BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) - PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP HARGA SAHAM (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEI Periode 2015-2017) - U

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

  Agency Theory merupakan konsep yang menjelaskan hubungan

  kontraktual antara principals dan agents. Dalam hal ini prinsipal adalah pemilik atau pemegang saham, sedangkan yang dimaksud dengan agent adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Agency Theory menekankan akan pentingnya pemisahan kepentingan antara principal dan agent. Di sini terjadi penyerahan pengelolaan perusahaan dari principals kepada agents. Tujuan dari pemisahaan pengelolaan dari kepemilikan perusahaan, yaitu agar principal memperoleh keuntungan semaksimal mungkin dengan biaya yang seefisien mungkin ketika perusahaan tersebut dikelola oleh agent.

  Menurut Jensen dan Meckling (1976) mengatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara menejer (agen) dengan investor (pemilik). konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan pemilik. Sehingga, memicu biaya keagenan (agency cost). Sebagai agen, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian, terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha mencapai tingkat kemakmuran yang dikehendaki.

  Teori agensi juga menjelaskan tentang asimetri informasi, dimana manajer memiliki informasi lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan pemilik (pemegang saham). Sehingga, manajer cenderung melakukan manipulasi melalui manajemen laba untuk kepentingan pribadi. Konflik kepentingan antara pemilik dan agen dapat dikurangi dengan adanya mekanisme pengawasan yang dapat menyelaraskan kepentingan yang ada di dalam perusahaaan dengan menerapkan good corporate governance (Hadi, 2011).

2. Harga Saham

  Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Menurut Weston dan Brigham dalam Randy dan Juniarti (2013:305), harga saham didefinisikan sebagai The price at which stock sells in the market. Sedangkan, menurut Jogiyanto (2008) harga saham merupakan harga yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu dan harga saham tersebut ditentukan oleh pelaku pasar.

  Tinggi rendahnya harga saham ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham tersebut di pasar modal. Keown, et al., (2010) menjelaskan bahwa tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan nilai, atau harga saham perusahaan. Keberhasilan atau kegagalan keputusan manajemen hanya dapat dinilai berdasarkan dampaknya pada harga saham biasa perusahaan. Saham adalah tanda penyertaan atau tanda kepemilikan seseorang atau badan usaha pada sebuah perusahaan.

  Dahlan (2005) mendefinisikan saham sebagai surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perseroan terbatas. Sedangkan, menurut Hanafi dan Halim (2009) saham merupakan klaim paling akhir urutannya atau haknya. Bila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka kas yang ada dipakai untuk melunasi utang terlebih dahulu, baru kemudian jika terdapat sisa, kas tersebut digunakan untuk membayar pemegang saham. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut.

  Harga saham menurut Liestyana dan Handoyo (2009) adalah harga yang terkandung dalam surat kepemilikan bagian modal berdasarkan penilaian pasar yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran di bursa efek. Sedangkan, menurut Sartono (2014), harga saham pada prinsipnya adalah sebesar nilai sekarang atau present value dari aliran kas yang diharapkan akan diterima. Jika perusahaan mencapai prestasi yang baik, maka saham perusahaan tersebut akan banyak diminati oleh banyak investor. Prestasi baik yang dicapai perusahaan dapat dilihat di dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan.

  Menurut Kesuma (2009), harga saham adalah nilai nominal penutupan (closing

  

price) dari penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu

  perusahaan atau perseroan terbatas yang berlaku secara reguler di pasar modal di Indonesia.

