BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perbankan Syariah 2.1.1. Pengertian Perbankan Syariah - ANALISIS PENGARUH PDB, INFLASI, TINGKAT SUKU BUNGA DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DANA PIHAK KETIGA (DPK) PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA TAHUN 2012 – JUNI 2017 - UMBY repo
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perbankan Syariah 2.1.1. Pengertian Perbankan Syariah Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian bank adalah badan
yang mengurus uang, menerima simpanan dan memberi pinjaman dengan memungut bunga. Syariah menurut bahasa (kamus) ialah hukum yang telah ditetapkan oleh Tuhan, berasal dari kata syariat, berarti hukum yang tidak bisa diakal-akali oleh manusia sekalipun. Jadi Bank Syariah ialah bank yang berfungsi sebagaimana fungsinya, namun dengan aturan dan hukum yang telah ditetapkan sesuai Islam. Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip- prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Perbankan syariah atau Perbankan Islam المصرفية الإسلامية al
Mashrafiyah al-Islamiyah ) adalah suatu sistemyang pelaksanaannya
berdasarkan hukum Islam meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan pinjaman (riba), serta larangan untuk bedak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga
- – lembaga komersial swasta atau semi – swasta dalam komunitas muslim di dunia.
Di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah.
Secara umum, istilah yang digunakan dalam penyebutan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah di kalangan ahli ekonomi Islam di Indonesia berbeda-beda, ada yang menyebutnya sebagai Bank Islam, dan adapula yang menyebutnya sebagai Bank Syariah.
Istilah “Islam” dan “Syariah” memiliki pengertian yang berbeda. Namun, secara teknis penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah memiliki pengertian yang sama, yakni bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
(Sudarsono, 2004) Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah.
Muhammad (2002) dalam Donna (2006) : adalah lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat Islam.
Mangani (2009) Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain dalam penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha.
Secara konsep, bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan prinsip
- – prinsip syariah Islam, yaitu mengedepankan keadilan, kemitraan, keterbukaan dan universalitas bagi seluruh kalangan (Yusak Laksmana, 2009:10).
2.1.2. Sejarah Perbankan Syariah Di Indonesia
Walaupun di Indonesia masyarakatnya mayoritas Islam, namun belum ada Bank yang tercermin pada bank-bank Timur Tengah. Bank di Indonesia mayoritas merupakan bank cerminan barat (Amerika dan Eropa), yang lebih dikenal bank konvensional, dan sebenarnya kajian tentang perbankan syariah sudah muncul sejak tahun 1980-an namun realisasinya berdiri tahun 1991, oleh Bank Muamalat Indonesia. Bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini awalnya memiliki landasan hukum yang lemah UU No.7 Tahun 1992 belum dijelaskan tentang bank syariah, namun setelah terjadi revisi muncul Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dan dengan revisi Undang-Undang tersebut maka status bank syariah semakin kuat. Bank Muamalat Indonesia juga sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 1990-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal.
IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada Bank Muamalat Indonesia dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam undang-undang yaitu UU No.10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 Tahun 1997 tentang Perbankan.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah.
Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank di antaranya merupakan bank besar seperti Bank Negeri Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan asset lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian akan semakin signifikan.
2.1.3. Tujuan Bank Syariah
Tujuan bank Syariah yang diuraikan berikut ini merujuk pada buku Bank
dan Lembaga Keuangan Syariah yang ditulis oleh Hari Sudarsono. Tujuan Bank
dapat dijabarkan dalam 6 point tujuan utama yakni:
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi ummat untuk bermuamalat secara Islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktek- praktek riba atau jenis- jenis usaha/ perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis usaha tersebut selain di larang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat.
2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak membutuhkan dana.
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup ummat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang di arahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha.
4. Untuk menaggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank yang lebih menonjol kebersamaannya dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembangan moda kerja, dan program pengembangan usaha bersama.
5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi di akibatkan adanya inflasi, menghindari persaiangan yang tidak sehat antara lembaga keuangan.
