Mandala Mamargi Dalam Arsitektur Tradisional Bali.
ISBN: 978-602-294-092-0
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
Editor
Gusti Ayu Made Suartika, ST., MEng.Sc., PhD.
Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., PhD.
Ni Made Swanendri, ST., MT.
iii
ISBN: 978-602-294-092-0
iv
ISBN: 978-602-294-092-0
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
KATA PENGANTAR
Ide pelestarian menjadi sebuah keharusan di era pembangunan yang pesat ini, di belahan bumi
manapun kita berada. Pelestarian bentang alam, sumber daya alam, energi, peninggalan
bernilai historis, tata nilai budaya dan sosial, identitas, dan lain-lain menjadi kegiatan-kegiatan
yang tidak boleh tidak harus diagendakan. Tujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
yang cepat telah mendorong komponen-komponen serta para pelaku pembangunan untuk
memanfaatkan sumberdaya pendukung yang ada secara maksimal atau malahan secara
berlebihan. Seringkali langkah ini tidak atau belum disertai pertimbangan untuk menjaga
keberlangsungan serta ketersediaan sumberdaya yang sama untuk generasi di masa yang akan
datang. Kadang kala, ketika kita menyisakan sumber daya untuk anak cucu kita di masa yang
akan datang, kualitas serta kuantitasnya kemungkinan tidak pada kondisi prima lagi.
Kota sebagai wadah beragam aktivitas pembangunan secara langsung dipengaruhi oleh situasi
di atas. Ini direfleksikan oleh kondisi lingkungan binaan, dimana kita hidup dan berinteraksi.
Timpangnya aktivitas pembangunan antara desa dan kota telah mendorong laju urbanisasi
yang sangat pesat, khususnya di negara-negara di Asia. Kondisi ini diperparah oleh tingginya
laju pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak terkontrol. Seringkali sudah didengungkan jika
kota-kota kita mengalami masalah kemacetan yang kronis; kebanjiran yang menahun; polusi
pada level yang membahayakan; tingkat kepadatan yang melumpuhkan pergerakan dalam
maupun antar kota; menurunnya level livabilitas kota; kualitas-kualitas ruang kota yang
menurun; dominasi dalam pemanfaatan kawasan strategis oleh kepentingan tertentu; konversi
kawasan lindung menjadi kawasan budidaya; merupakan beberapa tantangan dalam
pertumbuhan kota saat ini. Sangat sering jika sebuah kota tumbuh dan berkembang tanpa ada
rencana. Atau, jikapun
blueprint pembangunan spasialnya ada, implementasi serta
pengendaliannya yang bermasalah. Atau pada sirkumstansi yang berbeda, dimana terjadi
koalisi anatar korporasi dengan para pengambil keputusan (pemerintah), produk perencanaan
yang sudah jelas implementasinya bisa dibeli oleh para pemilik modal.
Dengan didasari oleh kondisi-kondisi inilah maka Program Studi Magister Arsitektur,
Universitas Udayana dan Ikatan Arsitek Indonesia Daerah Bali berkolaborasi untuk
menyelenggarakan seminar tahunan dengan tema Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan
Binaan di tahun 2015 ini. Kepada Ibu dan Bapak Pembicara Kunci, saya ucapkan terima kasih
atas waktu serta kesediaannya untuk berbagi di melalui Seminar ini. Kepada Ibu dan Bapak
Pemakalah dan Peserta Seminar, saya ucapkan terima kasih atas partisipasinya. Akhirnya,
kepada Ibu dan Bapak Panitia Pelaksana Seminar, saya sampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya untuk kerja kerasnya, sehingga Seminar tahun ini bisa terlaksana dengan sukses.
Sebagai penutup, saya mohon maaf untuk kekurangan dan kesalahan.
Terima kasih.
Gusti Ayu Made Suartika
Desember 2015
v
ISBN: 978-602-294-092-0
vi
ISBN: 978-602-294-092-0
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
RINGKASAN
Proseding Seminar ini merupakan kumpulan paper-paper yang dipresentasikan dan
dipublikasi dalam Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun yang
diselenggarakan oleh Program Magister Arsitektur: Program Keahlian Perencanaan dan
Manajemen Pembangunan Desa/Kota dan Program Keahlian Manajemen Konservasi, di Aula
Pascasarjana, Lt III Gedung Pascasarjana Universitas Udayana, Kampus Denpasar pada hari
Selasa, tanggal 22 Desember 2015.
Adapun sub tema yang diangkat dalam Seminar adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Permukiman etnik
Permukiman informal
Tradisi, arsitektur, dan makna
Pelestarian arsitektur-tantangan dan potensi
Pusaka kota dan pembangunan kota berbudaya
Perencanaan kawasan strategis: ekowisata, pesisir, lindung, pendidikan, bersejarah,
rentan bencana, ramah anak, pedestrians kota, dll
Masing-masing paper telah dipresentasikan, baik dalam sesi presentasi untuk para pembicara
kunci maupun sesi pararel untuk para pemakalah. Partisipan dan presenter dalam Seminar ini
berasal dari para akademisi, mahasiswa program pascasarjana, para pemerhati keberlanjutan
lingkungan terbangun maupun bentang alamiah. Besar harapannya jika Seminar ini bisa
menjadi ajang diskusi dan berbagi pengetahuan, pengalaman, ide berkenaan pembagunan
lingkungan binaan serta pelestariannya. Ini termasuk pembangunan mekanisme terkait
perencanaan tatanan spasial kota/daerah serta pelestarian legasi, potensi, serta sumbersumber daya alamiah, dan non-alamiah yang ada di sekitar kita. Semoga aktivitas ini bisa
dijadikan bagian kegiatan rutin, yang penyelenggaraannya dijadwal secara berkelanjutan.
Terima kasih
vii
ISBN: 978-602-294-092-0
viii
ISBN: 978-602-294-092-0
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
DAFTAR ISI
Halaman muka ……………………………………………………………………………………………………..………….
Editor ……………………………………………………………………………………………………..……………………….
iii
i
Kata Pengantar ………………………………………………………………………………………………….…………….
v
Ringkasan ………………………………………………………………………………………………………………….……..
vii
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………………………………….
ix
Daftar Pemakalah
Sesi Paralel 1: Permukiman Etnik
Karakteristik Permukiman Tradisional Gampong Lubok Sukon ………………………………………
Ahmad Sidiq
1
Pelestarian Pola Permukiman Tradisional Suku Lio Dusun Nuaone, Kabupaten Ende …….
Alfons Mbuu
11
Struktur Organisasi dan Tata Zonasi Permukiman di Desa Adat Penglipuran,
Kabupaten Bangli …………………………………………………………………………………………………………….
I Gusti Ayu Canny Utami
25
Konsep Pola Desa dan Tata Hunian Desa Pinggan, Kecamatan Kintamani, Bali ………………
Nyoman Siska Dessy Krisanti
33
Perkembangan Fisik Bangunan pada Permukiman Tradisional Desa Bayung Gede …………
Ida Rayta Wira Pratami
39
Kenyamanan Thermal pada Rumah Tinggal Masyarakat Desa Pekraman Bugbug,
Kabupaten Karangasem …………………………………………………………………………………………………..
Ida Bagus Gde Primayatna, Ida Bagus Ngurah Bupala
47
Konsepsi Tri Hita Karana pada Pola Perumahan Utama
Desa Pekraman Gunung Sari ……………………………………………………………………………………………
Gusti Ayu Cantika Putri
59
Sesi Paralel 2: Permukiman Informal
Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan pada Permukiman
Jalan Cok Agung Tresna I, Denpasar ………………………………………………………………………………..
Ni Putu Diah Agustin Permanasuri
Potensi Internalisasi Sektor Informal dalam Rencana Tata Ruang ………………………………….
Ida Bagus Gede Agung Prayudha
67
74
ix
ISBN: 978-602-294-092-0
Sesi Paralel 3: Tradisi, Arsitektur, dan Makna
Mandala Mamargi dalam Arsitektur Tradisional Bali
Pengalaman pada Peristiwa Nuntun Bhatara Hyang di Denpasar, Bali ……………………………
Anak Agung Ayu Oka Saraswati
83
Peran dan Makna Arsitektur Vernakular Indonesia sebagai Jatidiri
Menuju Arsitektur Nusantara …………………………………………………………………………………………
Anak Agung Gde Djaja Bharuna S.
90
Kajian Elemen Arsitektur Gereja Tua Sikka sebagai Bangunan Bersejarah
Peninggalan Belanda ………………………………………………………………………………………………………
Yohanes Pieter Pedor Parera
98
Konsep Bentuk Uma Pangembe Melalui Pendekatan Kearifan Lokal
dan Budaya Setempat ………………………………………………………………………………………………………
Ignatius Nugroho Adi
107
Fungsi dan Estetika dalam Arsitektur Tradisional Bali …………………………………………………….
I Wayan Gomudha
115
Tradisi Meruang Masyarakat Tradisional Sasak Sade di Lombok Tengah ………………………..
Ni Ketut Agusinta Dewi
127
Sesi Paralel 4: Pelestarian Arsitektur-Tantangan dan Potensi
Eksistensi Teba sebagai Ruang Penampung Sampah Organik di Kecamatan Ubud …………
I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Putra
141
Pengembangan Desa Wisata di Desa Adat Pengotan Kabupaten Bangli …………………………...
Ishak Ferdiansyah
150
Transformasi Pemanfaatan Ruang di Sekitar Pura Kahyangan Tiga,
Desa Pakraman Peliatan …………………………....................................................................................................
