HUBUNGAN SELF-ESTEEM DENGAN TINGKAT KECENDERUNGAN KESEPIAN PADA LANSIA DI DINAS SOSIAL “UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA PASURUAN” DI LAMONGAN.

HUBUNGAN SELF-ESTEEM DENGAN TINGKAT KECENDERUNGAN
KESEPIAN PADA LANSIA DI DINAS SOSIAL
“UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA PASURUAN”
DI LAMONGAN

SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program
Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Aimmatu Nur Azizah
B07212036

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2016

INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan self-esteem

dengan tingkat kecenderungan kesepian pada lansia. Penelitian ini
merupakan penelitian korelasi dengan menggunakan teknik
pengumpulan data berupa skala self-esteem dan skala kesepian pada
lansia. Penelitian merupakan penelitian populasi, subjek penelitian
berjumlah 31 responden dari jumlah populasi yang sebanyak 55
populasi. Teknis analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi
Spearman. Hasil penelitian menunjukkan dengan nilai signifikansi
sebesar 0,147 > 0,05 yang berarti hipotesis ditolak artinya tidak ada
hubungan antara self-esteem dengan tingkat kecenderungan kesepian
pada lansia.

Kata Kunci : Self-Esteem, Kesepian pada Lansia

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ABSTRACT

The purpose of this research was to know the connection between selfesteem loneliness elderly. This research was correlation research by

using data collection technique of scale self-esteem and scale of
loneliness elderly. These subject were 31 respondent of a population
of as many as 55. This research to use population research. Data
analysis technique which is used was correlation analysis Spearman.
The research results showed with the significance of 0, 147 > 0,05
which means hypothesis was rejected which means that there was not
a correlation self-esteem between loneliness elderly
Key word : Self-Esteem, Loneliness elderly

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………....
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………….
HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………….
KATA PENGANTAR………………………………………………….............
DAFTAR ISI………………………………………………….............................

DAFTAR TABEL…………………………………………………....................
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………...............
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………...........
INTISARI………………………………………………….................................
ABSTRAK…………………………………………………................................

i
ii
iii
iv
vi
viii
ix
x
xi
xii

BAB I PENDAHULUAN
A.
B.

C.
D.
E.

Latar Belakang .................................................................................................. . 1
Rumusan Masalah ............................................................................................. 10
Tujuan Penelitian .............................................................................................. 10
Manfaat Penelitian ............................................................................................ 11
Keaslian Penelitian ………………………………………………………… ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kesepian
1. Pengertian Kesepian ….. .............................................................................
2. Tipe-tipe Kesepian ......................................................................................
3. Aspek-aspek Kesepian …………………………………………................
4. Faktor-faktor Penyebab Kesepian…………………..………………….. ...
B. Self-Esteem
1. Pengertian Self-Estem………………………………………..................... ..
2. Macam-macam Self-Esteem…...……….…………….................................
3. Aspek-aspek Self-Esteem……………………………….............................

C. Lansia (Lanjut Usia)
1. Pengertian Lansia ……………………………………………………...…
2. Ciri-ciri masa Lansia ………………………………………………….....
3. Karakteristik masa Lansia ………………………………………..…...….
4. Masalah yang sering dihadapi lansia yang hidup di Panti Sosial... …...….
5. Masalah yang sering dihadapi lansia yang hidup dengan Keluarga ...…....
6. Penyebab dari masalah yang dihadapi Lansia yang hidup di Panti Sosial...
D. Hubungan antara Self-Esteem dengan Kesepian…...…..………………...........
E. Landasan Teoritis .……………………………………………………..……...

17
20
20
22
27
30
33
34
36
38

39
40
41
42
44

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

F. Hipotesis ……………………………………………………………..……….. 45
BAB III METODE PENELITIAN
A. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian …………………………………………….…………
2. Definisi Operasional ………………………………………….……….......
B. Populasi
1. Populasi…………………………………………………………………...
C. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………………..…..
D. Validitas dan Reabilitas
1. Validitas ……………………………………………………………….….

2. Reabilitas ………………………………………………………………....
E. Analisis Data ……………………………………………………………........

47
48
52
54
55
60
62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Subjek …………………………………………………….………..
B. Deskripsi dan Reliabilitas Data
1. Deskripsi Data …………………………………………………….……...
2. Reliabilitas Data ………………………………………………….………
C. Hasil Penelitian
1. Uji Normalitas …………………………………………………...……….
2. Uji Linieritas …………………………………………………….……….
3. Hipotesis……………………………………………………………........

D. Pembahasan ………………………………………………………………….

65
69
69
71
72
73
75

BAB V PENUTUP
A. Simpulan …………………………………………………………………….. 83
B. Saran ……………………………………………………………………….... 83
DAFTAR PUSTAKA …………...……………..………………………........... .

85

LAMPIRAN…………..…………………………………………………..….... .

87


vi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel1

Blue Print Self-Esteem…………………………………………… 57

Tabel2

Distribusi Aitem Skala Self-Esteem Setelah diuji Coba………..… 58

Tabel3

Blue Print Skala Kesepian……………………………………….. 59

Tabel4


Distribusi Aitem Skala Kesepian Setelah diuji Coba……………

60

Tabel5

Reliabilitas Statistik Try Out……………………………………..

61

Tabel 6

Pelaksanaan Penelitian………………………………………….... 68

Tabel 7

Deskripsi Statistik………………………………………………… 69

Tabel 8


Uji Reliabilitas………………………………………………….... 70

Tabel 9

Hasil Uji Normalitas……………………………………………… 71

Tabel 10

Hasil Uji Linieritas………………………………………………… 72

Tabel 11

Hasil Uji Korelasi Spearman……………………………………… 73

Tabel12

Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…………………………… 78

Tabel 13

Responden Berdasarkan Usia…………………………………….. 79

Tabel14

Responden Berdasarkan Lama Tinggalnya……………………….. 80

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar1

Bagan hubungan Self-Esteem dan Kesepian …………………….. 45

vi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Skala Uji Coba 1…………………………………………………

87

Lampiran 2

Skala Valid………………………………………………………

93

Lampiran 3

Tabulasi Jawaban Skala Uji Coba 1 “Self-Esteem”……………..

