OPTIMALISASI EKSTRAKSI DAN UJI STABILITAS PHYCOCYANIN DARI MIKROALGA Spirulina platensis - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

Jurnal Teknologi
Tek
Kimia dan Industri, Vol. 2, No. 2, Tahun
hun 2013, Halaman 61-67
Online di: http://ejournal-s1.un
.undip.ac.id/index.php/jtki

OPTIMALISASI EKS
KSTRAKSI DAN UJI STABILITAS PHYCOCYANIN
P
DARI
RI MIKROALGA Spirulina platensis
Prayudi Eko Sety
etyawan (L2C007079) dan Yudha Satria (L2C
L2C007098)
Jurusan Teknik
nik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Dipon
onegoro
Jln. Prof. Sudharto,
to, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058
(02

Pem
Pembimbing:
Prof.Dr. Ir. Bakti Jos, DEA

Abstrak

Spirulina platensis adalah salah sat
satu mikroalga penghasil Phycocyanin yang relatif cepa
epat berproduksi dan mudah
dalam sistem pemanenannya. Phyco
cocyanin yang secara struktural mirip dengan β-karote
oten merupakan pigmen biru
alami yang berharga dan banyak dim
dimanfaatkan pada bidang kosmetik, obat-obatan dann farmasi.
fa
Tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah melakukan studi evaluasi produksi Phycocyanin denga
ngan teknik ekstraksi dengan
beberapa pelarut polar pada berba
rbagai konsentrasi untuk mendapatkan hasil ekstrak

ak yang maksimum. Metode
penelitian yang diterapkan dalam ppenelitian ini memiliki beberapa tahap yaitu persiap
apan bahan, ekstraksi, studi
kelarutan Phycocyanin, dan uji stab
tabilitas Phycocyanin. Variabel berubah dalam penelitia
itian ini adalah jenis pelarut
polar Air, Asam asetat 70%, 75%,, 880%, Amonium sulfat 50%, 55%, 60%. Analisa hasil
sil kadar Phycocyanin yang
terkstrak menggunakan metode spe
spektrofotometri. Hasil pengamatan menghasilkan ekst
kstrak zat warna biru yang
memiliki intensitas warna tertinggi
gi ddengan absorbansi maksimalnya 620 nm. Pelarut asam
asa asetat 80% merupakan
pelarut yang paling efektif mengek
gekstrak zat warna biru Phycocyanin dibandingkann air dan amonium sulfat.
Ekstraksi dipengaruhi oleh pH yyaitu kenaikan serapan (absorbansi) dengan meni
eningkatnya pH dan tidak
dipengaruhi oleh suhu dan lama pen
enyimpanan zat warna.

Kata Kunci: Ekstraksi cair-cair; Phycocyanin;
Ph
Spirulina
Abstract
Spirulina platensis is one of the microalgae
mic
Phycocyanin-producing that produce a re
relatively quick and easy in
their harvest. Phycocyanin is structu
cturally similar to β-carotene is a natural blue pigment
nt iis valuable and much used
in the field of cosmetics, drugs andd ppharmaceuticals. From the results of previous researc
arch found that Phycocyanin
has important functions in cancer
er care. The aim of this research is to conduct evalua
luation studies Phycocyanin
production by extraction with polar
ar solvents at various concentrations to obtain extracts
cts for maximum results. The
research methods in this study hass several

s
stages, namely preparation of materials, extra
traction, solubility studies of
Phycocyanin, Phycocyanin’s stabilit
ility test. Changing variables in this study are water, ac
acetic acid 70%, 75%, 80%,
ammonium sulphate 50%, 55%,
%, 60%. The analysis of the extracts of Phyco
ycocyanin’s content using
spectrophotometric methods. The observations
ob
produces a blue pigment which has thee hhighest color intensity with
maximum absorbance of 620 nm.. Acetic acid 80% is the most effective solvent to extract the blue pigment
Phycocyanin than water and ammo
monium sulfate. Extraction is influenced by the pH off the
t increase in absorption
(absorbance) with increasing pH and was not influenced by storage temperature and time
me
Keywords : Liquid-liquid extraction
ion; Phycocyanin; Spirulina


61

Jurnal Teknologi
Tek
Kimia dan Industri, Vol. 2, No. 2, Tahun
hun 2013, Halaman 61-67
Online di: http://ejournal-s1.un
.undip.ac.id/index.php/jtki