  Menurut Husnan (2005), penentuan harga saham yang seharusnya telah dilakukan oleh setiap analis keuangan dengan tujuan untuk bisa memperoleh tingkat keuntungan yang menarik. Analisis saham bertujuan untuk menaksir nilai intrinsik suatu saham, dan kemudian membandingkannya dengan harga pasar saat ini saham tersebut. Nilai intrinsik menunjukkan present value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut. Pedoman yang digunakan adalah:

  (1) Apabila NI > harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai

  undervalued (harganya terlalu rendah), dan karenanya seharusnya

  dibeli atau ditahan apa saham tersebut telah dimiliki; (2) Apabila NI < harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai

  overvalued (harganya terlalu mahal), dan karenanya seharusnya dijual;

  (3) Apabila NI = harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai wajar harganya dan berada dalam kondisi keseimbangan.

  Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para profesional. Para profesional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris di perusahaan. Para profesional inilah yang akan menjaga kinerja perusahaan untuk tetap bekerja bagus dan baik. Hal ini penting agar harga saham perusahaan tetap stabil.

  Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran dan kondisi perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui baik- buruknya kinerja keuangan suatu perusahaan dan mencerminkan prestasi dalam periode tertentu. Oleh karena itu, dalam melakukan investasi, seorang investor tentu akan menanamkan modalnya pada perusahaan yang mempunyai kinerja keuangan yang baik. Kinerja keuangan yang baik menunjukkan bahwa perusahaan dapat meningkatkan kekayaan bagi pemegang sahamnya.

  Memaksimalkan kinerja operasional dan keuangan juga tidak dapat dipisahkan dengan peran lingkungan eksternal perusahaan. Perusahaan yang merupakan bagian dari lingkungan tentunya harus memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap publik, tidak hanya berfokus pada faktor finansial saja.

  Keberadaan perusahaan dalam melakukan kegiatan operasionalnya selalu memberikan dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan eksternalnya. Oleh karena itu, perusahaan harus bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan tersebut. Penerapan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibiliy-CSR) merupakan suatu bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan eksteralnya atas kegiatan operasional perusahaan

  3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Harga Saham

  Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi harga saham, diantaranya yaitu:

  1. Corporate Social Responsibility (CSR)

  Menurut Handriyani (2013:2) menyatakan bahwa CSR merupakan satu konsep akuntansi yang baru tentang transparansi dalam hal pengungkapan sosial atas kegiatan atau aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Transparansi informasi yang diungkapkan tidak hanya berupa informasi keuangan perusahaan saja, namun perusahaan juga diharapkan mengungkapkan informasi mengenai dampak-dampak sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan. Hal ini pun tertuang dalam peraturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 74 ayat (1) tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan segala sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

  Menurut Hadi (2011:56), CSR merupakan sebuah gagasan dimana perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single

  

bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam

  kondisi keuanganya (financial) saja. Tetapi, tanggung jawab perusahaan juga harus berpijak pada triple bottom line. Konsep triple bottom line merupakan keberlanjutan dari konsep sustainable development (pembangunan berkelanjutan) yang secara explisit telah mengaitkan antara dimensi tujuan dan tanggung jawab, baik kepada shareholder (pemilik perusahaan) maupun stakeholder (publik pemangku kepentingan). Konsep tersebut menunjukkan bahwa tanggungjawab sosial perusahaan merupakan suatu bentuk tindakan yang berawal dari pertimbangan etis perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi, peningkatan kualitas hidup bagi karyawan dan keluarganya, serta peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas.

  Menurut Carrol (1979) dalam Cecilia, dkk (2015:3) mengemukakan konsep piramida CSR, yaitu yang terdiri dari: ekonomi, legal, etika dan filantropi.

  Arti dari piramida tersebut adalah perusahaan yang terlibat dalam CSR akan bekerja untuk membuat laba, mematuhi hukum, berperilaku etis dan menjadi perusahaan yang baik. Menurut Elkington (1997) dalam Cecilia, dkk (2015:3) mengemukakan bahwa konsep triple bottom line (people, profit, dan planet) yang artinya bahwa agar perusahaan dapat mempertahankan keberlangsungannya maka perlu memperhatikan 3P, yaitu tidak hanya profit, namun juga mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat (people) serta ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Sehingga, perusahaan harus seimbang dalam kegiatan sosial, ekonomi dan lingkungan.

