BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Peran Kepala Sekolah - BAB II NITA SETIANI PAI'17

  perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat. Selanjutnya Veitza Rivai dan Sylviana Murni dalam Mu‟min (2011: 7) menjelaskan bahwa peran adalah perilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu.

  Berdasarkan definisi - definisi di atas dapat penulis menarik kesimpulan bahwa peran adalah perangkat tingkah laku yang dimiliki oleh seseorang yang berkedudukan di masyarakat atau lembaga lembaga tertentu.

  Kepala sekolah terdiri dari dua kata yaitu „kepala‟ dan „sekolah‟. Kata „kepala‟ dapat diartikan „ketua‟ atau pemimpin‟ dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang „sekolah‟ adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima atau memberi pelajaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kepala sekolah yaitu orang (guru) yang memimpin suatu sekolah (2001: 246) .

  Wahjosumidjo (2008: 83) mendefinisikan bahwa kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

  7 Kepala sekolah dalam satuan pendidikan merupakan pemimpin, untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah kepala sekolah harus mampu meningkatkan kompetensi pedagogik para guru termasuk tenaga kependidikan yang berada dibawah kewewenangannya.

  Didin Kurniadin (2013:295) menyatakan bahwa kepala sekolah mempunyai jabatan dan 2 peran penting dalam melaksanakan proses pendidikan. Pertama, kepala sekolah adalah pengelola pendidikan disekolah dan kedua kepala sekolah adalah pemimpin formal pendidikan disekolah.

  Keberhasilan sekolah adalah usaha pencapaian tujuan-tujuan sekolah yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien, untuk mencapai keberhasilan tersebut diperlukan suatu proses administrasi pendidikan minimal meliputi perilaku manusia berorganisasi dalam kebudayaan yang berlaku sebagai alat komunikasi. Perilaku manusia berorganisasi dapat dinyatakan dalam bentuk perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, atau bimbingan sumber daya yaitu yang meliputi manusia, program pendidikan dan fasilitas. Wahana untuk mencapai produktivitas pendidikan adalah pengelola pendidikan. Pengelola pendidikan adalah usaha untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengelolaan penddikan disekolah dilakukan oleh seorang kepala sekolah (Rohiat, 2008: 18).

  Dari beberapa definisi di atas dapat penulis menarik kesimpulan bahwa peran kepala sekolah adalah seperangkat tingkah laku yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah dalam memimpin sebuah sekolah.

  Sallis (1993: 173) dalam Arinto (38) menyebutkan peranan utama pemimpin pendidikan dalam kultur (budaya) mutu yaitu sebagai berikut: a. Memiliki visi mutu terpadu bagi instansi.

  b. Memiliki komitmen yang jelas terhadap proses peningkatan mutu.

  c. Mengkomunikasikan pesan mutu.

  d. Memastikan kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan praktek institusi.

  e. Mengarahkan perkembangan karyawan.

  f. Berhati-hati dengan tidak menyalahkan orang lain saat persoalan muncul tanpa bukti-bukti yang nyata.

  g. Memimpin inovasi dalam institusi.

  h. Mampu memastikan bahwa struktur organisas secara jelas telah mendefinisikan tanggung jawab dn mmpu mempersiapkan delegasi yang tepat. i. Memilikikomitmen untuk menghilangkan rintangan, baik yang bersifat organisasional maupun kultural. j. Membangun tim yang efektif. k. Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawasi dan mengevauasi kesuksesan.

  Menurut Dinas Pendidikan (dulu: Depdikbud) menyatakan dalam buku Mulyasa (2009: 97) bahwa paradigma baru manajemen pendidikan, kepala sekolah sedikitnya harus mampu berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, motivator.

  1. Kepala Sekolah Sebagai Educator Kepala sekolah dalam melaksanakan perannya sebagai seorang educator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meninngkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya.

  Sumidjo (1999: 122) dalam buku Mulyasa (2010: 99) mengemukakan bahwa memahami arti pendidik tidak cukup berpegang pada konotasi yang terkandung dalam definisi pendidik, melainkan harus dipelajari keterkaitannya dengan makna pendidikan, sarana pendidikan dan bagaimana strategi pendidikan itu dilaksanakan. Untuk kepentingan tersebut kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan, dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni pembinaan mental, moral, fisik, dan artistik.

  Upaya-upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerjanya sebagai educator, khususnya dalam peningkatan kinerja tenaga kependidikan, salah satunya yaitu kemampuan mengembangkan tenaga kependidikan terutama berkaitan dengan pemberian kesempatan kepada tenaga kependidikan untuk mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan secara teratur, seperti: revtalisasi Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Guru Pembimbing (MGP), dan Kelompok Kerja Guru (KKG), seperti: diskusi, seminar lokakarya, dan penyediaan sumber daya (Mulyasa, 2011: 102) .