1. Pendahuluan
Mikroalga telah lama menja
njadi sumber pangan protein tinggi yang dikonsumsi ma
manusia Mikroalga Spirulina
merupakan salah satu sumber pang
angan berpotensi, sebagai contoh satu acre atau 0,464
4646 hektar Spirulina dapat
menghasilkan sekitar 20 kali lebihh baik protein daripada satu acre kedelai atau jagung
ng dan 200 kali lebih baik
daripada daging sapi (Kozlenko ddan Henson, 1998). Spirulina mengandung senya

nyawa kimia yang mampu
merangsang pembentukan sel darah
rah merah dan darah putih yang berperan penting pada
ada sistem kekebalan tubuh.
Senyawa kimia tersebut diketahui berupa
be
pigmen biru gelap, yakni Phycocyanin (Kozlenk
nko dan Henson, 1998).
Beberapa alasan utama pemanfaatan
pe
Spirulina adalah memiliki nilai kualita
litas tinggi terutama untuk
Spirulina keringnya, memiliki produktivitas
pro
penghasil protein yang tinggi dan m
mengandung pigmen biru
(Phycocyanin) hingga mencapai 20 % dari bobot keringnya (Landau, 1992). Oleh ka
karena itu Spirulina sangat
potensial untuk dijadikan sumber zat pewarna alami. Zat warna banyak digunakan pada makanan,
m

minuman, tekstil,
kosmetik, peralatan rumah tanggaa ddan banyak lagi. Penggunaan zat warna sangat diperl
erlukan untuk menghasilkan
suatu produk yang lebih bervariasii dan
da juga menambah nilai artistik produk tersebut.
Dari hasil penelitian terdah
ahulu diketahui bahwa Phycocyanin mempunyai fungsi
gsi penting dalam perawatan
kanker. Phycocyanin mempunyai kandungan
kan
yang cukup signifikan sebagai antioksidan,, melindungi
m
fungsi hati, dan
membuang senyawa radikal (Weil,
eil, 2000). Oleh karena itu Phycocyanin sangat luas
as digunakan dalam bidang
pewarnaan makanan dan kosmetik . Kandungan Phycocyanin dalam 10 gram spirulina kering
ke
juga termasuk cukup
tinggi yaitu 1400 mg atau sekitar 14% (Henrikson, 2000).

Berdasarkan penelitian terd
rdahulu diketahui bahwa biomassa sel Spirulina platen
tensis akan jauh lebih mudah
larut dalam pelarut polar, seperti pada
pad air dan larutan penyangga (buffer) bila dibandingk
gkan dengan pelarut kurang
polar seperti aseton atau kloroform.
m. Perubahan jenis solvent yang digunakan saat mengek
gekstrak Phycocyanin sangat
mempengaruhi hasil dari ekstrak yang
yan didapat, hal yang mungkin terpengaruh antara lain
in jumlah Phycocyanin yang
didapat, juga kestabilan dari hasil ek
ekstrak.
Oleh karena itu, penelitian
ian ini bertujuan untuk melakukan studi evaluasi prod
oduksi Phycocyanin dengan
teknik ekstraksi dengan pelarut polar,
po
menghasilkan ekstrak Phycocyanin yang mak

aksimum, dan mengetahui
pengaruh konsentrasi pelarut polarr yyang digunakan terhadap laju ekstraksi Phycocyanin.
2. Bahan dan Metode Penelitian
Pada penelitian ini, Spiruli
ulina platensis didapatkan dari kolam pembiakan mikr
ikroalga Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas Dipo
ponegoro kampus Jepara. Spirulina dibiakkan dalam media
me
tumbuh alami air laut
dengan waktu pembiakan 14 hari. Setelah
S
dilakukan pemanenan, spirulina dikeringkan dengan
d
menggunakan sinar
matahari. Bentuk spirulina yang akan
kan diekstrak berbentuk serbuk spirulina kering spirulin
lina kering ukuran 140 mesh
yang didapat dengan menghaluskannnya dengan mortar.
Penelitian dilakukan pada

da bulan November 2010 – Januari 2011 dan dilak
aksanakan di Laboratorium
Mikrobiologi Industri dan Laborato
atorium Bioproses Teknik Kimia Universitas Diponeg
negoro. Prosedur percobaan
meliputi penyiapan bahan baku, ekst
kstraksi, uji kelarutan dan uji kestabilan zat warna.
Alat yang dipakai berupaa beker
b
glass, labu erlenmeyer dengan berbagai volome
me, tabung reaksi besar, alat
sentrifugasi, lemari pendingin, dann alat
a spektrofotometri. Variable tetap dalam penelitiann ini adalah massa spirulina,
kecepatan sentrifugasi, lama sentrifu
rifugasi, volume solvent dan volume buffer. Variabell berubah
be
adalah asam asetat
70%, 75%, dan 80% ammonium sulf
ulfat 50%, 55%, dan 60%, dan air. Tiap variabel, dibuat
at rangkap 3 atau triplikat.