  Menurut Muliani, dkk (2014:4) menyatakan bahwa perusahaan semakin menyadari pentingnya menerapkan program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bagian dari strategi bisnisnya. Akuntabilitas dapat dipenuhi dan asimetri informasi dapat dikurangi jika perusahaan melaporkan dan mengungkapkan kegiatan CSR-nya ke para stakeholders. Dengan pelaporan dan pengungkapan CSR, para stakeholders akan dapat mengevaluasi hasil pelaksanaan CSR dan memberikan penghargaan/sanksi terhadap perusahaan sesuai hasil evaluasinya.

  Konsep pelaporan CSR digagas dalam Global Reporting Inisiative (GRI). Dalam GRI Guidelines disebutkan bahwa perusahaan harus menjelaskan dampak aktivitas perusahaan terhadap ekonomi, lingkungan, dan sosial pada bagian

  

standard disclosures. Tiga dimensi tersebut kemudian diperluas menjadi 6

  dimensi, yaitu: ekonomi dan sosial, lingkungan, praktek tenaga kerja, hak asasi manusia, masyarakat, dan tanggungjawab produk, dimana di dalamnya terdapat penjelasan sejumlah 79 item. 79 item ini terdiri dari: ekonomi: 9 item, lingkungan: 30 item, sosial: 40 item (terbagi dalam praktek tenaga kerja: 14 item, hak asasi manusia: 9 item, masyarakat: 8, dan tanggung jawab produk: 9 item).

  Menurut Wardoyo dan Veronica (2013:132) menyatakan pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan dalam laporan tahunan dapat diukur dengan cara menghitung indeks pengungkapan sosial. Variabel Corporate Social

  Responsibility (CSR) dalam penelitian ini diukur

  dengan menggunakan variabel

  dummy, yaitu:

  (1) Score 0 : Jika perusahaan tidak mengungkapkan item pada daftar pertanyaan.

  (2) Score 1: Jika perusahaan mengungkapkan item pada daftar pertanyaan.

  Indeks pengungkapan sosial perusahaan dihitung melalui jumlah item yang sesungguhnya diungkapkan perusahaan dengan jumlah semua item yang mungkin diungkapkan. Indeks pengungkapan sosial perusahaan dapat dirumuskan sebagai berikut (Wardoyo dan Veronica, 2013:137) : Pengungkapan Sosial = Item yang diungkapkan oleh perusahaan x 100% 79 (item pengungkapan)

  Namun, dalam penelitian ini difokuskan pada tujuh pengungkapan CSR dalam bidang lingkungan yang akan diukur (Permanasari, 2010) yaitu :

  1. Kebijakan Lingkungan

  2. Sertifikasi lingkungan dan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)

  3. Rating (termasuk penghargaan dibidang lingkungan)

  4. Energi (termasuk energi saving,total energi yang digunakan dan sebagainya)

  5. Pencegahan/pengolahan polusi (termasuk pengolahan limbah)

  6. Dukungan pada konservasi lingkungan

  7. Dukungan pada konservasi satwa Sehingga, penghitungan nilai Indeks pengungkapan sosial perusahaan dirumuskan sebagai berikut (Marius dan Masri, 2017) : Pengungkapan Sosial = Jumlah Total Kategori 7 item pengungkapan Untuk bisa mewujudkan bisnis secara berkelanjutan diperlukan adanya pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) oleh setiap perusahaan.

  Program CSR dalam penelitian ini mengangkat tema lingkungan, karena lingkungan sangat penting untuk dijaga kelestariannya. Perusahaan manufaktur sangat berhubungan dengan lingkungan karena polusi dan limbah yang ditimbulkan dari proses produksi dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan manufaktur diharapkan peduli dan berperan aktif terhadap lingkungan yang ada disekitarnya dengan cara menerapkan CSR dalam bidang lingkungan.