6. Menyelamatkan ketergantungan ummat Islam terhadap bank non-syariah.
2.1.4. Prinsip – Prinsip Operasional Perbankan Syariah
Prinsip operasional bank Islam dalam menjalankan usahanya mencakup 5 aspek yaitu (Yuliadi, 2001:128) :
1. Sistem Simpanan Prinsip ini merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank Islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang mempunyai dana lebih dalam menyimpan dananya dalam bentuk al-
wadi’ah. Fasilitas ini diberikan
dengan tujuan untuk keamanan dan untuk kepentingan pemindahbukuan, bukan untuk tujuan investasi guna memperoleh keuntungan seperti halnya pada tabungan dan deposito. Dalam perbankan konvensional fasilitas al- wadi’ah hampir sama dengan giro.
2. Bagi Hasil (profit sharing) Sistem ini melakukan tata cara / mekanisme pembagian hasil usaha antara
Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh, prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produksi pendanaan yaitu tabungan dan deposito maupun pembiayaan. Karakteristik dari prinsip operasional bank syariah adalah menggunakan sistem bagi hasil berbeda esensial dengan sistem bungan (Yuliadi, 2001:128).
3. Prinsip Jual-beli dan margin keuntungan Prinsip ini merupakan penerapan tata cara jual beli (al-
buyu’) dalam hal ini
bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank atau sebagai kuasa bank untuk memberi barang tersebut. Dan nasabah dalam kapasitasnya sebagai agen atau kuasa melakukan pembelian barang atas nama bank kemudian bank menjual barang tersebut kepadanya dengan harga sejumlah harga beli ditambah (merk up).
4. Prinsip Sewa Prinsip ini secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu ijarah (sewa murni) seperti misalnya penyewaan alat-alat produksi sering disebut operating dan
lease bai’at-Takjiri (sewa beli) dalam hal ini penyewa mempunyai hak
untuk memiliki barang pada akhir masa sewa atau sering disebut financial lease .
5. Fee Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank.
Bentuk produk yang didasarkan atas prinsip fee antara lain bak garansi, kliring, inkaso, jasa tranfer dan sebagainya.
Di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS) meliputi :
1. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
2. Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
4. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad
istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
5. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
6. Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
ijarah muntahiya bittamlik
Prinsip Syariah;
7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
8. Melakukan usaha kartu debit atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
9. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah atau hawalah;
10. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah; 12. Melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah;
13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
15. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah;
16. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip
Syariah; dan 17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Semua kegiatan BUS boleh dilakukan oleh UUS, kecuali kegiatan Penitipan untuk kepentingan pihak lain dan fungsi sebagai Wali Amanat.
2.1.5. Produk Perbankan Syariah
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu produk penghimpunan dana, produk penyaluran dana dan produk jasa (Karim, 2010:97).
Produk bank syariah secara garis besar adalah sebagai berikut (Yuliadi, 2001:131):
1. Produk Pengerahan Dana a.
Giro Wadi’ah Dana nasabah yang disetorkan di bank syariah setiap saat nasabah berhak mengambilnya dan berhak memperoleh bonus dari peruntungan pemanfaatan dana giro oleh bank. Besarnya bonus tidak ditetapkan di muka tetapi merupakan kebijakan dari pihak bank.
b.
Tabungan Mudharabah Dana yang disimpan nasabah akan dikelola oleh bank untuk investasi agar memperolah keuntungan. Besarnya bagian keuntungan bagi nasabah berdasarkan kesepakatan. Jenis tabungan ini dapat dikembangkan menurut kebutuhan yang diperlukan.
c.
Deposito Investasi Mudharabah Produk mensyaratkan bahwa dana yang disimpan hanya bisa ditarik bedasarkan jangka waktu yang telah ditentukan dengan bagi keuntungan berdasarkan keuntungan.
d.
Tabungan Haji Mudharabah Dana yang disimpan pihak ketiga yang penarikan pada saat nasabah akan menunaikan ibadah haji, atau kondisi tertentu sesuai dengan perjanjian. Besarnya imbalan ditentukan berdasarkan bagi hasil (mudharabah).
e.
Tabungan Qurban Simpanan pihak ketiga yang dihimpunkan untuk ibadah qurban yang penarikan dilakukan pada saat nasabah akan melaksanakan ibadah qurban atau atas kesepakatan antara pihak bank dan nasabah. Pembagian keuntungan bedasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).