Prosedur kerja proses di
dimulai dengan menghaluskan spirulina hingga ukuran
uk
140 mesh dengan
menggunakan mortar, kemudian m
mencampur serbuk spirulina tersebut dengan larutann buffer fosfat pH 7.0 dan
disimpan dalam refrigerator selama
ma 24 jam, kemudian disentrifugasi pada 6.000 rpm
pm selama 60 menit. Hasil
sentrifugasi berupa padatan dibuan
uang dan bagian cairan dicampurkan dengan solvent
ent sesuai dengan variabel,
kemudian disentrifugasi lagi dengan
gan kecepatan 6000 rpm selama 60 menit. Pendugaan
an hasil penampakan untuk
masing-masing jenis senyawa yan
ang diperoleh dari hasil ekstraksi berdasarkan pola
ola absorpsi pada panjang
gelombang 610 – 650 nm.
in terhadap temperatur dan pH, dan uji kestabilan yang
ang dilakukan selama 8 hari
Uji kelarutan Phycocyanin
dengan monitoring tiap 24 jam deng
ngan menggunakan alat spektrofotometri. Kelarutan Phycocyanin
Ph
dikaji pada pH
asam (2, 3, 4) dengan menggunakan
an HCl dan basa (10, 11, 12) dengan menggunakan NaO
aOH. Kelarutan Phycocyanin
dikaji terhadap temperatur dengan
an penyimpanan Phycocyanin pada temperatur kam
amar (27± 2oC) dan pada
o
o
temperatur refrigetator (14 C – 17 C). Ekstrak Phycocyanin yang telah diuji kelarutan
tannya terhadap temperatur
disimpan selama 8 hari untuk diuji
ji kesatabilannya.
k
Setelah interval waktu 24 jam, konsen
sentrasi Phycocyanin diukur
absorbansinya.

62

Jurnal Teknologi
Tek
Kimia dan Industri, Vol. 2, No. 2, Tahun
hun 2013, Halaman 61-67
Online di: http://ejournal-s1.un
.undip.ac.id/index.php/jtki

Prosedur percobaan secara sistematis
atis digambarkan pada gambar 1.
Spirulina
Pengeringan dengan
air-dryer
Pengecilan ukuran dengan
penggilingan menggunakan
mortar

Ekstraksi phycocyanin:
Air

Asam asetat :
70%, 75%, 80%

Amonium sulfat
fat :
50%, 55%, 60%
0%

Dipisahkan ekstrak dan
ampasnya

Ampas
Spirulina

Ekstrak : Phycocyanin
Sentrifugasi 6000 rpm
Studi kelarutan
Studi stabilitas
Pigmen biru
(phycocyanin)

Gambar 1. Prosedur Percobaan

3. Hasil dan Pembahasan
Ekstraksi Phycocyanin
Pada ekstraksi zat warnaa biru
b
(Phycocyanin) dari mikroalga Spirulina platen
tensis dengan menggunakan
pelarut asam asetat 70%, 75%, 80%,
%, amonium sulfat 50%, 55%, 60%, dan air menunjukka
kan penurunan intensitas zat
warna biru seiring dengan kenaikann ppanjang gelombang yang digunakan seperti ditunjukka
kkan grafik gambar 2.

Nilai absorban ekstrak phycocyanin
1.6
As. Asetat
Aset 70%

1.4

As. Asetat
Aset 75%

Absorbansi

1.2

As. Asetat
Aset 80%

1
0.8

Amm.
m. Sulfat
S
50%

0.6

Amm.
m. Sulfat
S
55%

0.4

Amm.
m. Sulfat
S
60%

0.2

Air

0
610

620
630
640
Panjang Gelombang (nm)
Panj

650

63

Jurnal Teknologi
Tek
Kimia dan Industri, Vol. 2, No. 2, Tahun
hun 2013, Halaman 61-67
Online di: http://ejournal-s1.un
.undip.ac.id/index.php/jtki