2. Good Corporate Governance (GCG)

  Menurut Randy dan Juniarti (2013:306), corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pula pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak- hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

  Menurut FCGI tujuan dari GCG adalah menciptakan nilai tambah untuk

  

stakeholder. FCGI juga berpendapat, apabila perusahaan menerapkan GCG, maka

  keuntungan yang bisa didapatkan oleh perusahaan antara lain perusahaan lebih mudah untuk mendapatkan tambahan modal sehingga cost of capital menjadi lebih rendah, meningkatkan kinerja bisnis, dan mempunyai dampak yang baik terhadap harga saham perusahaan.

  Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang tertuang dalam Pedoman Umum GCG Indonesia dalam Randy dan Juniarti (2013:306), terdapat 5 asas atau prinsip yang menjadi pedoman dalam penerapan GCG yaitu antara lain :

  1. Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. keterbukaan (transparency) maksudnya keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

  2. Kemandirian (independency), yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

  3. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Akuntabilitas (accountability) dapat juga diartikan sebagai kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

  4. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsipprinsip korporasi yang sehat. Pertanggungjawaban (responsibility) adalah kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan yang berlaku.

  5. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewajaran

  (fairness), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi

  hak-hak stakeholder yang timbul berdsarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

  Menurut Wardoyo dan Veronica (2013:132) menyatakan indikator mekanisme GCG yang digunakan adalah komisaris independen. Komisaris independen merupakan semua komisaris yang tidak memiliki kepentingan bisnis yang substansial dalam perusahaan. Independensi dewan komisaris diukur dari prosentase komisaris independen terhadap total dewan komisaris yang ada. Komisaris independen yang memiliki sekurang kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris, berarti telah memenuhi pedoman GCG guna menjaga independensi, pengambilan keputusan yang efektif, tepat, dan cepat. Wardoyo dan Veronica (2013:132) menyatakan indikator mekanisme GCG yang digunakan adalah jumlah anggota dewan direksi dalam suatu perusahaan, yang ditetapkan dalam jumlah satuan. Semakin banyak dewan komisaris maka mekanisme dalam memonitoring manajemen akan semakin baik, tentunya kepercayaan para pemegang saham juga akan semakin tinggi kepada perusahaan. Menurut Wardoyo dan Veronica (2013:132) menyatakan bahwa indikator mekanisme GCG yang digunakan adalah komite audit, komite audit diukur dengan anggota komite audit yang dimiliki suatu perusahaan. Mekanisme CG terdiri dari mekanisme internal dan mekanisme eksternal.

  Mekanisme internal adalah cara dalam mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal meliputi rapat umum pemegang saham (RUPS), komposisi dewan direksi dan dewan komisaris, pertemuan board of

  

director dan keberadaan komite audit. Mekanisme eksternalnya menggunakan

  kualitas audit. Menurut Sameh M. Reda Reyad (2013), kualitas audit merupakan salah satu dari mekanisme corporate governance. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dijelaskan bahwa dalam menjalankan tugas pengawasan, dewan komisaris dapat membentuk komite audit yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota dewan komisaris. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komite audit merupakan salah satu bagian dari mekanisme internal corporate governance dibawah pengawasan dewan komisaris.

2.2. Penelitian Terdahulu

  Penelitian ini mengacu pada beberapa peneliti sebelumnya. Hal ini dilakukan guna menemukan perbedaannya dan menambahkan kekurangan dari penelitian terdahulu. Beberapa penelitian terdahulu tentang GCG dan CSR, diantaranya yaitu:

  1. Nita Ayu Widyasari, Suhadak, dan Achmad Husaini (2015) dengan judul Pengaruh Good Corporate Governance (GCG) dan Pengungkapan

  Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Nilai Perusahaan (Studi

  Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei Periode 2011-2013) yang menyimpulkan bahwa GCG (komisaris independen) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, kepemilikan institusional dan komite audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan kepemilikan manajerial dan kualitas auditor eksternal berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

