PROS Stevan Dwi H, Sri Hartini, Yohanes M Optimasi Pembuatan Tepung Full text

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 

 

OPTIMASI PEMBUATAN TEPUNG MILLET TERFORTIFIKASI
KACANG TANAH SECARA FERMENTASI DITINJAU DARI
DOSIS RAGI DAN LAMA FERMENTASI
Stevan Dwi Hartono1, Sri Hartini1, Yohanes Martono1
1
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika,
Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]

ABSTRAK
Millet adalah salah satu sumber nutrisi yang baik namun keberadaan kulit biji yang keras, kadar serat
tinggi, dan keberadaan senyawa antinutrisi menjadi penyebab rendahnya aplikasi millet untuk produk
pangan. Salah satu cara meningkatkan aplikasi millet untuk produk pangan yaitu dengan dijadikan tepung
yang difortifikasi kacang tanah secara fermentasi. Tujuan penelitian ini adalah optimasi pembuatan
tepung millet ditinjau dari dosis ragi dan waktu fermentasi. Metode penelitian meliputi optimasi
pembuatan tepung millet termodifikasi dengan konsentrasi penambahan kacang tanah 0 – 10%, yang

diinokulasi dengan ragi tempe (Rhizopus sp.) dengan dosis 2,5%, 5%, dan 10% kemudian difermentasi
selama 0 – 40 jam. Hasil fermentasi diukur kadar proteinnya dengan metode Biuret dan hasilnya
dianalisis menggunakan Rancangan Perlakuan Faktorial 5 3 6 dengan rancangan dasar Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kali pengulangan. Pengujian purata antar perlakuan dilakukan dengan
uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi
optimal diperoleh pada dosis ragi 2,5% dengan waktu fermentasi 32 jam dengan kadar protein terlarut
6,06 ± 1,59%.
Kata kunci: millet, fortifikasi, fermentasi, protein terlarut

sumber bahan pangan lokal, namun impor
gandum terus dilakukan yang jumlahnya
terus meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan
laporan United State Department of
Agriculture (USDA) Mei 2012, impor
gandum Indonesia diprediksi menembus 7,1
juta ton, dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang hanya 6,7 juta ton[3].
Salah satu bahan pangan alternatif yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan subtitusi
gandum adalah millet yaitu sejenis serealia

berbiji kecil yang termasuk tanaman
ekonomi minor yang memiliki kandungan
gizi yang mirip dengan tanaman pangan
lainnya seperti padi, jagung, gandum, dan
tanaman biji-bijian [4].
Millet adalah salah satu sumber nutrisi yang
baik dan dapat dibandingkan dengan sereal
lain mengenai kandungan protein, lemak dan
mineral. Walaupun demikian, karena
keberadaan kulit biji yang keras dan kadar
serat yang tinggi, serta keberadaan senyawa
anti-nutrisi seperti fenol dan tanin
menyebabkan rendahnyaaplikasi millet
untuk produk pangan[5].

PENDAHULUAN
Ketahanan pangan diartikan sebagai
terpenuhinya pangan dengan ketersediaan
cukup, setiap saat di semua daerah, mudah
diperoleh, aman dikonsumsi dan harga yang

terjangkau. Indonesia sebagai negara dengan
jumlah penduduk yang besar menghadapi
tantangan yang sangat kompleks dalam
memenuhi kebutuhan pangan [1].
Permasalahan utama dalam mewujudkan
ketahanan pangan di Indonesia saat ini
terkait dengan adanya fakta bahwa
pertumbuhan permintaan pangan yang lebih
cepat
dari
penyediaanya.
Ketidakseimbangan
pertumbuhan
permintaan dan pertumbuhan kapasitas
produksi nasional tersebut mengakibatkan
adanya
kecenderungan
meningkatnya
penyediaan pangan nasional yang berasal
dari impor yang terkait dengan upaya

mewujudkan stabilitas penyediaan pangan
nasional[2].
Indonesia kaya akan sumber bahan pangan
baik umbi-umbian maupun sereralia.
Meskipun Indonesia memiliki banyak
451 
 