2. Produk Penyaluran Dana a.
Mudharabah Produk memberikan fasilitas penyediaan pembiayaan modal investasi atau modal kerja hingga 100% sedangkan nasabah berperan sebagai pihak yang mengelola dana. Besarnya bagi keuntungan melalui perjanjian yang sesuai dengan proporsinya. b.
Murobahah Dalam produk ini untuk menyediakan dana bagi pembiayan pembelian barang lokal maupun internasional. Pembiayaan ini hampir sama dengan kredit modal kerja bank konvensional oleh sebab itu jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank memperoleh keuntungan dari barang yang dinaikan (mark up).
c.
Ba’i Bithaman ‘Ajil Pembiayaan pembelian barang dengan cicilan. Pembiayaan ini cicilan mirip dengan kredit investasi dari bank konvensional, karena itu jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank mendapat keuntungan dari harga barang yang dinaikan (merk up).
d.
Al-Qordhul Hasan Produk ini merupakan pinjaman lunak bagi pengusaha yang benar- benar yang membutuhkan modal kerja. Nasabah tidak perlu membagi keuntungan kepada bank tetapi hanya membayar biaya administrasinya saja.
e.
Musyarakah Pembiayaan yang sebagian modal usaha merupakan penyertaan dari pihak bank dan akan dilibatkan dalam proses menejemen usaha.
Pembagian keuntungan bedasarkan perjanjian sesuai dengan besarnya proporsi penyertaan modal. f.
Produk-produk lainnya Selain dari produk penyaluran dana seperti diungkap di atas bank Islam juga memberikan jasa-jasa lainnya, seperti : 1)
Jasa penerbitan L/C L/C adalah surat pernyataan akan membayar eksportir yang diterbitkan oleh bank atas permintaan importer dengan pemenuhan persyaratan tertentu. 2)
Bank Garansi Jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada pihak ketiga dimaksud. 3)
Penukaran Valuta Asing (sharf) Transaksi penukaran mata uang yang berlain jenis, baik membeli atau mejual kepada nasabah.
2.1.6. Perbedaan Bank Syariah Dan Bank Konvensional
Sistem perbankan syariah berbeda dengan sistem perbankan konvensional, karena sistem keuangan dan sistem perbankan syariah yang cakupannya lebih luas. Karena itu, perbankan syariah tidak hanya dituntut untuk menghasilkan profit secara komersial, namun juga dituntut secara sungguh- sungguh menampilkan realisasi nilai-nilai syariah.
Tabel 2.1.
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
No Aspek Bank Syariah Bank Konvensional
1. Falsafah Tidak berdasarkan bunga, spekulasi, dan ketidakjelasan
Berdasarkan bunga
2. Operasional Dana masyarakat berupa titipan dan investasi yang baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu. Penyaluran pada usaha yang halal dan menguntungkan
Dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo. Penyaluran pada sektor yang menguntungkan aspek halal tidak menjadi pertimbangan utama
3. Produk Multi produk (jual bebagi hasil, dan jasa)
Produk tunggal (kredit)
4. Organisasi Harus memiliki dewan pengawas syariah Tidak memiliki dewan pengawas syariah
5. Dasar Hukum Al- qur’an, Sunnah, Fatwa Ulama, Bank Indonesia dan Pemerintah
Pemerintah dan Bank Indonesia
6. Uang Uang bukanlah komoditi tetapi hanyalah alat pembayaran
Uang adalah komoditi selain itu juga sebagai alat pembayaran
Sumber : Sudarsono, 2007
2.2. Produk Domestik Bruto (PDB) 2.2.1. Pengertian PDB (gross domestic product,GDP)
(Sukirno, 2006 : 9 - 10), menyebutkan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mana perkembangan tersebut selalu dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan pendapatan nasional pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan pendapatan nasional adalah nilai barang dan jasa yang diproduksikan dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu dan secara konseptual nilai tersebut dinamakan Produk Domestik Bruto (PDB).
(Mankiw, 2000:35) Produk Domestik Bruto mengukur pendapatan setiap orang dalam perekonomian dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa perekonomian.
(Djohanputro, 2006: 61) Produk Domestik Bruto (PDB) adalah total nilai (dalam satuan mata uang) dari semua produk akhir, baik berupa barang maupun jasa, disuatu negara.