97

Lampiran 4

Tabulasi Jawaban Skala Uji Coba 1 “Kesepian”………………..

98

Lampiran 5

Tabulasi Skor Jawaban Skala Uji Coba 1 “Self-Esteem”……….

99

Lampiran 6

Tabulasi Skor Jawaban Skala Uji Coba 1 “Kesepian”..................

100

Lampiran 7

Tabulasi Jawaban Skala Uji Coba 2 “Self-Esteem”………..........

101

Lampiran 8

Tabulasi Skor Jawaban Skala Uji Coba 2 “Self-Esteem”…….....

102

Lampiran 9

Tabulasi Jawaban Uji Coba 2 “Kesepian”……………………....

103

Lampiran 10 Tabulasi Skor Jawaban Uji Coba 2 “Kesepian”…………...........

104

Lampiran 11 Output SPSS Uji Coba 1 “Self-Esteem”………………………...

105

Lampiran 12 Output SPSS Uji Coba 1 “Kesepian”…………………………… 106
Lampiran 13 Output SPSS Uji Reliabilitas pada uji ke 2 “Self-Esteem”……… 107
Lampiran 14 Output SPSS Uji Normalitas………………………………......... 108
Lampiran 15 Output SPSS Uji Linieritas…………………………………….... 109
Lampiran 16 Output SPSS Analisa Korelasi Spearman antara Self-Esteem
Dengan Kecenderungan Kesepian……………………………….. 110
Lampiran surat keterangan penelitian
Lampiran kartu bimbingan

v

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa lansia merupakan periode perkembangan terakhir hidup manusia.
Masa lansia merupakan tahap terakhir dalam rentang kehidupan yang berkisar
antara usia enam puluh tahun sampai usia tujuh puluh tahun (usia lanjut dini)
dan usia tujuh puluh sampai akhir kehidupan (usia lanjut). Pada masa lansia
ditandai dengan adanya beberapa perubahan serta penurunan. Perubahan dan
penurunan itu mencakup hal yang bersifat psikologis, fisik, kognitif, emosi
dan sosial. Dimana penurunan-penurunan ini akan mempengaruhi kehidupan
lansia tersebut. Seperti halnya pada penurunan fungsi fisik dan penyakit yang
diderita oleh lansia menyebabkan lansia membutuhkan orang lain untuk
membantu dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Permasalahan lain dapat
berasal dari aspek sosial dan aspek psikologis atau emosional. Seorang lansia
akan banyak mengalami berbagai kehilangan seperti kehilangan financial dan
pekerjaan, kehilangan status, kehilangan teman, kenalan atau relasi, serta
kehilangan pasangan. Berbagai aspek negatif ini akan mendukung perubahan
terhadap konsep diri lansia (Hurlock, 2002 : 380).
Sehingga dengan adanya banyak penurunan ataupun berbagai
kehilangan tersebut akan mengakibatkan munculnya perasaan kesepian
emosional dan kesepian situasional. Dimana kesepian emosional dan kesepian
situasional ini terjadi karena tidak adanya figur kelekatan dalam hubungan
1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

intimnya, seperti orang dewasa yang tidak mempunyai pasangan atau teman
dekat, kurangnya perhatian dari keluarga maupun orang sekitarnya, serta
terjadi karena seorang kehilangan integrasi sosial atau komunitas yang
terdapat teman dan hubungan sosialnya.
Dalam Marini (2009 : 81) kesepian sering terjadi pada lansia dimana
keterpisahan menimbulkan permasalahan tersendiri bagi orang tua atau lansia.
Kesepian akan semakin meningkat ketika pasangan hidup dari lansia
meninggal dunia. Dan secara umum, kehilangan yang paling sulit yang dilalui
adalah kehilangan pasangan hidup. Hal ini pun terjadi pada lansia yang tinggal
di dalam panti werda atau panti jompo. Kebanyakan para lansia ini sudah tidak
mempunyai pasangan hidup lagi. Hal ini akan mengakibatkan munculnya
perasaan kesepian pada lansia tersebut.
Sedangkan keberadaan orang lansia seringkali masih dianggap sebagai
hal negatif oleh orang sekitarnya, tidak terkecuali oleh keluarganya sendiri.
Mereka menganggap orang lansia adalah beban keluarga dan masyarakat, dan
kemudian tidak jarang dari keluarga menitipkan orang lansia di panti sosial
dan menelantarkan mereka. Padahal tidak selamanya orang lansia ini menjadi
beban, mereka masih punya peran penting dalam keluarga dan masyarakat.
Namun tindakan oleh keluarga terhadap orang lansia terkadang tidak
memberikan dampak positif. Atas dasar kasih sayang dan merasa kasihan,
keluarga melarang orang lansia untuk beraktivitas dan hanya diperbolehkan
berdiam diri di rumah. Padahal tindakan yang seperti itu bisa berakibat buruk
pada diri orang lansia. Selain merasa dirinya tidak berguna lagi, dengan tidak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

