Mochamad Ikbal BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori 1. Hipertensi
a. Definisi Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi adalah peningkatan tensi tidak normal yang terjadi didalam pembuluh darah arteri yang berlangsung secara terus-menerus. Arteriol-arteriol berkonstriksi, konstriksi arteriol menyebabkan darah sulit mengalir Hipertensi menyebabkan bertambahnya beban kerja jantung dan menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2010).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi yaitu naiknya tekanan diastolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan sistoliknya lebih dari 90 mmHg (Palmer dan Williams, 2010). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan konsisten di atas 140/90 mmHg. Diagnosa hipertensi tidak berdasarkan pada peningkatan tekanan darah yang hanya sekali. Tekanan darah harus di ukur dalam posisi duduk dan berbaring (Baradero, dkk. 2008).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang dapat menyebabkan kerusakan organ seperti otak yang memberikan dampak penyakit stroke, jantung dengan penyakit jantung koroner, dan ginjal menyebabkan gagal ginjal (Bustan, 2007).
10 Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Muttaqin, 2009).
b. Klasifikasi Kriteria untuk menilai apakah seseorang itu menderita penyakit hipertensi atau tidak haruslah ada suatu standar nilai ukur dari tensi atau tekanan darah. berbagai macam klasifikasi hipertensi yang digunakan di masing-masing negara seperti klasifikasi menurut Joint
National Committee 7 (JNC 7) yang digunakan di negara Amerika
Serikat, klasifikasi menurut Chinese Hypertension Society yang digunakan di Cina, Klasifikasi menurut European Society of
Hypertension (ESH) yang digunakan negara-negara di Eropa,
Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blacks
(ISHIB) yang khusus digunakan untuk warga keturunan Afrika yang
tinggal di Amerika.World Health Organization (WHO) juga membuat klasifikasi
hipertensi. Berdasarkan konsensus yang dihasilkan pada Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada tahun 2007 belum dapat membuat klasifikasi hipertensi sendiri untuk orang Indonesia. Hal ini dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia berskala nasional sangat jarang, karena itu para pakar hipertensi di Indonesia sepakat untuk menggunakan klasifikasi WHO dan JNC 7 sebagai klasifikasi hipertensi yang digunakan di Indonesia.
JNC telah mengeluarkan guideline terbaru yang dikeluarkan pada tahun 2013 JNC 8 mengenai tatalaksana hipertensi atau tekanan darah tinggi. Mengingat bahwa hipertensi merupakan suatu penyakit kronis yang memerlukan terapi jangka panjang dengan banyak komplikasi yang mengancam nyawa seperti infark miokard, stroke, gagal ginjal, hingga kematian jika tidak dideteksi dini dan diterapi dengan tepat, dirasakan perlu untuk terus menggali strategi tatalaksana yang efektif dan efisien, dengan begitu, terapi yang dijalankan diharapkan dapat memberikan dampak maksimal.
Tabel. 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC 8
Klasifikasi Tekanan Sistolik Tekanan (mmHg) Diastolik (mmHg)< 120 < 80
Normal Pre Hipertensi 120
80
- – 139 – 89
Stadium I 140
90
- – 159 – 99
Stadium II
≥ 160 ≥ 100 Sumber: National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI), 2013
c. Etiologi Hipertensi Setiap penyakit pasti ada penyebab yang mendasarinya. Tidak terkecuali pada kasus hipertensi yang terjadi karena adanya penyebab yang memicu terkena hipertensi.Faktor penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu hipertensi esensial atau primer dan hipertensi sekunder (Udjianti, 2010).
Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi primer dipengaruhi oleh faktor genetik, jenis kelamin, usia, diet, berat badan dan gaya hidup. Pola makan dengan tinggi garam dan lemak juga merupakan penyebab dari hipertensi primer. Faktor penyebab dari hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah yang dipengaruhi oleh kondisi fisik atau menderita penyakit seperti ginjal, jantung dan diabetes mellitus. Hipertensi sekunder juga dapat dicetuskan oleh faktor penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan, luka bakar dan stres (Udjianti, 2010).
d. Tanda dan gejala Hipertensi bisa terjadi tanpa ada tanda atau gejala secara spesifik. Tetapi dapat juga mengalami tanda gejala seperti sakit kepala, perdarahan hidung, vertigo, mual muntah, perubahan penglihatan, kesemutan pada kaki dan tangan, sesak nafas, kejang atau koma, dan sampai nyeri dada (Riyadi, 2011).
Munculnya hipertensi tidak ada tanda gejala yang khusushanya adanya peningkatan tekanan darah setelah dilakukan pemeriksaan tensi. Tetapi ada juga tanda dan gejala pada hipertensi yang paling umum adalah sakit kepala. Keluhan ini yang membuat pasien mencari pertolongan medis (Cung, 1995 dalam Padila, 2013). Hipertensi timbul tanda dan gejala pusing, pandangan kabur, sakit kepala, sulit bernapas, mengantuk, dan kebingungan (Palmer dan Williams, 2010).
e. Patofisiologi Hipertensi terjadi dimulai dengan adanya gangguan pembuluh darah perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah, disertai dengan penyempitaan yang menghambat peredaran darah perifer. Kekakuan dan penyempitan pembuluh darah ini menambah beban kerja jantung yang menyebabkan pemompaan jantung meningkat.
Bertambahnya beban berat jantung meningkatkan tekanan darah dalam sistem sirkulasi (Bustan, 2007).
Mekanisme hipertensi salah satunya karena adanya penyakit ginjal. Ketika aliran darah ke ginjal menurun, renin dilepaskan oleh ginjal. Penurunan aliran darah ini mengakibatkan terbentuknya angiotensin I yang akan berubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah yang mengakibatkan kontraksi arteriol. Ada pengaruh ginjal lainnya yaitu pelepasan eritropoetin yang menyebabkan peningkatan produksi sel darah merah. Pengaruh dari ginjal tersebut menyebabkan peningkatan volume darah dan tekanan darah (Muttaqin, 2009).
f. Komplikasi Penyakit hipertensi bila tidak segera ditangani dengan baik dapat berdampak buruk bagi kesehatan, karena dapat mempengaruhi beberapa organ seperti ginjal (gagal ginjal), jantung (jantung koroner), otak (stroke) dan mata menyebabkan kebutaan (Ballota, 2011).
g. Penatalaksanaan Terapi dari hipertensi menurut Sustrani (2006) terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis seperti penjelasan di bawah ini:
1) Terapi non-farmakologis
a) Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat penting dalam prevalensi dan kontrol hipertensi.
b) Meningkatkan aktifitas fisik Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
c) Mengurangi asupan natrium Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti hipertensi oleh dokter.
d) Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.
Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan resiko hipertensi. 2) Terapi farmakologis
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi seperti diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis,
beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist,
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker (Sustrani, 2006). a. Pengertian Lansia adalah dimana seseorang di katakan lansia jika seseorang berumur lebih dari 65 tahun (Efendi, 2009). Usia lanjut menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
Lanjut usia adalah suatu proses menjadi tua yang terjadi secara alamiah, terus-menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Tamher, 2009).
b. Klasifikasi lansia Klasifikasi lansia menurut World Health Organization (WHO) dalam Nugroho(2008) yang terdiri dari:
1) Usia pertengahan (middle age) Lansia yang memiliki usia antara 45-59 tahun.
2) Usia lanjut (elderly) Lansia yang memiliki usia antara 60-74 tahun.
3) Usia lanjut usia (old) Lansia yang memiliki usia antara 75-90 tahun.
4) Sangat tua (very old) Lansia yang memiliki usia lebih dari 90 tahun. c. Karakteristik Lansia Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008).
Beberapa karakterisktik lansia menurut Bustan (2007) yang perludiketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia yaitu: 1) Jenis Kelamin Lansia lebih banyak wanita dari pada pria.
