Analisis hukum Islam terhadap gugat cerai karena pendengaran suami terganggu: studi atas putusan pengadilan agama Bojonegoro nomor.2865/pdt.g/2013/pa.bjn.

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GUGAT
CERAI KARENA PENDENGARAN SUAMI
TERGANGGU
(Studi atas Putusan Pengadilan Agama Bojonegoro
Nomor.2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn)

SKRIPSI

Oleh
Siti Khomsatun
NIM.C01213081

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi (Hukum Keluarga)
Surabaya

2017

ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Analisis Hukum Islam terhadap Gugat Cerai Karena

Pendengaran Suami Terganggu (Studi atas Putusan Pengadilan Agama
Bojonegoro Nomor.2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn)” Penelitian ini bertujuan untuk
menjawab rumusan masalah : Bagaimana pertimbangan hukum Hakim dalam
memutuskan perkara perceraian karena pendengaran suami terganggu? Dan
Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pertimbangan hukum Hakim tentang
perceraian karena pendengaran suami terganggu?
Data penelitian ini di himpun dengan menggunakan teknik pengumpulan
dokumentasi dan interview atau wawancara, selanjutnya data yang sudah
terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan
pola pikir deduktif yaitu teknik analisa dengan cara memaparkan data apa
adanya kemudian dianalisa dengan menggunakan hukum Islam. Sedangkan pola
pikir deduktif adalah pola pikir yang berangkat dari variable yang bersifat
umum, dalam hal ini teori hukum Islam, kemudian diaplikasikan ke dalam
variable yang bersifat khusus dalam hal ini dasar pertimbangan hukum hakim
Pengadilan Agama Bojonegoro.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa yang menjadi dasar hakim
dalam memutuskan perceraian dengan alasan cerai gugat karena pendengaran
suami terganggu adalah Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 Jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi : “Antara
suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada

harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Pendengaran terganggu di
dalam Undang-undang tidak disebutkan sebagai alasan yang sah untuk
mengajukan gugat cerai, tetapi pendengaran terganggu telah menjadi sebab
perselisihan, oleh sebab itu, Majelis Hakim mengabulkan gugatan tersebut.
Saran yang sejalan dengan kesimpulan di atas, untuk lebih baiknya
putusan Hakim sesuai dengan Undang-undang, maka disarankan dalam posita
gugat cerai seharusnya menggunakan alasan yang dibenarkan oleh Undangundang dan bukan sebab terjadinya alasan.

vii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ........................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. iii
PENGESAHAN .............................................................................................. iv
MOTTO .......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TRANSLITERASI ........................................................................ xv
BAB I

PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ...................................... 9
C. Rumusan Masalah ............................................................... 10
D. Kajian Pustaka .................................................................... 11
E. Tujuan Penelitian ................................................................ 13
F. Kegunaan Hasil Peneltian .................................................. 14
G. Definisi Operasional ........................................................... 15
H. Metode Penelitian ............................................................... 15
I. Sistematika Pembahasan .................................................... 18

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG PERCERAIAN DALAM
KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1975 .................................. 20
A. Pengertian Perceraian .............................................................. 20
B. Alasan-alasan Perceraian ......................................................... 24
C. Bentuk-bentuk Perceraian ....................................................... 31
D. Akibat Perceraian .................................................................... 37
BAB III

PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BOJONEGORO NO. 2865/
Pdt.G/ 2013/PA.Bjn. TENTANG CERAI GUGAT KARENA
PENDENGARAN SUAMI TERGANGGU ................................ 40
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Bojonegoro ................ 40
B. Deskripsi Perkara Nomor 2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn.
tentang Cerai Gugat Karena Pendengaran Suami
Terganggu .............................................................................. 48
C. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Memutuskan
Perkara Nomor 2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn. ............................ 51

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN

PENGADILAN AGAMA BOJONEGORO NOMOR
2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn. TENTANG CERAI GUGAT
KARENA PENDENGARAN SUAMI TERGANGGU .............. 57
A. Analisis terhadap Dasar Hukum Hakim Dalam Putusan
Nomor 2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn. tentang Cerai Gugat
Karena Pendengaran Suami Terganggu ................................. 57

xiii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Nomor
2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn. tentang Cerai Gugat Karena
Pendengaran Suami Terganggu ............................................. 60
BAB V

PENUTUP ................................................................................... 64
A. Kesimpulan .............................................................................. 64
B. Saran ........................................................................................ 65


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama merupakan satu aturan dan ketentuan Tuhan untuk
mengatur kehidupan manusia yang harus dipatuhi, yakni dengan
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dalam
rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Perkawinan sendiri merupakan sunnatullah yang di antara
tujuannya adalah agar manusia mendapatkan ketenangan hidup dari
hidup berpasangan. Di samping itu agar terjadi perkembangbiakan
ummat manusia secara sah bagi kelanjutan generasi mendatang.
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqh berbahasa
Arab disebut dengan dua kata, yaitu nika>h dan zawa>j. Kedua kata ini

yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang arab dan banyak
terdapat dalam Al-Quran dan hadis nabi. Kata na-ka-h}a banyak
terdapat dalam Al-Quran dengan arti kawin, seperti dalam surah anNisa’ ayat 3:
ََََََََََََََ

ََ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ 
َ ََََ
Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap anak yatim, maka
kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi, dua, tiga,