(Mankiw, 2000:24) Setelah mengetahui apa yang dapat dan tidak diukur dengan PDB, selanjutnya kita harus mengetahui komponen
- – komponen dari PDB. PDB (yang ditunjukkan sebagai Y) dibagi atas empat komponen : konsumsi (C), investasi (I), belanja negara (G), dan ekspor neto (NX):
Y = C + I + G + NX (Mankiw, 2000:25) Produk Domestik Bruto (gross domestic ekspor bersih. Persamaan ini adalah persamaan identitas
- – sebuah persamaan yang harus digunakan agar variabel - variabel bisa didefinisikan. Komponen tersebut ialah :
1. Konsumsi (consumtion) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga.
2. Investasi (investment) terdiri dari barang
- – barang yang dibeli untuk penggunanaan masa depan.
3. Pembelian Pemerintah (government purchases) adalah barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah pusat, negara bagian dan daerah.
4. Ekspor Bersih (net exports) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain.
2.2.2. Perhitungan Produk Domestik Bruto
Perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) secara konseptual menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan Produksi Produk Domestik Bruto adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi dalam penyajian ini dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha atau sektor, yaitu: (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5) Konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, real estate dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah).
2. Pendekatan Pendapatan Produk Domestik Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.Dalam definisi ini, PDB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).
3. Pendekatan Pengeluaran Produk Domestik Bruto adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4) perubahan inventori dan (5) ekspor neto (merupakan ekspor dikurangi impor).
(Sudarso, 1999:80) Indonesia dalam menghitung pendapatan nasionalnya tidak menggunakan tiga cara tersebut, tetapi hanya menggunakan dua macam cara saja yaitu cara produksi dan cara pengeluaran.
2.3. Inflasi 2.3.1. Pengertian Inflasi
(Boediono, 2016: 155) Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus.Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain.
Menurut Nopirin (2000), tingkat kenaikan harga tersebut tidak selalu dalam persentase yang sama.
Dalam penelitian Agnes Sediana Milasari (2010) definisi lain menegaskan bahwa inflasi terjadi pada saat kondisi ketidakseimbangan (disequilibrium) antara permintaan dan penawaran agregat, yaitu lebih besarnya permintaan agregat daripada penawaran agregat. Dalam hal ini tingkat harga umum mencerminkan keterkaitan antara arus barang atau jasa dan arus uang. Bila arus barang lebih besar dari arus uang maka akan timbul deflasi, sebaliknya bila arus uang lebih besar dari arus barang maka tingkat harga akan naik dan terjadi inflasi. Secara umum pendapat ahli ekonomi menyimpulkan bahwa inflasi yang menyebabkan turunnya daya beli dari nilai uang terhadap barang-barang dan jasa, besar kecilnya ditentukan oleh elastisitas permintaan dan penawaran akan barang dan jasa. Faktor lain yang juga turut menentukan fluktuasi tingkat harga umum diantaranya adalah kebijakan pemerintah mengenai tingkat harga, yaitu dengan mengadakan kontrol harga, pemberian subsidi kepada konsumen dan lain sebagainya.
Menurut Bank Indonesia indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Indikator lainnya berdasarkan yaitu :
International Best Practice
1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga perdagangan besar dari suatu komoditas adalah harga transaksi yang terjadi antara pedagang besar pertama dengan pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.
2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) 30 dihasilkan dengan membagi Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga nominal dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan.
Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan dari tingkat harga secara umum.Persamaannya adalah sebagai berikut (Karim, 2008:136).
2.3.2. Jenis – Jenis Inflasi (Boediono, 2016: 156) Inflasi dapat digolongkan dengan beberapa cara.
Pertama adalah berdasarkan atas parah tidaknya inflasi tersebut. Atau berdasarkan tingkat inflasinya. Inflasi digolongkan menjadi empat tingkatan, yaitu:
1. Inflasi ringan (dibawah 10% setahun) 2.
Inflasi sedang (antara 10 – 30% setahun)
4. Hiperinflasi (diatas 100% setahun).
(Rozalinda, 2014:304) Inflasi dapat digolongkan menurut besarnya, yaitu :
1. Inflasi ringan (low inflation), yang disebut juga dengan inflasi satu dijit (single digit inflation), yaitu inflasi dibawah 10 persen per tahun. Tingkat inflasi yang berkisar antara 2 sampai 4 persendikatakan tingkat inflasi yang rendah. Bagi negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi yang terjadi berkisar antara 2 sampai 4 persen pertahun. Menurut (Djohanputro, 2006 : 150-153) Inflasi ini masih dianggap normal. Dalam rentang inflasi ini orang masih percaya pada uang dan masih mau memegang uang.
