BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - AGUS KURNIADI HK. BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia

  menjadi tua melalui beberapa tahap perkembangan dimulai dari bayi, anak- anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Perubahan fisik dan tingkah laku yang dialami pada tiap orang saat mereka mencapai usia tahap perkembangan tertentu merupakan hal yang normal. Lansia yaitu suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa, semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup. Di masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011).

  Peningkatan usia harapan hidup atau lansia merupakan salah satu indikator yang digunakan pemerintah dalam pembangunan suatu negara. Pada setiap pertumbuhan penduduk terdapat peningkatan jumlah penduduk lansia yang menunjukan keberhasilan pembangunan suatu negara yang juga menimbulkan berbagai permasalahan baru. Dengan keberhasilan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang mewujudkan hasil positif diberbagai bidang, adanya kemajuan ekonomi dan perbaikan lingkungan hidup terutama dibidang kesehatan dapat meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan peningkatannya cenderung lebih cepat (Nugroho, 2008).

  1 Surilena (2006) mengungkapkan munculnya populasi dalam jumlah besar secara mendadak akan memberikan implikasi besar dalam dunia kesehatan, dimana pada tahap lansia banyak individu mengalami perubahan, baik secara biologis, psikologis, maupun sosial khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemapuan yang pernah dimilikinya. Dengan itu bertambahnya lansia selain mendatangkan hal positif juga terdapat berbagai permasalahannya.

  Jumlah penduduk lansia pada tahun 2012 terdapat 600 juta jiwa di seluruh dunia berdasarkan catatan World Health Organization (WHO). Dari keseluruhan jumlah tersebut terdapat 142 juta jiwa lansia di wilayah regional Asia Tenggara. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat jumlah lansia di Indonesia mencapai jumlah 28 juta jiwa pada tahun 2012 dari yang hanya 19 juta jiwa pada tahun 2006. Hasil rekapitulasi data Dinas Kesehatan Jawa tengah mencatat 3 juta jiwa lansia terdapat di Jawa tengah.

  Angka ini menunjukkan peningkatan jumlah lansia sebesar 22,5% dari 2.323.541 pada tahun 2010. Secara kuantitatif parameter tersebut lebih tinggi dari ukuran nasional (Depkes, 2012 ; BPS, 2012).

  Semakin bertambahnya usia berpengaruh terhadap penurunan dari periode tidur. Kebutuhan tidur bayi yang baru lahir tidur rata- rata 20 jam sehari, anak usia 6 tahun rata- rata 10 jam, anak umur 12 tahun rata- rata 9 jam, sedangkan orang dewasa 7 jam 20 menit. Sedangkan usia lebih dari 60 tahun sering menyampaikan keluhan gangguan tidur. Perubahan pola tidur ini adalah umum dan bagian alami dari penuaan (Ernawati & Sudaryanto, 2009).

  Selama penuaan, pola tidur mengalami perubahan- perubahan tersendiri yang dapat membedakan lanjut usia dari individu dengan usia lebih muda.

  Perubahan-perubahan tersebut mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari dan peningkatan jumlah tidur siang. Jumlah waktu yang dihasilkan untuk tidur yang lebih dalam juga menurun (Stanley & Beare, 2006).

  Gangguan pola tidur banyak dialami oleh individu seiring dengan bertambahnya usia. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%- 50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%. Walaupun demikian, hanya satu dari delapan kasus yang menyatakan bahwa gangguan tidurnya telah didiagnosis oleh dokter (Andreasen & Black, 2001).

  Tingginya gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut yang semakin bertambah dan penurunan fungsi serta kemampuan lansia, diperlukan perhatian yang lebih pada lanjut usia. Perhatian ini diperlukan agar lansia tidak hanya berumur panjang tetapi juga dapat menikmati masa tuanya dengan bahagia serta meningkatkan kualitas hidup mereka.