Gambar 2. Hubungan pengaruh
pen
jenis pelarut pada ekstraksi Phycocyanin terhad
hadap absorbansi
Kenaikan intensitas terjadi
adi pada panjang gelombang 610-620 nm dan kemudi
udian mengalami penurunan
pada panjang gelombang 630-6500 nnm. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari Phycoc
cocyanin itu sendiri dimana
Phycocyanin adalah phycobiliprotei
tein yang diisolasi dari Spirulina platensis (alga hijau
jau-biru) yang tampak pada
panjang gelombang 620 nm (Boussib
siba dan Richmond, 1979).
Pada penggunaan pelarutt uuntuk ekstraksi, performa amonium sulfat paling rend
endah dibandingkan pelarutpelarut yang lain. Amonium sulfat
fat kadar 55% paling efektif mengekstrak Phycocyani
nin dibandingkan amonium
sulfat kadar 50% dan 60%. Hall iini didukung oleh penelitian Arlyza (2005), dan Kabinawa
K
(1996) dimana
pengendapan dengan (NH4)2SO4 55% memberikan intensitas warna biru Phycocyanin terbaik.
te
Hasil Phycocyanin
yang diperoleh dari pengendapan dengan
d
(NH4)2SO4 berupa presifitat biru. Performaa ppelarut asam asetat dalam
mengekstrak Phycocyanin lebih bai
aik daripada pelarut amonium sulfat dan pelarut aqua
uadest karena menghasilkan
ekstrak paling tinggi daripada pelaru
rut yang lain. Pengendapan dengan asam asetat 80% memberikan
me
intensitas warna
biru Phycocyanin terbaik.
Berdasarkan penelitian Arl
rlyza (2005) diketahui bahwa biomassa sel Spirulina
na platensis akan jauh lebih
mudah larut dalam pelarut polar, seperti
sep
pada air dan larutan penyangga (buffer) bila dib
dibandingkan dengan pelarut
kurang polar seperti aseton atau kl
kloroform. Hal ini dikarenakan phycobiliprotein adal
alah senyawa protein polar
sehingga akan larut dalam pelarutt ppolar (Romay, et.al, 2003). Aquadest (air) adalah pela
elarut polar sehingga cukup
baik untuk melarutkan Phycocyan
yanin. Kepolaran suatu pelarut sebanding dengan kkonstanta dialektrik yang
dimilikinya. Air memiliki konstanta
ta dialektrik sebesar 80 sedangkan asam asetat memilik
iliki konstanta dialektrik 6,2
(Perry, 1999) sehingga air lebih efek
ektif mengekstrak Phycocyanin daripada pelarut-pelarut
rut yang lain.

Studi kelarutan Phycocyanin
Pengaruh pH terhadap stabilitas zat
at warna
w
Phycocyanin
Hasil pengamatan pada pH
H yang berbeda memperlihatkan adanya kenaikan serapa
apan (absorbansi) dengan
meningkatnya pH seperti yang ditunj
unjukkan pada grafik gambar 3. Kondisi pH sangat mem
empengaruhi intensitas
warna, seperti pada penelitian Duang
ngsee (2009) dimana semakin rendah pH semakin kecil
cil serapan yang dihasilkan.
Phycocyanin secara struktur molekul
kul mengembang diakibatkan oleh protein (phycobiliprot
rotein) yang menggumpal
dan mengendap pada waktu dilakuka
kan sentrifugasi sehingga sebagian Phycocyanin terbuan
uang bersama endapan lain
(Duangsee, 2009).

Absorbansi

Uji Kelar
elarutan pada pH=2,3,4,10,11,dan 12 zat warna
arna
pada λ = 620 nm
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

As.
s. As
Asetat 70%
As.
s. As
Asetat 75%
As.
s. As
Asetat 80%
Am.
m. SSulfat 50%
Am.
m. SSulfat 55%
Am.
m. SSulfat 60%
Air
2

3

4

10

11

12

pH

64

Jurnal Teknologi
Tek
Kimia dan Industri, Vol. 2, No. 2, Tahun
hun 2013, Halaman 61-67
Online di: http://ejournal-s1.un
.undip.ac.id/index.php/jtki

Gambar 3. Hubung
ngan pengaruh pH asam dan basa terhadap absorbansii zat
z warna

Pengaruh kondisi penyimpanan terha
rhadap stabilitas zat warna Phycocyanin
Hasil pengamatan intensitas
itas warna dari zat warna biru (Phycocyanin) yang telahh ddisimpan pada suhu kamar
o
dan suhu refrigerasi (15 C) menunju
njukkan perubahan intensitas warna yang tidak begitu
tu signifikan. Namun, secara
keseluruhan ada kecenderungan men
engalami penurunan absorbansi seiring dengan kenaikan
kan temperatur penyimpanan
seperti ditunjukkan pada gambar 4.