I Putu Hartawan
Puri Kanginan Singaraja: Konsep, Filosofi, dan Tipologi Bangunan …………………………………
Rohana Veramyta
Usaha Pelestarian Kearifan Lokal dalam Awig-Awig Penangkapan Ikan
(Studi Kasus Masyarakat Nelayan Desa Kedonganan) …………………………......................................
Anak Agung Ayu Dyah Rupini
Dasar Pertimbangan Pengelolaan Karang Bengang di Desa Tegallalang Gianyar ……………
Made Prarabda Karma
Pelestarian Hutan Bambu sebagai Bentuk Kearifan Lokal
di Desa Adat Penglipuran, Bangli …..................................................................................................................
Ni Luh Made Marini
Pelestarian Taman Nasional Bali Barat …………………………......................................................................
Bimo Firizki Diadi
x
158
167
176
184
191
197
ISBN: 978-602-294-092-0
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
Sesi Paralel 5: Pusaka Kota dan Pembangunan Kota Berbudaya
Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Catuspatha Desa Kesiman Melalui
Pemaknaan Lingkungan Sekitar ………………………………………………………………………………………
I Gede Artha Dana Jaya
205
Strategi Menumbuhkan Kesadaran Masyarakat sebagai Upaya Pelestarian Aset Pusaka
Kota Denpasar ………………………………………………………………………………………………………………..
Anak Agung Ayu Sri Ratih Yulianasari
215
Mewujudkan Kota Pusaka Yang Berkelanjutan ………………………………………………………………..
Nyoman Ary Yudya Prawira
Pengaruh Perkembangan Pariwisata terhadap Fungsi Karang Desa
di Banjar Nyuhkuning, Ubud …………………………………………………………………………………………..
Made Bayu Indra Yudha
Pembangunan Denpasar Kota Berbudaya: dari Kota Kerajaan hingga Kota Kolonial ………
Putu Ayu Hening Wagiswari
Identifikasi Stakeholder dan Peranannya dalam Menyelesaikan
Persoalan Pelestarian Kawasan ……………………………………………………………………………………….
Gede Windu Laskara
226 Tahun Kuatkan Posisi Denpasar sebagai Kota Pusaka ……………………………………………….
Putu Rumawan Salain
222
229
237
244
255
Sesi Paralel 6: Perencanaan Kawasan Strategis
Pengaruh Parkir terhadap Infrastruktur Transportasi Jalan di Kota Lama Singaraja ………
I Putu Edy Rapiana
263
Pengolahan Limbah Cair Rumah Tangga Menuju Pembangunan Berkelanjutan
di Kawasan Pariwisata Ubud ……………………………………………………………………………………………
Anak Agung Ayu Sara Kusumaningsih
271
Infrastruktur Manajemen Air sebagai Antisipasi Banjir di Tukad Buleleng,
Pusat Kota Lama Singaraja ………………………………………………………………………………………………
Anak Agung Ngurah Ardhyana
278
Kajian Implementasi Tata Ruang dan Bangunan pada Bangunan Hotel
di Kawasan Pesisir Sawangan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung …………………
Putu Gede Wahyu Satya Nugraha
287
Optimalisasi Moda Transportasi sebagai Antisipasi Rencana Pembangunan
Bandar Udara Bali Utara dan dalam Upaya Pemerataan Pembangunan …………………………
Ni Ketut Ayu Intan Putri Mentari Indriani
292
Faktor dan Aspek Keberadaan Perumahan Gated Community di Kota Denpasar ………………
I Gede Hariwangsa Wijaya
301
xi
ISBN: 978-602-294-092-0
Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Transportasi Umum di Kota Denpasar ……………
Wayan Daton Yudhyanggara
308
Implementasi Konsep Green Architecture pada Bangunan Four Season Tent Camp ……….
Kadek Bayu Dwi Laksana
315
Konsep Penyediaan Taman Kota sebagai Perwujudan Fungsi Sosial
Ruang Terbuka Hijau di Kota Mangupura ……………...................................................................................
Kadek Ary Wibawa Patra
323
Pengaruh Kebijakan Penataan Ruang Tukad Badung terhadap Perilaku Masyarakat
di Desa Pemogan …………….......................................................................................................................................
I Ketut Adi Widiadinata
332
Pengembangan Infrastruktur yang Terintegrasi dengan Kondisi Iklim
pada Lingkungan Pantai Boom Banyuwangi ……………………………..……………………………………..
Abu Sufyan
339
Hutan Kota ……………………………………………………………………………………………………………………….
Cokorda Gede Putra Danendra
349
Sistem Subak di Desa Jatiluwih, Tabanan dalam Konsep Lingkungan Berkelanjutan ………
L.G. Rara Bianca Sarasaty
356
Perubahan Fungsi Kawasan di Sekitar Kali Semarang Dari Era Kolonial hingga Modern
(Studi Kasus Kawasan Kali Semarang dari Gang Lombok hingga Kebon Dalem) ……………..
Yudistira Nugroho
362
Potensi Pengembangan Kawasan Pesisir Pantai Air Sanih Sebagai Objek Pariwisata
Perencanaan Berbasis Sustainable Development di Kabupaten Buleleng ………………………
Untung Bagiotomo
369
Konsepsi Pengembangan Wilayah Agropolitan di Kabupaten Karangasem ……………………
Putu Indra Yoga Sariasa
380
Kontroversi “Datu Swing” sebagai Salah Satu Objek Pariwisata di Gili Trawangan …………
Putu Bayu Aji Krisna
389
Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Fungsi Ekologis
di Kawasan Perkotaan Kabupaten Badung ………………………………………………………………………
Afriyanti Noorwahyuni
396
Potensi Kawasan Pesisir Pemuteran …………………………………………………………………………….….
Ayu Mega Silvia Lukitasari
404
Keragaman Budaya dalam Mewujudkan Sustainabilitas Pembangunan Ekonomi ……………
Gede Surya Pramana
410
Kawasan Wisata Seni dan Budaya Berbasis Ekonomi Kreatif di Kecamatan Sukawati ……
Kadek Wira Wibawa
420
Integrasi Kebijakan Perencanaan dan Prioritas Pembangunan yang Berbasis Masyarakat
di Kawasan Pesisir Pantai Amed ………………………………………………………………………………………
Kurnia Dwi Prawesti
428
Ekonomi Hijau sebagai Solusi untuk Mengatasi Dampak Negatif
Pengembangan Sarana Akomodasi Wisata di Ubud …………………………………………………………
Agung Angga Wira Raditya
436
xii
ISBN: 978-602-294-092-0
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
Perencanaan Kawasan Pesisir Pantai Soka: Identifikasi Potensi
dan Permasalahan Makro Kawasan Pantai Soka ……………………………………………………………..
Mutiara Nandya Putri Narendra Anom
444
Perkembangan Ruas Pesisir Pantai Geger-Nusa Kecil sebagai Kawasan Wisata
di Kabupaten Badung ………………………………………………………………………………………………………
Ida Ayu Catur Maharani
450
Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian pada Kawasan Jalur Hijau di Subak Kedampang ………
I Putu Anom Widiarsa
459
Perilaku Teritorialitas Pengunjung Monumen Bom Bali di Legian, Kuta …………………………
I Wayan Yogik Adnyana Putra
467
Teritorialitas Pedagang di Selasar Pertokoan Tekstil Jalan Sulawesi Denpasar …………….....
Ida Ayu Kade Paramita Pradnyadewi
475
Pemanfaatan Ruang Greenfield di Kecamatan Ubud, Gianyar ………………………………………….
Anak Agung Ayu Kasmarina
483
Telaah Kritis terhadap Diagram Model Penelitian pada Thesis
di Program Pascasarjana Unud: Suatu Usulan Pemikiran ……………..…………………………………
Syamsul Alam Paturusi
Menjaga Eksistensi Wilayah Pesisir Bali: Antara Teori dan Tradisi …………………………………
I Ketut Mudra
Pemberdayaan Petani Lokal dalam Pengembangan Restoran Organik di Ubud
sebagai Contoh Penerapan Green Development ……………………………………………………………….
Made Agastya Kertanugraha
Pendidikan Melalui Pendekatan Perilaku: Menanamkan Sikap Ramah Lingkungan
Dari Anak-Anak Sekolah Dasar Di Desa Bedulu (Gianyar), dalam
Menanggulangi Permasalahan Sampah ……………………………………………………………………………
Gusti Ayu Made Suartika
Susunan Panitia Pelaksana Seminar ……………………….………………………………………………………..
491
498
508
514
viii
xiii
ISBN: 978-602-294-092-0
SUSUNAN PANITIA PELAKSANA SEMINAR
Ketua Panitia Pelaksana
:
Gusti Ayu Made Suartika, ST., MEngSc., PhD.
Wakil Ketua Panitia Pelaksana
:
Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., PhD.
Sekretaris
:
Ni Made Swanendri, ST., MT.
Seksi Acara
:
Dr. Ir. Ni Ketut Ayu Siwalatri, MT.
Seksi Seminar Kit
:
Dr. Ir. Widiastuti, MT.
Seksi Sertifikat
:
Dr. I Nyoman Widya Paramadhyaksa, ST., MT.
Seksi Proseding
:
I Wayan Yuda Manik, ST., MT.
Seksi Perlengkapan
:
Dr. Eng. I Wayan Kastawan, ST., MA.
Seksi Transportasi
:
Ir. I Gusti Bagus Budjana, MT.