  2. Cici Putri Dianawati dan Siti Rokhmi Fuadati (2016) dengan judul Pengaruh CSR dan GCG Terhadap Nilai Perusahaan: Profitabilitas sebagai Variabel Intervening. Penelitiannya menyimpulkan bahwa semua variabel independen menimbulkan dampak yang signifikan terhadap nilai perusahaan melalui profitabilitas (ROE) sehingga layak untuk digunakan dalam penelitian. Hasil uji secara langsung maupun tidak langsung menunjukkan variabel corporate social responsibility (CSR), good

  corporate governance (GCG) dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

  3. Sulistia Melani dan Wahidahwati (2017) dengan judul Pengaruh CSR dan GCG Terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating. Penelitiannya menyimpulkan bahwa (1) Pengungkapan

  Corporate Social Responsibility berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. (2) Penerapan Good Corporate Governance) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai. Jika perusahaan menerapkan sistem GCG, akan meningkatnya kinerja perusahaan yang berdampak pada meningkatnya harga saham perusahaan, (3) variabel control size tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Ukuran perusahaan yang besar belum bisa menjamin nilai perusahaannya tinggi, (4) Variabel control

  leverage tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Manajemen belum

  dapat mengoptimalkan penggunaan hutang untuk meningkatkan nilai perusahaan, (5) Pengungkapan Corporate Social Responsibility mampu memoderasi pengaruh ROA pada nilai perusahaan hal ini mengindikasikan bahwa nilai ROA akan tinggi, dan akan menarik perhatian para investor untuk berinvestasi serta berpengaruh bagi peningkatan kinerja saham di bursa efek, (6) Penerapan Good Corporate Governance mampu memoderasi pengaruh ROA pada nilai perusahaan, (7) ROA mampu memediasi pengaruh Leverage terhadap Nilai Perusahaan sedangkan ROA tidak mampu memediasi pengaruh size terhadap nilai perusahaan.

  4. Reny Dyah Retno M. dan Denies Priantinah (2012) dengan judul Pengaruh

  Good Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan

  yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2010). Penelitiannya menyimpulkan bahwa 1) GCG berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan dengan variabel kontrol Size dan Leverage pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2007-2010 2) Pengungkapan CSR berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Nilai Perusahaan dengan variable kontrol Size, Jenis industri, Profitabilitas, dan Leverage pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2007-2010 3) GCG dan Pengungkapan CSR berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan pada perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2007-2010.

  5. Maureen Erna Marius dan Indah Masri (2017) dengan judul Pengaruh Good

  Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai

  Perusahaan. Penelitiannya menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial bepengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan.

  Kepemilikan Institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Komite audit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

2.3. Pengembangan Hipotesis dan Kerangka Pemikiran

2.3.1. Pengembangan Hipotesis

  Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 74 ayat (1) tentang Perseroan Terbatas dengan jelas menyatakan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan segala sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Sehingga, laporan CSR saat ini bukan lagi bersifat sukarela (voluntary) dimana suatu perusahaan membantu mengatasi problem sosial dan lingkungan, melainkan bersifat wajib (obligation) bagi perusahaan untuk peduli terhadap dan mengentaskan krisis kemanusiaan dan lingkungan yang terus meningkat.

  Banyak manfaat yang diperoleh perusahaan dengan pelaksanan Corporate

  

Social Responsibility, antara lain produk semakin disukai oleh konsumen dan

  perusahaan diminati investor. Pelaksanaan CSR akan meningkatkan nilai perusahaan dilihat dari harga saham sebagai akibat dari para investor yang menanamkan saham di perusahaan. Menurut Nurlela dan Islahuddin (2008:63) menyatakan bahwa dengan adanya praktik CSR yang baik, diharapkan nilai perusahaan yang dilihat dari harga saham juga akan dinilai dengan baik oleh investor.