2) Status Perkawinan Status pasangan masih lengkap dengan tidak lengkap akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologi. 3) Living Arrangement
Keadaan pasangan, tinggal sendiri, bersama istri atau suami, tinggal bersama anak atau keluarga lainnya.
4) Kondisi Kesehatan Pada kondisi sehat, lansia cenderung untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Sedangkan pada kondisi sakit menyebabkan lansia cenderung dibantu atau tergantung kepada orang lain dalam melaksanakan aktivitas sehai-hari.
5) Keadaan ekonomi Pada dasarnya lansia membutuhkan biaya yang tinggi untuk kelangsungan hidupnya, namun karena lansia tidak produktif lagi pendapatan lansia menurun sehingga tidak semua kebutuhan lansia dapat terpenuhi.
d. Tipe Lansia Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2) Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. 3) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4) Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
5) Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
6) Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen (ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
e. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia Lansia akan mengalami perubahan fisik sesuai dengan tingkatan umur. Adapun perubahan-perubahan fisik menurut
Nugroho (2008) meliputi: 1) Sel
Perubahan yang terjadi pada sel adalah: a) Lebih sedikit jumlahnya.
b) Lebih besar ukurannya.
c) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.
d) Menurunnnya proporsi di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.
e) Jumlah sel otak menurun.
2) Sistem Persyarafan Perubahan yang terjadi pada sistem persyarafan adalah:
a) Berat otak menurun 10-20% (pada setiap orang berkurang sel syaraf otaknya setiap hari).
b) Cepatnya menurun hubungan persyarafan.
c) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.
d) Mengecilnya syaraf panca indera.
e) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
f) Kurang sensitif terhadap sentuhan. 3) Sistem pendengaran
Perubahan yang terjadi pada sistem pendengaran adalah:
a) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran). Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun.
b) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
c) Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin. d) Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stres.
4) Sistem penglihatan Perubahan yang terjadi pada sistem penglihatan adalah:
a) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
b) Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan.
d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap.
e) Hilangnya daya akomodasi.
f) Menurunnya lapangan pandang: berkurang luas pandangannya.
g) Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala.
5) Sistem kardiovaskuler Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler adalah: a) Elastisitas dinding aorta menurun.
b) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) dapat menyebabakan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak).
e) Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistansi dari pembuluh darah perifer, sistolik normal kurang lebih 170 mmHg dan diastolik normal kurang lebih 90 mmHg.
6) Sistem respirasi Perubahan yang terjadi pada sistem respirasi adalah:
a) Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b) Menurunnya aktivitas dari silia.
c) Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
d) Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
e) O 2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
f) CO 2 pada arteri tidak berganti.
g) Kemampuan untuk batuk berkurang.
h) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia.
7) Sistem gastrointestinal Perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal adalah:
a) Kehilangan gigi, penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
b) Indera pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap(80%), hilangnya sensitifitas dari syaraf pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitifitas dari syaraf pengecap.
c) Esophagus melebar.
d) Lambung rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun.
e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f) Fungsi absorbsi melemah (daya absorbsi terganggu).
g) Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah. 8) Sistem urinaria
Perubahan yang terjadi pada sistem genitourinaria adalah:
a) Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui urine darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron(tepatnya di glomerulus). Kemudian mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang akibatnya berkurangnya kemampuan mengkonsentrasikan urin. b) Vesikaurinaria (kandung kemih). Otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi urine meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan meningkatnya retensi urine.
c) Pembesaran prostat 75% dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
9) Sistem endokrin Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin adalah: a) Produksi hampir semua hormon menurun.
b) Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
c) Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya Basal Metabolic Rate (BMR), dan menurunnya daya pertukaran gas.
d) Menurunnya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen dan testoteron.
10) Sistem integument Perubahan yang terjadi pada sistem integumen adalah pada lansia kulit akan mengeriput akibat kehilangan jaringan lemak, dan permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis. Mekanisme proteksi kulit menurun, ditandai dengan produksi serum menurun dan gangguan pigmentasi kulit. Kulit kepala dan rambut pada lansia akan menipis berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi.