  Jadi kepala sekolah dalam perannya sebagai educator memiliki peran yang sangat penting diantaranya yaitu kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga guru disekolahnya. Menciptakan sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada guru dan karyawan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, tetapi untuk menciptakan suasana sekolah yang kondusif maka perlu adanya kerjasama dan hubungan yang harmonis dari seluruh warga sekolah.

  2. Kepala sekolah sebagai manajer Muzakar (2014:118) menyatakan bahwa seorang kepala sekolah hakekatnya adalah seorang guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin sekolah. Seorang manajer kepala sekolah harus disiapkan melalui pendidikan dan latihan manajemen agar dapat memperkuat landasan kemenejerialannya.

  Wahjosumidjo (2008:94) menyatakan bahwa manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi serta pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  Mulyasa (2011: 103) dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki setrategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang dilakukan yang menunjang program sekolah.

  Sabirin (2012) menyatakan bahwa kepala sekolah sebagai manajer mempunyai fungsi menyusun perencanaan, mengkoordinasikan kegiatan, melakukan pengawasan, melakukan evalusai terhadap kegiatan, mengadakan rapat, mengambil keputusan, mengatur proses pembelajaran, mengatur administrasi, dan mengatur tata usaha, siswa, ketenagaan, sarana, dan prasarana, keuangan.

  Menurut Paul Hersey Cs dalam Wahjosumidjo (2008: 99) menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas manajerial paling tidak diperlukan tiga macam bidang keterampilan, yaitu technical,

  human, dan conceptual. Agar kepala sekolah secara efektif dapat

  melaksanakan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memahami dan mampu mewujudkannya kedalam tindakan atau perilaku nilai-nilai yang terkandung dalam ketiga keterampilan tersebut.

  a.

   Technical skills

  1) Menguasai pengetahuan tentang metode, proses, prosedur dan teknik untuk melaksanakan kegiatan khusus.

  2) Kemampuan untuk memanfaatkan serta mendayagunakan sarana, peralatan yang diperlukan dalam mendukung kegiatan yang bersifat khusus.

  b.

   Human skills

  1) Kemampuan untuk memahami perilaku manusia dan proses kerja sama.

  2) Kemampuan untuk memahami isi hati, sikap dan motif orang lain, mengapa mereka berkata dan berperilaku.

  3) Kemampuan untuk berkomunikasi secara jelas dan efektif. 4) Kemampuan menciptakan kerjasama yang efektif, kooperatif, praktis dan diplomatis.

  5) Mampu berperilaku yang dapat diterima.

  c.

Conceptual skills 1) Kemampuan analisis

  2) Kemampuan berpikir rasional. 3) Ahli atau cakap dalam berbagai mavcam konsepsi.

  Menurut Mulyasa (2011: 106) Kemampuan menyusun program sekolah harus diwujudkan dalam (1) pengembangan program jangka panjang, baik program Akademis maupun non akademis; (2) pengembangan program jangka menengah, baik program akdemis maupun non akademi, yang dituangkan dalam kurun waktu tiga sampai lima tahun; (3) pengembangan program jangka pendek, baik program akademis maupun nonakademis, yang dituangkan dalam kurun waktu satu tahun (program tahunan), termasuk pengembangan rencana anggaran pendapatan belanja sekolah (RAPBS) dan Anggaran biaya sekolah.

  Jadi kepala sekolah dalam peran dan tugasnya sebagai manajer harus mampu merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalaikan anggota-anggotanya, dan untuk melaksanakan tugasnya sebagai kepala sekolah maka seorang kepala sekolah harus memiliki strategi atau keterampilan yang tepat untuk memberdayakan para tenaga kependidikannya.

  3. Kepala sekolah sebagai administrator Muzakar (2014: 118) menyatakan bahwa tugas kepala sekolah sebagai administrator adalah mengatur dan mengelola tugas administrasi sekolah untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran yang efektif.

  Mulyasa (2011: 107) menyatakan bahwa kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Kepala sekolah sebagai administrator juga harus memiliki kemampuan untuk mengelola administrasi personalia, keuangan, kurikulum, siswa, sarana, dan hubungan masyarakat.

  Sergiovanni (1987) dalam Sagala (2012: 121) mengatakan bahwa pekerjaan kepala sekolah banyak tertumpu pada kemampuan konsep yang berkaitan dengan unsur perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian dan pengawasan dengan inti kegiatan adalah pembuatan keputusan. Untuk menyelesaikan masalah pembelajaran dan layanan belajar administrator memberikan tugas-tugas tertentu kepada guru secara formal.