Seksi Publikasi dan Kepesertaan
:
I Kadek Prana, ST., MT, IAI
I Gde Suryawinata, ST., IAI
Seksi Konsumsi
:
I G.A. Dewi Indira Sari, SE.
Seksi Dokumentasi
:
I Gusti Ngurah Putu Eka Putra
Desain Cover
:
I Putu Sutama Mandala
xiv
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
MANDALA MAMARGI DALAM ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI
Pengalaman Pada Peristiwa Nuntun Bhatara Hyang di Denpasar - Bali
Anak Agung Ayu Oka Saraswati
Staf`Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana
Email: [email protected],net.id
Abstract
Balinese Traditional Architecture with a pamesuan/pamedalan gate which means exit is the mother
architecture. The new house is the architecture that born. The child the birth of the new house, moving
from the old house - Mandala Tinggal with wall/penyengker (permanent borders) is Mandala
Mamargi – ‘moving place with existence’ started from pamesuan/pamedalan. The movement is
characterized by the movement of ‘the owner of the place’ – the child, which involves a community,
complete with 'accessories place' which is the arts creative product of this community. The spirit of
place of Mandala Mamargi is given by Nuntun Bhatara Hyang Events. Public engagement in these
events is one of the three witnesses on birth that believed of the community. Case of this qualitative
research with the pleasure of aesthetic place method taken in Denpasar-Bali.
Keywords: pamesuan, mother architecture, born architecture, moving place-Mandala Mamargi.
Abstrak
Arsitektur Tradisional Bali dengan gerbang/pamesuan/pamedalan yang berarti keluar adalah
arsitektur ibu. Rumah baru adalah arsitektur yang lahir. Seorang anak sebagai rumah baru yang
lahir adalah Mandala Mamargi - 'tempat bergerak dengan eksistensi' dimulai dari
pamesuan/pamedalan. Mandala Mamargi - 'tempat bergerak dengan eksistensi', bergerak dari
rumah tua - Mandala Tinggal yang berdinding tembok penyengker (pembatas permanen). Gerakan
ini ditandai dengan gerakan 'pemilik tempat' – anak, lengkap dengan 'aksesoris tempat' serta
melibatkan masyarakat. The spirit of place/jiwa suatu tempat dari Mandala Mamargi diberikan oleh
Peristiwa Nuntun Bhatara Hyang. Keterlibatan masyarakat dalam peristiwa ini merupakan salah
satu dari tiga saksi kelahiran yang diyakini masyarakat. Kasus dari penelitian kualitatif dengan
metode penikmatan estetika tempat ini dilakukan di Denpasar-Bali.
Kata kunci: pamesuan, arsitektur ibu, arsitektur dilahirkan, tempat bergerak-Mandala Mamargi.
PENDAHULUAN
Arsitektur Tradisional Bali merupakan arsitektur dengan beberapa bangunan (berupa
beberapa bale). Beberapa bangunan (coumpound building) dengan natah (halaman di tengah)
pada suatu site/mandala ini, berdinding pembatas yang permanen (tembok penyengker
sebagai pembatasan teritorial) serta memiliki gerbang atau pamesuan/pamedalan (dalam
bahasa Bali pamesuan/pamedalan berarti keluar). Saraswati (2013: 376) menamakan
arsitektur tradisional Bali yang berpembatas permanen ini sebagai Mandala Tinggal (mandala
yang tinggal - tidak bergerak). Selain itu Saraswati (2013: 302) mengatakan bahwa arsitektur
tradisional Bali dengan pamesuan atau pamedalan mengekspresikan
arsitektur ibu,
berdasarkan gerbang yang bermakna keluar serta kaitannya dengan peristiwa keluar
bereksistensi.
83
Gambar 1. Pamesuan/pamedalan/gerbang pada rumah sebagai suatu fenomena gerbang dengan makna keluar.
Lokasi: Ubud; Foto: Oka Saraswati (2008)
METODOLOGI
Penelitian fenomenologi ini, didasarkan pada fenomena pamesuan / pamedalan sebagai kata
yang berarti keluar. Dalam penelitian kualitatif ini digunakan metode penikmatan estetika
tempat. Pengungkapan makna dengan cara mengalami dimana manusia sebagai instrumen
penelitian. Penelitian dilakukan oleh peneliti melalui pengalaman langsung, dimana peneliti
adalah peserta utama dalam beberapa Peristiwa Nuntun Bhatara Hyang. Dovey (1999: 39).
mengatakan, the empirical world - a certain possession of the world by my body, a certain
gearing of my body to the world. Peneliti mengalami, berjalan, menjunjung, berdoa, membuat
sesuatu (persembahan), mendengarkan, membaui dan melihat. Pengungkapan ekspresi
tempat ini melalui indera dalam suatu kebahagiaan merupakan sensasi yang akan ditafsirkan
oleh peneliti.
Metode penikmatan estetika tempat merupakan metode interpretasi, dengan mengatakan
persepsi-imajinasi, menerangkan, menerjemahkan yang mengandalkan peran indera mata,
indera telinga dan indera hidung sebagai penikmatan (mengalami), atas tempat/place yang
bercerita tentang dirinya. Konteks penelitian adalah tempat, yang diberikan spirit of place oleh
peristiwa ritual sakral bergerak keluar bereksistensi.
PERISTIWA NUNTUN BHATARA HYANG
Peristiwa ritual sakral merupakan salah satu dari tiga dasar kehidupan masyarakat Bali (world
life) (Sabha 1984: 118). Dalam hal ini, dipercaya bahwa kegiatan kehidupan keseharian
masyarakat Bali dan kegiatan ritual membentuk satu kesatuan yang diwujudkan dalam
arsitektur tradisional Bali. Tiga prinsip penciptaan bentuk dalam arsitektur tradisional Bali
adalah tatwa atau filosofi, (tata) susila atau etika, dan upakara (upacara) atau peristiwa, yang
semuanya terkait satu sama lain. Keseluruhan upakara atau peristiwa ritual sakral dalam
agama Hindhu disebut Panca Yadnya atau lima pengorbanan. Panca Yadnya terdiri dari Dewa
Yadnya (dengan penekanan pada peristiwa yang berhubungan dengan Tuhan), Pitra Yadnya
(dengan penekanan pada peristiwa yang berhubungan dengan leluhur), Resi Yadnya (dengan
penekanan pada peristiwa yang terkait dengan pempmpin agama serta orang pintar), Manusa
84
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
Yadnya (dengan penekanan pada peristiwa manusia yang berhubungan), Bhuta Yadnya
(dengan penekanan pada kegiatan yang terkait dengan alam / bhuta / makhluk di sekitar).
Salah satu peristiwa ritual sakral dewa yadnya adalah Peristiwa Nuntun Bhatara Hyang.
Peristiwa Nuntun Bhatara Hyang merupakan peristiwa peresmian suatu rumah baru. Pada
peristiwa Nuntun Bhatara Hyang terdapat prosesi ritual sakral yang bergerak dengan
bereksistensi dari rumah lama ke rumah baru (baru saja diselesaikan). Masyarakat akan
mempersilakan prosesi ini menggunakan jalur jalan tanpa diganggu oleh kendaraan.
Di rumah lama, dalam persiapan peristiwa ini, dibuat personifikasi dari Bhatara Hyang –
leluhur serta penuntun turus lumbung (sebatang lurus carang pohon dapdap). Selain itu, ragam
hias tempat (RHT) seperti payung, umbul-umbul, tombak dan bandrangan juga menghiasi
rumah tersebut. Di sisi lain, bangunan/bale sebagai ruang-ruang pada rumah tersebut juga
telah memiliki ragam hias antara lain ornamen kekupakan pada elemen struktur saka serta
dekorasi ukiran patung. Pada saat peristiwa ritual saral Nutun Bhatara Hyang ini, selain ragam
hias tersebut di atas, juga disiapkan gambelan dan kidung yang indah serta dupa, pengasepan,
dan bunga yang harum.
payung/pajeng
umbrella
umbul-umbul
banner
bandrangan
banner,
bandrangan
RagamUmbrella,
Hias Tempat
(RHT) bandrangan,
umbul-umbul,
payung
telah menghiasi
decorated
the house
before the
rumahimplementasi
sejak persiapanofperistiwa
ritual
the Nuntun
sakral
Nuntun
Bhatara
Hyang
Bhatara Hyang Event
Rumah
Gambar 2. Ragam Hias Tempat (RHT) bandrangan, umbul-umbul, payung telah menghiasi rumah sejak persiapan
peristiwa ritual sakral Nuntun Bhatara Hyang
Sketsa: Oka Saraswati; Sumber: modifikasi dari Saraswati, 2013:110
Pada pelaksanaan peristiwa ritual sacral Nuntun Bhatara Hyang, personifikasi Bhatara Hyang
dan RHT penuntun turus lumbung serta beberapa bandrangan, payung, umbul-umbul diangkat
dan dibawa bergerak berjalan oleh beberapa orang pendukung acara ini. Pergerakan peristiwa
ini berawal keluar/medal/pesu dari pamesuan/pamedalan menuju rumah baru.
ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI - TEMPAT
Bangunan arsitektur tradisional Bali memiliki aksesoris fisik dalam bentuk ornamen dan
dekorasi. Namun, ketika peristiwa ritual sakral berlangsung, seperti Nuntun Bhatara Hyang,
arsitektur tersebut dalam satu kesatuan tempat/place dihiasi dengan lebih indah. Ragam hias
tersebut merupakan ragam hias tempat (RHT) (accessories of place) auditori-visual-olfaktori
(AVO) yang merangsang pendengaran, penglihatan, dan penciuman (Saraswati, 2013:109).