2. Inflasi sedang (galloping inflation), atau double digit bahkan triple digit yaknni inflasi antara 20% sampai 200% pertahun. Inflasi seperti ini
inflation
terjadi karena pemerintah lemah, perang, revolusi dan kejadian lain yang menyebabkan barang tidak tersedia sementara uang berlimpah sehingga orang tidak percaya pada uang. Pada saat seperti ini orang hanya mau memegang uang seperlunya saja, sedangkan kekayaan disimpan dalam bentuk aset-aset riil. Orang menumpuk barang-barang, membeli rumah dan tanah. Pasar uang akan mengalami penyusutan dan perndanaan akan dialokasikan melalui cara-cara selain dari tingkat bunga serta orang tidak akan mau memberikan pinjaman kecuali dengan tingkat bunga yang tinggi.
3. Hyperinflation , yaitu inflasi di atas 200% per tahun. Dalam keadaan seperti ini, orang tidak percaya pada uang. Lebih baik membelanjakan uang dan barang-barang jenis ini kenaikan harganya setara dengan inflasi. Inflasi yang sangat berbahaya ini muncul sebagai akibat dari : a.
Munculnya kehancuaran sosial dan runtuhnya aktivitas perekonomian b.
Ketidakmampuan pemerintah untuk mengamankan situasi serta kehilangan kekuasaan terhadap rakyat c.
Terjadinya perang yang menghancurkan, seperti yang terjadi terhadap mata uang Irak sejak tahun 1999 setelah perekonomian negara tersebut diboikot dan diserang Amerika dan sekutunya. Indonesia pada tahun 1966 juga pernah mengalami hiperinflasi dengan tingkat inflasi 650%.
Inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (over heated), artinya kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya yang mengakibatkan harga cenderung mengalami kenaikan. Kondisi ekonomi yang over heated tersebut juga akan menurunkan daya beli uang (purchasing power of money) dan mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya (Tandelilin:2001).
(Boediono, 2016:156) atas dasar sebab musabab awal dari inflasi, inflasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebut demand inflation.
2. Inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi. Inflasi ini disebut .
cost inflation
Harga Harga
Sumber : Boediono, 2016
Gambar 2.1. Perbedaan InflasiGambar 2.1. menerangkan bahwa perbedaan macam kedua inflasi tersebut dimana gambar A merupakan suatu demand inflasion. Karena permintaanmasyarakat akan barang-barang (aggregate demand) bertambah (misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan percetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah), maka kurva aggregate demand bergeser dari Z1 ke Z2. Akibatnya tingkat harga umum naik dari P1 ke P2.
Gambar B, bila ongkos produksi naik (misalnya, karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau kenaikan harga bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (aggregate supply) bergeser dari S1 ke S2.
(Rozalinda, 2014 :307) orang harus melepaskan diri dari uang dan dari menyebabkan terjadinya inflasi kembali (self feeding inflation). Hal itu merusak efisiensi sistem moneter. Inflasi melemahkan semangat menabung masyarakat (menurunnya marginal propensity to save) dan meningkatkan kecenderungan berbelanja terutama untuk kebutuhan nonprimer dan barang barang mewah (naiknya marginal propensity to consume).