  Jadi kepala sekolah sebagai administrasi mempunyai tugas untuk mengatur dan mengelola tugas administrasi sekolah yang bersifat perencanaan, penyusunan dan pendokumenan sekolah.

  4. Kepala sekolah sebagai supervisor Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisien dan efeltivitas pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.

  Purwanto (2010: 76) menyatakan bahwa supervisi adalah aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.

  Hosna (2016: 177) menyatakan bahwa tanggung jawab seorang supervisor yang paling utama adalah berkenaan dengan kurikulum sekolah beserta faktor-faktor penunjang dan yang paling penting da perlu mendapatkan perhatian adalah pelaksanaan kurikulum disekolah yaitu para guru.

  Menurut Purwanto (2010: 119) secara umum, kegiatan atau usaha- usaha yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah sesuai dengan fungsinya sebagai supervisor antara lain adalah:

  a. Membangkitkan dan merangsang guru-guru dan pegawai sekolah di dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya. b. Berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan sekolah termasuk media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan proses belajar mengajar.

  c. Bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode mengajar yang lebih sesuai dengan tuntunan kurikulum yang sedang berlaku.

  d. Membina kerja sama yang baik dan harmonis diantara guru-guru dan pegawai sekolah lainnya.

  e. Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan diskusi-diskusi kelompok, menyediakan perpustakaan sekolah, dan atau mengirim mereka untuk mengikuti penataran-penataran, seminar, sesuai dengan bidangnya masing-masing.

  f. Membina hubungan kerja sama antara sekolah dengan BP3 atau POMG dan instansi-instansi lain dalam rangka peningkatan mutu pendidikan para siswa.

  Mulyasa (2011: 112) menyatakan bahwa kepala sekolah sebagai supervisor harus diwujudkan dalam kemampuan menyusun, dan melaksanakan program supervisi pendidikan, serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program pendidikan harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kelas, pengembangan program supervisi untuk kegiatan program ekstra kurikuler, pengembangan program supervisi perpustakaan, laboraturium, dan ujian. Purwanto (2010: 120-122) menyebutkan ada dua teknik supervisi, yaitu sebagai berikut: a. Teknik perseorangan

  Yang dimaksud dengan teknik perseorangan ialah supervisi yang dilakukan secara perseorangan. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan antara lain: 1) Mengadakan kunjungan kelas (classroom visitation) 2) Mengadakan kunjungan observasi (observation visit) 3) Membimbing guru-guru tentang cara-cara mempelajari pribadi siswa dan atau mengatasi problema yang dialami siswa.

  4) Membimbing guru-guru dalam hal

  • – hal yang berhubungan dengan pelaksanaan kurikulum sekolah. Gunawan (2002: 203) menyaatakan bahwa teknik peseorangan atau individual dilakukan apabila masalah yang dihadapi adalah masalah yang bersifat pribadi apalagi khusus atau “secret”.

  b. Teknik kelompok Ialah supervisi yang dilakukan secara kelompok. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan anatara lain:

  1) Mengadakan pertemuan atau rapat (meetings) 2) Mengadakan diskusi kelompok (group discussion) 3) Mengadakan penataran-penataran (inservice-training)

  Sedangkan menurut Gunawan (2002: 203) menyatakan bahwa apabila supervisor memperhitungkan bahwa masalah yang dihadapi bawahannya adalah sejenis, maka penyelesaiannya dapat dilakukan dengan teknik kelompok, seperti rapat kerja sekolah, lokakarya, penataran, seminar, diskusi, dan sebagainnya.

  Sama halnya dengan Engkoswara (2010: 230) menyebutkan beberapa teknik yang dapat digunakan supervisor pendidikan adalah sebagai berikut:

  a. Kunjungan sekolah (school visit) bermanfaat untuk mengetahui situasi dan kondisi sekolah secara kualitatif dan kuantitatif.

  b. Kunjungan kelas (class visit) atau observasi kelas bermanfaat untuk dapat memperoleh gambaran tentang kegiatan belajar mengajar di kelas.

  c. Kunjungan antar kelas atau sekolah (intervisitation), supervisor memfasilitasi para guru untuk saling mengunjungi antar kelas atau antar sekolah.

  d. Pertemuan pribadi individual conference), setelah melakukan observasi kelas, supervisor melakukan pertemuan pribadi berupa percakapan, dialog, atau tukar pikiran tentang temuan-temuan observasi.

  e. Rapat guru.

  f. Penerbitan buletin profesional.

  g. Penataran, penataran yang dilakukan supervisor atau pihak lain untuk mengembangkan profesionalisme guru harus dimanfaatkan dan ditindaklanjuti supervisor sebagai upaya pelayanan professional.