  Selain itu, menurut Siallagan dan Machfoedz (2010:143) Good Corporate

  

Governance juga merupakan suatu sistem yang dapat mengatur dan

  mengendalikan perusahaan. Sehingga, dapat memberikan peningkatan nilai perusahaan (harga saham) kepada para pemegang saham. Tujuan corporate

  

governance adalah menciptakan nilai tambah bagi stakeholders. Manfaat

  dari penerapan Good Corporate Governance dapat diketahui dari harga saham perusahaan yang bersedia dibayar oleh investor. Penerapan GCG dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika dan peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven) datang dari kesadaran dari individu pelaku bisnis untuk menjalankan praktek bisnis yang mengutamakan kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan

stakeholder dan menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat.

  Sedangkan dorongan dari perusahaan (regulatory driven) “memaksa” perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Hasil penelitian Casario, et al (2015) menemukan bahwa GCG berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini didukung oleh penelitian Rustiarini (2010) yang menyimpulkan bahwa pengungkapan corporate

  

governance juga berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Selain itu, penelitian

  Siallagan dan Machfoedz (2006) juga menyimpulkan bahwa mekanisme corporate governance berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

2.3.1.1. Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap harga saham perusahaan manufaktur di BEI periode 2015-2017

  Menurut Fridagustina (2014) Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh positif signifikan terhadap Nilai Perusahaan (harga saham).

  Pengungkapan CSR oleh perusahaan akan memberikan respon positif bagi investor yang nantinya dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Hariarti dan Rihatiningtyas (2015) yang menyatakan bahwa meningkatnya pengungkapan CSR yang dilakukan oleh Perusahaan, akan menciptakan citra yang baik terhadap perusahaan. Sehingga, investor akan melihat hal ini sebagai hal yang positif untuk berinvestasi di perusahan tersebut. Disamping itu, apabila perusahaan manufaktur mampu memperhatikan pengelolaan lingkungannya, maka keberadaan perusahaan tersebut akan direspon positif oleh masyarakat.

  Sehingga, citra/image-nya meningkat yang akan diikuti dengan meningkatnya nilai perusahaan. Sehingga, berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis pertama dalam penelitian ini, yaitu H : Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh terhadap harga

  1 saham perusahaan manufaktur di BEI periode 2015-2017.

  

2.3.1.2. Good Corporate Governance (GCG) terhadap harga saham

perusahaan manufaktur di BEI periode 2015-2017

  Menurut Siallagan dan Machfoedz (2010:143) Good Corporate

  

Governance merupakan suatu sistem yang dapat mengatur dan

  mengendalikan perusahaan. Sehingga, dapat memberikan peningkatan nilai perusahaan kepada para pemegang saham. Penerapan GCG juga dipercaya dapat meningkatkan nilai perusahaan (harga saham). Corporate Governance merupakan suatu sistem yang dapat mengatur dan mengendalikan perusahaan, sehingga dapat memberikan peningkatan nilai perusahaan kepada para pemegang saham. Penelitian Rustiarini (2010) menunjukkan bahwa

  

corporate governance berpengaruh terhadap nilai perusahaan (harga saham).

  Hasil ini berarti bahwa penerapan good corporate governance telah menuntun perusahaan untuk melaksanakan CSR dengan baik dan benar, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan dan menaikkan harga sahamnya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis kedua dalam penelitian ini, yaitu:

  H

  

2 : Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh terhadap harga

  saham perusahaan manufaktur di BEI periode 2015-2017

2.3.1.3. Corporate Social Responsibility (CSR) dan Good Corporate

  

Governance (GCG) berpengaruh terhadap harga saham perusahaan

manufaktur di BEI periode 2015-2017 Saat ini, CSR sudah menjadi isu global yang fenomenal di dunia.