2.3.3. Jenis Sasaran Inflasi
Inflasi Berdasarkan IHK Berdasarkan Laporan Tahunan BI (2000), secara umum inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga yang terjadi secara terus menerus pada seluruh kelompok barang dan jasa. Ada dua indikator yang mencerminkan perubahan harga-harga yaitu :
1. Inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) (Inflasi Aktual)
Sebagai indikator yang mencerminkan perubahan harga-harga, inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator inflasi yang paling umum digunakan baik di Indonesia maupun di sejumlah negara lainnya.Hal ini berkaitan dengan kontinuitas penyediaan data yang dapat disediakan dengan segera dan perannya yang lebih dapat mencerminkan kenaikan biaya hidup masyarakat. Namun demikian, dengan tingginya variabilitas pergerakkan harga relatif di antara komponen barang yang tercakup dalam perhitungan IHK serta tingginya pengaruh nonfundamental seperti pengaruh musiman dan dampak penerapan kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan dalam perkembangan inflasi di indonesia, seringkali pergerakkan inflasi IHK (inflasi aktual) tidak mencerminkan diatas. Hal ini dapat berimplikasi terhadap kurang tepatnya arah kebijakan moneter yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam upaya pengendalian laju inflasi, yang mengacu pada perkembangan harga-harga. Menghadapi hal ini, Bank Indonesia telah melakukan berbagai penelitian dalam rangka mendapatkan indikator perubahan harga yang lebih tepat mencerminkan perubahan harga-harga fundamental (perubahan harga-harga yang disebabkan oleh kondisi perekonomian secara agregat). Indikator tersebut akan digunakan oleh Bank Indonesia sebagai penunjuk arah bagi penetapan kebijakan Analisis dampak, sekaligus dapat dijadikan alternatif sasaran inflasi yang akan dicapai. Penelitian ini menghasilkan beberapa jenis inflasi inti (core inflation) yang diperoleh dari berbagai metode, dimana masing-masing metode dibedakan oleh cara mengeluarkan gangguan- gangguan yang ada dalam inflasi IHK (Bank Indonesia, 2000)
2. Core Inflation (Inflasi Inti)
Inflasi inti adalah laju inflasi yang diturunkan dari inflasi IHK dengan mengeluarkan unsur noise dalam keranjang IHK. Beberapa unsur noise dalam IHK adalah faktor-faktor seperti kenaikan biaya input produksi (misalnya melalui efek terhadap harga akibat depresiasi nilai tukar dan kenaikan harga komoditi input untuk industri), kenaikan biaya energi dan transportasi, kebijakan fiskal, dan lain-lain. Semua faktor-faktor ini tidak memiliki relevansi dengan kebijakan moneter.
2.4. Tingkat Suku Bunga 2.4.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga
Suku bunga adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam perekonomian suatu negara selain inflasi. Suku bunga dapat mempengaruhi keseimbangan antara simpanan masyarakat dan investasi pada sektor riil, selanjutnya mempengaruhi jumlah lapangan kerja dan tingkat pengangguran.
Lebih jauh lagi implikasinya dapat mempengaruhi pendapatan masyarakat. Hal tersebut biasa disebut multiplier effect. Karena itu penetapan tingkat suku bunga banyak mempertimbangkan berbagai faktor yang akan menjadi akibat yang akan terjadi dari penetapan tingkat suku bunga tersebut. Kenaikan atau penurunan suku bunga dalam bursa efek juga sangat terasa imbasnya terutama terhadap saham- saham perbankan yang dalam hal ini berfungsi sebagai lembaga intermediasi, yaitu lembaga penyalur kredit kepada masyarakat. Tingginya suku bunga dan biaya operasional berdampak negatif terhadap kemampuan perusahaan perbankan dalam memenuhi kewajibannya sehingga menurunkan kualitas kredit perbankan. Tingkat bunga adalah jumlah tertentu yang harus dibayarkan peminjam kepada pemberi pinjaman atas sejumlah uang tertentu untuk membiayai konsumsi dan investasi.
Menurut Brigham dan Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar Yulianto (2010:164) menyatakan pengertian suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk meminjam modal utang. Kemudian yang dimaksud suku bunga di sini adalah suku bunga yang diberlakukan Bank Indonesia (BI) selaku bank
Menurut (Dahlan Siamat, 2005:139), menyatakan pengertian BI rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter. Dalam ekonomi konvensional, bunga merupakan penghasilan bagi pemilik uang, disebabkan pengorbanannya selama waktu tertentu untuk melepaskan kesempatan menggunakan uang tersebut karena digunakan oleh pihak lain. Jadi, menurut monetarist bunga tidak ubahnya seperti orang yang menyewakan rumahnya kepada pihak lain.
Menurut Keynes, dalam Wardane (2003), tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau gain. Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Suku bunga nominal Adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum.Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan.