  5. Kepala sekolah sebagai leader Sagala (2012: 124) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kekuatan dimensi penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan melalui suatu proses untuk mempengaruhi orang lain, baik dalam organisasi maupun diluar organisasi untuk mencapai tujun yang diinginkan dalam suatu situasi dan kondisi tertentu.

  Mulyasa (2011: 115) kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi.

  Fitrah (2017: 38) menyatakan bahwa kepala sekolah sebagai leader, kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sarana sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.

  Wahjosumidjo (2008:105-106) menyatakan bahwa apabila seorang kepala sekolah ingin berhasil menggerakan para guru, staf, dan para siswa berperilaku dalam mencapai tujuan sekolah, oleh karenanya kepala sekolah harus: a. Menghindarkan diri dari sikap dan perbuatan yang bersifat memaksa atau bertindak keras terhadap para guru, staf dan para siswa. b. Seharusnya kepala sekolah harus mampu melakukan kegiatan yang melahirkan kemauan untuk bekerja dengan penuh semangat dan percaya diri terhadap para guru staf dan para siswa dengan cara meyakinkan dan membujuk.

  Kepribadian kepala sekolah sebagai leader tercermin dalam sifat- sifat (1) jujur, (2) percaya diri, (3) tanggung jawab, (4) berani mengambil resiko dan keputusan, (5) berjiwa besar, (6) emosi yang stabil, (7) teladan.

  Pengetahuan kepala sekolah terhadap tenaga kependidikan akan tercermin dalam kemampuan (1) memahami kondisi tenaga kependidikan, (2) memahami kondisi dan karakteristik peserta didik, (3) menyusun program tenaga kependidikan, (4) menerima masukan, saran da kritik dari berbagai pihak untuk meningkatkan kepemimpinannya.

  Pemahaman terhadap visi dan misi sekolah akan tercermin dari kemampuannya untuk (1) mengembangkan visi sekolah, (2) mengembangkam misi sekolah, dan (3) melaksanakan program untuk mewujudkan visi dan misi ke dalam tindakan

  Kemampuan mengambil keputusan akan tercermin dari kemampuanya dalam (1) mengambil keputusan bersama tenaga kependdikan disekolah, (2) mengambil keputusan untuk kepentingan internal sekolah, dan (3) mengambil keputusan untuk kepentingan eksternal sekolah.

  Kemampuan berkomunikasi akan tercermin dari kemampuanya untuk (1) berkomunikasi secara lisan dengan tenaga kependidikan di sekolah, (2) menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, (3) berkomunikasi secara lisan denga peserta didik, (4) berkomunikasi secara lisan dengan orang tua dan masyarakat sekitar lingkungan sekolah.

  6. Kepala sekolah sebagai innovator Muzakar (2014:121) menyatakan bahwa sebagai agen pembaharu terhadap lembaga pendidikan yang dipimpinnya, seorang kepala sekolah sangat dituntut kesiapan untuk selalu berperan dalam setiap situasi kerja menuju perubahan, karena perubahan itu sendiri diperlukan sebagai media dalam rangka pemecahan masalah yang bertujuan menciptakan kondisi yang lebih baik.

  Mulyasa (2011: 118) menyatakan bahwa kepala sekolah sebagai innovator akan tercermin dari cara-cara ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta adptabel dn fleksibel.

  7. Kepala sekolah sebagai motivator Engkoswra (2010: 210) menyatakan bahwa motivasi diberikan sebagai upaya memelihara semangat kerja karyawan agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan optimal. Motivasi ditujukan sebagai upaya mendorong dan merangsang pegawai untuk melakukan kegiatan atau tugasnya dengan rasa kesadaran.

  Mulyasa (2011:120) menyatakan bahwa kepala sekolah sebagai motivator harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya.

  Fitrah (2017:38) menyatakan bahwa kemampuan kepala sekolah membangun motivasi menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan mutu pendidikan karena dikolaborasikan dengan kinerja guru.

  Menurut Muzakar (2014: 120) menyatakan bahwa ada tiga macam kemampuan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah agar dapat melaksanakan tugasnya sebagai motivator yang baik, yaitu: kemampuan mengatur lingkungan kerja (fisik), kemampuan mengatur suasana kerja (non fisik), dan kemampuan menetapkan prinsip penghargaan dan hukuman.

  Sedangkan menurut Mulyasa (2011: 120 ) Motivasi tersebut dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).

  Lingkungan yang kodusif, susasana kerja yang tenang dan menyenangkan, sikap disiplin, dorang dari kepala sekolah terhadap tenaga pendidiknya, dan penghargaan, serta penyediaan sumber belajar dapat memberikan motivasi dan dorongan terhadap tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugasnya sehingga lebih bersemangat dalam melaksanakan tugasnya.