melakukan aktivitas apapun akan membuat kualitas kesehatan orang lansia
menurun karena mereka tidak mengolah gerak tubuhnya. Sebaliknya dengan
mereka beraktivitas akan membuat tubuh mereka segar bugar dan bisa
meningkatkan kualitas hidup orang lansia. Dengan memberikan dukungan
untuk beraktivitas dan hal lain yang diinginkan orang lansia, selain membuat
gairah hidupnya meningkat, juga membuat mereka merasa dihargai dan
diperhitungkan keberadaannya (self-esteemnya meningkat). Dan dapat
mengurangi rasa kesepian yang sangat ditakuti para lansia, karena banyak
penelitian yang menemukan bahwa kesepian dapat menyebabkan seseorang
mudah terserang penyakit, depresi, bunuh diri, bahkan sampai pada kematian
pada lansia.
Pendapat Burns (1988 : 5) yang menyatakan bahwa kesepian terkait
dengan harga diri (self-esteem) juga didukung dengan pernyataan Sawitri
yakni individu yang kesepian cenderung menilai dirinya sendiri tidak berguna
dan tidak bernilai. Individu ini biasanya merasa menjadi kurang berharga dan
harga diri yang tidak optimal inilah yang membuat individu merasa kesepian,
yang pada akhirnya individu tersebut merasa tidak nyaman berada dalam
lingkungan dimanapun dia berada.
Frankie dan Prentice Dunn (dalam Santrock, 2002 : 113) menyatakan
bahwa individu yang kesepian cenderung menyalahkan diri sendiri atas segala
kekurangan mereka. Individu yang kesepian ini merasa yakin bahwa
dirinyalah yang menjadi sumber dari masalah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Dan ketika individu hidup sendirian hal ini bukan penyebab dari
kesepian, dan jika mempunyai seseorang untuk dicintai bukan obat kesepian,
serta tempat-tempat keramaian bukan penolong dari kesepian. Lalu apakah
perbedaan antara orang-orang yang kesepian dan yang tidak kesepian ? Burns
memberikan jawaban yakni ; perbedaan yang hakiki adalah perasaan harga
diri (self-esteem), lebih lanjut dikatakan bahwa suatu pemecahan untuk
kesepian ialah belajar mencintai diri sendiri, sekali anda merasa bahwa anda
merasa dicintai oleh orang lain maka kesepian akan menjadi sebuah kenangan
belaka (Burns, 1988 : 5).
Hal ini sesuai dengan keadaan di lapangan, yaitu dari pengamatan
langsung terhadap sejumlah lansia yang bermukim di panti sosial lanjut usia.
Sebagian lansia lebih merasa bahagia tinggal di panti tersebut, sebaliknya
lansia juga merasa tidak bahagia dan merasa kesepian tinggal di panti tersebut.
Lansia tersebut pada dasarnya membutuhkan bantuan secara finansial, nasehat
yang membangun, pemberian semangat, serta kasih sayang yang melimpah
dari lingkungan tersebut, terlebih lagi jika dukungan tersebut kurang mereka
dapatkan dari anggota keluarga seperti anak-anak mereka karena berbagai
kondisi dan kesibukan.
Seperti pada wawancara yang telah dilakukan sebelumnya pada lansia
di panti tersebut ia mengatakan,
“Saya sudah lama tinggal di sini alasan saya ke tempat ini yah
karena diungsikan anak saya. Saya di rumah tidak ada yang
mengurusi/merawat mangkanya saya dititipkan ke tempat ini. Sudah tidak
punya suami anak sudah berkeluarga semua. Yah mau gimana lagi keluarga
saya sudah sibuk sendiri, yah kadang kangen ingin ketemu keluarga,
kepikiran anak. Anak saya juga sudah jarang ke sini. Di sini juga paling saya

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

di kamar terus, sudah tua ya tidak bisa apa-apa. Biasanya yah merasa bosen,
sumpek, tidak ada teman berkeluh kesah. Yah pasrah saja sampai kapan saya
di tempat seperti ini, meninggal di sini ataukah meninggal ketika bahagia di
rumah bersama sanak keluarga”. (Wcr, 09/ 08/ 2015)
Berdasarkan hasil wawancara terhadap Bapak Krisno (selaku Kepala
Pelayanan Sosial Lanjut Usia di Lamongan) ini, mengatakan bahwa dari tahun
ke tahun jumlah penghuni panti yang dikelolanya terus meningkat. Pada
beberapa tahun terakhir, jumlah lanjut usia penghuni panti sampai pada batas
maksimal, yaitu 55 orang. Tidak hanya itu, Bapak Krisno juga menambahkan,
bahwa daftar tunggu (waiting list) calon penghuni panti wreda setiap harinya
selalu bertambah. Namun mereka yang masuk dalam daftar tunggu harus
bersabar, karena pihak panti memiliki keterbatasan tempat. Petugas panti akan
mulai menyeleksi pendaftar bila ada lanjut usia penghuni panti yang pergi atau
meninggal dunia.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan sebelumnya, bahwasannya
di tempat pelayanan sosial lanjut usia tersebut terdapat beberapa lansia yang
berumur diatas 65 tahun. Ada beberapa alasan dari para lansia yang bersedia
untuk tinggal di tempat pelayanan sosial lanjut usia tersebut, diantaranya
mulai dari permasalahan yang dialami keluarganya sehingga ia memilih untuk
tinggal di tempat tersebut, ada yang dikarenakan sudah tidak mempunyai
keluarga lagi ia hidup sebatang kara, selain itu ada juga yang dari keluarga
mampu tetapi sengaja dititipkan di tempat tersebut karena anaknya yang sibuk
bekerja dan tidak mempunyai waktu untuk mengurusnya, serta ada juga yang
mempunyai niatan sendiri untuk tinggal di tempat sosial tersebut hanya ia
tidak mau merepotkan dan membebani anaknya atas keberadaannya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Dalam hal ini, terdapat karakteristik lansia yang tinggal di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan di lamongan ini antara lain ialah dari
segi kesehatan / fisik dimana yang pada dasarnya lansia itu mengalami
penurunan / kemunduran ditambah keberadaannya yang berada di tempat
penampungan akan menambah tidak terawatnya diri secara fisiknya. Banyak
keadaan fisik lansia semakin menurun yang diakibatkan kurang terawatnya
diri. Meskipun setiap dua minggu sekali ada pemeriksaan dari para medis
yang sudah terjadwal secara berkala oleh instansi tersebut. Selain itu dari segi
penyesuaian dirinya lansia yang berada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
tersebut nampak ada kekurangan. Banyak lansia yang menarik diri dari
sosialnya, dan memilih untuk menyendiri. Penyesuaian diri dan sikap sosial
yang buruk ini sering menyebabkan seringnya timbul pertengkaran / cekcok
antar lansia satu dengan lainnya. Lansia yang tinggal di panti umumnya
kurang merasa hidup bahagia, banyak lansia yang merasa kesepian tinggal di
panti padahal banyak lansia atau penghuni di sana, lansia yang tinggal di panti
merasa sedih karena keterbatasan ekonomi, meskipun kebutuhan mereka
sehari-hari terpenuhi, lansia yang tinggal di panti tercukupi kebutuhan fisiknya
namun mereka tetap merindukan dapat menikmati sisa hidupnya dengan
tinggal bersama keluarganya, lansia yang tinggal di panti pada umumnya
adalah lansia yang terlantar yang jauh dari anak dan cucu, maka akan
cenderung kurang memaknai hidup, mereka menjalani hidup kurang
semangat, kurang optimis, dan merasa kesepian atau hampa. Para lansia yang
tinggal di panti juga kurang beraktifitas, baik aktifitas fisik maupun aktifitas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