Dalam budaya orang Bali yang beragama Hindu, arsitektur bukan hanya bangunan. Kegiatan
ritual dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali maupun dalam peristiwa prosesi bergerak
85
seperti Nuntun Bhatara Hyang, membentuk suatu wujud arsitektur tradisional Bali-tempat.
Arsitektur tempat yang indah ini memiliki 'roh/spirit' yang membuat arsitektur hidup seperti
halnya manusia. Saraswati mengatakan, peristiwa ritual sakral memberikan 'jiwa
tempat/spirit of place' kepada arsitektur-tempat dalam arsitektur tradisional Bali (Balinese
place) (2013: 295).
Tempat/place peristiwa ritual sakral Nuntun Bhatara Hyang merupakan tempat bereksistensi
karena memiliki elemen-elemen tempat. Norberg-Schulz (1971:17-24) menyampaikan bahwa
ruang bereksistensi memiliki wilayah, orientasi, arah, jalan, tujuan, aspek abstrak dan nyata,
kepadatan, batas, satelit serta pusat yang ber-axis mundi. Axis mundi berwujud pilar tegak, juga
melambangkan suatu pusat/poros central axis. Salah satu RHT yaitu penuntun turus lumbung
berbentuk batang/pilar, selalu dibawa dalam posisi berdiri tegak dan personifikasi Bhatara
Hyang selalu berada di dekatnya. RHT penuntun ini mengekspresikan dirinya sebagai pusat
yang bereksistensi, sebagai axis-mundi (Saraswati, 2013:296). Di sisi lain, berdasarkan
eksistensi manusia dari pemahaman jiwa tempat/spirit of place ‘anak merindukan ibu-manik
ring cucupu’ dalam falsafah Bali, Saraswati mengatakan (2013: 298), pemilik teritori adalah
“Kami (ibu dan anak-anak)“. Hal ini mulai ditampilkan pada saat persiapan peristiwa ritual
sakral Nuntun Bhatara Hyang. Dalam peristiwa ini, disiapkan dua wujud personifikasi Bhatara
Hyang yang mengekspresikan kedua pemilik tempat/place ‘’Ibu dan Anak”. Saraswati
(2013:345-352) memperkuat interpretasi ibu-anak dengan gerakan kembali Eliade (NorbergSchulz, 1971:19), fenomena Merajan-Gedong Pertiwi, Pura Paibon serta ragam hias
perempuan pada pamesuan/pamedalan.
Tempat Bergerak
Sejak Tempat Nuntun Bhatara Hyang dipersiapkan, tempat dihiasi oleh RHT. RHT yang indah
ini termasuk penuntun, payung, umbul-umbul, tombak, bandrangan, suara irama gambelan dan
aroma asap dupa, merangsang bagi indra penglihatan, pendengaran dan penciuman (AVO).
Selain itu, juga disiapkan dua personifikasi pemilik tempat Bhatara Hyang – Ibu dan Anak.
Tempat dengan Ibu sebagai pemilik tempat merupakan rumah lama, tempat yang indah,
tempat peristiwa Nuntun Bhatara Hyang disiapkan. Tempat yang indah ini memiliki batas
teritori fisik yang tetap berupa tembok penyengker. Namun berbeda halnya dengan Änak
sebagai pemilik tempat.
Pada saat peristiwa ritual sakral Nuntun Bhatara Hyang, tempat indah yang dihias RHT,
dinikmati oleh indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. Gerakan arsitektur tempat
diekspresikan oleh gerakan 'pemilik tempat' dan masyarakat pendukungnya, lengkap bersama
dengan RHT yang ke luar/pesu/medal dari pamesuan/pamedalan/ gerbang menuju rumah
baru. Hal ini diinterpretasikan sebagai arsitektur tempat yang bergerak. Pergerakkan ini
bereksistensi karena memiliki elemen tempat seperti disebutkan Norberg-Schulz. Selain itu
masyarakat juga mengakui eksistensinya dengan memberikannya jalan tanpa hambatan.
Saraswati (2013: 330) mengatakan bahwa arsitektur tempat bergerak yang keluar dari tempat
rumah lama membentuk tempat rumah baru merupakan 'arsitektur yang lahir/ anak’ dan
pamedalan / arsitektur pamesuan sebagai ' arsitektur organ kelahiran’. Untuk prihal pintu
gerbang, Covarrubias mengatakan bahwa gerbang sebagai organ seksual (Covarrubias 1972:
88). Terdapat makna yang berbeda antara organ kelahiran dan organ seksual. Dalam
arsitektur India yang dijelaskan dalam Vastu Purush Mandala, Purush atau Purus adalah
mandala dengan penggambaran pria (Bangalore 2006). Hal ini bermakna bahwa pada mandala
86
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
tersebut terdapat organ seksual. Oleh karena itu, Saraswati menjelaskan tentang
pamesuan/pamedalan bermakna arsitektur organ kelahiran yang berbeda dari makna
sebelumnya. Dari hal tersebut di atas, 'tempat dengan teritorial tetap berupa tembok
penyengker merupakan Mandala Tinggal sementara 'tempat bergerak' tetap memiliki batas
namun tidak memiliki batas permanen. Tempat bergerak ini merupakan Mandala mamargi
Umbrella,
banner, bandrangan
bandrangan,
umbul-umbul,
payung
as accessories
place(RHT)
sebagai
ragam hias of
tempat
Rumah
Gambar 3. Tempat dihiasi oleh ragam hias tempat (RHT) bandrangan, umbul-umbul, payung telah dipasang
sejak persiapan peristiwa ritual sakral Nuntun Bhatara Hyang
Sketsa: Oka Saraswati; Sumber: modifikasi dari Saraswati, 2013:110
Bhatara
Hyang the
sacred
Personifikasi
Bhatara
Hyang/leluhur
sebagai
personifikasi
of ancestor
pemilikas
tempat
that prepared
the owner
of place
Rumah
Gambar 4. Personifikasi Bhatara Hyang sebagai pemilik tempat
Sketsa: Oka Saraswati; Sumber: modifikasi dari Saraswati, 2013:110
Front
side of Pamesuan/
Pamesuan/Pamedalan/
Gerbang
Pamedalan
as gate
Sumber: Saraswati 2002:8
architecture
Source: Saraswati 2002: 8
Bhatara Hyang sebagai pemilik tempat
Bhatara Hyang sebagai pemilik tempat
RHT Penuntun sebagai axis mundi
beserta RHT lainnya bergerak ke luar
dari pamesuan/pamedalan
Rumah
Gambar 5. RHT Penuntun sebagai axis mundi beserta RHT lainnya bergerak ke luar dari pamesuan/pamedalan
Sketsa: Oka Saraswati; Sumber: modifikasi dari Saraswati, 2013:110
87
Sebagian
RHT yang
tetap tinggal di
rumah lama
Personifikasi Bhatara Hyang tetap
tinggal di mandala tinggal
Old House–mandala
tinggal–stayed
Rumah tua-mandala
tinggal plane
Personifikasi Bhatara
Hyang yang bergerak
dalam tempat bergerak
Prosesi Nuntun
Bhatara Hyang
bergerak dari rumah
lama ke rumah baru
sebagai tempat yang
bergerak berawal dari
pamesuan/pamedala
mandala
mamargimandala
mamargimovement
place
tempat
bergerak
Menjadi
baru
The Newrumah
House
Personifikasi Bhatara
Hyang selalu di dekat RHT
Penuntun/axis-mundi
Gambar 6. Mandala mamargi-tempat bergerak merupakan tempat bergerak dari tempat rumah lama dan
membentuk tempat rumah baru
Sketsa: Oka Saraswati; Sumber: modifikasi dari Saraswati, 2013:110
KESIMPULAN
Dari diskusi, ditemukan bahwa tempat Nuntun Bhatara Hyang merupakan tempat bergerak
keluar sebagai arsitektur dilahirkan melalui pamesuan/pamedalan. Tempat bergerak-Mandala
Mamargi merupakan salah satu arsitektur tradisional Bali-tempat
REFERENCES
Covarrubias, Miguel (1972) ‘Island of Bali’, Oxford University Press, Oxford.
Dovey, Kim (1999) ‘Framing Places’, Routledge, London
Sabha Arsitektur Tradisional Bali (1984) ‘Rumusan Arsitektur Tradisional Bali’, Unpublished.
Saraswati, A. A. Ayu Oka (2013) ‘Pamesuan Dalam Arsitektur Bali, Suatu Kajian Teritori
Arsitektur, Dengan (Peng-)Ungkapan Makna’, Unpublished Doctoral Thesis, Sepuluh
Nopember Institute of Technology. Surabaya: Faculty of Civil Engineering and
Planning, Sepuluh Nopember Institute of Technology
88
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
Saraswati, A. A. Ayu Oka (2002) ‘Pamesuan’, Penerbit Universitas Udayana, Jimbaran
Yudabakti, I Wayan (2007) ‘Filsafat Seni Sakral Dalam Kebudayaan Bali’, Penerbit Paramitha,
Surabaya
Web site:
Bangalore, Niranjan Babu (12 maret 2006) ‘Vastu Purush Mandala Home Design and
Happiness’, dalam http://cms.boloji.com/articlephotos/Vastu%20Purush%20
Mandala.gif, diakses pada 7 Januari 2013
89
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
Editor
Gusti Ayu Made Suartika, ST., MEng.Sc., PhD.
Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., PhD.
Ni Made Swanendri, ST., MT.
iii
ISBN: 978-602-294-092-0
iv
ISBN: 978-602-294-092-0
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
KATA PENGANTAR
Ide pelestarian menjadi sebuah keharusan di era pembangunan yang pesat ini, di belahan bumi
manapun kita berada. Pelestarian bentang alam, sumber daya alam, energi, peninggalan
bernilai historis, tata nilai budaya dan sosial, identitas, dan lain-lain menjadi kegiatan-kegiatan
yang tidak boleh tidak harus diagendakan. Tujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
yang cepat telah mendorong komponen-komponen serta para pelaku pembangunan untuk
memanfaatkan sumberdaya pendukung yang ada secara maksimal atau malahan secara
berlebihan. Seringkali langkah ini tidak atau belum disertai pertimbangan untuk menjaga
keberlangsungan serta ketersediaan sumberdaya yang sama untuk generasi di masa yang akan
datang. Kadang kala, ketika kita menyisakan sumber daya untuk anak cucu kita di masa yang
akan datang, kualitas serta kuantitasnya kemungkinan tidak pada kondisi prima lagi.
Kota sebagai wadah beragam aktivitas pembangunan secara langsung dipengaruhi oleh situasi
di atas. Ini direfleksikan oleh kondisi lingkungan binaan, dimana kita hidup dan berinteraksi.
Timpangnya aktivitas pembangunan antara desa dan kota telah mendorong laju urbanisasi
yang sangat pesat, khususnya di negara-negara di Asia. Kondisi ini diperparah oleh tingginya
laju pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak terkontrol. Seringkali sudah didengungkan jika
kota-kota kita mengalami masalah kemacetan yang kronis; kebanjiran yang menahun; polusi
pada level yang membahayakan; tingkat kepadatan yang melumpuhkan pergerakan dalam
maupun antar kota; menurunnya level livabilitas kota; kualitas-kualitas ruang kota yang
menurun; dominasi dalam pemanfaatan kawasan strategis oleh kepentingan tertentu; konversi
kawasan lindung menjadi kawasan budidaya; merupakan beberapa tantangan dalam
pertumbuhan kota saat ini. Sangat sering jika sebuah kota tumbuh dan berkembang tanpa ada
rencana. Atau, jikapun
blueprint pembangunan spasialnya ada, implementasi serta
pengendaliannya yang bermasalah. Atau pada sirkumstansi yang berbeda, dimana terjadi
koalisi anatar korporasi dengan para pengambil keputusan (pemerintah), produk perencanaan
yang sudah jelas implementasinya bisa dibeli oleh para pemilik modal.
Dengan didasari oleh kondisi-kondisi inilah maka Program Studi Magister Arsitektur,
Universitas Udayana dan Ikatan Arsitek Indonesia Daerah Bali berkolaborasi untuk
menyelenggarakan seminar tahunan dengan tema Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan
Binaan di tahun 2015 ini. Kepada Ibu dan Bapak Pembicara Kunci, saya ucapkan terima kasih
atas waktu serta kesediaannya untuk berbagi di melalui Seminar ini. Kepada Ibu dan Bapak
Pemakalah dan Peserta Seminar, saya ucapkan terima kasih atas partisipasinya. Akhirnya,
kepada Ibu dan Bapak Panitia Pelaksana Seminar, saya sampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya untuk kerja kerasnya, sehingga Seminar tahun ini bisa terlaksana dengan sukses.
Sebagai penutup, saya mohon maaf untuk kekurangan dan kesalahan.
Terima kasih.
Gusti Ayu Made Suartika
Desember 2015
v
ISBN: 978-602-294-092-0
vi
ISBN: 978-602-294-092-0
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
RINGKASAN
Proseding Seminar ini merupakan kumpulan paper-paper yang dipresentasikan dan
dipublikasi dalam Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun yang
diselenggarakan oleh Program Magister Arsitektur: Program Keahlian Perencanaan dan
Manajemen Pembangunan Desa/Kota dan Program Keahlian Manajemen Konservasi, di Aula
Pascasarjana, Lt III Gedung Pascasarjana Universitas Udayana, Kampus Denpasar pada hari
Selasa, tanggal 22 Desember 2015.
Adapun sub tema yang diangkat dalam Seminar adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Permukiman etnik
Permukiman informal
Tradisi, arsitektur, dan makna
Pelestarian arsitektur-tantangan dan potensi
Pusaka kota dan pembangunan kota berbudaya
Perencanaan kawasan strategis: ekowisata, pesisir, lindung, pendidikan, bersejarah,
rentan bencana, ramah anak, pedestrians kota, dll
Masing-masing paper telah dipresentasikan, baik dalam sesi presentasi untuk para pembicara
kunci maupun sesi pararel untuk para pemakalah. Partisipan dan presenter dalam Seminar ini
berasal dari para akademisi, mahasiswa program pascasarjana, para pemerhati keberlanjutan
lingkungan terbangun maupun bentang alamiah. Besar harapannya jika Seminar ini bisa
menjadi ajang diskusi dan berbagi pengetahuan, pengalaman, ide berkenaan pembagunan
lingkungan binaan serta pelestariannya. Ini termasuk pembangunan mekanisme terkait
perencanaan tatanan spasial kota/daerah serta pelestarian legasi, potensi, serta sumbersumber daya alamiah, dan non-alamiah yang ada di sekitar kita. Semoga aktivitas ini bisa
dijadikan bagian kegiatan rutin, yang penyelenggaraannya dijadwal secara berkelanjutan.
Terima kasih
vii
ISBN: 978-602-294-092-0
viii
ISBN: 978-602-294-092-0
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
DAFTAR ISI
Halaman muka ……………………………………………………………………………………………………..………….
Editor ……………………………………………………………………………………………………..……………………….
iii
i
Kata Pengantar ………………………………………………………………………………………………….…………….
v
Ringkasan ………………………………………………………………………………………………………………….……..
vii
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………………………………….
ix
Daftar Pemakalah
Sesi Paralel 1: Permukiman Etnik
Karakteristik Permukiman Tradisional Gampong Lubok Sukon ………………………………………
Ahmad Sidiq
1
Pelestarian Pola Permukiman Tradisional Suku Lio Dusun Nuaone, Kabupaten Ende …….
Alfons Mbuu
11
Struktur Organisasi dan Tata Zonasi Permukiman di Desa Adat Penglipuran,
Kabupaten Bangli …………………………………………………………………………………………………………….
I Gusti Ayu Canny Utami
25
Konsep Pola Desa dan Tata Hunian Desa Pinggan, Kecamatan Kintamani, Bali ………………
Nyoman Siska Dessy Krisanti
33
Perkembangan Fisik Bangunan pada Permukiman Tradisional Desa Bayung Gede …………
Ida Rayta Wira Pratami
39
Kenyamanan Thermal pada Rumah Tinggal Masyarakat Desa Pekraman Bugbug,
Kabupaten Karangasem …………………………………………………………………………………………………..
Ida Bagus Gde Primayatna, Ida Bagus Ngurah Bupala
47
Konsepsi Tri Hita Karana pada Pola Perumahan Utama
Desa Pekraman Gunung Sari ……………………………………………………………………………………………
Gusti Ayu Cantika Putri
59
Sesi Paralel 2: Permukiman Informal
Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan pada Permukiman
Jalan Cok Agung Tresna I, Denpasar ………………………………………………………………………………..
Ni Putu Diah Agustin Permanasuri
Potensi Internalisasi Sektor Informal dalam Rencana Tata Ruang ………………………………….
Ida Bagus Gede Agung Prayudha
67
74
ix
ISBN: 978-602-294-092-0
Sesi Paralel 3: Tradisi, Arsitektur, dan Makna
Mandala Mamargi dalam Arsitektur Tradisional Bali
Pengalaman pada Peristiwa Nuntun Bhatara Hyang di Denpasar, Bali ……………………………
Anak Agung Ayu Oka Saraswati
83
Peran dan Makna Arsitektur Vernakular Indonesia sebagai Jatidiri
Menuju Arsitektur Nusantara …………………………………………………………………………………………
Anak Agung Gde Djaja Bharuna S.
90
Kajian Elemen Arsitektur Gereja Tua Sikka sebagai Bangunan Bersejarah
Peninggalan Belanda ………………………………………………………………………………………………………
Yohanes Pieter Pedor Parera
98
Konsep Bentuk Uma Pangembe Melalui Pendekatan Kearifan Lokal
dan Budaya Setempat ………………………………………………………………………………………………………
Ignatius Nugroho Adi
107
Fungsi dan Estetika dalam Arsitektur Tradisional Bali …………………………………………………….
I Wayan Gomudha
115
Tradisi Meruang Masyarakat Tradisional Sasak Sade di Lombok Tengah ………………………..
Ni Ketut Agusinta Dewi
127
Sesi Paralel 4: Pelestarian Arsitektur-Tantangan dan Potensi
Eksistensi Teba sebagai Ruang Penampung Sampah Organik di Kecamatan Ubud …………
I Gusti Ngurah Bagus Kusuma Putra
141
Pengembangan Desa Wisata di Desa Adat Pengotan Kabupaten Bangli …………………………...
Ishak Ferdiansyah
150
Transformasi Pemanfaatan Ruang di Sekitar Pura Kahyangan Tiga,
Desa Pakraman Peliatan …………………………....................................................................................................