  Kualitas hidup lansia perlu dipenuhi dengan meningkatkan kualitas tidur yang baik sehingga kesehatannya juga turut meningkat dan menjauhkan lansia dari sakit. Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan gangguan-gangguan antara lain, seperti kecenderungan lebih rentan terhadap penyakit, pelupa, konfusi, disorientasi serta menurunnya kemampuan berkonsentrasi dan membuat keputusan. Selain itu kemandirian lansia juga berkurang yang ditandai dengan menurunnya partisipasi dalam aktivitas harian. Hal ini tentu berdampak buruk terhadap kualitas hidup lansia. Oleh karena itu masalah kualitas tidur pada lansia harus segera ditangani (Potter & Perry, 2005).

  Purnawan dan Achiriyati (2013) menyebutkan terdapat dua metode penatalaksanaan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia yaitu terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis adalah terapi menggunakan obat yang memimiliki efek cepat, namun dapat menimbulkan dampak berbahaya bagi kesehatan. Penggunaan obat tidur secara terus menerus pada lansia menimbulkan efek toksisitas tinggi yang berpengaruh pada penurunan aliran darah, motilitas gastrointestinal dan penurunan fungsi ginjal memicu peningkatan angka mortalitas pada lansia. Dengan demikian diperlukan terapi non farmakologis lebih efektif dan aman untuk meningkatkan kualitas tidur lansia (Stanley & Beare, 2006).

  Relaksasi merupakan salah satu bagian dari terapi non farmakologi yang dapat meningkatkan kualitas tidur lansia. Menurut Miltenbarger (2004) ada 4 macam tehnik relaksasi yaitu relaksasi otot (progressive muscle

  relaxation ), pernafasan (diaphragmatic breathing), meditasi (attention- foccusing exercises ) dan relaksasi perilaku (behavioral relaxation training).

  Dari empat itu, relaksasi pernafasan merupakan tehnik menghilangkan stres yang membantu para lansia dalam mengatasi masalah gangguan pola tidur.

  Purwanto (2006) menyatakan terapi Benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi pernafasan dengan melibatkan faktor keyakinan pasien yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal, sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang lebih tinggi. Selain tehnik ini mudah dilakukan oleh pasien, relaksasi ini dapat menekan biaya pengobatan dan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya stres. Sedangkan kita tahu pemberian obat-obatan kimia dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan efek samping yang dapat membahayakan pemakainya seperti gangguan pada ginjal (Yosep, 2007).

  Terapi Benson ditemukan oleh seorang ilmuan yang bernama Hebert Benson. Teknik yang disebut relaksasi Benson ini merupakan suatu prosedur dalam membantu individu yang mengalami situasi yang penuh stres dan usaha untuk menghilangkan stress (Dalimartha, 2008).

  Aryana dan Novitasari (2013) menjelaskan proses pernafasan yang tepat merupakan penawar stres. Proses pernafasan merupakan proses masuknya oksigen melalui saluran nafas kemudian masuk ke paru dan diproses kedalam tubuh, kemudian selanjutnya diproses dalam paru- paru tepatnya di bronkus dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh vena dan nadi untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen. Apabila oksigen dalam otak tercukupi maka manusia berada dalam kondisi seimbang. Kondisi ini akan menimbulkan keadaan rileks secara umum pada manusia. Perasaan rileks akan diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan corticotropin

  (CRF). Selanjutnya CRF merangsang kelenjar di bawah otak

  releasing factor

  untuk meningkatkan produksi proopioidmelanocortin (POMC) sehingga produksi β enkephalin oleh medulla adrenal meningkat. Kelenjar dibawah otak juga menghasilkan endorphin sebagai neurotransmitter yang mempengaruhi suasana hati menjadi rileks. Meningkatnya enkephalin dan β

  endorphin kebutuhan tidur akan terpenuhi dan lansia akan merasa lebih rileks dan nyaman (Taylor, 2001).