kognitif dan juga kurang aktif berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat.
Selain itu terdapat pula karakteristik lansia yang tinggal di rumah bersama
keluarganya antara lain ialah, perbedaan nilai-nilai yang dianut antara para
lansia dengan generasi muda yang mengakibatkan timbulnya keresahan para
lansia tersebut, kesulitan hubungan antara lansia dengan keluarga selama ia
tinggal, ketidakmampuan keuangan atau ekonomi dari keluarga untuk
menjamin penghidupan secara layak, serta berkurangnya kesempatan keluarga
untuk memberikan pelayanan pada lansia.
Orang yang berusia lanjut akan menjadi sangat rentan terhadap
gangguan kesehatan, termasuk depresi yang disebabkan oleh stres dalam
menghadapi perubahan-perubahan kehidupan yang berhubungan dengan apa
yang disebut sebagai tahun emas. Perubahan kehidupan yang dimaksud antara
lain adalah pensiun, penyakit atau ketidakmampuan fisik, penempatan dalam
panti sosial, kematian pasangan, dan kebutuhan untuk merawat pasangan yang
kesehatannya menurun. Pendapat tersebut, yang menyebutkan bahwa
gangguan mental terbanyak yang dialami oleh lanjut usia yang tinggal di salah
satu panti sosial di Cibubur adalah depresi, yaitu sebesar 20,2%. Gangguan
depresi ditemukan kira-kira 25% pada lanjut usia yang ada di komunitas.
Tingginya

stressor

dan

peristiwa-peristiwa

kehidupan

yang

tidak

menyenangkan dapat menimbulkan kemungkinan lanjut usia mengalami
kecemasan, kesepian, sampai pada tahap depresi. Santrock (dalam Andini,
2013 : 130) menyatakan bahwa kemungkinan lansia lebih banyak tinggal di
institusi-institusi, hampir seperempat lansia atau 23% dari jumlah lansia tidak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

tinggal di rumah sendiri tetapi tinggal di institusi atau tempat pelayanan
kesehatan.
Dan menurut Coopersmith (1996 : 130) menyatakan bahwa ciri-ciri
orang dengan harga diri tinggi menunjukkan perilaku-perilaku seperti mandiri,
aktif, berani mengemukakan pendapat, dan percaya diri. Sedangkan seseorang
dengan harga diri yang rendah menunjukkan perilaku seperti kurang percaya
diri, cemas, pasif, serta menarik diri dari lingkungan. Penelitian yang
dilakukan oleh Andini dan Supriyadi (2013 : 129) menemukan bahwa untuk
menghindari harga diri yang rendah, lansia diharapkan dapat mempertahankan
serta meningkatkan pikiran positif agar dapat melanjutkan kehidupan
selanjutnya, saat lansia berada di dalam panti sosial. Andini dan Supriyadi
melanjutkan bahwa dengan tetap berpikir positif kepada diri sendiri, orang lain
dan lingkungan maka lansia akan dapat berinteraksi dengan baik dengan lansia
lainnya serta tidak menjauhkan diri dari pergaulan baru di panti soaial,
sehingga dapat mengurangi kesepian yang biasanya melanda para lansia yang
tidak bisa menyesuaikan pada lingkungan barunya.
Pada lanjut usia, kondisi yang mempercepat rasa kesepian dikarenakan
adanya perubahan sosial yang kurang harmonis. Ditambah lagi adanya sikap
masyarakat yang mensejajarkan lanjut usia yang sakit-sakitan, kemampuan
fisik dan mental yang merosot, harga diri yang menurun, serta potensi dan
peranan sosial yang berkurang. Stereotype tersebut mempengaruhi sikap
masyarakat terhadap orang yang lanjut usia cenderung tidak menyenangkan
karena mereka hanya dianggap sebagai manusia jompo sehingga akan menjadi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

beban orang yang lebih muda. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa
terisolasi secara psikis, tidak terkecuali para lanjut usia. Para lanjut usia juga
membutuhkan kontak dan komunikasi dengan orang lain, ingin dicintai dan
mencintai, dihargai orang lain, ia ingin berdialog dan mengadakan pertemuan
dengan orang lain. Lanjut usia itu mengalami kesulitan dalam melakukan
penyesuaian diri terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Ada juga lanjut
usia yang dapat melakukan penyesuaian diri tetapi lanjut usia tersebut tidak
mendapatkan kepuasan dalam hidupnya. Hal ini menimbulkan konflik
kemudian memanifestasikan di dalam tingkah laku yang tertutup atau
berwujud perilaku menarik diri dari lingkungan sosial yang menyebabkan
lanjut usia mengalami kesepian.
Fenomena kesepian juga dirasakan oleh para lansia di tempat
pelayanan sosial lanjut usia di Lamongan, hal ini terlihat dari rasa rendah diri
yang ditunjukkan oleh para lansia di tempat pelayanan tersebut. Mereka
terkadang merasa iri dengan orang lainnya, yang bisa hidup berdampingan
bersama anaknya dengan bahagia, masih bisa melakukan aktivitas sesuai
keinginannya dan masih bisa produktif. Sedangkan dirinya hanya bisa berdiam
diri, tidak berguna dan menunggu ajal yang akan menjemputnya di tempat
pelayanan sosial tersebut. Sehingga para lansia ini menarik diri dari sosialnya
dan enggan mengikuti kegiatan-kegiatan yang sudah terjadwal di tempat
pelayanan tersebut. Padahal yang semestinya diterima para lansia ini adalah
suatu kebahagian, dimana kebahagian yang diperoleh dari lingkungan
keluarga maupun sekitarnya. Sehingga dengan kebahagiaan yang diperoleh,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