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

atau empat orang, dan jika kamu takut akan berlaku adil, cukup satu
orang.1
Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam Al-Quran
dalam arti kawin2, seperti pada surah an-Nur ayat 32:

ََ َ َ َ َ َ َ َ َ َ 
َ ََََََََ َََ
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orangorang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki
dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin
Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha
Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.
Para fuqaha mengartikan akad zawaj> sebagai pemilikan sesuatu
melalui jalan yang disyariatkan dalam agama. Dan pengertian ini telah
umum di kalangan para fuqaha. 3
Dalam Kompilasi Hukum Islam, pengertian perkawinan dan
tujuannya dinyatakan dalam Pasal 2 dan 3 sebagai berikut:
Pasal 2
Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu
akad yang sangat kuat atau mi>tsa>qa>n ghali>zha>n untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Pasal 3

Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: t.p., 2002), 99.
Amir Syarifuddin., Hukum Perkawinan di Indonesia., (Jakarta: Kencana, 2006), 3537.
3

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih
Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2011), 36.
1

2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Sayyid

Sabiq,

lebih

lanjut


mengomentari:

Perkawinan

merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk
Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi
manusia untuk beranak-pinak, berkembangbiak, dan melestarikan
hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya
yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.4
Walaupun

ada

perbedaan

pendapat

tentang


perumusan

perngertian perkawinan, tetapi dari semua rumusan yang dikemukakan
ada satu unsur yang merupakan kesamaan dari seluruh pendapat, yaitu
bahwa nikah itu merupakan suatu perjanjian perikatan antara seorang
laki-laki dan seorang wanita, perjanjian disini bukan sembarang
perjanjian jual beli atau sewa menyewa, tetapi perjanjian dalam nikah
adalah merupakan perjanjian suci untuk membentuk keluarga antara
seorang laki-laki dan seorang wanita. Suci disini dilihat dari segi,
keagamaannya dari suatu perkawinan.
Undang-undang perkawinan, dalam pasal 1 merumuskan
pengertian perkawinan sebagai berikut : “Perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
4

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2008), 10.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kalau kita bandingkan
rumusan menurut hukum Islam di atas dengan rumusan dalam pasal 1
Undang-undang Perkawinan mengenai pengertian dari perkawinan
tidak ada perbedaan yang prinsipil”.5
Tujuan dari disyariatkannya perkawinan atas umat islam,
diantaranya adalah: pertama, untuk mendapatkan anak keturunan yang
sah bagi melanjutkan generasi yang akan datang. Keinginan untuk
melanjutkan keturunan merupakan naluri umat manusia bahkan juga
naluri bagi makhluk hidup yang diciptakan Allah. Untuk maksud itu
Allah menciptakan bagi manusia nafsu syahwat yang dapat
mendorongnya untuk mencari pasangan hidupnya untuk menyalurkan
nafsu syahwat tersebut. Untuk memberi saluran yang sah dan legal
bagi penyaluran nafsu syahwat tersebut adalah melalui lembaga
perkawinan. Kedua, untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh
ketenangan hidup dan rasa kasih sayang.6
Tujuan pernikahan tersebut memang sangat didambakan oleh
setiap

pasangan,

keharmonisan

tetapi

tidak

selamanya

kebahagiaan

dan

didapatkan oleh setiap pasangan dalam kehidupan

berumah tangga sehingga banyak diantara mereka yang bercerai
dengan alasan yang berbeda-beda.

5

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang
(Yogyakarta: Liberty, 2007), 9.
6
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam…, 46-47.

Perkawinan,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Perceraian menurut Pasal 38 UU Nomormor. 1 Tahun 1974
adalah “putusnya perkawinan.” Jadi, perceraian adalah putusnya ikatan
lahir dan batin antara suami dan istri yang mengakibatkan berakhirnya
hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami dan istri tersebut.
Pasal 39 UU Nomormor. 1 Tahun 1974 memuat ketentuan imperative
bahwa perceraian hanya dapat dilakukan dilakukan di depan
Pengadilan,

setelah

Pengadilan

yang

bersangkutan

berusaha

mendamaikan kedua belah pihak.
Perceraian menurut hukum Islam yang telah dipositifkan dalam
Pasal 38 dan Pasal 39 UU Nomormor. 1 Tahun 1974 yang telah
dijabarkan dalam PP Nomor. 9 Tahun 1975, mencakup antara lain
sebagai berikut.
1. Perceraian dalam pengertian cerai talak, yaitu perceraian yang
diajukan permohonan cerainya oleh dan atas inisiatif suami kepada
Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta
segala akibat hukumnya sejak saat perceraian itu dinyatakan
(diikrarkan) di depan sidang Pengadilan Agama (vide Pasal 14
sampai dengan Pasal 18 PP Tahun 1975).
2. Perceraian dalam pengertian cerai gugat, yaitu perceraian yang
diajukan gugatan cerainya oleh dan atas inisiatif istri kepada
Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta
segala akibat hukumnya sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (vide Pasal 20
sampai dengan Pasal 36).7
Perceraian walaupun diperbolehkan tetapi agama Islam tetap
memandang bahwa perceraian adalah sesuatu yang bertentangan
dengan asas-asas Hukum Islam. Ibnu ‘Umar meriwayatkan dari Nabi
bahwa beliau bersabda :