  Muzakar (2014: 120) menyatakan bahwa kepala sekolah harus memiliki harapan yang tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, komitmen dan motivsi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal.

  Nitisemito (1992: 218) dalam Engkoswara (2011: 218) merinci teknik-teknik motivasi sebagai berikut: a. Pemberian gaji yang cukup.

  b. Memperhatikan kebutuhan sosial.

  c. Sesekali menciptakan suasana yang santai.

  d. Memperhatikan harga diri.

  e. Menempatkan karyawan pada posisi yang tepat.

  f. Memberikan kesempatan untuk maju.

  g. Memperhatikan perasaan aman para pegawainya untuk menghadapi masa depan.

  h. Mengusahakan loyalitas karyawan. i. Sesekali mengajak karyawan untuk berunding. j. Memberikan insentif. k. Fasilitas yang menyenangkan.

  Jadi kepala sekolah sebagai motivator harus memberikan dorongan dan motivasi kepada para tenaga pendidiknya agar para tenaga pendidiknya dapat memelihara semangat kerjanya sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara optimal. Dengan menggunakan strategi yang tepat maka upaya kepala sekolah dalam memotivasi para guru tersebut menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan mutu pendidikan jika dikolaborasikan dengan kinerja guru.

  Upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah sebagai motivator diantaranya yaitu dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, suasana kerja yang tenang dan menyenangkan, membisakan para guru untuk disiplin, memberikan dorongan kepada para guru, memberikan penghargaan, dan menyediakan sumber belajar.

B. Kompetensi pedagogik guru Pendidikan Agama Islam

  1. Definisi kompetensi Guru Menurut Undang-Undang No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif (Usman, 2010: 4). Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapakan. The state of

  legally competent or qualified ( Mc. Leod 1989) dalam bukunya Usman

  (2010: 14). Sedangkan menurut Musfah (2012: 28) kompetensi berarti kemampuan mewujudkan sesuatu sesuai dengan tugas yang diberikan kepada seseorang.

  Kompetensi guru (teacher competency) the ability of a teacher to

  responsibibly perform has or her duties appropriately . Kompetensi guru

  merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban - kewajiban secara bertanggung jawab dan layak Usman (2010: 14).

  Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 045/U/2002, memberikan batasan tentang kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu (kompeten) oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas- tugas di bidang tertentu (Taniredja, 2016: 71).

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 10 disebutkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dan dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.

  Lion (2015: 3) Guru sebagai pekerjaan profesi secara holistik adalah berada tingkatan tertinggi dalam sistem pendidikan nasional.

  Karena guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya memiliki otonomi yang kuat, seperti mengajar dan membimbing peserta didik, memberikan penilaian, mempersiapkan administrasi pembelajaran dan kegiatan lain yang berkaitan dengan pembelajaran, namun yang tidak kalah pentingnya guru meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang menjadi bidang studinya.

  Jadi yang dimaksud kompetensi guru yaitu sesuai yang dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yaitu seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dan dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.

  Menurut Gordon sebagaimana yang dikutip oleh E. Mulyasa (Rokayah, 2014: 52), bahwa ada enam aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi, yaitu sebagai berikut: a. Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya.

  b. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu, misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik, agar dalam melaksanakan pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien.

  c. Kemampuan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya, misalnya kemampuan guru dalam memilih dan membuat alat peraga sederhana untuk memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik.

  d. Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang, misalnya standar perilaku guru dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis, dan lain-lain).

  e. Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang, tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar, reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji, dan lain-lain.

  f. Minat (interest), adalah ecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan, misalnya minat untuk melakukan sesuatu atau untuk mempelajari sesuatu. Ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru diantaranya yaitu:

  a. Kompetensi profesional Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (penjelasan pasal 28 ayat (3) butir c Standar Nasional Pendidikan) dalam buku (Taniredja, 2016: 73).

  b. Kompetensi pedagogik Kompetensi pedagogik adalah kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik yang didasarkan pada ilmu mendidik (Taniredja, 2016:75)

  c. Kompetensi sosial Kompetensi sosial merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk: (a) berkomunikasi lisan dan tulisan, (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/walipeerta didik, dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar (Musfah, 2016: 53)

  d. Kompetensi kepribadian Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan peserta didi k dan berakhlak mulia.

  Jadi kompetensi guru ada empat yaitu kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian, tetapi yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu hanya mengenai kompetensi pedagogik.

  2. Kompetensi pedagogik Pedagogik adalah ilmu mendidik, yang mencakup didaktik dan metodik. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik yang didasarkan pada ilmu mendidik. Seorang guru yang telah mempunyai kompetensi pedagogik minimal telah menguasai ilmu pendidikan (landasan kependidikan) di samping menguasai bidang studi tertentu yang diampunya, menguasai metode pembelajaran, dan menguasai berbagai pendekatan pembelajaran (Taniredja, 2016: 75).

  Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik meliputi: (1) Pemahaman wawasan guru akan landasan dan filsafat pendidikan; (2) guru memahami potensi dan keberagaman peserta didik, sehingga dapat di desain strategi pelayanan belajar sesuai keunikan masing-masing peserta didik; (3) guru mampu mengembangkan kurikulum/silabus baik dalam bentuk dokumen maupun implementasi dalam bentuk pengalaman belajar; (4) guru mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar; (5) mampu melaksanakan pembelajaran yang mendidik dengan suasana dialogis dan iteraktif, sehingga pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan; (6) mampu melakukan evaluasi hasil belajar dengan memenuhi prosedur dan standar yang dipersyaratkan; (7) mampu mengembangkan bakat dan minat peserta didik intrakurikuler dan ekstrakurikuler untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (Sagala, 2009: 32).

  Kompetensi pedagogik yaitu suatu kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran, mulai dari merencanakan (planing), melaksanakan (do), dan melakukan kegiatan penilaian pembelajaran (evaluasi)

  Pendapat lain menurut Mulyasa (2009: 75) kompetensi pedagogik yang merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Pemahaman wawasan dan landasan kependidikan Guru sebagai tenaga pendidik yang sekaligus memiliki peran penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dinegara ini, terlebih dahulu harus mengetahui dan memahami wawasan dan landasan kependidikan sebagai pengetahuan dasar.

  Pemahaman yang benar tentang konsep pendidikan tersebut akan membuat guru sadar akan posisi strategisnya di tengah masyarakat dan perannya yang besar bagi upaya pencerdasan generasi bangsa (Musfah, 2011: 30).

  b. Pemahaman terhadap peserta didik Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Tujuan guru mengenal murid-muridnya adalah agar guru dapat membantu pertumbuhan dan perkembangannya secara efektif, selain itu guru dapat menentukan dengan seksama bahan-bahan yang akan diberikan, menggunakan prosedur mengajar yang serasi, mengadakan diagnosis atas kesulitan belajar yang dialami oleh murid, membantu murid-murid mengatasi masalah-masalah pribadi dan sosial, mengatur disiplin kelas dengan baik, malayani perbedaan-perbedaan individual murid. Dalam memahami peserta didik, guru perlu memberikan perhatian khusus pada perbedaan individual anak didik, antara lain:

  1) Perbedaan biologis, yang meliputi: jenis kelamin, bentuk tubuh,warna rambut, warna kulit, mata, dan sebagainaya. Aspek biologis lainnya adalah hal-hal yang menyangkut kesehatan anak didik baik penyakit yang diderita maupun cacat yang dapat berpengaruh terhadap pengelolaan kelas dan pengelolaan pengajaran. 2) Perbedaan itelektual, setiap anak memiliki intelegensi yang berlainan, perbedaan idividual dalam bidang intelektual ini perlu diketahui dan dpahami guru terutama dalam hubungannya dengan pengelompokan anak didik dikelas.

  3) Perbedaan psikologis, perbedaan aspek psikologis tidak dapat dihindari disebabkan pembaawaan dan lingkungan anak didik yang berlainan yang memunculkan karakter berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk memahami jiwa anak didik, guru dapat melakukan pendekatan kepada anak didik secara individual untuk menciptakan keakraban (Mulyasa, 2009: 79) c. Pengembangan kurikulum/silabus

  Musfah (2011: 34-35) menyatakan bahwa setiap guru menggunakan buku sebagai bahan ajar. Guru dapat mengadaptasi materi yang akan diajarkan dari buku-buku yang telah distandarisasi oleh Depdiknas. Meskipun demikian, guru harus memperhatikan proses pengembangan kurikulum, yang menurut Miller dan Seler (1985: 12) mencakup tiga hal: 1) Menyusun tujuan umum (TU) dan tujuan khusus (TK)

  2) Mengidentifikasi materi yang tepat 3) Memilih strategi belajar mengajar

  d. Perancangan pembelajaran Mulyasa (2009: 100) menyatakan bahwa perancangan pembelajaran merupakan salah satu kompetensi pedagogis yang harus dimiliki guru, yang akan bermuara pada pelaksanaan pembelajaran. Perancanggan pembelajaran sedikitnya mencakup tiga kegiatan, yaitu: 1) Identifikasi kebutuhan.