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 

 
Tanin dapat mengikat dan mengendapkan
protein sehingga daya cerna protein menjadi
rendah [6]. Kendala lainnya yaitu proses
pemasakan yang dapat merusak kandungan
protein, sehingga diperlukan penambahan
protein dari sumber lainnya.
Modifikasi millet dangan penurunan atau
penghilangan

kandungan
tanin
dan
penambahan variasi asam amino perlu
dilakukan
sehingga
millet
dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Salah
satu bahan yang dapat dimanfaatkan untuk
menambah variasi asam amino adalah
kacang tanah. Kandungan asam amino
esensial dalam kacang tanah yaitu arginin
2,72%, fenilalanin 1,52%, histidin 0,51%,
isoleusin 0,99%, leusin 1,92%, metionin
0,33%, triptofan 0,21%, dan valin 1,33%[7].
Berdasarkan penelitian sebelumnya, dengan
persentase penambahan sebesar 10% sudah
mampu meningkatkan kadar protein terlarut
lebih dari 7%. Menurut SNI 01-3751-2006

tentang tepung terigu, kadar protein total
minimal 7% oleh karena itu persentase
penambahan kacang tanah dilakukan pada
kadar maksimal 10%.
Lebih lanjut, dilakukan juga proses
fermentasi sehingga diharapkan dapat
memperbaiki
kualitas
tepungdenganmeningkatkan daya cerna
serat, kandungan dan kualitas gizi maupun
mikronutrien melalui biosintesis vitamin,
asam amino esensial dan protein,
menurunkan
faktor
anti-nutrisi
dan
mengubah flavor sehingga meningkatkan
palatabilitasnya[8,9].
Tujuan
dari

penelitian
ini
adalah
menentukan dosis ragi dan waktu fermentasi
yang paling optimal ditinjau dari kadar
protein terlarut pada pembuatan tepung
millet termodifikasi.

(Ohaus TAJ602 USA, Mettler H-80
Germany), centrifuge (EBA 21 Hettich
Zentrifugen).
Optimasi Pembuatan Tepung Millet
Termodifikasi[10]
Millet yang telah dikecambahkan direbus
selama 30 menit kemudian ditambahkan
kacang tanah sebagai sumber protein dengan
berbagai konsentrasi yaitu sebesar 0 –
10%kemudian diinokulasi dengan ragi
tempe dengan dosis sebesar 2,5%, 5% dan
10%. Dari masing-masing perbandingan

difermentasi selama 0, 8, 16, 24, 32, dan 40
jam. Kadar protein terlarut hasil fermentasi
diukur dengan metode Biuret.
Pengukuran Kadar Protein dengan
Metode Biuret [11]
1 g sampel ditambah 9 ml akuades dan 1 ml
NaOH 1M dan dipanaskan dalam waterbath
dengan suhu 90°C selama 10 menit lalu
didinginkan dan dipusingkan. 1 ml
supernatan ditambah dengan 4 ml reagen
Biuret (0,15 g CuSO4.5H2O + 0,6 g KNaTartrat dalam labu ukur 50 ml dan ditambah
30 ml NaOH 10% dan digenapkan dengan
akuades dalam labu ukur 100 ml). Larutan
diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang.
Absorbansi diukur pada panjang gelombang
550 nm. Sebagai standar digunakan BSA
dengan berbagai konsentrasi.
Analisis Data
Data kadar protein terlarut dianalisis
menggunakan

Rancangan
Perlakuan
Faktorial 5 3 6 dengan rancangan dasar
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
3 kali pengulangan.Sebagai kelompok
adalah waktu analisis. Pengujian purata
antar perlakuan dilakukan dengan uji Beda
Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat
kebermaknaan 5%.

METODE PENELITIAN
Bahan dan Piranti
Sampel millet yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh dari Surakarta dan
kacang tanah yang diperoleh dari pasar
Induk Wonosobo.
Bahan kimia yang digunakan antara lain
NaOH, CuSO4.5H2O, KNa-Tartrat, Bovine
Serum Albumin (Merck, Germany).
Piranti yang digunakan yaitu piranti gelas,

waterbath
(Memmert
WNB14),
spektrofotometer (Optizen UV 2120), neraca

HASIL DAN DISKUSI
Optimasi Pembuatan Tepung Millet
Termodifikasi
Dari berbagai kombinasi perlakuan terdapat
pola peningkatan kadar protein terlarut
meningkat sampai dengan waktu fermentasi
32 jam. Purata kadar protein dari berbagai
kombinasi dosis ragi dan waktu fermentasi
tersaji padaGambar 1.