Absorbansi

Pengar
ngaruh suhu terhadap absorbansi zat warna
pada λ = 620 nm
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

Awal
wal (4oC)
(
Kulkas
lkas (24 jam)
Kamar
mar (24 jam)
Am. Am. Am.
As.
As.
As.
Asetat Asetat Sulfat Sulfat Sulfat
Asetat As
70% 75% 80% 50% 55% 60%

Air

Gambar 4. Hubungan pen
engaruh temperatur tempat penyimpanan terhadap absor
sorbansi zat warna

Hasil penelitian dari Lydia
ia dkk (2001) pada pengamatan intensitas warna dari
ri kulit buah rambutan yang
disimpan pada kondisi suhu kamarr dan
d gelap selama 7 hari, menghasilkan penurunan inte
tensitas warna sebesar 41 %
bila dibandingkan dengan zat warn
arna yang disimpan pada kondisi dingin (15oC). Peru
erubahan saat penyimpanan
dimungkinkan disebabkan (1). Reak
eaksi kopigmentasi. (2). Diduga ekstrak masih mengan
gandung enzim polifenolase
yang mengkatalis reaksi pencoklata
atan (Lydia, 2001). Sehingga penyimpanan pada kond
ndisi kamar mengakibatkan
terjadinya perubahan intensitas zatt w
warna yang cukup besar akibat dua hal tersebut. Dann penyimpanan
p
pada kondisi
dingin dapat menghambat terjadinya
ya reaksi kopigmentasi dan reaksi pencokelatan.
Dari uji stabilitas baik uji
ji pH dan uji kondisi penyimpanan menunjukkan bahw
ahwa pelarut air mengalami
ketidakstabilan intensitas warna. Hal
Ha ini ditunjukkan dengan penurunan tajam dan fluk
fluktuasi absorbansi jika zat
warna ditempatkan pada kondisi tertentu.
ter
Hal ini disebabkan karena senyawa air sendir
diri sangat sensitif terhadap
suhu dan pH dibandingkan asam asetat.
as
Asam asetat merupakan larutan penyangga (buf
buffer) sehingga relatif stabil
terhadap perubahan pH dan memi
miliki titik didih 118oC lebih tinggi daripada titik didih
d
air. Hal inilah yang
menyebabkan ketidakstabilan air seb
ebagai pelarut pada ekstraksi zat warna Phycocyanin.
Studi Stabilitas Phycocyanin

65

Jurnal Teknologi
Tek
Kimia dan Industri, Vol. 2, No. 2, Tahun
hun 2013, Halaman 61-67
Online di: http://ejournal-s1.un
.undip.ac.id/index.php/jtki

Hasil pengamatan terhadap
ap lama penyimpanan menunjukkan perubahan intensita
itas warna yang tidak begitu
signifikan meskipun ada beberapa terjadi
te
penurunan nilai serapan warna pada beberapaa pelarut
p
seperti ditunjukkan
gambar 5.

Absorbansi

Uji Kestabi
tabilan Zat Warna Phycocyanin pada λ = 620
0 nm
2.0000
1.8000
1.6000
1.4000
1.2000
1.0000
0.8000
0.6000
0.4000
0.2000
0.0000

As.
s. As
Asetat 70%
As.
s. As
Asetat 75%
As.
s. As
Asetat 80%
Am.
m. SSulfat 50%
Am.
m. SSulfat 55%
Am.
m. SSulfat 60%
Air
1

2

3

4

Hari

5

6

7

8

Hu
lama penyimpanan terhadap absorbansi zat warna
wa
Gambar 5. Hubungan
Penurunan absorbansi disebabkan
dis
adanya sinar matahari yang mengakiba
ibatkan pigmen mengalami
degradasi sewaktu melakukan penga
ngamatan spektrofotometri terhadap sampel. Pada peng
ngamatan terhadap stabilitas
warna dari kulit rambutan, adanya
ya sinar matahari menyebabkan degradasi pigmen yan
ang ditunjukkan penurunan
absorbansi, dimana secara visuall perubahan pigmen semakin bening kemudian war
arna merah tidak terlihat.
Penurunan nilai absorbansi atau pemucatan
p
warna disebabkan karena terjadinya pe
perubahan struktur pigmen
anthosianin (Lydia dkk,2001). Sekal
kali lagi pelarut air menunjukkan ketidakstabilan dalam
am menjaga intensitas warna
biru