11) Sistem muskuloskeletal Perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal adalah pada lansia tulang akan kehilangan densiti (cairan) dan makin rapuh, terjadi kifosis, pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas, discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tinggi menjadi berkurang), persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami skelerosis.
Terjadi atropi serabut otot (otot-otot serabut mengecil) sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor (Nugroho, 2008).
f. Masalah Kesehatan Pada lansia Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, terutama kesehatannya. Proses menua akan berkaitan dengan proses degeneratif tubuh dengan segala penyakit terkait. Golongan lansia akan memberikan masalah kesehatan yang khusus yang memerlukan bentuk pelayanan kesehatan tersendiri. Kehidupan lansia terisi dengan 40% masalah kesehatan (Fatimah, 2010).
Penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua atau lansia (Nugroho, 2008), yakni :
1) Gangguan sirkulasi darah, misalnya hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan pembuluh darah di otak , ginjal, dan lain-lain.
2) Gangguan metabolisme hormonal, misalnya diabetes melitus, klimakterim, dan ketidakseimbangan tiroid.
3) Gangguan pada persendian, misalnya osteoartritis, gout artritis, ataupun penyakit kolagen lainnya.
4) Berbagai macam neoplasma.
Timbulnya penyakit tersebut dapat dipercepat atau diperberat oleh faktor luar, misalnya makanan, kebiasaan hidup yang salah, infeksi, dan trauma.Sifat penyakit dapat mulai secara perlahan, sering kali tanpa tanda-tanda atau keluhannya ringan, dan baru diketahui sesudah keadaannya parah (Nugroho, 2008).
Perjalanan dan penampilan serta sifat penyakit pada lanjut usia berbeda dengan yang terdapat pada populasi lain. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa penyakit pada lanjut usia sebagai berikut (Nugroho, 2008): 1) Penyakit bersifat multipatologis/penyakit lebih dari satu 2) Bersifat degeneratif, saling terkait, dan silent 3) Mengenai multi-organ/multisistem 4) Gejala penyakit muncul tidak jelas/tidak khas 5) Penyakit bersifat kronis dan cenderung menimbulkan kecacatan lama sebelum meninggal 6) Sering terdapat polifarmasi dan iatrogenik
7) Biasanya juga mengandung komponen psikologis dan sosial 8) Lanjut usia lebih sensitif terhadap penyakit akut.
g. Patofisiologi Hipertensi pada Lansia Hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi sistolik terisolasi
(isolated systolic hypertension) dimana terdapat kenaikan tekanan tekanan darah sistolik disertai penurunan tekanan darah diastolik, yang disebabkan adanya perubahan di dalam struktur pembuluh darah utama, yang menjadi kurang elastis dan kaku. Pada kondisi ini peningkatan tekanan darah sistolik (TDS) disebabkan oleh kekakuan dinding arteri dan elastisitas aorta yang berkurang. Kekakuan dinding pembuluh darah menyebabkan penyempitan pembuluh darah, sehingga aliran darah yang dialirkan ke jaringan dan organ-organ tubuh menjadi berkurang. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah sistolik agar aliran darah ke jaringan dan organ-organ tubuh tetap mencukupi (Kaplan, 2006).
a. Pengertian Keluarga adalah unit terkecil dari masayarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi,2008). b. Struktur Keluarga Setiadi (2008), struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam, diantarannya adalah :
1) Patrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah. 2) Matrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi di mana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu. 3) Matrilokal : adalah sepasang suami istri yang tingga bersama keluarga sedarah istri.
4) Patrilokal : adalah sepasang suami istri yang tingga bersama keluarga sedarah suami.