452 
 

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 


 

Gambar 1. Purata Kadar Protein Terlarut dari Berbagai Kombinasi Dosis Ragi dan Waktu
Fermentasi
berdasarkan uji statistika yang disajikan
Berdasarkan Gambar 1, purata kadar
pada Tabel 1, pada waktu fermentasi 32 jam
protein terlarut yang paling tinggi terdapat
tidak terdapat beda nyata pada berbagai
pada waktu fermentasi 32 jam dengan kadar
dosis ragi. Hal ini dimungkinkan karena
yang
semakin
meningkat
seiiring
kapang juga memanfaatkan protein sebagai
meningkatnya
jumlah
ragi
yang
untuk tumbuh dan berkembang.
ditambahkan.
Meskipun
demikian,
Tabel 1. Interaksi Dosis Ragi dan Waktu Fermentasi terhadap Purata Kadar Protein Terlarut
(
)
Dosis Ragi (D)

Waktu
(W)
W0

W8

W16

W24

W32

W40
Keterangan:

D2,5
2,86 ± 0,67

D5
(a)

(a)
3,39 ± 0,63

(a)
(bc)
(bc)

(a)

5,83 ± 1,63
5,61 ± 1,35

(c)

6,49 ± 1,38

5,49 ± 1,40
(ab)

3,58 ± 0,60

(a)

5,98 ± 1,59

(b)

(a)
(bc)

6,37 ± 1,37

(b)

(a)
(c)

6,64 ± 1,20

(b)

(a)
(bc)

6,59 ± 1,02

(b)

(b)

W = BNJ 5%
W = 1,32 untuk pengujian antar dosis pada waktu yang sama
W = 1,60 untuk pengujian antar waktu pada dosis yang sama
Nilai yang diikuti dengan huruf yang samasama baik pada lajur maupun baris yang sama menunjukkan antar
perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan nilai yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan antar
perlakuan berbeda nyata.

453 
 

(bc)

(a)
(ab)

(a)

(a)

(a)

(a)
4,30 ± 1,44

(a)

(a)

(a)
6,06 ± 1,59

3,45 ± 0,67

4,09 ± 0,84
(ab)

(a)

(a)
5,10 ± 1,44

(ab)

(b)

(a)
5,69 ± 1,78

4,35 ± 1,53

D10

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 

 
Berdasarkan hasil uji Beda Nyata Jujur
(BNJ) pada Tabel 1 di atas, diperoleh 3
kondisi optimal yaitu pada dosis ragi 2,5%
dan 5% dengan waktu fermentasi 32 jam
dan dosis ragi 10% dengan waktu
fermentasi 16 jam. Walaupun demikian,
waktu fermentasi 32 jam dengan dosis ragi
2,5% adalah kondisi yang paling optimal
karena tidak terdapat perbedaan yang nyata
terhadap purata kadar protein terlarut
dengan kondisi fermentasi dosis ragi 5%
maupun 10% yang difermentasi 32 jam
dimana pada dosis ragi 10% dengan waktu
fermentasi 16 jam juga tidak berbeda nyata
dengan waktu fermentasi 32 jam.

[5] Nithya, K.S., B. Ramachandramurty,
& V.V. Krishnamoorthy. 2006.
Assessment of Anti-Nutritional
Factors, Minerals and Enzyme
Activities of the Traditional (Co7)
and Hybrid (Cohcu-8) Pearl Millet
(Pennisetum
glaucum)
as
Influenced by Different Processing
Methods. Journal of Applied
Sciences Research 2 (12): 11641168.
[6] Farida, W.R., Praptiwi, & G.
Semiadi.
2000.
Tanin
dan
Pengaruhnya Pada Ternak. Jurnal
Peternakan dan Lingkungan 06 (3):
66 – 71.

KESIMPULAN
Kondisi fermentasi untuk pembuatan
tepung millet termodifikasi yang paling
optimal yaitudosis ragi 2,5% dengan waktu
fermentasi 32 jam dengan purata kadar
protein terlarut 6,06 ± 1,59%.