َ ِ‫حدّث اَك رٌَب َعبَيدَحدث اَح دَب َخالدَع َ عَ ِفَب َ َاصِلَع َ حَار‬
ََ‫ب َدِثَارَع َاب َع َ ََع َال بِيَِقالَاَْبغَضَاْحَاََلَِِالَىَالَّهَِال َطَاَقَُر ا َاب َدا د‬
Telah menceritakan kepada kami Katsir ibn ‘Ubaid, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibn Khalid, telah menceritakan
kepada kami Mua’arrif ibn wa>shil dari Muha>rib ibn Ditsar dari Ibn
‘Umar dari Nabi Muhammad Saw, beliau bersabda: "Tidaklah Allah
menghalalkan sesuatu yang lebih Dia benci daripada perceraian." (H.R
Abu Dawud)8
Dan diriwayatkan dari Tsauban bahwa Rasulullah saw bersabda :

َْ ‫حَدثََاَسَ ْي َا َُبْ َحَ ْ َحَدثََاَ َح ادٌَعَ َْأَي ََ َع َْأَبِيَِقَاَبةََ َع َْأَِبيَأَ ْس َاءََ َع‬
َ‫صَىَالَهَ َعَْيهَِ َ َسَ ََأَي َاَا ْ ََأ َ َسَأَلتَْ َ ْجَ َا‬
َ َِ‫ثَ ْبَا ََقَالَقَالََرَس لَُالَه‬
ََ‫حةَُاْلجَ ِةَُر ا َاب َدا د‬
َ ‫َطَاقًاَفِيَغَيْ َِ َاََب ْأ ََفحَ َا ٌَ َعَيْ َاَرَاِئ‬
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb, telah
menceritakan kepada kami Hammad dari Ayyub dari Abu Qilabah dari
Abu Asma` dari Tsauban, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Siapapun wanita yang meminta cerai kepada
suaminya bukan karena kesalahan, maka haram baginya bau surga.”
(H.R. Abu Dawud)9

7

Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 18-20.
Abu Dawud Sulaiman Ibnu As’ad, Sunan Abi Dawud Juz 2, (Beirut: Al-Kutub AlIlmiah, 1996),120.
8

9

Abu Dawud Sulaiman Ibnu As’ad, Sunan Abi Dawud Juz 2, (Beirut: Al-Kutub AlIlmiah, 1996), 134.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

Dengan melihat isi kedua hadist Nabi tersebut di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa talak itu walaupun diperbolehkan oleh
agama, tetapi pelaksanaanya harus berdasarkan suatu alasan yang kuat
dan merupakan jalan yang terakhir yang ditempuh oleh suami isteri,
apabila cara-cara lain yang telah diusahakan sebelumnya tetap tidak
dapat mengembalikan keutuhan kehidupan rumah tangga suami isteri
tersebut.10
Untuk dapat mengajukan perceraian ke pengadilan, harus
terpenuhi dulu alasan-alasan perceraian yang dibenarkan. Secara jelas
pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menjelaskan
bahwa alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar dalam pengajuan
perceraian adalah :
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, dan
lain sebagainya yang sukar di sembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
karena hal lain di luar kemampuanya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak lain.

10

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan..., 105.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri.
6. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.11
Kemudian dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116 terdapat
penambahan 2 (dua) alasan yang disesuaikan dengan hukum Islam,
yaitu :
7. Suami melanggar taklik talak.
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidak rukunan dalam rumah tangga.12
Dengan demikian, jika seseorang telah mempunyai alasan
seperti yang dijelaskan di atas maka ia bisa mengajukan perceraian ke
pengadilan. Seperti yang terjadi di Pengadilan Agama Bojonegoro
perkara gugat cerai Nomor.2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn tentang perkara
perceraian karena pendengaran suami terganggu. Pada saat semula
rumah tangga penggugat dan tergugat berjalan dengan baik, rukun dan
harmonis. Kemudian rumah tangga penggugat dan tergugat tidak
harmonis lagi dikarenakan Penggugat tidak mencintai tergugat karena
pendengaran Tergugat terganggu.

11
12

Lihat UU Perkawinan Nomor. 1 Tahun 1974, Penjelasan Pasal 19, 566-567.
Lihat Kompilasi Hukum Islam Pasal 116, 36.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum
Islam tidak menyebutkan secara jelas bahwa pendengaran terganggu
bisa dijadikan alasan mengajukan gugat cerai, tetapi Majlis Hakim
Pengadilan Agama Bojonegoro pada tahun 2013 memutuskan perkara
perceraian dengan alasan pendengaran terganggu.
Dengan kenyataan di atas peneliti tertarik untuk meneliti apa
sebenarnya yang menjadi dasar hukum dan pertimbangan hakim
Pengadilan

Agama

Bojonegoro,

sehingga

hakim

menerima

permohonan gugat cerai karena alasan pendengaran suami terganggu.

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, maka dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Kemudahan Hakim dalam mempertimbangkan masalah perceraian.
2. Ijtihad Hakim yang digunakan, dalam kasus ini yang mana belum di
atur di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).
3. Bentuk dan jenis hukum yang dipakai hakim Pengadilan Agama
Bojonegoro

dalam

memutuskan

perkara

Nomor.