merasa diakui keberadaannya, merasa dicintai, diperhatikan, maka akan
meningkatkan harga diri dan menurunkan kesepian pada lansia.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwasannya penghargaan
diri (self-esteem) ternyata mempengaruhi kesepian yang terjadi pada lansia.
Bergerak dari teori dan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melihat hubungan self-esteem dengan tingkat kecenderungan kesepian pada
lansia di Dinas Sosial “UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan di
Lamongan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
Apakah terdapat hubungan self-esteem dengan tingkat kecenderungan
kesepian pada lansia di Dinas Sosial “UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Pasuruan” di Lamongan ?

C. Tujuan Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, terdapat tujuan yang ingin dicapai
oleh peneliti yakni untuk mengetahui hubungan self-esteem dengan tingkat
kecenderungan kesepian pada lansia di Dinas Sosial “UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Pasuruan” di Lamongan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Secara teoritis hasil penelitian ini di harapakan memberikan
sumbangan dalam pengembangan Psikologi Sosial dan Psikologi
Perkembangan dalam kaitanya dengan self-esteem dan kesepian.
b. Hasil dari penelitian ini kiranya dapat dijadikan sebagai salah satu
bahan informasi bagi bidang studi psikologi sosial dan psikologi
perkembangan

mengenai hubungan self-esteem dengan tingkat

kecenderungan kesepian pada lansia yang tinggal di panti sosial.
c. Hasil dari penelitian ini kiranya dapat dijadikan sebagai salah satu
bahan pengembangan alat ukur (alat tes) psikologi terkait untuk
mengukur self-esteem dengan tingkat kecenderungan kesepian pada
lansia yang tinggal di panti sosial.
d. Penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian serta dasar untuk penelitian
selanjutnya, terutama bagi mereka yang tertarik untuk membahas lebih
jauh lagi tentang hubungan self-esteem dengan kesepian pada lansia
yang tinggal di panti sosial.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi dan
pertimbangan pada instansi atau komunitas yang terkait yaitu
khususnya lansia dan intansi terkait, untuk dapat membantu
mengawasi dan memberi perhatian yang lebih dari permasalahan ini,
agar tidak merusak juga citra dari instansi atau komunitas yang terkait.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

Dengan cara membuat program-program atau kegiatan-kegiatan bagi
komunitas yang lebih spesifik lagi bagi lansia agar dapat menyalurkan
diri mereka kedalam kegiatan-kegiatan yang positif yang dibuat oleh
pihak panti sosial
b. Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penerapan ilmu
psikologi di lembaga atau komunitas yang terkait, untuk dapat
memikirkan

teknik-teknik

penaggulangan

psikologis

terkait

pemberdayaan lansia.
c. Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah terkait
dalam bidang permasalahan lansia, untuk dapat menjadi pertimbangan
membuat program-program edukasi atau pembinaan bagi lansia yang
tinggal di panti sosial dalam kegiatan-kegiatan yang positif.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

E. Keaslian Penelitian
Sebagai bahan acuan, peneliti menggunakan penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan hubungan self-esteem dengan tingkat kecenderungan
kesepian pada lansia, yaitu :
Penelitian yang dilakukan oleh Mangesti Yunianti, dkk (2015) dengan
judul “Hubungan antara self-esteem dengan kesiapan pensiun pada perwira
menengah TNI AL” yang menggunakan desain korelasi Product Moment
Person. Berdasarkan hasil uji korelasi dapat diperoleh besarnya korelasi antara
variabel self-esteem dengan variabel kesiapan pensiun yaitu 0,8333 dengan
nilai signifikan 0,000. Hal ini menunjukkan suatu hubungan positif antara selfesteem dengan kesiapan pensiun yang berarti semakin tinggi self-esteem
seorang perwira menengah TNI AL maka semakin tinggi pula kesiapan
pensiun yang ada di dalam dirinya. Selain itu nilai signifikansinya yang
diperoleh sebesar 0,000 yang artinya lebih kecil dari 0,05 yang berarti terdapat
hubungan yang signifikan antara kedua variabel.
Penelitian yang dilakukan oleh Palamina, dkk (2012) dengan judul
“Pengaruh bimbingan mental untuk meningkatkan self-esteem pada lanjut usia
depresi di panti Tresna Werdha Hargo Dedali Surabaya” yang menggunakan
metode eksperimen dan dari hasil uji Wilcoxon Mann-Whitney diperoleh nilai
p = sebesar 0,04 < a = 0,05, dan nilai Z = 2,140 yang menggambarkan terdapat
pengaruh antara bimbingan mental pada penurunan tingkat depresi dan
penurunan tingkat self-esteem terhadap lansia.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

Penelitian yang dilakukan Dinie Ratri (2012) dengan judul “Hubungan
self-esteem dengan penyesuaian diri terhadap masa pension pada pensiunan
Perwira Menengah TNI AD” yang menggunakan metode rancangan
korelasional dengan melihat variabel terikat dengan variabel tergantungnya.
Dan kesimpulannya ialah terdapat hubungan yang signifikan antara selfesteem para pensiunan Pamen TNI AD dengan kemampuan penyesuaian diri
masa pensiunnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Fathra Nauli, dkk (2014) dengan judul
“Hubungan Keberadaan Pasangan Hidup dengan Harga Diri pada Lansia”
yang menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan
cross sectional study dan pengambilan sampelnya secara cluster sampling.
Hasil penelitian tentang harga diri (self-esteem) ini menunjukkan bahwa
sebagian besar lansia yang mempunyai pasangan hidup 61 orang (92,4%)
mempunyai harga diri tinggi dan yang tidak mempunyai pasangan hidup 54
orang (81,8%) sama-sama mempunyai harga diri yang tinggi. Dari hasil uji
statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan keberadaan
pasangan hidup dengan harga diri (self-esteem) pada lansia.
Penelitian yang dilakukan oleh Rieska Putri (2013) dengan judul
“Kesepian pada Lanjut Usia di Pondok Sosial” yang menggunakan metode
penelitian deskriptif menunjukkan bahwa lansia di pondok sosial tersebut
mengalami kesepian dalam dua hal. Kesepian yang diakibatkan oleh
kurangnya dukungan sosial dari keluarga, dan kurangnya dukungan sosial dari
lingkungan sekitarnya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