5) Keluarga kawinan : adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembina keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
c. Tipe Keluarga Muwarni (2008) mengungkapkan, tipe keluarga dibagi menjadi dua macam yaitu :
1) Tipe Keluarga Tradisional
a) Keluarga Inti (Nuclear Family) , adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. b) Keluarga Besar (Extended Family), adalah keluarga inti di tambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
c) Keluarga “Dyad” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan istri tanpa anak.
d) “Single Parent” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian.
e) “Single Adult” yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk bekerja atau kuliah)
2) Tipe Keluarga Non Tradisional
a) The Unmarriedteenege Mather yaitu keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b) The Stepparent Family yaitu keluarga dengan orang tua tiri.
c) Commune Family yaitu beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama: sosialisasi anak dengan melelui aktivitas kelompok atau membesarkan anak bersama. d) The Non Marital Heterosexual Conhibitang Family yaitu keluarga yang hidup bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
e) Gay And Lesbian Family yaitu seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana suami
- – istri (marital partners).
f) Cohibiting Couple yaitu orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
g) Group-Marriage Family yaitu beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah tangga bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk sexual dan membesarkan anaknya.
h) Group Network Family yaitu keluarga inti yang dibatasi aturan atau nilai-nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan dan tanggung jawab membesarkan anaknya. i) Foster Family yaitu keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya. j) Homeless Family yaitu Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanent karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental. k) Gang yaitu sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang- orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
d. Fungsi keluarga Setiadi (2008), fungsi keluarga adalah beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut :
1) Fungsi Biologis a) Untuk meneruskan keturunan.
b) Memelihara dan membesarkan anak.
c) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
d) Memelihara dan merawat anggota keluarga. 2) Fungsi Psikologis a) Memberikan kasih sayang dan rasa aman.
b) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.
c) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.
d) Memberikan identitas keluarga. 3) Fungsi sosialisasi a) Membina sosial pada anak.
b) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
c) Menaruh nilai-nilai budaya keluarga.
4) Fungsi Ekonomi
a) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
b) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
c) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya. 5) Fungsi pendidikan
a) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki.
b) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
c) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.
Menurut Effendy (1998) dalam Setiadi (2008) dari berbagai fungsi diatas ada 3 fungsi pokok keluarga terhadap anggota keluarganya, adalah : 1) Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya. 2) Asuh adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosila dan spiritual.
3) Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mendiri dalam mempersiapkan masa depannya.
Menurut Setiadi (2008), etiologi dalam asuhan keperawatan keluarga, adalah : 1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan. 2) Ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai masalah kesehatan yang tepat.
3) Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit.
4) Ketidakmampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan yang sehat.
5) Ketidakmampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
e. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan Menurut Murwani (2008) yaitu: 1) Mengenal masalah kesehatan.
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat. 3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit. 4) Mempertahankan/menciptakan suasana rumah sehat. 5) Mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas kesehatan masyarakat. a. Pengertian Keluarga adalah kumpulan dua atau lebih individu yang saling tergantung satu sama lainnya untuk emosi, fisik, dukungan emosional.
Keluarga menghadapi situasi penuh stres dan ketergantungan karena memiliki anggota keluarga yang mengalami penyakit kronis. Situasi penuh stres ini memperberat dengan tuntutan ekonomi akan perawatan anggota yang mengalami penyakit kronis tersebut dalam jangka waktu yang tidak singkat dalam perawatannya, kesabaran tinggi dalam menghadapi emosi, kekhawatiran akan perilaku maladatif dan masa depannya. Situasi- situasi tersebut menimbulkan beban keluarga yang tidak ringan, jika tidak mendapatkan intervensi secara optimal dapat mengantarkan keluarga ke dalam krisis psikologis (Achjar, 2010).
Beban keluarga adalah tingkat pengalaman distres keluarga sebagai efek dari kondisi anggota keluarganya. Kondisi ini dapat menyebabkan meningkatnya stres emosional dan ekonomi keluarga adalah tingkat pengalaman distres keluarga sebagai efek dari kondisi anggota keluarganya (Fontaine, 2009, dalam Nuraenah, 2012).
b. Jenis Beban Keluarga Jenis beban keluarga menurut Fontaine (2009) dalam Ngadiran
(2010) ada tiga, yaitu: 1) Beban Obyektif
Beban obyektif merupakan beban dan hambatan yang dijumpai dalam kehidupan suatu keluarga yang berhubungan dangan pelaksanaan merawat salah satu anggota keluarga yang menderita. Beban obyektif berupa kesulitan finansial untuk merawat dan pengobatan, tempat tinggal, makan, dan transportasi.