2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn tentang perceraian karena pendengaran
suami terganggu.
4. Dasar dan Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara cerai
gugat karena pendengaran suami terganggu dalam putusan Nomor.
2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

5. Analisis hukum Islam terhadap pertimbangan hukum hakim
Pengadilan Agama Bojonegoro dalam memutus perkara cerai gugat
karena

pendengaran

suami

terganggu

dalam

putusan

Nomor.2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn.
Dari identifikasi masalah tersebut, maka penulis akan membatasi
yang akan di teliti pada dua masalah saja, yaitu :
1. Dasar dan Pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara
cerai gugat karena pendengaran suami terganggu dalam putusan
Nomor.2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn.
2. Analisis hukum Islam terhadap pertimbangan hukum hakim dalam
memutus perkara cerai gugat karena pendengaran suami terganggu
dalam putusan Nomor.2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn.

C. Rumusan Masalah
Masalah yang telah dibatasi di atas berkaitan putusan Pengadilan
Agama Bojonegoro perkara Nomor.2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn, dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara
perceraian karena pendengaran suami terganggu dalam putusan
Nomor.2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn?
2. Bagaimana analisis hukum islam terhadap pertimbangan hukum
hakim dalam putusan Nomor.2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn tentang
perceraian karena pendengaran suami terganggu.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

D. Kajian Pustaka
Pembahasan tentang masalah perceraian telah banyak dilakukan
oleh para penulis lain. Pembahasan ini berkaitan dengan penyebab
perceraian yang banyak dibahas dalam kitab-kitab fikih dan buku-buku
yang menyangkut perundang-undangan perkawinan. Disamping itu,
penelitian beberapa kasus perceraian di beberapa pengadilan juga
banyak dilakukan, di antaranya yaitu :

Pertama, skripsi yang berjudul “Telaah hukum Islam terhadap
putusan tentang perceraian dengan alasan cemburu” (Studi kasus PA
Surabaya tahun 2001) Oleh Khoirun Nasik. Skripsi tersebut
memfokuskan pembahasan pada alasan cemburu yang berlebih kepada
pasangan, karena kecemburuan itu menimbulkan kesenjangan dan
ketidak harmonisan sehingga mempengaruhi timbulnya perceraian
antara suami istri.13

Kedua, Skripsi yang berjudul “Analisis hukum Islam terhadap
putusan

PA

Malang

Nomor.1106/Pdt.G/2011/PA

Mlg

tentang

perceraian karena suami waria” oleh M. Lutfi Afandi. Skripsi tersebut
memfokuskan pembahasanya pada istri yang merasa tertipu karena
suami waria. Sehingga menimbulkan permasalahan keharmonisan

13

Khoirun Nasik, “Telaah Hukum Islam terhadap Putusan tentang Perceraian karena
Alasan Cemburu di PA Surabaya” (Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya, 2003).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

dalam berumah tangga yang pada akhirnya menjadi penyebab
terjadinya perceraian antara keduanya.14

Ketiga, Skripsi yang berjudul “Analisis hukum Islam terhadap
putusan PA Lamongan Nomor.2360/Pdt.G/2010/PA Lmg tentang
perceraian karena suami Mafqud (Ghaib)” oleh Moh. Hafid Nasrullah.
Skripsi tersebut memfokuskan pembahasannya pada perginya suami
dari tempat tinggal bersama tanpa alasan yang jelas dan dalam waktu
yang lama. Sehingga menimbulkan permasalahan keharmonisan dalam
berumah tangga yang pada akhirnya menjadi penyebab terjadinya
perceraian antara keduanya.15

Ke empat, Skripsi yang berjudul “Perselingkuhan sebagai
alasan Perceraian (Studi Putusan pada Pengadilan Agama Sleman
tahun 2006)” Oleh Kamilaini. Skripsi tersebut memfokuskan
pembahasannya karena perselingkuhan sebagai sebab timbulnya
permasalahan keharmonisan dalam berumah tangga yang pada
akhirnya terjadi perceraian antara keduanya.16

Ke lima, Skripsi yang berjudul “Kawin Paksa sebagai alasan
Perceraian

(Analisa

Putusan

PA

Tangerang

Perkara

Nomor.940/Pdt.G/2009/PA.Tng)” Oleh Nuraida. Skripsi tersebut

14

Lutfi Afandi, “Analisis Hukum Islam terhadap Putusan PA Malang tentang
Perceraian karena suami waria” (Skripsi--UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013).
15
Moh. Hafid Nasrullah, “Analisis Hukum Islam terhadap Putusan PA Lamongan
tentang Perceraian karena suami Mafqud”, (Skripsi—UIN Sunan Ampel Surabaya,
2012).
16
Kamilaini, “Perselingkuhan sebagai alasan Perceraian”. (Skripsi—UIN Sunan Kali
Jaga Yogjakarta, 2009).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

menjelaskan perkawinan yang dipaksakan

oleh orang tuanya

menimbulkan permasalahan keharmonisan dalam berumah tangga yang
pada akhirnya menjadi penyebab terjadinya perceraian antara
keduanya.17
Persamaan penelitian di atas dengan penelitian ini sama-sama
berkaitan dengan perceraian, namun penelitian di atas berbeda dalam
segi faktornya, adakalanya dari segi perselingkuhan, suami mafqud
(Ghaib), suami waria, alasan cemburu dan karena kawin paksa yang
menyebabkan perceraian, sedangkan dalam penelitian ini lebih fokus
pada faktor pendengaran suami terganggu sehingga istri tidak
mencintai suaminya lagi dan berakhir dengan perceraian.

E. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan apa yang sudah menjadi suatu rumusan
masalah penelitian ini, maka ada beberapa tujuan dalam penelitian,
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan
perkara perceraian karena pendengaran suami terganggu dalam
Putusan Nomor.2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn.
2. Untuk mengetahui analisis hukum islam terhadap pertimbangan
hukum hakim dalam memutuskan perkara perceraian karena

17

Nuraida, “Kawin Paksa sebagai alasan Perceraian”, (Skripsi—UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

pendengaran

suami

terganggu

dalam

Putusan

Nomor.2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn.

F. Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan
bagi setiap umat serta dapat memberi wawasan kepada seluruh
masyarakat khususnya penulis sendiri. Adapun kegunaan hasil
penelitian ini sekurang-kurangnya dapat digunakan untuk dua aspek,
sebagai berikut:
1. Aspek teoretis, hasil penelitian ini dapat menambah khasanah
keilmuan yaitu untuk dijadikan bahan acuan dalam rangka
mengembangkan teori hukum kekeluargaan khususnya dalam
perceraian Islam.
2. Aspek praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
bahan dan pedoman bagi para masyarakat khususnya para tokoh
agama, ulama dan praktisi hukum dalam rangka program
pembinaan serta pemantapan kehidupan berguna khususnya dalam
hukum perceraian sesuai dengan ajaran Islam, serta sebagai
motivator

bagi penulis secara pribadi untuk lebih giat dalam

mengembangkan keilmuan dan lebih berkarya khususnya dibidang
hukum.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

G. Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya interpretasi yang tidak sesuai dengan
judul penelitian ini, maka disini ada beberapa istilah yang perlu
didefinisikan secara operasional. Adapun istilah-istilah yang dimaksud
adalah:
1. Hukum Islam yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah
Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf (f) dan Pasal 19 huruf (f)
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.18
2. Cerai gugat : Perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu
gugatan lebih dahulu oleh salah satu pihak kepada pengadilan dan
perceraian itu terjadi dengan suatu putusan pengadilan.19
3. Pendengaran terganggu : Kesulitan mendengarkan perkataan orang
lain secara jelas, khususnya ketika berdiskusi dengan banyak orang
atau dengan keramaian.

H. Metode Penelitian
1. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berkaitan tentang:
Pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara perceraian
karena pendengaran suami terganggu di Pengadilan Agama
Bojonegoro dan data analisa hukum Islam.

Mohamad Daud Ali , Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2005), 42.
19
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan..., 131
18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

2. Sumber data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah
dari mana data dapat diperoleh. Berdasarkan data yang telah
dihimpun, maka sumber data penelitian ini adalah :
a. Sumber data primer, sumber data primer penelitian ini adalah :
1. Dokumen

putusan

Pengadilan

Agama

Bojonegoro

Nomor.2865/Pdt.G/PA.Bjn.
2. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
b. Sumber data sekunder, sumber data sekunder penelitian ini
adalah Hakim dan Panitera di Pengadilan Agama Bojonegoro
yang memutus kasus tersebut.
3. Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan metode
sebagai berikut:
a. Dokumentasi
Pengumpulan data dengan metode dokumentasi
adalah cara mencari data dengan cara menelaah dokumen
dalam hal ini dokumen Putusan Pengadilan Agama
Bojonegoro

Nomor.2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn.

digunakan

untuk memperoleh data tentang perkara perceraian karena
pendengaran suami terganggu.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

b. Wawancara
Wawancara

atau

interview adalah percakapan

dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan

dan

terwawancara

(interviewee)

yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu.20
Wawancara itu diperoleh dari hakim dan panitera di
PA Bojonegoro yang dapat digunakan untuk memperoleh
data tentang perkara perceraian karena pendengaran suami
terganggu dalam Putusan Pengadilan Agama Bojonegoro
Nomor.2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn.
c. Kepustakaan
Kepustakaan adalah bahan yang menjadi acuan atau
bacaan dalam menghasilkan atau menyusun tulisan baik
berupa artikel, karangan buku, laporan dan sejenisnya. Di
dalam penelitian ini bahan yang menjadi acuan adalah
Kompilasi Hukum Islam.

4. Teknis analisis data
Setelah

data

terkumpul

langkah

selanjutnya

adalah

menganalisis data, Untuk menganalisis data yang diperoleh dalam
penelitian ini, teknik yang digunakan adalah deskriptif analisis,
20

Lexy J.Moloeng, Metode Penelitan Kualitatif, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya,
2009), 186.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

dengan pola pikir deduktif yaitu teknik analisis data dengan cara
memaparkan data apa adanya dalam hal ini data pertimbangan
hukum hakim dalam putusan Nomor.2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn.
Kemudian dianalisa dengan Hukum Islam dalam hal ini Kompilasi
Hukum Islam dan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975. Sedangkan pola pikir deduktif adalah pola pikir yang
berangkat dari variabel data yang bersifat umum, dalam hal ini
Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, kemudian diaplikasikan kepada
variabel data yang bersifat khusus dalam hal ini pertimbangan
hukum hakim dalam putusan Nomor. 2865/Pdt.G/2013/PA.Bjn.