Penelitian yang dilakukan oleh Wasis Basuki (2015) dengan judul
“Faktor-faktor penyebab kesepian terhadap tingkat depresi pada lansia
penghuni panti sosial tresna werdha nirwana puri kota Samarinda” yang
menggunakan metode kualitatif deskriptif. Yang menunjukkan beberapa
faktor penyebab kesepian yakni dikarenakan tidak adanya hubungan intim
antara subjek dengan suami ataupun dengan anaknya dengan kata lain subjek
mengalami kesepian secara emosionalnya.
Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua variabel
yang dijadikan penelitian yaitu self-esteem sebagai variabel bebas (x) dan
kesepian sebagai variabel terikat (y) dan subjeknya mengarah pada lansia.
Penelitian ini belum pernah diteliti dan perlu diteliti dikarenakan banyak
anggapan masyarakat yang mensejajarkan lansia itu sakit-sakitan, kemampuan
fisik dan mental yang merosot, harga diri (self-esteem) yang menurun, serta
potensi dan peranan sosial yang berkurang. Hal ini akan mempengaruhi
masyarakat untuk cenderung tidak menyenangkan adanya lansia karena
mereka hanya dianggap sebagai manusia jompo yang akan menjadi beban
orang yang lebih muda. Dan kebanyakan masyarakat sekitarnya acuh terhadap
keberadaan lansia tersebut.
Hal ini menimbulkan konflik kemudian memanifestasikan di dalam
tingkah laku yang tertutup atau berwujud perilaku menarik diri dari
lingkungan sosial yang menyebabkan lansia mengalami kesepian. Padahal
manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terisolasi secara psikis, tidak
terkecuali para lansia. Para lansia juga membutuhkan kontak dan komunikasi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

dengan orang lain, ingin dicintai dan mencintai, dihargai atau menerima (selfesteem) dari orang lain, ia ingin berdialog dan mengadakan pertemuan dengan
orang lain. Sehingga self-esteem dari orang lain perlu diberikan pada lansia.
Karena dengan pemberian self-esteem yang maksimal akan menimbulkan
kebahagiaan tersendiri bagi lansia dan dapat mengurangi kecenderungan
kesepian. Sehingga penelitian ini menarik untuk diteliti.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kesepian
1. Pengertian Kesepian
Menurut Archibald, dkk (dalam Baron, 2005 : 16)
berpendapat bahwa kesepian (loneliness) adalah suatu reaksi
emosional dan kognitif terhadap dimilikinya hubungan yang lebih
sedikit dan lebih tidak memuaskan daripada yang diinginkan oleh
orang tersebut. Individu yang tidak menginginkan teman bukanlah
orang yang kesepian, melainkan seseorang yang menginginkan
teman dan tidak memilikinyalah orang yang kesepian. Berbeda
dengan pendapat Peplau & Perlman (dalam Baron, 2005 : 16) yang
memandang kesepian adalah perasaan yang tidak menyenangkan
dengan merangsang kecemasan subjektif, sehingga pengalaman
yang dirasakan adalah hasil dari hubungan sosial yang tidak
memadai.
Kesepian juga berarti adalah suatu keadaan mental dan
emosional yang terutama dicirikan oleh adanya perasaan terasing
dan kurangnya hubungan sosial yang ada (Bruno, 2002 : 65).
Menurut Brehm (2002 : 37) kesepian adalah perasaan kurang
hubungan sosial yang diakibatkan ketidakpuasan dengan hubungan
sosial yang ada. Fieldman (dalam Basuki, 2015 : 720) juga
17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

berpendapat bahwa kesepian adalah ketidakmampuan untuk
mempertahankan tingkatan dari keinginan untuk berhubungan
dengan orang lain. Kesepian juga didefinisikan sebagai perasaan
kehilangan

dan

ketidakpuasan

yang

dihasilkan

oleh

ketidaksesuaian antara jenis hubungan sosial yang kita inginkan
dan jenis hubungan sosial yang kita miliki. Orang yang kesepian
cenderung untuk menjadi tidak bahagia dan tidak puas dengan diri
sendiri, tidak mau mendengar keterbukaan intim dari orang lain
dan cenderung membuka diri mereka baik terlalu sedikit atau
terlalu banyak, merasakan kesia-siaan (hopelessness), dan merasa
putus asa.
Sedangkan menurut Burns (1988 : 218-220) kesepian juga
didefinisikan sebagai keadaan emosional yang berasal dari
keinginan untuk memiliki hubungan interpersonal yang dekat
tetapi tidak bisa mendapatkannya. Burns juga berpendapat konsep
bahwa kesepian dan rasa tertekan bisa diakibatkan oleh pikiranpikiran negative yang didasarkan pada prasangka itu merupakan
konsep yang kontroversial. Bahwa pikiran-pikiran negative itulah
yang sebenarnya menyebabkan dirinya merasa tidak senang. Hal
ini perlu diketahui semua orang agar mau berpikir dengan cara
yang lebih positif tentang dirinya sendiri. Kesepian tampaknya
merupakan fenomena yang umum di seluruh dunia, seperti yang
ditunjukkan oleh penelitian pada partisipan Asia koloni Inggris,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