2. Suku bunga riil Adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi.
Dalam Kamus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa Interest (bunga, kepentingan, hak) merupakan: (1) beban atas penggunaan uang dalam suatu periode, dan (2) suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu perusahaan, usaha dagang, atau sumber daya.
(Mankiw, 2000:54) Jenis tingkat bunga dapat berbeda karena tiga hal, yaitu :
1. Jangka waktu pinjaman (terms) Beberapa jenis pinjaman memiliki jangka waktu pendek, bahkan ada yang berjangka semalam (over night). Pinjaman lain memiliki jangka waktu tiga puluh tahun atau bahkan lebih panjang dari itu. Tingkat bunga pinjaman tergantungan pada jangka waktu pinjaman ini. Tingkat bunga pinjaman jangka panjang biasanya, namun tidak selala lebiih tinggi daripada tingkat bunga pinjaman jangka pendek.
2. Risiko Kredit (credit risk) Dalam memutuskan pemeberian pinjaman, seorang pemberi pinjaman harus memperhitungkan probabilitas peminjam untuk membayar kembali pinjamanannya. Undang-undang memungkinkan peminjam untuk tidak membayar pinjamannya jika ia dinyatakan bangkrut menurut undang- undang. Semakin tinggi probabilitas kemampuan membayar kembali pinjaman, maka semakin tinggi tingkat bunganya. Risiko kredit paling aman adalah pemerintah, sehingga obligasi yang dikeluarkan pemerintah cenderung memberikan tingkat bunga yang rendah. Di sisi lain, perusahaan- hanya melalui penerbitan obligasi-obligasi kelas bawah (junk bonds). Junk bond ini memberikan tingkat bunga yang sangat tingggi untuk mengompensasi tingginya risiko kegagalan pembayaran kembali.
3. Pajak Pajak yang dikenakan pada tingkat bunga berbagai jenis obligasi berbeda- beda;. Pada obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat dan daerah yang dinamakan municipal bonds, para pemegang obligasi tidak membayar pajak penghasilan federal untuk tingkat bunga yang diperolehanya. Oleh karena itu, municipal bonds hanya memberikan tingkat bunga yang rendah.
2.4.2. Macam – Macam Bunga
Menurut Kasmir (2012: 114), bunga juga dapat diartikan sebagai yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman). Terdapat dua macam bunga yang diberikan kepada nasabah dalam kegiatan perbankan sehari-hari yaitu:
1. Bunga simpanan, bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan, dan bunga deposito;
2. Bunga pinjaman, bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai contoh bunga kredit (Kasmir, 2012: 114).
Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman masing- masing saling mempengaruhi satu sama lainnya. Pengukuran besarnya bunga bank disebut dengan istilah tingkat suku bunga (Sentot, 2009: 117).
(Kasmir, 2010: 38) Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan dana, faktor kebutuhan dana dikhususkan untuk dana simpanan,
yaitu seberapa besar kebutuhan dana yang diinginkan. Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi adalah dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Namun, peningkatan suku bunga simpanan akan pula meningkatkan suku bunga pinjaman. Sebaliknya, apabila dana yang ada dalam simpanan di bank banyak sementara permohonan pinjaman sedikit, maka bunga simpanan akan turun karena hal ini merupakan beban.
2. Target laba yang diinginkan, faktor ini dikhususkan untuk bunga pinjaman.
Hal ini disebabkan target laba merupakan salah satu komponen dalam menentukan besar kecilnya suku bunga pinjaman. Jika laba yang diinginkan besar, bunga pinjaman ikut besar dan demikian pula sebaliknya. Namun, untuk menghadapi pesaing target laba dapat diturunkan seminimal mungkin.
3. Kualitas jaminan, kualitas jaminan juga diperuntukkan untuk bunga
pinjaman. Semakin likuid jaminan (mudah dicairkan) yang diberikan,
4. Kebijaksanaan pemerintah, dalam menentukan baik untuk bunga simpanan
maupun bungan pinjaman bank tidak boleh melebihi batasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Artinya, ada batasan maksimal dan batasan minimal untuk suku bunga yang diizinkan. Tujuannya adalah agar bank dapat bersaing secara sehat.
5. Jangka waktu, Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman faktor jangka
waktu sangat menentukan. Semakin panjang jangka waktu pinjaman, akan semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan risiko di masa mendatang, demikian pula sebaliknya.