4. Kesimpulan
Ekstraksi zat warna biru (P
Phycocyanin) dari Spirulina platensis menghasilkan ekstrak
ek
zat warna biru yang
memiliki intensitas warna tertingg
ggi dengan absorbansi maksimalnya 620 nm. Padaa ekstraksi zat warna biru
(Phycocyanin) dengan menggunaka
akan pelarut asam asetat, amonium sulfat, dan air menunjukkan
m
karakteristik
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Pelarut asam asetat merup
rupakan pelarut yang paling efektif mengekstrak zat
at warna biru Phycocyanin
dibandingkan air dan amoni
onium sulfat.
Dipengaruhi oleh pH. Kena
naikan serapan (absorbansi) dengan meningkatnya pH.
Tidak dipengaruhi oleh tem
temperatur penyimpanan. Disimpan pada suhu kamarr dan
d suhu refrigerasi (15oC)
menunjukkan perubahan int
intensitas warna yang tidak begitu signifikan.
Lama penyimpanan tidak mempengaruhi
m
perubahan intensitas warna yang tidakk begitu
b
signifikan

Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kami sampaik
aikan kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberik
rikan-Nya. Pada kesempatan
ini mengucapkan terima kasih kepa
pada Bapak Prof. Dr. Ir. Bakti Jos, DEA selaku dosen
sen pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan, ppengarahan, dan koreksi sehingga laporan penelitia
tian ini dapat diselesaikan.
66

Jurnal Teknologi
Tek
Kimia dan Industri, Vol. 2, No. 2, Tahun
hun 2013, Halaman 61-67
Online di: http://ejournal-s1.un
.undip.ac.id/index.php/jtki

Program PKM Penelitian 2011 Dirje
irjen Dikti Republik Indonesia yang telah membiayaii penelitian
p
ini. Serta semua
pihak yang telah banyak membantu
tu terselesainya
t
laporan penelitian ini.

Daftar Pustaka
Arlyza,I.S. 2005. Isolasi Pigmen
en Biru Phycocyanin dari Mikroalga Spirulina platensis.
pl
Oseanologi dan
Limnologi ISSN 0125-9830
30 No.38 : 79-92
Boussiba, S; Richmond, A. 1979
79. Isolation and Purification of Phycocyanin from
rom the Blue Green Alga
Spirulina platensis. Arch.. M
Microbiol 120:155-159
Duangsee, R; Phoopat, N; dan Ning
ingsanond, S. 2009. Phycocyanin extraction from Spiru
irulina platensis and extract
stability under various pH and
a temperatur. As. J. Food Ag-Ind. 2009, 2(04), 819-826.
819
Henrikson, R. 2000. Earth food spiru
irulina. Essential Fatty Acids and
Phytonutrients.
Ronore
Enterprises,
Inc.California. http://www.sp
//www.spirulinasource.com/earthfoodch2b.html
Kabinawa,I.N.K. 1996. Growing th
the Cyanobacterium Spirulina platensis in an artifi
tificial wastewater medium.
Annual Report of IC Biotec
tech. International Center for Biotechnology, Osaka Uni
niversity, Osaka, Japan.
Lydia, S.W; Simon, B.W; dan Susan
anto,T. 2001. Ekstraksi dan Karakterisasi Pigmen dar
dari Kulit Buah Rambutan
(Nephelium Lappaceum).. Var.
V Binjai Biosain, Vol. 1 No. 2, hal. 42-53
Landau, M. 1992. Introduction to aquaculture.
aq
JhonWiley & Sons.Inc. Canada:76-79.
Perry,R. 1999. Perry’s Chemical Eng
Engineering HandBook, Mc-Graw Hill. Inc
Romay, Ch. 2003. C-Phycocyanin:: A Biliprotein with Antioxidant, Anti-Inflammatory and
an Neuroprotective Effects.
Current Protein and Peptide
ide Science, 2003, 4, 000-000.
Weil, A. 2000. Green food Spirulina
ina, Blue-green algae and Chorella .http://www.wellness
ess.com

67