2) Beban Subyektif Beban subyektif merupakan beban yang berupa distres emosional yang dialami anggota keluarga yang berkaitan dengan tugas merawat anggota keluarga yang menderita. Beban subyektif berupa ansietas akan masa depan, sedih, frustasi, merasa bersalah, kesal, dan bosan. 3) Beban Iatrogenik
Beban iatrogenik merupakan beban yang disebabkan karena tidak berfungsinya sistem pelayanan kesehatan yang dapat mengakibatkan intervensi dan rehabilitas tidak berjalan sesuai fungsinya, termasuk dalam beban ini berupa sistem rujukan dan program pendidikan kesehatan.
WHO (2008) dalam Ngadiran (2010) mengkategorikan beban keluarga kedalam dua jenis, yaitu: 1) Beban Obyektif
Beban obyektif merupakan beban yang berhubungan dengan masalah dan pengalaman anggota keluarga, terbatasnya hubungan sosial dan aktivitas kerja, kesulitan finansial dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik anggota keluarga. 2) Beban Subyektif
Beban subyektif merupakan beban yang berhubungan dengan reaksi psikologis anggota keluarga meliputi perasaan kehilangan, kesedihan, kecemasan dan malu dalam situasional, koping, stress terhadap gangguan perilaku dan frustasi yang disebabkan karena perubahan hubungan.
c. Beban Keluarga yang Mempunyai keluarga dengan Hipertensi Disabilitas satu anggota kelurga secara signifikan mempengaruhi keluarga dan fungsinya, sebagaimana perilaku keluarga dan anggota keluarga secara stimulan mempengaruhi perjalanan dan karakteristik disabilitas. Bertambahnya stres keluarga yang diciptakan oleh rendahnya fungsi keluarga, sementara tugas perkembangan keluarga menjadi terganggu atau terhambat. Keluarga menghadapi situasi krisis dan ketegangan karena memiliki anggota keluarga yang mengalami hipertensi, situasi krisis diperberat dengan tuntutan ekonomi dan perawatan anggota keluarga yang mengalami hipertensi tersebut dalam jangka waktu yang tidak singkat dalam perawatan, pengobatan, mengatur pola makan, mengatur pola aktivitas, kesabaran tinggi dalam menghadapi emosi, kekhawatiran akan keadaan masa depannya, situasi tersebut menimbulkan beban keluarga yang tidak ringan, jika tidak dapat mendapatkan intervensi secara optimal dapat mengantarkan keluarga ke dalam krisis psikologis (Achjar, 2010)
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban keluarga Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi beban keluarga antara lain:
1) Perjalanan penyakit Hipertensi pada usia lanjut disebabkan adanya perubahan di dalam struktur pembuluh darah utama, yang menjadi kurang elastis dan kaku. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah sistolik agar aliran darah ke jaringan dan organ-organ tubuh tetap mencukupi (Kaplan, 2006). Lansia sering mangalami ketidakmampuan seperti merawat diri, berinteraksi sosial, sehingga sangat bergantung kepada keluarga yang akan menjadi beban baik subyektif maupun obyektif (Nuraenah, 2012).
2) Stigma Golongan lansia akan memberikan masalah kesehatan yang khusus yang memerlukan bentuk pelayanan kesehatan tersendiri.
Kehidupan lansia terisi dengan 40% masalah kesehatan (Fatimah, 2010).