  2) Identifikasi Kompetensi 3) Penyusunan program pembelajaran

  e. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis Kegagalan pelaksanaan pembelajaran sebagian besar disebabkan oleh penerapan metode pendidikan konvensional, anti dialog, proses penjinakan, pewarisan pengetahuan, dan tidak bersumber pada realitas masyarakat. Oleh karena itu salah satu kompetensi pedagogik yang harus memiliki guru seperti dirumuskan dalam SNP berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran. Hal tersebut ditegaskan kembali dalam Rencana Peraturan Pemerintah tentang Guru, bahwa guru harus memilki kompetensi untuk melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis (Mulyasa, 2009: 102).

  f. Pemanfaatan teknologi pembelajaran Fasilitas pendidikan pada umumnya mencakup sumber belajar, sarana dan prasarana penunjang lainnya, sehingga peningkatan fasilitas pendidikan harus ditekankan pada peningkatan sumber-sumber belajar, baik kualitas maupun kuantitasnya, sejalan dengan perkembangan teknologi pendidikan dewasa ini. Perkembangan sumber-sumber belajar ini memungkinkan peserta didik belajar tanpa batas, tidak hanya diruang kelas, tetapi bisa di laboratorium, perpustakaan, di rumah dan di tempat-tempat lain.

  g. Evaluasi hasil belajar (EHB) Musfah (2011: 40) menyatakan bahwa kesuksesan seorang guru sebagai pendidik profesional tergantung pada pemahamannya terhadap penilaian pendidikan, dan kemampuannya bekerja efektif dalam penilaian. Ada lima alasan prinsip mengapa penilaian merupakan bagian penting dari proses pengajaran. 1) Penilaian kelas, menegaskan pada siswa tentang hasil yang kita inginkan-ia menegaskan pentingnya meraih sasaran.

  2) Penilaian kelas menyediakan dasar informasi untuk siswa, orang tua, guru, pimpinan, dan pembuat kebijakan.

  3) Penilaian kelas memotivasi siswa untuk mencoba atau tidak mencoba.

  4) Penilaian kelas menyaring siswa di dalam atau di luar program, memberi mereka aksees pada pelayanan khusus yang mereka butuhkan. 5) Penialaian kelas menyediakan daasar evaluasi guru dan pimpinan

  3. Definisi guru pendidikan Agama Islam Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 377) guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar, sedangkan guru agama adalag guru yang mengajarkan mata pelajaran agama. Sama dengan teori barat, pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik (Tafsir, 2012:119).

  Guru merupakan ujung tombak pendidikan. Keberadaan guru menjadi aspek penting bagi keberhasilan sekolah, terutama bagi guru yang melaksanakan fungsi mengajarnya dengan penuh makna (purposeful

  

teaching ), artinya seorang guru sangat kompeten dengan bidangnya, kerja

  profesional, menjadi seorang yang serba bisa dan memiliki harapan tinggi terhadap profesi dan siswanya (high expectation round) (Komariah, 2008: 42).

  Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

  Undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, mengemukakan bahwa pendidik merupakann tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan pelatihan dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

  Sedangkan definisi dari Pendidikan Agama Islam yaitu usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam (Zuhairini, 2009: 152).

  Nur Ahid dalam bukunya mengemukakan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah suatu proses penggalian, pembentukan pendayagunaan dan pengembangan fitrah, dzikir, dan kreasi serta potensi manusia, melalui pengajaran, bimbingan, latihan dan pengabdian yang dilandasi dan dinapasi oleh nilai-nilai ajaran Islam, sehingga terbentuk pribadi muslim yang sejati, mampu mengontrol, mengatur dan merekayasa kehidupan dengan penuh tanggung jawab berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam.

  

  Berdasarkan beberapa uraian tentang definisi guru dan pendidikan agama Islam dapat penulis simpulkan bahwa guru pendidikan agama Islam adalah guru atau tenaga pendidik yang secara berkelangsungan menyampaikan atau mentransformasikan ilmu dan pengetahuan tentang ajaran Islam di sekolah, agar anak didiknya menjadi pribadi yang berjiwa Islami.

C. Penelitian Terdahulu

  1. Siti Sofriyah (Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2010) Meneliti tentang

  “Peran Kepala Sekolah Dalam meningkatkan

Kompetensi Profesional Guru di Sekolah Dasar Negeri 1 Dukuhwaluh Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2009/2010”

  Dalam penelitiannya yang menjadi subjek penelitiannya adalah kepala sekolah dan para guru sedangkan metode penelitian yng digunakan adalah metode deskriptif kulaitatif. Dalam pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode induktif dan deduktif.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepala sekolah di SDN 1 Dukuhwaluh Tahun Pelajaran 2009/2010 yaitu dengan cara memberikan kesempatan kepada seluruh guru untuk mengikuti berbagai kegiatan dengan tujuan untuk menambah pengetahuan, wawasan, keterampilan serta meningkatkan kompetensi guru dalam berbagai bidang yang berhubungan dengan kegiatan mengajar. Kegiatan tersebut seperti halnya seminar, workshop, penataran dan lain sebagainya yang berhubungan dengan pengetahuan.