  Mengingat akan pentingnya pemenuhan kebutuhan istirahat tidur pada usia lanjut, peneliti melakukan survei kepada lansia di wilayah Puskesmas II Sumpiuh yang mencangkup 7 desa di wilayah, yaitu Sumpiuh, Keradenan, Selandaka, Nusadadi, Selanegara, Bogangin dan Banjarpanepen. Tercatat sejumlah 2.370 jiwa lanjut usia dari data pencatatan hasil kegiatan kesehatan penduduk usia lanjut Puskesmas II Sumpiuh pada tahun 2012. Kelurahan Sumpiuh sendiri memiliki 516 jumlah lansia yang berusia 65 tahun ke atas (POA Puskesmas II Sumpiuh, 2013). Posyandu lansia di Kelurahan Sumpiuh terdapat sejumah 126 lansia berusia 45 tahun ke atas dari empat Rw yang rutin mengikuti program lansia di Desa Sumpiuh pada bulan Juli.

  Dari survei pendahuluan ditemukan sejumlah 60 lansia hampir 50% dari 126 jumlah lansia yang ada mengatakan sering mengalami masalah kesehatan terkait dengan pola tidur. Kebanyakan dari lansia mengeluh sulit untuk masuk tidur, sulit mempertahankan tidur, tidur tidak tenang dan sering terbangun lebih awal. Pengalaman yang dirasakan pada lansia tersebut merupakan gangguan pola tidur.

  Pada pengamatan Spencer & Brown (2007) terhadap gangguan pola tidur yang diperngaruhi oleh kondisi psikologis lansia yang mengalami kecemasan akibat kondisi fisik yang semakin menurun, membuat lansia tidak dapat banyak beraktivitas secara mandiri, pasangan yang telah meninggal dan anak pergi merantau maupun berkeluarga. Kecemasan lebih sering dirasakan lansia wanita dari pada lansia pria yang menyebabkan gangguan pola tidur dan berpengaruh pada kesehatan dengan tidak tercukupi waktu tidur. Kekurangan tidur pada lansia memberikan pengaruh terhadap fisik, kemampuan kognitif dan juga kualitas hidup (Rafknowledge, 2004).

  Beberapa dampak serius gangguan pola tidur pada lansia diantaranya mengantuk berlebihan pada siang hari, gangguan atensi dan memori, mood, depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi Benson terhadap gangguan pola tidur lansia di Kelurahan Sumpiuh Kabupaten Banyumas Tahun 2014.

B. Perumusan Masalah

  Peningkatan jumlah lansia menyertai pertambahan penduduk dari waktu ke waktu yang menimbulkan berbagai permasalahan baru pada lansia.

  Masalah kesehatan yang sering dihadapi lansia yaitu kurang terpenuhi kualitas tidur. Dimana lebih sering diberlakukan terapi farmakologis pada penatalaksanaan kualitas tidur yang buruk dengan efek samping tidak baik bagi kesehatan. Berbeda dengan terapi alternatif yang lebih efektif dan aman dalam mengatasi gangguan pola tidur lansia. Terapi Benson merupakan salah satu terapi non farmakologi, berpotensi memperbaiki kualitas tidur pada lansia. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perumusan masalah penelitian ini yaitu: “Apakah pengaruh terapi Benson terhadap gangguan pola tidur lansia di Kelurahan Sumpiuh Kabupaten Banyumas Tahun 2014?”.

  C. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan Umum Mendeskripsikan pengaruh terapi Benson terhadap gangguan pola tidur lansia di Kelurahan Sumpiuh Kabupaten Banyumas tahun 2014.

  2. Tujuan Khusus

  a. Mendeskripsikan karakteristik lansia yang mengalami gangguan pola lansia tidur di Kelurahan Sumpiuh Kabupaten Banyumas.

  b. Mendeskripsikan gangguan pola tidur lansia sebelum dilakukan terapi Benson di Kelurahan Sumpiuh Kabupaten Banyumas.

  c. Mendeskripsikan gangguan pola tidur lansia sesudah dilakukan terapi Benson di Kelurahan Sumpiuh Kabupaten Banyumas.

  d. Mendeskripsikan perbedaan gangguan pola tidur lansia sebelum dan sesudah dilakukan terapi Benson di Kelurahan Sumpiuh Kabupaten Banyumas.

  e. Mengetahui pengaruh terapi Benson terhadap pemenuhan kebutuhan tidur baik lansia di Kelurahan Sumpiuh Kabupaten Banyumas.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Secara Teoritis Penelitian diharapkan dapat menjadi sarana pengembangan ilmu keperawatan gerontik, khususnya tentang pengaruh terapi Benson terhadap lansia dengan gangguan pola tidur.