Spanyol, Portugis Kanada, keturunan Cina, Turki, dan Argentina
demikian juga berbagai penelitian pada orang Kanada dan
Amerika. Suatu investigasi dari mahasiswa Belanda menunjukkan
bahwa kurangnya timbal balik dalam hubungan menyebabkan
kesepian, terutama pada orang-orang yang mempersepsikan bahwa
mereka memberi lebih daripada yang mereka terima. Individu yang
kesepian merasa disingkirkan dan percaya bahwa mereka hanya
memiliki sedikit kesamaan dengan orang-orang yang mereka
temui. Kesepian disertai dengan efek negatif, termasuk perasaan
depresi, depresi, ketidakbahagiaan, dan ketidakpuasan yang
diasosiasikan dengan pesimisme, self-blame dan rasa malu.
Individu yang kesepian dipersepsikan sebagai tidak dapat
menyesuaikan diri oleh orang-orang yang mengenal mereka.
Jadi dapat dikatakan kesepian merupakan suatu keadaan
mental dan emosi yang diakibatkan atas kurangnya hubungan
sosial yang ada sehingga menimbulkan perasaan terasing dan
ketidakpuasan dengan hubungan sosial yang ada.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

2. Tipe-tipe Kesepian
Menurut Sears (1994 : 67) perasaan kesepian tersebut dapat
dibedakan kedalam dua tipe, yaitu :
1) Kesepian Emosional (Emotional Loneliness)
Kesepian ini terjadi karena tidak adanya figur kelekatan
dalam hubungan intimnya, seperti anak yang tidak ada orang
tuanya atau orang dewasa yang tidak memiliki pasangan atau
teman dekat. Kesepian emosional dapat terjadi karena tidak
adanya hubungan dekat dengan orang lain, kurangnya adanya
perhatian satu sama lain. Jika individu merasakan hal ini,
meskipun dia berinteraksi dengan orang banyak dia akan tetap
merasa kesepian.
2) Kesepian Situasional (Situational Loneliness)
Kesepian ini terjadi ketika sesorang kehilangan integrasi
sosial atau komunitas yang terdapat teman dan hubungan
sosial. Kesepian ini disebabkan karena ketidakhadiran orang
lain dan dapat diatasi dengan hadirnya orang lain.
3. Aspek-aspek Kesepian
Burns (1988 : 14) menyatakan bahwa kesepian terkait
dengan pikiran-pikiran negative individu terhadap dirinya. Pikiranpikiran negative itu adalah :
1) Merasa terasing dan terkucil

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Orang kesepian mengalami kesulitan dalam berteman dan
menemukan kelompok atau organisasi tempat mereka akan
senang bergabung. Dia tidak tahu harus pergi kemana atau
bagaimana caranya dia yakin bahwa dia pada dasarnya
“berbeda” dari orang-orang lain dan tidak mempunyai banyak
persamaan dengan mereka. Dia mengira orang tidak akan
berminat pada dirinya dan tidak akan mau menerimanya bila
mereka telah mengetahui dirinya dengan baik.
2) Merasa tidak mempunyai harapan
Banyak orang kesepian merasa tidak mempunyai harapan
lagi untuk mengembangkan suatu lingkungan teman atau
menemukan seorang pasangan yang dapat mereka sayangi.
Mereka mungkin mengira bahwa mereka tidak memiliki apa
yang diperlukan untuk berhubungan akrab dengan orang atau
bahwa mereka terlalu tua dan tak berguna.
3) Merasa rendah diri
Banyak orang yang malu dan kesepian dan menderita
perasaan rendah diri, sebab mereka selalu membandingkan
dirinya dengan orang-orang lain yang nampaknya lebih cerdas,
lebih mempesona, lebih menarik, dan lain-lain. Mungkin
mereka menilai dirinya negative, seperti misalnya “Saya tidak
sepandai dia, sayaa tidak secantik dia, saya tidak berguna lagi ,
Mengapa orang memperdulikan saya ?” Hal ini membuat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

merasa serba kurang dan menyimpulkan bahwa mereka tidak
berharga atau patut disayangi.
4) Merasa takut sendirian
Orang kesepian nyaris selalu sulit merasa bahagia dan puas
bila mereka sendirian. Ketika sendirian seseorang akan merasa
benar-benar tidak merasa aman dan tidak puas jika tidak ada
seorangpun yang mendekat, mungkin akan bersikap murung
dan memperlakukan diri secara acuh. Padahal yang sebaiknya
dilakukan ialah melibatkan diri dalam kegiatan yang lebih
menantang dan lebih produktif. Tiadanya harga diri pada anda
mungkin membuat orang lain menjauhkan diri dari diri
seseorang tersebut sebab orang lain menilai betapa ia
membutuhkan dan mendambakan orang lain.
4. Faktor-faktor penyebab Kesepian
Menurut Brehm (2002 : 58) ada empat hal yang
menyebabkan seseorang mengalami kesepian, yaitu :
1) Ketidakadekuatan atau ketidakcocokan dalam hubungan yang
dimiliki seseorang. Menurut Brehm hubungan seseorang yang
tidak adekuat akan menyebabkan seseorang tidak puas akan
hubungan yang dimiliki. Ada banyak alasan seseorang merasa
tidak puas dengan hubungan yang tidak adekuat. Rubenstein
dan Shaver menyimpulkan beberapa alasan yang banyak
dikemukakan oleh orang yang kesepian, yaitu sebagai berikut :

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

a. Being unattached ; tidak memiliki pasangan, tidak memiliki
partner seksual, berpisah dengan pasangannya
b. Alienation ; merasa berbeda, merasa tidak dimengerti, tidak
dibutuhkan dan tidak meiliki teman dekat
c. Being alone ; pulang ke rumah tanpa ada yang menyambut,
selalu sendiri.
d. Forced isolation ; dikurung dalam rumah, dirawat inap di
rumah sakit, tidak bisa kemana-mana.
e. Dislocation ; jauh dari rumah (merantau), memulai
pekerjaan atau sekolah baru, sering pindah rumah, sering
melakukan perjalanan.
2)

Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang
dari suatu hubungan. Menurut Brehm kesepian juga dapat
muncul karena terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan
seseorang dari suatu hubungan. Pada saat tertentu hubungan
sosial yang dimiliki seseorang cukup memuaskan. Sehingga
orang tersebut tidak mengalami kesepian. Tetapi disaat lain
hubungan tersebut tidak lagi memuaskan karena orang itu
telah merubah apa yang diinginkannya dari hubungan tersebut.
perubahan itu dapat muncul dari beberapa sumber yaitu :
a. Perubahan

mood

seseorang.