I. Sistematika Pembahasan
Supaya pembahasan dari penelitian ini terarah sesuai dengan tujuan
penelitian, maka penulis menggunakan sistematika pembahasan sebagai
berikut :
Bab Pertama: Pendahuluan, merupakan keseluruhan isi skripsi yang
terdiri dari; latar belakang, identifikasi masalah dan batasan masalah,
rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil
penelitian, definisi operasional. Metode penelitian (meliputi data yang
dikumpulkan, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis
data), dan sistematika pembahasan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

Bab Kedua : Menjelaskan kajian teoretis tentang perceraian dalam
Kompilasi Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975, meliputi pengertian perceraian, alasan-alasan perceraian, bentukbentuk perceraian dan akibat perceraian.
Bab Ketiga : Menjelaskan tentang dasar pertimbangan Hukum
Hakim dalam menangani perkara Gugat cerai karena pendengaran
suami terganggu sebagai alasan perceraian dan dalam bab ini juga
menguraikan tentang data hasil penelitian yang berisi gambaran umum
Pengadilan Agama Bojonegoro.
Bab Keempat : Analisis terhadap pertimbangan-pertimbangan
hukum yang dipakai oleh hakim dalam kasus gugat cerai karena
pendengaran suami terganggu.
Bab Kelima : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
KAJIAN TEORITIS TENTANG PERCERAIAN DALAM
KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR
9 TAHUN 1975
A. Pengertian Perceraian
Suatu perkawinan dapat putus dan berakhir karena berbagai hal,
antara lain karena terjadinya talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap
istrinya, atau karena perceraian yang terjadi antara keduanya, atau karena
sebab-sebab lain. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan berikut ini:
Perceraian menurut Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam adalah
“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama
setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak”.
Dalam Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam mendefinisikan Talak
adalah “Ikrar suami dihadapan Sidang Pengadilan Agama yang menjadi
salah satu sebab putusnya perkawinan”.1
Sehubungan dengan Pasal di atas, Wahyu Ernaningsih dan Putu
Samawati menjelaskan bahwa walaupun perceraian adalah urusan pribadi,
baik itu atas kehendak satu diantara dua pihak yang seharusnya tidak
perlu campur tangan pihak ketiga, dalam hal ini pemerintah, tetapi demi
menghindari tindakan sewenang-wenang, terutama dari pihak suami
(karena pada umumnya pihak yang superior dalam keluarga adalah suami)
1

Lihat Kompilasi Hukum Islam Pasal 115, 117.

20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

dan juga untuk kepastian hukum, maka perceraian harus melalui saluran
lembaga peradilan.2
Lebih lanjut, Wahyu Ernanigsih dan Putu Samawati menjelaskan
bahwa dengan adanya ketentuan yang menyatakan bahwa perceraian
harus dilakukan di depan sidang pengadilan, maka ketentuan ini berlaku
untuk seluruh warga Negara Indonesia, termasuk juga bagi mereka yang
beragama Islam.

Walaupun pada dasarnya

hukum

Islam

tidak

mengharuskan perceraian dilakukan di depan sidang pengadilan, namun
karena ketentuan ini lebih banyak mendatangkan kebaikan bagi kedua
belah pihak pada khususnya, seluruh warga negara, termasuk warga
negara yang beragama Islam, wajib mengikuti ketentuan ini. Selain itu,
sesuai dengan asas dalam hukum positif Indonesia yang menyatakan
bahwa peraturan itu berlaku bagi seluruh warga negara, kecuali peraturan
menentukan lain. Sedangkan dalam UU perkawinan tidak menyebutkan
ketentuan lain menyangkut masalah perceraian ini.3
Perceraian menurut Pasal 38 UU Nomor. 1 Tahun 1974 adalah
“Putusnya Perkawinan”. Adapun yang dimaksud putusnya perkawinan
adalah menurut Pasal 1 UU Nomor.1 Tahun 1974 adalah “Ikatan lahir
batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami
istri dengan tujuan menbentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Jadi, perceraian adalah

Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawati, Hukum Perkawinan Indonesia,
(Palembang: PT Rambang Palembang, 2006), 110.
3
Ibid., 111.
2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan
berakhirnya hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami dan istri
tersebut.
Pengertian perceraian dapat dijelaskan dari beberapa perspektif
hukum sebagai berikut :
a. Perceraian menurut hukum Islam yang telah dipositifkan dalam Pasal
38 dan Pasal 39 UU Nomor. 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan
dalam PP Nomor. 9 Tahun 1975, mencakup antara lain sebagai
berikut:
1. Pengertian dalam cerai talak, yaitu perceraian yang diajukan
permohonan cerainya oleh dan atas inisiatif suami kepada
Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta
segala akibat hukumnya sejak saat perceraian dinyatakan
(diikrarkan) di depan sidang Pengadilan Agama (vide Pasal 14
sampai dengan Pasal 18 PP Nomor. 9 Tahun 1975).
2. Perceraian dalam pengertian cerai gugat, yaitu perceraian yang
diajukan gugatan cerainya oleh dan atas inisiatif istri kepada
Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta
segala akibat hukumnya sejak jatuhnya putusan Pengadilan
Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (vide
Pasal 20 sampai dengan Pasal 36).
b. Perceraian menurut hukum agama selain hukum Islam, yang telah
pula dipositifkan dalam UU Nomor. 1 Tahun 1974 dan dijabarkan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

dalam PP Nomor. 9 Tahun 1975, yaitu perceraian yang gugatan
cerainya diajukan oleh dan atas inisiatif suami atau istri kepada
Pengadilan Negeri, yang dianggap terjadi beserta segala akibat
hukumnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan
oleh Pegawai Pencatat di kantor catatan sipil (vide Pasal 20 dan Pasal
34 ayat (2) PP Nomor. 9 Tahun 1975).4
Perceraian dalam istilah ahli fiqih yang berasal dari bahasa arab
yaitu kata “َ‫ \\“ ِاطْاَق‬artinya lepasnya suatu ikatan perkawinan dan
berakhirnya hubungan perkawinan. Menurut istilah syarak talak adalah:

‫حَلََرَاَبِ َطةَِال َ َاَ َِ ََاِنْ َاءَُاْلعَاَََقةَِالْ َ َْجِية‬
Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri
Jadi, talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga
setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi
suaminya. Ini terjadi dalam talak ba>’in, sedangkan arti mengurangi
pelepasan ikatan perkawinan adalah berkurangnya hak talak bagi suami
yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami
dari tiga menjadi dua, dari dua menjadi satu, dan dari satu menjadi hilang
hak dan dalam talak raj’i>.5

Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 18.
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2010), 229.
4

5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

B. Alasan-Alasan Perceraian
Pengertian alasan-alasan hukum perceraian dapat ditelusuri dari
pengertian “alasan” dan kata “hukum” yang merupakan dua kata
kuncinya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “alasan” berarti:
1. Dasar, hakikat dan asas.
2. Dasar bukti (keterangan) yang dipakai untuk menguatkan pendapat
(sengketa) tuduhan, dan sebagainya.
3. Yang menjadi pendorong (untuk berbuat).
4. Yang membenarkan perlakuan tindak pidana dan menghilangkan
kesalahan terdakwa.
Selanjutnya, kata “hukum” berarti peraturan perundang-undangan
yang merupakan sumber hukum formal perceraian, yaitu peraturan tertulis
yang memuat Nomorrma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga Negara atau pejabat yang
berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan (vide Pasal UU Nomor. 12 Tahun 2011).
Dengan memperhatikan arti

kata “alasan” dan “hukum”

sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat dibangun pengertian “alasanalasan hukum perceraian”, yaitu alas atau dasar bukti (keterangan) yang
digunakan untuk menguatkan tuduhan dan atau gugatan atau permohonan
dalam suatu sengketa atau perkara perceraian yang telah ditetapkan
dalam hukum nasional, yaitu peraturan perundang-undangan, khususnya
UU Nomor.1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan dalam PP Nomor.9 Tahun

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

1975, hukum Islam yang kemudian telah dipositivikasi dalam Kompilasi
Hukum Islam, dan Hukum adat.6
Perceraian

harus

disertai

dengan

alasan-alasan

hukum

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam
sebagai berikut :
1. Zina, pemabuk, pemadat, penjudi, dan tabiat buruk lainya yang sukar
disembuhkan
Pasal 39 ayat (2) UU Nomor.1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan
dalam Pasal 19 huruf a PP Nomor.9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf a
Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa salah satu pihak berbuat
zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya
yang sukar disembuhkan dapat menjadi alasan hukum perceraian.
Selanjutnya, keseluruhan alasan-alasan hukum perceraian tersebut
dapat dijelaskan dibawah ini.
Perzinaan

atau

perbuatan

zina

seringkali

bermula

dari

perselingkuhan yang menghianati kesucian dan kesetiaan dalam
perkawinan. Kesucian dan kesetiaan sangat diperlukan untuk
terjalinnya ikatan lahir batin yang kuat antara suami dan istri sebagai
pondasi bagi terbentuknya rumah tangga yang bahagia dan kekal.
Oleh karena itu, jika kesucian dan kesetiaan sudah tidak ada lagi
dalam perkawinan, pihak suami atau istri yang kesucian dan
kesetiaanya dikhianati mempunyai hak untuk menuntut perceraian.

6

Ibid.,174

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Pemabuk juga dapat dijadikan alasan hukum bagi suami atau istri
yang berkehendak melakukan perceraian. Pemabuk adalah suatu
predikat (sebutan) negative yang diberikan kepada seorang, (dalam
konteks ini atau suami atau istri) yang suka meminum atau memakan
bahkan mengalami ketergantungan terhadap bahan-bahan makanan
dan minuman yang memabukkan yang umumnya mengandung alkohol
melebihi kadar yang ditoleransi (over dosis) menurut indicator
kesehatan, misalnya minuman keras, gadung, dan lain-lain.
Pemabuk seringkali mengalami pening kepala, bahkan hilang
kesadarannya, tetapi sangat kuat birahi atau nafsu syahwatnya,
sehingga dapat berbuat di luar atau lupa diri, yang dapat
membahayakan tidak hanya dirinya, melainkan juga orang lain,
misalnya suami atau istri.
Selanjutnya, selain zina dan pemabuk, pemadat juga dapat
menjadi alasan hukum bagi suami atau istri yang berkehendak
melakukan perceraian. Pemadat adalah suatu predikat negatif yang
diberikan kepada seseorang (dalam konteks ini suami atau istri) yang
suka mengonsumsi (menghisap, memakan) bahkan mengalami
kecanduan atau ketergantungan (adiktif) terhadap narkotika dan obatobatan terlarang (narkoba), misalnya morpin, ganja, opium, heroin, pil
koplo, pil ekstasi, dan lain-lain.
Kemudian, penjudi juga dapat dijadikan alasan hukum bagi suami
atau istri yang berkehendak melakukan perceraian, selain zina,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