[7] Tiomannisyah. 2010. Analisa Kadar
Protein Kasar Dalam Kacang
Kedelai, Kacang Tanah dan
Kacang
Hijau
Menggunakan
Metode Makro Kjeldhal Sebagai
Bahan
Makanan
Campuran.
Karya Ilmiah. Program Studi
Diploma-3
Kimia
Analis,
Departemen
Kimia,
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sumatera Utara,
Medan.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Departemen
Pertanian.
2005.
Program Peningkatan Ketahanan
Pangan.
http://www.deptan.go.id/daerah_new
/ntt/keg.apbn_files/PROGRAM
PENINGKATAN
KETAHANAN
PANGAN.htm
[2] Suryana, Achmad. 2005. Kebijakan
Ketahanan
Pangan
Nasional.
Makalah
Simposium
Nasional
Ketahanan dan Keamanan Pangan
pada Era Otonomi dan Globalisasi,
Faperta, IPB, Bogor.

[8] Oboh, Ganiyu. 2006. Nutrient
Enrichment of Cassava Peels
Using a Mixed Culture of
Saccharomyces
cerevisae
and
Lactobacillus spp Solid Media
Fermentation
Techniques.
Electronic Journal of Biotechnology
9 (1): 46-49.

[3] Suhendra. 2012. RI Pengimpor
Gandum Terbesar Kedua di
Dunia.
http://finance.detik.com/read/2012/0
6/12/103707/1938780/1036/ripengimpor-gandum-terbesar-keduadi-dunia (diunduh 2 November
2012)

[9] Sujatmiko, B., A. Sutrisno, & E. S.
Murtini. 2008. Degradasi Senyawa
Tanin, Asam Fitat, Antitripsin dan
Peningkatan Daya Cerna Protein
Secara In Vitro pada Sorgum
Coklat (Sorghum bicolor L.
Moench)
dengan
Metode
Fermentasi Ampok.

[4] Prabowo, Bimo. 2010. Kajian Sifat
Fisikokimia Tepung Millet Kuning
dan Tepung Millet Merah. Skripsi
Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian,
Fakultas
Pertanian,
Universitas
Sebelas
Maret,
Surakarta.

[10] Hadinataria,
Nerissa.
2011.
Pemanfaatan Tepung Kedelai
(Glycine
max
L.)
Dalam
Optimalisasi Pembuatan Tepung
Gaplek Berprotein Sebagai Bahan
Substitusi Tepung Terigu. Skripsi.
Program Studi Kimia, Fakultas Sains
dan Matematika, Universitas Kristen
454 

 

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 

 
Satya Wacana, Salatiga.
[11] AOAC. 1995. Official Methods of
Analysis of The Association
Chemists. AOAC, Washington DC.
[12] Onweluzo, J.C., & C.C. Nwabugwu.
2009. Fermentation of Millet
(Pennisetum americanum) and
Pigeon Pea (Cajanus cajan) Seeds
for Flour Production: Effects on
Composition
and
Selected
Functional Properties. Pakistan
Journal of Nutrition 8 (6): 737-744.
[13] Amadou, I., M. T. Kamara, & A.
Tidjani. 2010. Physicochemical and
Nutritional Analysis of Fermented
Soybean
Protein
Meal
by
Lactobacillus
plantarum
Lp6.
World Journal of Dairy & Food
Science 5 (2): 114-118.
[14] Oboh, G. & C.A. Elusiyan. 2007.
Changes in the Nutrient and Anti
Nutrient Content of Micro-fungi
Fermented
Cassava
Flour
Produced
from
Lowand
Medium-Cyanide
Variety
of
Cassava. African Journal of
Biotechnology 6 (18): 2150-2157.

455 
 

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 

 
Nama Penanya : Kartianah
Instansi

: Univ. Slamet Riyadi

Pertanyaan

: 1. Tujuan ?
2. Ragi tempe produk ?
3. Produk akhir I manfaatnya ?

Jawaban

: 1. Tujuan penelitian yaitu pembuatan tepung
2. Ragi tempe yang digunakan adalah ragi tempe buatan LiPi
(Raprima)
3. Produk akhir dimanfaatkan untuk subtitusi tepung terigu pada
pembuatan produk pangan seperti roti
 

456