Jenis

hubungan

yang

diinginkan seseorang ketika sedang senang berbeda
dengan jenis hubungan yang diinginkan ketika sedang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

sedih. Bagi beberapa orang akan cenderung membutuhkan
orangtuanya ketika sedang senang dan akan cenderung
membutuhkan teman-temannya ketika sedang sedih.
b. Usia. Sears (1994 : 215) mengatakan pada dasarnya segala
usia dapat mengalami kesepian baik tua maupun remaja.
Seiring

dengan

bertambahnya

usia,

perkembangan

seseorang membawa berbagai perubahan yang akan
mempengaruhi harapan atau keinginan orang itu terhadap
suatu

hubungan.

Jenis

persahabatan

yang

cukup

memuaskan ketika seseorang berusia 15 tahun mungkin
tidak akan memuaskan orang tersebut saat berusia 25
tahun.
c. Perubahan situasi. Banyak orang tidak mau menjalain
hubungan emosional yang dekat dengan orang lain ketika
mereka sedang membina karir. Namun, ketika karir sudah
mapan orang tersebut akan dihadapkan pada kebutuhan
yang besar akan suatu hubungan yang memiliki komitmen
secara emosional. Jadi, menurut Brehm, pemikiran,
harapan dan keinginan seseorang terhadap hubungan yang
dimiliki dapat berubah. Jika hubungan yang dimiliki orang
tersebut tidak ikut berubah sesuai dengan pemikiran,
harapan dan keinginannya maka orang itu akan mengalami
kesepian.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

3)

Self-esteem dan Causal Atribution
Kesepian berhubungan dengan self-esteem yang rendah.
Orang yang memiliki self-esteem yang rendah cenderung
merasa tidak nyaman pada situasi yang beresiko secara sosial
(misalnya berbicara didepan umum dan berada di kerumunan
orang yang tidak dikenal). Dalam keadaan seperti ini orang
tersebut akan menghindari kontak-kontak sosial tertentu
secara terus menerus akibatnya akan mengalami kesepian.
Selain itu orang yang menyatakan dirinya kesepian
biasanya memandang diri mereka tidak layak dan tidak patut
dicintai. Dan rendahnya tingkat harga diri ini, mengakibatkan
orang-orang yang kesepian merasa tidak nyaman dengan
situasi sosialnya.

4)

Perilaku Interpersonal
Perilaku interpersonal seseorang yang kesepian akan
menyelidiki orang itu untuk membangun suatu hubungan
dengan orang lain. Dibandingkan dengan orang yang tidak
mengalami kesepian, orang yang mengalami kesepian akan
menilai orang lain secara negatif, mereka tidak begitu
menyukai orang lain, tidak mempercayai orang lain,
menginterpretasikan tindakan dan intensi (kecenderungan
untuk berperilaku) orang lain secara negatif, dan cenderung
memegang sikap-sikap yang bermusuhan. Orang yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

mengalami kesepian cenderung terhambat dalam keterampilan
sosial, cenderung pasif bila dibandingkan dengan orang yang
tidak

mengalami

kesepian

dan

ragu-ragu

dalam

mengekspresikan pendapat di depan umum. Orang yang
mengalami kesepian cenderung tidak responsif dan tidak
sensitif secara sosial. Orang yang mengalami kesepian juga
cenderung lambat dalam membangun keintiman dalam
hubungan yang dimilikinya dengan orang lain. Perilaku ini
akan membatasi kesempatan orang itu untuk bersama dengan
orang lain dan memiliki kontribusi terhadap pola interaksi
yang tidak memuaskan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

B. Self-Esteem
1. Pengertian Self-Esteem
Menurut Blascovich & Tomaka (dalam Lubis, 2009 : 74)
harga diri (self-esteem) adalah pandangan individu terhadap nilai
dirinya atau bagaimana seseorang menilai, mengakui, menghargai,
atau menyukai dirinya. Definisi self-esteem juga paling banyak
dipakai oleh Rosenberg yang menggambarkan self-esteem sebagai
suatu sikap suka atau tidak suka terhadap diri sendiri. Sedangkan
menurut Baron & Byrne (2005 : 173) harga diri merupakan objek
dari kesadaran diri, evaluasi diri, dan merupakan penentu perilaku.
Oleh karena itu, perilaku merupakan indikasi dari harga diri yang
bersangkutan karena penghargaan diri akan muncul dalam perilaku
yang dapat diamati.
Branden (dalam Gunarsa, 2009 : 50) menyatakan bahwa
harga diri (self-esteem) adalah suatu aspek kepribadian yang
merupakan

kunci

terpenting

dalam

pembentukan

perilaku

seseorang. Karena hal ini berpengaruh pada proses berpikir, tingkat
emosi, keputusan yang diambil bahkan pada nilai-nilai dan tujuan
hidup seseorang yang memungkinkan manusia menikmati dan
menghayati

kehidupan,

sehingga

seseorang

yang

gagal

memilikinya akan cenderung mengembangkan gambaran harga diri
yang semu untuk menutupi kegagalannya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Maslow (dalam Sobur, 2011 : 277) berpendapat bahwa
kebutuhan manusia sebagai pendorong (motivator) membentuk
suatu hierarki atau jenjang peringkat. Pada awalnya, Maslow
mengajukan hierarki lima tingkat yang terdiri atas kebutuhan
fisiologis, rasa aman, cinta, penghargaan, dan mewujudkan jati
diri. Dikemudian hari, ia menambahkan dua kebutuhan lagi, yaitu
kebutuhan untuk mengeta