pemabuk dan pemadat. Penjudi adalah suatu predikat negatif yang
diberikan kepada seseorang (dalam konteks ini suami atau istri) yang
suka bermain bahkan mengalami ketergantungan terhadap judi.
Implikasi negatif dari judi adalah menjadikan penjudi banyak
berangan-angan atau berkhayal, ingin cepat kaya dengan jalan pintas,
boros, lemah hati dan pikiran. Baik zina, pemabuk, pemadat, penjudi,
maupun tabiat buruk lainya, adalah niat, perilaku dan sifat atau
karakter buruk yang sukar disembuhkan, dan dapat menjadi sumber
potensial atau awal mula dari perbuatan-perbuatan buruk suami atau
istri yang dapat merusak keharmonisan rumah tangga, menimbulkan
perselisihan dan pertengkaran terus-menerus, yang berakibat tidak
dapat dipertahankannya lagi perkawinan mereka.
2. Meninggalkan pihak lain tanpa izin dan alasan yang sah atau hal lain di
luar kemampuannya
Pasal 39 ayat (2) UU Nomor. 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan
dalam Pasal 19 huruf b PP Nomor.9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf b
Kompilasi

Hukum

Islam

menegaskan

bahwa

salah

satu

pihak

meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak
lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya
dapat menjadi alasan hukum perceraian.
Meninggalkan pihak lain tanpa alasan yang sah menunjukkan
secara tegas bahwa suami atau istri sudah tidak melaksanakan
kewajibannya sebagai suami istri, baik kewajiban yang bersifat lahiriah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

maupun batiniah. Ini berarti bahwa tidak ada harapan lagi untuk
mempertahankan kelangsungan rumah tangga, karena telah hilangnya
perasaan sayang dan cinta , sehingga tega menelantarkan atau
mengabaikan hak suami atau istri yang ditinggalkannya. Jadi, perceraian
adalah solusi untuk keluar dari rumah tangga yang secara hukum formal
ada, tetapi secara faktual sudah tidak ada lagi.
3. Hukuman Penjara 5 Tahun atau Hukuman Berat Lainnya
Pasal 39 ayat (2) UU Nomor.1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan
dalam Pasal 19 huruf c PP Nomor. 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf c
Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa salah satu pihak mendapat
hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah
perkawinan berlangsung dapat menjadi alasan hukum perceraian.
Hukuman penjara atau hukuman berat lainnya dapat membatasi
bahkan menghilangkan kebebasan suami atau istri untuk melakukan
berbagai aktivitas berumah tangga, termasuk menghambat suami atau
istri untuk melaksanakan kewajibannya, baik kewajiban yang bersifat
lahiriah maupun kewajiban yang bersifat batiniah, sehingga membuat
penderitaan lahir dan batin dalam rumah tangga yang sudah tidak layak
lagi untuk dipertahankan.
4. Perilaku Kejam dan Aniaya Berat yang Membahayakan
Pasal 39 ayat (2) UU Nomor. 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan
dalam Pasal 19 huruf d PP Nomor.9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf d
Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa salah satu pihak melakukan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain,
dapat menjadi alasan hukum perceraian.
Perilaku kejam dan penganiayaan berat adalah perilaku sewenangwenang, bengis dan zalim, yang membahayakan dan menyakiti orang lain
baik secara fisik maupun psikis, yang bersifat menyiksa dan menindas,
tanpa ada rasa belas kasihan.
Kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan dapat
berdampak penderitaan fisik dan mental (psikologis) bagi suami atau istri
yang menerima kekejaman dan penganiayaan berat sebagai bentuk tindak
kekerasan yang membahayakan “nyawa” tersebut.
Perilaku kejam dan aniaya berat yang membahayakan adalah
perilaku yang sangat buruk dan memalukan keluarga dan kerabat dari
suami atau istri yang bersangkutan, sehingga perilaku demikian juga
merupakan alasan hukum perceraian menurut hukum adat.
5. Cacat Badan atau Penyakit yang Menghalangi Pelaksanaan Kewajiban
Cacat badan atau penyakit adalah kekurangan yang pada diri
suami atau istri, baik yang bersifat badaniah maupun rohaniah yang
mengakibatkan terhalangnya suami atau istri untuk melaksanakan
kewajibannya sebagai suami atau istri.
Pasal 39 ayat (2) UU Nomor.1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan
dalam Pasal 19 huruf e PP Nomor. 9 Tahun 1975 dan dalam Pasal 116
huruf d Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa salah satu pihak
mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

menjalankan kewajibannya sebagai suami istri dapat menjadi alasan
hukum perceraian.
6. Perselisihan dan Pertengkaran Terus-menerus
Pasal 39 ayat (2) UU Nomor.1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan
dalam Pasal 19 huruf e PP Nomor.9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf f
Kompilasi Hukum Islam yang menegaskan bahwa perceraian dapat terjadi
karena antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga. Namun, tampak jelas bahwa Pasal 39 ayat (2) UU Nomor. 1
Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf e PP Nomor. 9 Tahun 1975 membedakan
antara “perselisihan” dengan “pertengkaran”, tetapi tidak memberikan
penjelasan tentang pengertia

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63