  Dengan melakukan penerapan CSR di suatu perusahaan, maka diharapkan perusahaan dapat lebih memperhatikan serta meminimalisir dampak-dampak yang dapat merugikan pihak lain, bukan hanya untuk kepentingannya sendiri. Berbagai masalah isu lingkungan banyak muncul di berbagai media, misalnya perusahaan tambang batubara atau bahan bakar fosil yang aktivitasnya selalu berkaitan dengan lingkungan. Banyaknya perusahaan tambang batubara di wilayah Indonesia memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya dapat memberikan lahan pekerjaan bagi masyarakat. Namun, dampak negatif dari pertambangan, yaitu: semakin terbatasnya sumber daya alam dan semakin banyaknya limbah yang dihasilkan sehingga akan menrugikan semua pihak terutama masyarakat sekitar.

  Dengan memiliki kinerja sosial dan lingkungan yang baik, otomatis dapat menimbulkan kepercayaan dari investor, sehingga akan direspon positif melalui peningkatan harga saham perusahaan yang bersangkutan dan para investor bersedia memberikan premium yang lebih kepada perusahaan yang memberikan transparansi atas pelaksanaan Good Corporate Governance dalam laporan tahunan mereka (Ni Wayan Rustiani, 2010).

  Penerapan Good Corporate Governance (GCG) sangat dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan dan konsistensi masyarakat terhadap sebuah perusahaan. Penerapan Good Corporate Governance semakin gencar diterapkan semenjak munculnya skandal akuntansi di dunia, yaitu kasus Enron, dan Worldcom yang melibatkan para akuntan. Sehingga, kondisi ini menuntut adanya penerapan GCG yang baik dan benar untuk dapat memperbaiki kinerja keuangan perusahaan. Beberapa hal yang dapat mendukung terbentuknya GCG dengan baik dan benar, antara lain, yaitu: mencegah dan meminimalisir praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), meningkatkan kedisiplinan anggaran, mendayagunakan pengawasan, serta mendorong efisiensi pengelolaan di dalam perusahaan.

  Pelaksanakan GCG juga harus didukung oleh seluruh organ yang ada di dalam perusahaan itu sendiri, seperti: Dewan Komisaris yang akan mengawasi kinerja dari manajer perusahaan, Komite Audit sebagai perantara antara auditor internal dan eksternal agar sesuai hukum dan peruturan yang berlaku, dan Kepemilikan institusional untuk mengawasi perusahaan dengan saham yang dimilikinya, serta komite-komite lainnya yang membantu dalam penerapan Good Corporate Governance. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis ketiga dalam penelitian ini, yaitu: H

  3 : Corporate Social Responsibility (CSR) dan Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh terhadap harga saham perusahaan

  manufaktur di BEI periode 2015-2017

2.3.2. Kerangka Pemikiran

  Berdasarkan uraian teori di atas, maka akan dibuatkan kerangka pemikiran serta penurunan hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini. Kerangka pemikirannya, yaitu:

  Corporate Social Responsibilty (CSR)

  X

  1 H

  1 Harga Saham

  Y H

  2 Good Corporate Governance (GCG)

  X

  2 H

  3 Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Tambang yang Terdaftar di BEI)

0 4 25

PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAN PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT PROFITABILITAS (Studi Empiris Pada Perusahaan Sektor Pertambangan Yang Terdaftar Di BEI )

0 3 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) - Pengaruh Good Corporate Governance, Kualitas Auditor Dan Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia

0 17 30

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) SEBAGAI VARIABEL MODERATING - Perbanas Institutional Repository

0 0 23

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) SEBAGAI VARIABEL MODERATING - Perbanas Institutional Repository

0 2 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) SEBAGAI VARIABEL MODERATING - Perbanas Institutional Repository

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu - PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN (Studi Pada Sektor Pertambangan Yang Terdaftar di BEI 2013-2015) - Perbanas Institutional Repository

0 0 29

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP NILAI PERUSAHAAN - Perbanas Institutional Repository

0 0 19

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP NILAI PERUSAHAAN - Perbanas Institutional Repository

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP NILAI PERUSAHAAN - Perbanas Institutional Repository

0 0 34