cerita pendek, dan pada kenyataannya bukan melainkan film panjang seperti dibawah ini. 3) Film Panjang adalah film cerita fiksi yang berdurasi lebih dari 60 menit. Umumnya berkisar antara 90-100 menit. Film yang diputar d bioskop umumnya termasuk dalam katagori ini. Film jenis ini adalah film yang paling sering dan sudah ada sejak lama di Indonesia, film jenis ini umumnya berada di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dll. Dan biasanya di pulau-pulau kecil film jenis ini beredar dengan kaset atau bahkan file yang dapat diakses melalui internet.

c) Film Sebagai Karya Sastra

  Film juga merupakan karya sastra yang terdiri atas aspek sastra dan aspek pementasan. Aspek sastra dalam film berupa skenario. Unsur instrinsik film terdiri dari tema, amanat/pesan, plot/alur, perwatakan/karakterisasi, konflik, dialog, tata artistik (make up, lighting, busana, properti, tata panggung, aktor, sutradara, busana, tata suara, penonton), casting (penentuan peran), dan akting (peragaan gerak para pemain) (Agustin, Mulyani dan Sulistiono, 1999:93). Jadi film merupakan lakon yang menceritakan suatu kisah yang diperankan oleh beberapa orang dengan memiliki aspek-aspek sastra, yang disimpan dalam media yan diputar lalu dapat ditonton kembali oleh orang sebagai gambaran kehidupan. Film bahkan dimasukkan ke dalam bagian dari kebudayaan berlangsung pada tahun 1951 di Bandung (Supardi 2011dalam Yuliatain 2012).