Pengertian stigma menurut Goffman (2003 dalam Gilang, 2016) merupakan tanda atau tanda yang dibuat pada tubuh seseorang untuk diperlihatkan dan menginformasikan kepada masyarakat bahwa orang-orang yang mempunyai tanda tersebut merupakan seorang budak, kriminal, atau seorang penghianat serta suatu ungkapan atas ketidakwajaran dan keburukan status moral yang dimiliki oleh seseorang. Jadi stigma ini mengacu kepada atribut yang memperburuk citra seseorang.
3) Pelayanan kesehatan Fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada usia lanjut. Selain itu masalah degeneratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi penyakit menular. Faktor yang juga mempengaruhi kondisi fisik dan daya tahan tubuh lansia adalah pola hidup yang dijalaninya sejak usia balita. Pola hidup yang kurang sehat berdampak pada penurunan daya tahan tubuh, masalah umum yang dialami adalah rentannya terhadap berbagai penyakit. Pelayanan kesehatan pada lanjut usia berupa kesejahteraan sosial dan jaminan sosial, peningkatan sistem pelayanan kesehatan, penguatan dukungan keluarga dan masyarakat, peningkatan kualitas hidup lanjut usia, dan peningkatan sarana dan fasilitas khusus bagi lanjut usia (Kemenkes RI, 2013). 4) Pengetahuan terhadap penyakit
Pengetahuan keluarga tentang hipertensi dan cara perawatannya sangat mempengaruhi proses fikir keluarga. Keluarga yang mempunyai pengetahuan kurangtentang cara merawat lansia berpeluang mengalamibeban tinggi dalam merawat lansia.
Kemampuan kognitif merupakan sifat mental dan karakteristik individu yang dihubungkan dengan kemampuan yang dibutuhkan untuk berpikir dan persepsi, antaralain seperti inteligensia, pengetahuan, pemahaman, kemampuan beradaptasi, dan kemampuan dalammengontrol diri. Pengetahuan, kesadaran, pemahaman, informasi spesifik tentang sesuatu didapat melalui pendidikan dan pengalaman merupakan sumber kognitif khas. Pengetahuan menimbulkan kesadaran yang akhirnya menyebabkan orang berperilaku sesuai pengetahuan yang dimiliki (Nuraenah, 2012).
5) Ekspresi emosi Emosi keluarga berkaitan dengan pengetahuan menyebabkan emosi tinggi karena merasa terbebani dengan perilaku klien.
Tingginya angka kekambuhan tersebut akan meningkatkan ketidakmampuan penderita yang menyebabkan beban bagi keluarga (Nuraenah, 2012). 6) Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam penilaian beban keluarga. Oleh karena itu, apabila keluarga tidak memiliki sumber dana yang cukup atau jaminan kesehatan, maka hal ini akan menjadi beban yang berat bagi keluarga (Nuraenah, 2012).
B. Kerangka Teori
Perubahan fisik pada lansia:
LANSIA
Masalah kesehatan
1. Sel pada lansia:
2. Sistem Persyarafan
1. Gangguan
3. Sistem pendengaran sirkulasi darah
4. Sistem penglihatan
2. Gangguan
5. Sistem kardiovaskuler metabolisme
6. Sistem respirasi hormonal
7. Sistem gastrointestinal
3. Gangguan pada
8. Sistem urinaria persendian
9. Sistem endokrin
4. Berbagai macam
10. Sistem integument neoplasma.
11. Sistem muskuloskeletal
Hipertensi pada lansia (Isolated Systolic Hypertension)
Beban Beban
BEBAN KELUARGA Subyektif
Obyektif
Faktor yang mempengaruhi beban keluarga:
1. Perjalanan penyakit
2. Stigma
3. Pelayanan kesehatan
4. Pengetahuan terhadap penyakit
5. Ekspresi emosi
6. Ekonomi
Gambar 2.1 Kerangka TeoriSumber: Kaplan (2010), Nugroho (2008), Udjianti (2010), Nuraenah (2012)
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran yang memberikan penjelasan tentang dugaan yang tercantum dalam hipotesa (Saryono, 2010).
Gambar 2.2 Kerangka KonsepMerawat Lansia Hipertensi
Variabel Tunggal Beban Keluarga