  2. Secara Praktis

  a. Bagi Lansia Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk memilih pengobatan alternatif yang tepat dan praktis dalam menurunkan gangguan pola tidur dengan melakukan terapi Benson.

  b. Bagi Peneliti Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam riset keperawatan serta pengembangan wawasan tentang efektifitas terapi Benson terhadap gangguan pola tidur lansia pada Posyandu Lansia di Kelurahan Sumpiuh.

  c. Bagi Petugas Dengan adanya penelitian ini diharapkan para petugas dapat menganjurkan maupun mengingatkan para lansia melakukan terapi Benson secara rutin dalam mengatasi gangguan pola tidur.

  d. Bagi Institusi Terkait Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi bagi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  e. Bagi Puskesmas II Sumpiuh Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun pelayanan kesehatan yang aman dan efektif selain menggunakan terapi farmakologis pada para lansia di wilayah puskesmas II Sumpiuh yang mengalami gangguan pola tidur.

E. Penelitian Terkait

  1. Sumedi (2010) Judul penelitian ini pengaruh senam lansia terhadap penurunan skala insomnia pada lansia di panti wredha Dewanata Cilacap. Penelitian menggunakan rancangan jenis penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Variabel penelitian yaitu variabel bebas: senam lansia dan variabel terikat: penurunan skala insomnia. Dengan jumlah sampel 90 orang. Hasil dari penelitian tersebut adalah nilai rata- rata skala insomnia sebelum diberi perlakuan senam sebesar 100,81 dan setelah diberi perlakuan senam terjadi penurunan skala insomnia dengan nilai rata- rata menjadi 42,63 dengan nilai confidence Interval 43.01 untuk lower dan 73.37 untuk upper. Nilai signifikasi (p) value18.

  Perbedaan penelitian yang akan dilakukan adalah pada jenis penelitiannya yaitu menggunakan variabel yang diteliti terapi Benson dengan gangguan pola tidur lansia. Jumlah sampel yang akan digunakan pada adalah 38 orang yang kemudian akan diberikan intervensi terapi Benson sesuai dengan kriteria inklusi.

  2. Aryana Penelitian ini dengan judul pengaruh tehnik relaksasi Benson terhadap penurunan tingkat stress lansia di unit rehabilitas sosial Wening

  .

  Wardoyo Ungaran Jenis penelitian eksperimen semu dengan desain quasi

  experimental with pretest & postest control group design. Variabel bebas : tehnik relaksasi Benson, Variabel Terikat : tingkat stress pada lansia.

  Populasi penelitian 30 lansia yang ada di pantisosial wening wardoyo . ungaran Ada pengaruh yang signifikan tehnik relaksasi Benson terhadap penurunan tingkat stress pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, didapatkan nilai t hitung sebesar -3,375 dengan p-value . 0,002 (<0,05).variabel lain

  Perbedaan penelitian yang akan dilakukan adalah pada Variabel penelitian. Desain penelitian quasi experiment with pretest & posttest without control grup design. Variabel bebasnya adalah pengaruh terapi Benson, variabel terikat gangguan pola tidur. Sampel yang akan digunakan adalah sejumlah 38 orang kemudian diberikan intervensi terapi Benson sesuai dengan kriteria inklusi.