I Putu Hartawan
Puri Kanginan Singaraja: Konsep, Filosofi, dan Tipologi Bangunan …………………………………
Rohana Veramyta
Usaha Pelestarian Kearifan Lokal dalam Awig-Awig Penangkapan Ikan
(Studi Kasus Masyarakat Nelayan Desa Kedonganan) …………………………......................................
Anak Agung Ayu Dyah Rupini
Dasar Pertimbangan Pengelolaan Karang Bengang di Desa Tegallalang Gianyar ……………
Made Prarabda Karma
Pelestarian Hutan Bambu sebagai Bentuk Kearifan Lokal
di Desa Adat Penglipuran, Bangli …..................................................................................................................
Ni Luh Made Marini
Pelestarian Taman Nasional Bali Barat …………………………......................................................................
Bimo Firizki Diadi
x
158
167
176
184
191
197
ISBN: 978-602-294-092-0
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
Sesi Paralel 5: Pusaka Kota dan Pembangunan Kota Berbudaya
Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Catuspatha Desa Kesiman Melalui
Pemaknaan Lingkungan Sekitar ………………………………………………………………………………………
I Gede Artha Dana Jaya
205
Strategi Menumbuhkan Kesadaran Masyarakat sebagai Upaya Pelestarian Aset Pusaka
Kota Denpasar ………………………………………………………………………………………………………………..
Anak Agung Ayu Sri Ratih Yulianasari
215
Mewujudkan Kota Pusaka Yang Berkelanjutan ………………………………………………………………..
Nyoman Ary Yudya Prawira
Pengaruh Perkembangan Pariwisata terhadap Fungsi Karang Desa
di Banjar Nyuhkuning, Ubud …………………………………………………………………………………………..
Made Bayu Indra Yudha
Pembangunan Denpasar Kota Berbudaya: dari Kota Kerajaan hingga Kota Kolonial ………
Putu Ayu Hening Wagiswari
Identifikasi Stakeholder dan Peranannya dalam Menyelesaikan
Persoalan Pelestarian Kawasan ……………………………………………………………………………………….
Gede Windu Laskara
226 Tahun Kuatkan Posisi Denpasar sebagai Kota Pusaka ……………………………………………….
Putu Rumawan Salain
222
229
237
244
255
Sesi Paralel 6: Perencanaan Kawasan Strategis
Pengaruh Parkir terhadap Infrastruktur Transportasi Jalan di Kota Lama Singaraja ………
I Putu Edy Rapiana
263
Pengolahan Limbah Cair Rumah Tangga Menuju Pembangunan Berkelanjutan
di Kawasan Pariwisata Ubud ……………………………………………………………………………………………
Anak Agung Ayu Sara Kusumaningsih
271
Infrastruktur Manajemen Air sebagai Antisipasi Banjir di Tukad Buleleng,
Pusat Kota Lama Singaraja ………………………………………………………………………………………………
Anak Agung Ngurah Ardhyana
278
Kajian Implementasi Tata Ruang dan Bangunan pada Bangunan Hotel
di Kawasan Pesisir Sawangan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung …………………
Putu Gede Wahyu Satya Nugraha
287
Optimalisasi Moda Transportasi sebagai Antisipasi Rencana Pembangunan
Bandar Udara Bali Utara dan dalam Upaya Pemerataan Pembangunan …………………………
Ni Ketut Ayu Intan Putri Mentari Indriani
292
Faktor dan Aspek Keberadaan Perumahan Gated Community di Kota Denpasar ………………
I Gede Hariwangsa Wijaya
301
xi
ISBN: 978-602-294-092-0
Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Transportasi Umum di Kota Denpasar ……………
Wayan Daton Yudhyanggara
308
Implementasi Konsep Green Architecture pada Bangunan Four Season Tent Camp ……….
Kadek Bayu Dwi Laksana
315
Konsep Penyediaan Taman Kota sebagai Perwujudan Fungsi Sosial
Ruang Terbuka Hijau di Kota Mangupura ……………...................................................................................
Kadek Ary Wibawa Patra
323
Pengaruh Kebijakan Penataan Ruang Tukad Badung terhadap Perilaku Masyarakat
di Desa Pemogan …………….......................................................................................................................................
I Ketut Adi Widiadinata
332
Pengembangan Infrastruktur yang Terintegrasi dengan Kondisi Iklim
pada Lingkungan Pantai Boom Banyuwangi ……………………………..……………………………………..
Abu Sufyan
339
Hutan Kota ……………………………………………………………………………………………………………………….
Cokorda Gede Putra Danendra
349
Sistem Subak di Desa Jatiluwih, Tabanan dalam Konsep Lingkungan Berkelanjutan ………
L.G. Rara Bianca Sarasaty
356
Perubahan Fungsi Kawasan di Sekitar Kali Semarang Dari Era Kolonial hingga Modern
(Studi Kasus Kawasan Kali Semarang dari Gang Lombok hingga Kebon Dalem) ……………..
Yudistira Nugroho
362
Potensi Pengembangan Kawasan Pesisir Pantai Air Sanih Sebagai Objek Pariwisata
Perencanaan Berbasis Sustainable Development di Kabupaten Buleleng ………………………
Untung Bagiotomo
369
Konsepsi Pengembangan Wilayah Agropolitan di Kabupaten Karangasem ……………………
Putu Indra Yoga Sariasa
380
Kontroversi “Datu Swing” sebagai Salah Satu Objek Pariwisata di Gili Trawangan …………
Putu Bayu Aji Krisna
389
Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Fungsi Ekologis
di Kawasan Perkotaan Kabupaten Badung ………………………………………………………………………
Afriyanti Noorwahyuni
396
Potensi Kawasan Pesisir Pemuteran …………………………………………………………………………….….
Ayu Mega Silvia Lukitasari
404
Keragaman Budaya dalam Mewujudkan Sustainabilitas Pembangunan Ekonomi ……………
Gede Surya Pramana
410
Kawasan Wisata Seni dan Budaya Berbasis Ekonomi Kreatif di Kecamatan Sukawati ……
Kadek Wira Wibawa
420
Integrasi Kebijakan Perencanaan dan Prioritas Pembangunan yang Berbasis Masyarakat
di Kawasan Pesisir Pantai Amed ………………………………………………………………………………………
Kurnia Dwi Prawesti
428
Ekonomi Hijau sebagai Solusi untuk Mengatasi Dampak Negatif
Pengembangan Sarana Akomodasi Wisata di Ubud …………………………………………………………
Agung Angga Wira Raditya
436
xii
ISBN: 978-602-294-092-0
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
Perencanaan Kawasan Pesisir Pantai Soka: Identifikasi Potensi
dan Permasalahan Makro Kawasan Pantai Soka ……………………………………………………………..
Mutiara Nandya Putri Narendra Anom
444
Perkembangan Ruas Pesisir Pantai Geger-Nusa Kecil sebagai Kawasan Wisata
di Kabupaten Badung ………………………………………………………………………………………………………
Ida Ayu Catur Maharani
450
Kajian Alih Fungsi Lahan Pertanian pada Kawasan Jalur Hijau di Subak Kedampang ………
I Putu Anom Widiarsa
459
Perilaku Teritorialitas Pengunjung Monumen Bom Bali di Legian, Kuta …………………………
I Wayan Yogik Adnyana Putra
467
Teritorialitas Pedagang di Selasar Pertokoan Tekstil Jalan Sulawesi Denpasar …………….....
Ida Ayu Kade Paramita Pradnyadewi
475
Pemanfaatan Ruang Greenfield di Kecamatan Ubud, Gianyar ………………………………………….
Anak Agung Ayu Kasmarina
483
Telaah Kritis terhadap Diagram Model Penelitian pada Thesis
di Program Pascasarjana Unud: Suatu Usulan Pemikiran ……………..…………………………………
Syamsul Alam Paturusi
Menjaga Eksistensi Wilayah Pesisir Bali: Antara Teori dan Tradisi …………………………………
I Ketut Mudra
Pemberdayaan Petani Lokal dalam Pengembangan Restoran Organik di Ubud
sebagai Contoh Penerapan Green Development ……………………………………………………………….
Made Agastya Kertanugraha
Pendidikan Melalui Pendekatan Perilaku: Menanamkan Sikap Ramah Lingkungan
Dari Anak-Anak Sekolah Dasar Di Desa Bedulu (Gianyar), dalam
Menanggulangi Permasalahan Sampah ……………………………………………………………………………
Gusti Ayu Made Suartika
Susunan Panitia Pelaksana Seminar ……………………….………………………………………………………..
491
498
508
514
viii
xiii
ISBN: 978-602-294-092-0
SUSUNAN PANITIA PELAKSANA SEMINAR
Ketua Panitia Pelaksana
:
Gusti Ayu Made Suartika, ST., MEngSc., PhD.
Wakil Ketua Panitia Pelaksana
:
Ni Ketut Agusintadewi, ST., MT., PhD.
Sekretaris
:
Ni Made Swanendri, ST., MT.
Seksi Acara
:
Dr. Ir. Ni Ketut Ayu Siwalatri, MT.
Seksi Seminar Kit
:
Dr. Ir. Widiastuti, MT.
Seksi Sertifikat
:
Dr. I Nyoman Widya Paramadhyaksa, ST., MT.
Seksi Proseding
:
I Wayan Yuda Manik, ST., MT.
Seksi Perlengkapan
:
Dr. Eng. I Wayan Kastawan, ST., MA.
Seksi Transportasi
:
Ir. I Gusti Bagus Budjana, MT.