6. Reputasi perusahaan, reputasi perusahaan juga sangat menentukan suku
bunga terutama untuk bunga pinjaman. Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid kemungkinan risiko kredit macet dimasa mendatang relatif kecil dan demikian sebaliknya.
7. Produk yang kompetitif, produk yang kompetitif sangat menentukan besar
kecilnya bunga pinjaman. Kompetitif maksudnya adalah produk yang dibiayai tersebut laku di pasaran. Untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif.
8. Hubungan baik, biasanya bunga pinjaman dikaitkan dengan faktor
kepercayaan kepada seseorang atau lembaga. Dalam praktiknya, biasanya nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini didasarkan kepada keaktifan serta loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank. Nasabah utama biasanya mempunyai hubungan yang baik dengan pihak bank, sehingga dalam penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa.
9. Persaingan, dalam memperebutkan dana simpanan, maka di samping faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing.
Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata-rata 16%, maka jika hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan kita naikkan di atas bunga pesaing misalnya 16%. Namun, sebaliknya untuk bunga pinjaman kita harus berada di bawah bunga pesaing.
2.4.3. Pandangan Islam Tentang Suku Bunga
Ekonomi Islam tidak menggunakan bunga sebagai salah satu instrumen moneter, karena bunga menurut pandangan Islam equivalen dengan riba yang telah diharamkan oleh Allah SWT. Riba secara bahasa adalah bertambah. Sedangkan secara istilah riba adalah akad tukar menukar yang disertai syarat untuk melebihi kadar barang pengganti dari salah satu pihak yang berakad.
(Kalsum, 2014) Pelarangan riba dalam Islam secara tegas dinyatakan baik dalam Al-quran maupun hadis yang diwahyukan secara berangsur-angsur seperti halnya pengharaman khamar. Pada awalnya, para ekonom yang tertarik dengan sistem perbankan Islam meragukan dan kerap kali bertanya bagaimana mekanisme operasional suatu sistem keuangan atau perbankan bekerja tanpa adanya variabel terpentingnya yakni bunga. Jika dilihat sekilas nampaknya bunga amat menguntungkan dan tidak berefek apa-apa. Padahal dampak yang ditimbulkan sangat beragam sebagaimana dianalisis para ahli.
1. Akar Penyebab Krisis Keuangan Disamping itu, bunga bersifat fluktuaktif sehingga menyebabkan kondisi perekonomian tidak stabi. Fluktuasi suku bunga dapat mempengaruhi perilaku penabung maupun investor. Ketika tingkat bunga tinggi maka jumlah tabungan secara agregat meningkat dalam jumlah yang sangat besar.
Di lain pihak, tingkat bunga yang tinggi bukanlah kondisi yang baik bagi para investor untuk melakukan investasi. Akibatnya pada waktu tingkat bunga tinggi permintaan investasi sangat rendah. Keadaan seperti ini akan dengan sendirinya mendorong tingkat bunga turun ke tingkat yang lebih rendah. Demikian juga ketika tingkat bunga rendah yang diuntungkan adalah para investor namun sebaliknya para penabung enggan memberikan dananya dalam pasar investasi, akibatnya penawaran dana tersebut sangat berkurang. Kondisi ini akan menyebabkan kurangnya dana yang dibutuhkan oleh para investor, sehingga keadaan tersebut dengan sendirinya akan mendorong tingkat bunga ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Demikian seterusnya, fluktuasi suku bunga akan mempengaruhi tabungan dan investasi dan akhirnya berefek pada kondisi perekonomian secara makro.
2. Terjadinya Decoupling Sektor Riil dan Sektor Moneter Suku bunga juga merupakan sumber permasalahan yang mengakibatkan ketidakstabilan perekonomian karena bunga merupakan instrumen yang
Dalam Islam tidak dikenal adanya dikotomi antara sektor moneter dengan sektor riil. Dalam Islam, sistem bagi hasillah yang menjadi jantung sektor moneter perekonomian bukan bunga, sebab dengan sistem bagi hasil yang dibutuhkan kecepatan peredaran atau perputaran uang tersebut.
3. Terjadinya konglomerasi kekayaan dan kesenjangan ekonomi.
Bunga sebenarnya merusak