  3. Risnasari (2005) Penelitian dengan judul Pengaruh Teknik Relaksasi Benson

  Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Tidur Pada Lansia di Panti Unit Pelayanan Sosial Tresna Werdha Tulungagung Tahun 2005 desain penelitian quasy experiment (one grup pretest- posttest design). Teknik sampling secara purposive sampling yag berjumlah 20 responden dimana 10 sebagai kontrol dan lainya sebagai subjek. Menganalisis dengan menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test, hasil penelitian menunjukan kebutuhan tidur sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi Benson pada kelompok perlakuan signifikasi p= 0,003 dan kelompok kontrol p= 0,317. Artinya pengaruh signifikan antara Relaksasi Benson terhadap pemenuhan kebutuhan tidur.

  Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah dilakukan dengan lokasi yang berbeda pada Posyandu Lansia di wilayah Puskesmas

  II Sumpiuh. Variabel terikat yang digunakan yaitu gangguan pola tidur lansia. Teknik sampling menggunakan total sampling, sejumlah 38 orang dari lansia usia tua (old) kemudian diberikan intervensi terapi Benson sesuai dengan kriteria inklusi tanpa ada kelompok kontrol. Design yang digunakan pretest & posttest without control grup.

  4. Sagala (2012) Penelitian di PT. Madubaru Yogyakarta dengan judul “Efek

  Pelatihan Relaksasi Untuk Menurunkan Stres Kerja Pada Karyawan di PT. Madubaru Yogyakarta

  ” penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen dengan desain one group pretest-posttest. Dengan subjek penelitian sebanyak 11 responden. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa skor sebelum dilakukan perlakuan (pre-test), tingkat stres kerja pada karyawan dibagian administrasi personalia berada pada kategori sedang sebanyak 6 subjek yakni 54,5 %, sebanyak 5 subjek yakni 45,5 % dalam kategori tinggi. Setelah diberikan pelatihan relaksasi (post-test), subjek yang mengalami stres kerja terjadi penurunan sebanyak 100 % yakni 11 orang. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon signed ranks test. Hasil uji beda Wilcoxon signed ranks test menunjukkan bahwa skor Z= -2,936 dan p= 0,003 (<0,05), artinya bahwa ada perbedaan stres kerja sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan relaksasi, hasil ini menunjukan bahawa pemberian pelatihan relaksasi pada karyawan secara signifikasi dapat menurunkan stress kerja.

  Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada kedua variabelnya. Variabel bebas terapi Benson, variabel terikatnya gangguan pola tidur lansia. Sampel yang akan digunakan adalah sejumlah 38 orang kemudian diberikan intervensi terapi Benson sesuai dengan kriteria inklusi.

  5. Sooki, Sharifi dan Tagharobi (2011) Penelitian dengan judul “Role of Qur’an recitation in mental health

  of the elderly

  ” yang dilakukan di rumah perawatan Golabchi Iran. Metode penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dengan jumlah responden sebanyak 56 lansia yang dipilih dengan teknik purposive

  

sampling . Responden di uji dengan kuisioner berisi 28 artikel formulir dari

  kuisioner standar kesehatan jiwa. Setelah dihitung secara statistik dengan analisa Chi-square dan uji multivariat regresi linear disimpulkan bahwa 41,1% lansia memiliki kesehatan mental yang lemah. Status kesehatan mental menunjukan hubungan yang bermakna dengan persetujuan untuk tinggal di panti dan membaca Al-

  Qur‟an ketika di panti. 55,4% menunjukan nilai yang bervariasi dari kesehatan mental lansia (p < 0,001 ; F= 1,16) dijelaskan dengan tiga variabel yaitu, aktivitas religi di panti, pendidikan, dan persetujuan awal untuk tinggal di panti.

  Perbedaannya adalah pada lokasi penelitian, variable penelitian dan desain penelitian. Variabel bebas yang akan dilakukan peneliti menggunakan terapi Benson dan variabel terikatnya menggunakan gangguan pola tidur lansia. Sedangkan desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dan peneliti menggunakan desain quasi experiment. Tehnik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah total sampling dengan sejumlah 38 lansia tua (old) kemudian diberikan intervensi terapi Benson sesuai dengan kriteria inklusi.