Seksi Publikasi dan Kepesertaan
:
I Kadek Prana, ST., MT, IAI
I Gde Suryawinata, ST., IAI
Seksi Konsumsi
:
I G.A. Dewi Indira Sari, SE.
Seksi Dokumentasi
:
I Gusti Ngurah Putu Eka Putra
Desain Cover
:
I Putu Sutama Mandala
xiv
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
MANDALA MAMARGI DALAM ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI
Pengalaman Pada Peristiwa Nuntun Bhatara Hyang di Denpasar - Bali
Anak Agung Ayu Oka Saraswati
Staf`Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana
Email: [email protected],net.id
Abstract
Balinese Traditional Architecture with a pamesuan/pamedalan gate which means exit is the mother
architecture. The new house is the architecture that born. The child the birth of the new house, moving
from the old house - Mandala Tinggal with wall/penyengker (permanent borders) is Mandala
Mamargi – ‘moving place with existence’ started from pamesuan/pamedalan. The movement is
characterized by the movement of ‘the owner of the place’ – the child, which involves a community,
complete with 'accessories place' which is the arts creative product of this community. The spirit of
place of Mandala Mamargi is given by Nuntun Bhatara Hyang Events. Public engagement in these
events is one of the three witnesses on birth that believed of the community. Case of this qualitative
research with the pleasure of aesthetic place method taken in Denpasar-Bali.
Keywords: pamesuan, mother architecture, born architecture, moving place-Mandala Mamargi.
Abstrak
Arsitektur Tradisional Bali dengan gerbang/pamesuan/pamedalan yang berarti keluar adalah
arsitektur ibu. Rumah baru adalah arsitektur yang lahir. Seorang anak sebagai rumah baru yang
lahir adalah Mandala Mamargi - 'tempat bergerak dengan eksistensi' dimulai dari
pamesuan/pamedalan. Mandala Mamargi - 'tempat bergerak dengan eksistensi', bergerak dari
rumah tua - Mandala Tinggal yang berdinding tembok penyengker (pembatas permanen). Gerakan
ini ditandai dengan gerakan 'pemilik tempat' – anak, lengkap dengan 'aksesoris tempat' serta
melibatkan masyarakat. The spirit of place/jiwa suatu tempat dari Mandala Mamargi diberikan oleh
Peristiwa Nuntun Bhatara Hyang. Keterlibatan masyarakat dalam peristiwa ini merupakan salah
satu dari tiga saksi kelahiran yang diyakini masyarakat. Kasus dari penelitian kualitatif dengan
metode penikmatan estetika tempat ini dilakukan di Denpasar-Bali.
Kata kunci: pamesuan, arsitektur ibu, arsitektur dilahirkan, tempat bergerak-Mandala Mamargi.
PENDAHULUAN
Arsitektur Tradisional Bali merupakan arsitektur dengan beberapa bangunan (berupa
beberapa bale). Beberapa bangunan (coumpound building) dengan natah (halaman di tengah)
pada suatu site/mandala ini, berdinding pembatas yang permanen (tembok penyengker
sebagai pembatasan teritorial) serta memiliki gerbang atau pamesuan/pamedalan (dalam
bahasa Bali pamesuan/pamedalan berarti keluar). Saraswati (2013: 376) menamakan
arsitektur tradisional Bali yang berpembatas permanen ini sebagai Mandala Tinggal (mandala
yang tinggal - tidak bergerak). Selain itu Saraswati (2013: 302) mengatakan bahwa arsitektur
tradisional Bali dengan pamesuan atau pamedalan mengekspresikan
arsitektur ibu,
berdasarkan gerbang yang bermakna keluar serta kaitannya dengan peristiwa keluar
bereksistensi.
83
Gambar 1. Pamesuan/pamedalan/gerbang pada rumah sebagai suatu fenomena gerbang dengan makna keluar.
Lokasi: Ubud; Foto: Oka Saraswati (2008)
METODOLOGI
Penelitian fenomenologi ini, didasarkan pada fenomena pamesuan / pamedalan sebagai kata
yang berarti keluar. Dalam penelitian kualitatif ini digunakan metode penikmatan estetika
tempat. Pengungkapan makna dengan cara mengalami dimana manusia sebagai instrumen
penelitian. Penelitian dilakukan oleh peneliti melalui pengalaman langsung, dimana peneliti
adalah peserta utama dalam beberapa Peristiwa Nuntun Bhatara Hyang. Dovey (1999: 39).
mengatakan, the empirical world - a certain possession of the world by my body, a certain
gearing of my body to the world. Peneliti mengalami, berjalan, menjunjung, berdoa, membuat
sesuatu (persembahan), mendengarkan, membaui dan melihat. Pengungkapan ekspresi
tempat ini melalui indera dalam suatu kebahagiaan merupakan sensasi yang akan ditafsirkan
oleh peneliti.
Metode penikmatan estetika tempat merupakan metode interpretasi, dengan mengatakan
persepsi-imajinasi, menerangkan, menerjemahkan yang mengandalkan peran indera mata,
indera telinga dan indera hidung sebagai penikmatan (mengalami), atas tempat/place yang
bercerita tentang dirinya. Konteks penelitian adalah tempat, yang diberikan spirit of place oleh
peristiwa ritual sakral bergerak keluar bereksistensi.
PERISTIWA NUNTUN BHATARA HYANG
Peristiwa ritual sakral merupakan salah satu dari tiga dasar kehidupan masyarakat Bali (world
life) (Sabha 1984: 118). Dalam hal ini, dipercaya bahwa kegiatan kehidupan keseharian
masyarakat Bali dan kegiatan ritual membentuk satu kesatuan yang diwujudkan dalam
arsitektur tradisional Bali. Tiga prinsip penciptaan bentuk dalam arsitektur tradisional Bali
adalah tatwa atau filosofi, (tata) susila atau etika, dan upakara (upacara) atau peristiwa, yang
semuanya terkait satu sama lain. Keseluruhan upakara atau peristiwa ritual sakral dalam
agama Hindhu disebut Panca Yadnya atau lima pengorbanan. Panca Yadnya terdiri dari Dewa
Yadnya (dengan penekanan pada peristiwa yang berhubungan dengan Tuhan), Pitra Yadnya
(dengan penekanan pada peristiwa yang berhubungan dengan leluhur), Resi Yadnya (dengan
penekanan pada peristiwa yang terkait dengan pempmpin agama serta orang pintar), Manusa
84
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
Yadnya (dengan penekanan pada peristiwa manusia yang berhubungan), Bhuta Yadnya
(dengan penekanan pada kegiatan yang terkait dengan alam / bhuta / makhluk di sekitar).
Salah satu peristiwa ritual sakral dewa yadnya adalah Peristiwa Nuntun Bhatara Hyang.
Peristiwa Nuntun Bhatara Hyang merupakan peristiwa peresmian suatu rumah baru. Pada
peristiwa Nuntun Bhatara Hyang terdapat prosesi ritual sakral yang bergerak dengan
bereksistensi dari rumah lama ke rumah baru (baru saja diselesaikan). Masyarakat akan
mempersilakan prosesi ini menggunakan jalur jalan tanpa diganggu oleh kendaraan.
Di rumah lama, dalam persiapan peristiwa ini, dibuat personifikasi dari Bhatara Hyang –
leluhur serta penuntun turus lumbung (sebatang lurus carang pohon dapdap). Selain itu, ragam
hias tempat (RHT) seperti payung, umbul-umbul, tombak dan bandrangan juga menghiasi
rumah tersebut. Di sisi lain, bangunan/bale sebagai ruang-ruang pada rumah tersebut juga
telah memiliki ragam hias antara lain ornamen kekupakan pada elemen struktur saka serta
dekorasi ukiran patung. Pada saat peristiwa ritual saral Nutun Bhatara Hyang ini, selain ragam
hias tersebut di atas, juga disiapkan gambelan dan kidung yang indah serta dupa, pengasepan,
dan bunga yang harum.
payung/pajeng
umbrella
umbul-umbul
banner
bandrangan
banner,
bandrangan
RagamUmbrella,
Hias Tempat
(RHT) bandrangan,
umbul-umbul,
payung
telah menghiasi
decorated
the house
before the
rumahimplementasi
sejak persiapanofperistiwa
ritual
the Nuntun
sakral
Nuntun
Bhatara
Hyang
Bhatara Hyang Event
Rumah
Gambar 2. Ragam Hias Tempat (RHT) bandrangan, umbul-umbul, payung telah menghiasi rumah sejak persiapan
peristiwa ritual sakral Nuntun Bhatara Hyang
Sketsa: Oka Saraswati; Sumber: modifikasi dari Saraswati, 2013:110
Pada pelaksanaan peristiwa ritual sacral Nuntun Bhatara Hyang, personifikasi Bhatara Hyang
dan RHT penuntun turus lumbung serta beberapa bandrangan, payung, umbul-umbul diangkat
dan dibawa bergerak berjalan oleh beberapa orang pendukung acara ini. Pergerakan peristiwa
ini berawal keluar/medal/pesu dari pamesuan/pamedalan menuju rumah baru.
ARSITEKTUR TRADISIONAL BALI - TEMPAT
Bangunan arsitektur tradisional Bali memiliki aksesoris fisik dalam bentuk ornamen dan
dekorasi. Namun, ketika peristiwa ritual sakral berlangsung, seperti Nuntun Bhatara Hyang,
arsitektur tersebut dalam satu kesatuan tempat/place dihiasi dengan lebih indah. Ragam hias
tersebut merupakan ragam hias tempat (RHT) (accessories of place) auditori-visual-olfaktori
(AVO) yang merangsang pendengaran, penglihatan, dan penciuman (Saraswati, 2013:109).