  Berdasarkan karya tulis skripsi diatas hampir sama dengan penelitian yang penulis teliti, yaitu sama-sama membahas mengenai peran kepala sekolah, tetapi subjek penelitian dalam tersebut yaitu kepala sekolah dan guru, sedangkan dalm penelitian yang peneliti tulis yaitu kepala sekolah dan guru Pendidikan Agama Islam.

  Meneliti tentang “Perenan Ke pala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru di SDI Al-

Ihsan Bambu Apus Pamulang”. Dalam penelitiannya ini mengkaji tentang peranan kepala sekolah dalam rangka

  meningkatkan profesionalisme guru yang meliputi enam aspek, yaitu: peran kepala sekolah sebagai leader, peran kepala sekolah sebagai motivator, peran kepala sekolah sebagai supervisor, peran kepala sekolah sebagai inovator, peran kepala sekolah sebagai manajer, dan peran kepala sekolah sebagai edukator. Penelitian ini dilakukan di SDI Al-Ihsan Bambu Apus Pamulang.

  Peneltian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh staff karyawan SDI Al-Ihsan Bambu Apus Pamulang. Dalam penelitian ini penulis menggunakan sampel guru yang mengajar di SDI Al-Ihsan sebanyak 20 orang.

  Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan peran kepala sekolah di SDI Al-Ihsan berjalan dengan cukup baik dalam hal ini peran kepala sekolah dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru sangat dominan. Pemberdayaan tenaga pengajar (peningkatan profesionalisme guru), karyawan, peningkatan sarana pembelajaran, pengawasan terhadap proses belajar mengajar yang kesemuannya dapat berjalan dengan cukup baik, ditentukan melalui peran kepala sekolah yang meliputi keenam dimensi tersebut diatas.

  Karya tulis skripsi di atas tersebut yang diteliti yaitu mengenai kompetensi guru tidak di spesifikan mengenai kompetensi apa yang akan diteliti, sedangkan yang akan penulis teliti yaitu mengenai kompetensi pedagogik guru Pendidikan Agama Islam. Dan metode yang digunakan yaitu sama menggunakan metode deskriptif kualitatif.

  3. Nur Ita Aini (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013) Meneliti tentang “Upaya Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan

  Kompetensi Pedagogik Guru Pendidikan Agama Islam di MTS Negeri

Ngemplak Sleman Yogyakarta”. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara kritis tentang bagaimana upaya

  yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru PAI. Berbagai kendala yang dihadapi serta faktor pendukung yang terjadi dalam peningkatan kompetensi pedagogik guru PAI.

  Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, penelitian ini mengambil latar MTsN Ngemplak Sleman Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengadakan observasi atau pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Analisis ini dilakukan dengan memberikan makna terhadap data-data yang berhasil dikumpulkan dan dari makna itulah di tarik kesimpulan.

  Hasil penelitian menunjukan secara khusus kompetensi pedagogik guru PAI yaitu: 1) upaya kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru PAI yaitu supervisi oleh kepala sekolah dengan melakukan kunjungan kelas, bertujuan dapat membantu guru dalam melakukan perbaikan-perbaikan dan perkembangan dalam proses belajar mengajar. 2) MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), workshop, belajar mandiri, evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk dapat mengembangkan kesanggupan berfikir dan bekerja baik secara kelompok maupun perseorangan untuk membahas dan memecahkan segala permasalahan yang ada dengan tujuan untuk dapat meningkatkan kualitas kompetensi pedagogik guru sehingga dapat menjalankan tugas sesuai dengan bidangnya masing-masing.

  Dari upaya-upaya yang dilakukan kepala sekolah tersebut ada faktor yang menjadi pendukung dan penghambat, diantaranya adalah terbangunnya komunikasi yang baik antara kepala sekolah dengan guru, adanya saling kerjasama antara guru dengan kepala sekolah, guru dengan guru, serta kepala sekolah, guru, dengan siswa, sistem kepemimpinan yang demokratis, guru yang konsisten dalam mengajar. Pendukung dan penghambat tersebut berasal dari alam diri guru maupun dari sistem sekolah.

  Karya tulis skripsi diatas hampir sama dengan penelitian yang penulis lakukan, dalam skripsi tersebut meneliti mengenai peran kepala madrasah dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru pendidikan agama islam, sedangakan yang akan penulis teliti mengenai peran kepala sekolah dan tempat penelitian juga dilakukan di tempat yang berbeda.