Dalam budaya orang Bali yang beragama Hindu, arsitektur bukan hanya bangunan. Kegiatan
ritual dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali maupun dalam peristiwa prosesi bergerak
85
seperti Nuntun Bhatara Hyang, membentuk suatu wujud arsitektur tradisional Bali-tempat.
Arsitektur tempat yang indah ini memiliki 'roh/spirit' yang membuat arsitektur hidup seperti
halnya manusia. Saraswati mengatakan, peristiwa ritual sakral memberikan 'jiwa
tempat/spirit of place' kepada arsitektur-tempat dalam arsitektur tradisional Bali (Balinese
place) (2013: 295).
Tempat/place peristiwa ritual sakral Nuntun Bhatara Hyang merupakan tempat bereksistensi
karena memiliki elemen-elemen tempat. Norberg-Schulz (1971:17-24) menyampaikan bahwa
ruang bereksistensi memiliki wilayah, orientasi, arah, jalan, tujuan, aspek abstrak dan nyata,
kepadatan, batas, satelit serta pusat yang ber-axis mundi. Axis mundi berwujud pilar tegak, juga
melambangkan suatu pusat/poros central axis. Salah satu RHT yaitu penuntun turus lumbung
berbentuk batang/pilar, selalu dibawa dalam posisi berdiri tegak dan personifikasi Bhatara
Hyang selalu berada di dekatnya. RHT penuntun ini mengekspresikan dirinya sebagai pusat
yang bereksistensi, sebagai axis-mundi (Saraswati, 2013:296). Di sisi lain, berdasarkan
eksistensi manusia dari pemahaman jiwa tempat/spirit of place ‘anak merindukan ibu-manik
ring cucupu’ dalam falsafah Bali, Saraswati mengatakan (2013: 298), pemilik teritori adalah
“Kami (ibu dan anak-anak)“. Hal ini mulai ditampilkan pada saat persiapan peristiwa ritual
sakral Nuntun Bhatara Hyang. Dalam peristiwa ini, disiapkan dua wujud personifikasi Bhatara
Hyang yang mengekspresikan kedua pemilik tempat/place ‘’Ibu dan Anak”. Saraswati
(2013:345-352) memperkuat interpretasi ibu-anak dengan gerakan kembali Eliade (NorbergSchulz, 1971:19), fenomena Merajan-Gedong Pertiwi, Pura Paibon serta ragam hias
perempuan pada pamesuan/pamedalan.
Tempat Bergerak
Sejak Tempat Nuntun Bhatara Hyang dipersiapkan, tempat dihiasi oleh RHT. RHT yang indah
ini termasuk penuntun, payung, umbul-umbul, tombak, bandrangan, suara irama gambelan dan
aroma asap dupa, merangsang bagi indra penglihatan, pendengaran dan penciuman (AVO).
Selain itu, juga disiapkan dua personifikasi pemilik tempat Bhatara Hyang – Ibu dan Anak.
Tempat dengan Ibu sebagai pemilik tempat merupakan rumah lama, tempat yang indah,
tempat peristiwa Nuntun Bhatara Hyang disiapkan. Tempat yang indah ini memiliki batas
teritori fisik yang tetap berupa tembok penyengker. Namun berbeda halnya dengan Änak
sebagai pemilik tempat.
Pada saat peristiwa ritual sakral Nuntun Bhatara Hyang, tempat indah yang dihias RHT,
dinikmati oleh indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. Gerakan arsitektur tempat
diekspresikan oleh gerakan 'pemilik tempat' dan masyarakat pendukungnya, lengkap bersama
dengan RHT yang ke luar/pesu/medal dari pamesuan/pamedalan/ gerbang menuju rumah
baru. Hal ini diinterpretasikan sebagai arsitektur tempat yang bergerak. Pergerakkan ini
bereksistensi karena memiliki elemen tempat seperti disebutkan Norberg-Schulz. Selain itu
masyarakat juga mengakui eksistensinya dengan memberikannya jalan tanpa hambatan.
Saraswati (2013: 330) mengatakan bahwa arsitektur tempat bergerak yang keluar dari tempat
rumah lama membentuk tempat rumah baru merupakan 'arsitektur yang lahir/ anak’ dan
pamedalan / arsitektur pamesuan sebagai ' arsitektur organ kelahiran’. Untuk prihal pintu
gerbang, Covarrubias mengatakan bahwa gerbang sebagai organ seksual (Covarrubias 1972:
88). Terdapat makna yang berbeda antara organ kelahiran dan organ seksual. Dalam
arsitektur India yang dijelaskan dalam Vastu Purush Mandala, Purush atau Purus adalah
mandala dengan penggambaran pria (Bangalore 2006). Hal ini bermakna bahwa pada mandala
86
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
tersebut terdapat organ seksual. Oleh karena itu, Saraswati menjelaskan tentang
pamesuan/pamedalan bermakna arsitektur organ kelahiran yang berbeda dari makna
sebelumnya. Dari hal tersebut di atas, 'tempat dengan teritorial tetap berupa tembok
penyengker merupakan Mandala Tinggal sementara 'tempat bergerak' tetap memiliki batas
namun tidak memiliki batas permanen. Tempat bergerak ini merupakan Mandala mamargi
Umbrella,
banner, bandrangan
bandrangan,
umbul-umbul,
payung
as accessories
place(RHT)
sebagai
ragam hias of
tempat
Rumah
Gambar 3. Tempat dihiasi oleh ragam hias tempat (RHT) bandrangan, umbul-umbul, payung telah dipasang
sejak persiapan peristiwa ritual sakral Nuntun Bhatara Hyang
Sketsa: Oka Saraswati; Sumber: modifikasi dari Saraswati, 2013:110
Bhatara
Hyang the
sacred
Personifikasi
Bhatara
Hyang/leluhur
sebagai
personifikasi
of ancestor
pemilikas
tempat
that prepared
the owner
of place
Rumah
Gambar 4. Personifikasi Bhatara Hyang sebagai pemilik tempat
Sketsa: Oka Saraswati; Sumber: modifikasi dari Saraswati, 2013:110
Front
side of Pamesuan/
Pamesuan/Pamedalan/
Gerbang
Pamedalan
as gate
Sumber: Saraswati 2002:8
architecture
Source: Saraswati 2002: 8
Bhatara Hyang sebagai pemilik tempat
Bhatara Hyang sebagai pemilik tempat
RHT Penuntun sebagai axis mundi
beserta RHT lainnya bergerak ke luar
dari pamesuan/pamedalan
Rumah
Gambar 5. RHT Penuntun sebagai axis mundi beserta RHT lainnya bergerak ke luar dari pamesuan/pamedalan
Sketsa: Oka Saraswati; Sumber: modifikasi dari Saraswati, 2013:110
87
Sebagian
RHT yang
tetap tinggal di
rumah lama
Personifikasi Bhatara Hyang tetap
tinggal di mandala tinggal
Old House–mandala
tinggal–stayed
Rumah tua-mandala
tinggal plane
Personifikasi Bhatara
Hyang yang bergerak
dalam tempat bergerak
Prosesi Nuntun
Bhatara Hyang
bergerak dari rumah
lama ke rumah baru
sebagai tempat yang
bergerak berawal dari
pamesuan/pamedala
mandala
mamargimandala
mamargimovement
place
tempat
bergerak
Menjadi
baru
The Newrumah
House
Personifikasi Bhatara
Hyang selalu di dekat RHT
Penuntun/axis-mundi
Gambar 6. Mandala mamargi-tempat bergerak merupakan tempat bergerak dari tempat rumah lama dan
membentuk tempat rumah baru
Sketsa: Oka Saraswati; Sumber: modifikasi dari Saraswati, 2013:110
KESIMPULAN
Dari diskusi, ditemukan bahwa tempat Nuntun Bhatara Hyang merupakan tempat bergerak
keluar sebagai arsitektur dilahirkan melalui pamesuan/pamedalan. Tempat bergerak-Mandala
Mamargi merupakan salah satu arsitektur tradisional Bali-tempat
REFERENCES
Covarrubias, Miguel (1972) ‘Island of Bali’, Oxford University Press, Oxford.
Dovey, Kim (1999) ‘Framing Places’, Routledge, London
Sabha Arsitektur Tradisional Bali (1984) ‘Rumusan Arsitektur Tradisional Bali’, Unpublished.
Saraswati, A. A. Ayu Oka (2013) ‘Pamesuan Dalam Arsitektur Bali, Suatu Kajian Teritori
Arsitektur, Dengan (Peng-)Ungkapan Makna’, Unpublished Doctoral Thesis, Sepuluh
Nopember Institute of Technology. Surabaya: Faculty of Civil Engineering and
Planning, Sepuluh Nopember Institute of Technology
88
Seminar Perencanaan dan Pelestarian Lingkungan Terbangun - Bali, 22 Desember 2015
Saraswati, A. A. Ayu Oka (2002) ‘Pamesuan’, Penerbit Universitas Udayana, Jimbaran
Yudabakti, I Wayan (2007) ‘Filsafat Seni Sakral Dalam Kebudayaan Bali’, Penerbit Paramitha,
Surabaya
Web site:
Bangalore, Niranjan Babu (12 maret 2006) ‘Vastu Purush Mandala Home Design and
Happiness’, dalam http://cms.boloji.com/articlephotos/Vastu%20Purush%20
Mandala.gif, diakses pada 7 Januari 2013
89