Menatap Orang Australia dari Dekat.

Pikiran Rakyat
o Senin
123
17

OJan

18

t19
OPeb

o Selasa 0 Rabu
456
20

o Mar

OApr

~enatap


9

10
24

OJun

OMei

0

Kamis

8
23

7
22


21

.

Jumat

11
25

OJul

o Sabtu 0 Mlnggu
12

26

13
27

0 Ags OSep


14
28

OOkt

J

waan (being), berbeda dengan di Australia dan di banyak negara Barat lainnya
yang individualistik yang
mengasumsikan bahwa prestasi seseeorang itu diciptakan,
diperoleh atau menjadi (becoming), yakni apa yang telah
orang itu lakukan dalam kehidupan.
Untuk menunjukkan sikap
egaliter, orang Australia sering melakukan sapaan kasar
"G'day, mate, how are you?"
yang diikuti dengan tepukan
di punggung mitranya. Orang
non-Australia boleh jadi
menganggap tindakan ini

menghina atau meremehkan.
Kesederajatan yang mereka
anut juga tercermin dalam cara orang-orang memanggil
atasan mereka, yakni dengan
nama pertama, suatu hal yang
jarang terjadi di Indonesia.
Bahkan, mahasiswa di berbagai universitas di Australia
pun lazim memanggil dosen
mereka dengan cara itu, misalnya saat mahasiswa menyapa dosennya, "Hi, Peter,
how is it going?" Mahasiswa
tak perlu membungkuk, apalagi mencium tangan profesomya, seperti yang sering
terjadi di beberapa universitas di Indonesia. Begitulah
. . ketika tempo
.
~ari sayaperta.~

Kllplng
-

.Nov


16
30

31

ODes

Orang Australi~

dari_-Del~at
IKA Anda datang ke
Australia, jangan cobacoba membangga-banggakan jabatan yang Anda sandang di Indonesia. Warga
Australia tidak akan terkesan
dengan status Anda. Ini karena warga Australia menganut
egalitarianisIl!e (paham kesederajatan) yang sudah mengakar. Karena pergaulan mereka dengan warga Australia,
banyak pemukim Indonesia
yang sudah mencerap nilai
ini. Maka jika Anda presiden
direktur, jenderal, pengusaha

besar, profesor, anggota DPR,
atau selebriti, Anda tak perlu
kecewa jika di negeri kanguru
Anda tak dikerubungi orangorang, atau bahkan tak diperkenalkan resmi dalam pertemuan informal yang kebetulan Anda hadiri. Apalagi jika
Anda sekadar anak pejabat,
anak pengusaha besar atau
anak orang terkenal.
Nilai budaya kolektivistik
yang dianut orang Indonesia
membuat status istimewa seseorang di Indonesia menular
juga kepada semua anggota
keluarganya, sehingga seseorang merasa bangga ka~ena
orang tuanya atau kerabat dekatnya punya status istimewa.
Maka prestasi seseorang di
Indonesia sering bersifat ba-

15
29

-


-

Humas
-

--

ma kali berjumpa dengan
Chris Nash, seorang profesor
Jumalistik Universitas Monash di Kampus Caulfield,
yang mengenakan anting di
telinga kirinya, kami pun
langsung menyapa satu sarna
lain dengan nama pertama.
Sebagai peminat komunikasi lintas budaya, saya lihat cara orang Australia berkomunikasi agak berbeda dengan
pembicara Inggris British
ataupun pembicara Inggris
Amerika. Bahasa Inggris Australiajelas lebih mirip dengan
bahasa Inggris British daripada dengan bahasa Inggris

Amerika, karena Australia
adalah negara persemakmuran Inggris (Britania Raya).
Dapat dikatakan bahasa Inggris British adalah c1kal bakal
bahasa Inggris Australia, karena nenek moyang orang
Australia berkulit putih
umumnya datang dari Britania Raya. Akan tetapi, selain
terdapat kata-kata khas Inggris Australia, pengucapan
Inggris Australia juga lain.
Mereka, terutama yang kurang terdidik, mengucapkan
kata today sepeti to die, sehingga kita akan kaget jika
mendengar seorang Australia
berkata, "[ am going to the
hospital to today (yang kede~--=

Un pad

2009

"


--

ngarannya to die)."
Meskipun dalam banyak segi, bahasa Inggris Australia
mirip dengan Inggris British,
ekspresi khas Australia juga
berhamburan. Frase dan kata-kata berikut lazim terdengar: no worries Gangan khawatir), mate (teman pria);
rubbish (sampah); biscuits
(kue), dan chemist (apotik).
Orang Australia juga gemar
memendekkan kata-kata, misalnya university menjadi
uni, kindergarten menjadi
kindi, television menjadi teli,
dan beautiful menjadi beaut.
Pengumuman di tempat publik bersifat langsung dan singkat, tidak berbasa-basi atau
berbunga-bunga, seperti di
Inggris. Di kereta api, misalnya terdapat pemyataan, "No
smoking," (Dilarang merokok) "No Litering" (Dilarang
membuang sampah), dan
"You must have a valid ticket

to travel on this train" (Anda
harus punya tiket yang berlaku untuk naik kereta ini).
Bandingkan dengan pengumuman di Inggris, misalnya
"We regret that in the interest of hygine dogs are not
allowed on these premises"
(Kami menyesal bahwa demi
kesehatan, anjing tidak diizinkan,di tempat ini), yang bisa

dipendekkan: "Video controlled" ("Diawasi video"). Kelug~an orang Australia juga
-rfu-kadang vulgar. Misalnya di
Huntingdale, ada sebuah baliho besar yang bertuliskan
(maaO, "Making Love? Do it
longer! Call or 8M8 Try'
1800711711."
Dapat disimpulkan,orang
Australia sangat lugas. Sikap
ini dapat membuat orang asing, termasuk orang Amerika
sekalipun, merasa diserang, .
misalnya dengan ucapan mereka "You don't know what
you're talking about". Di Victoria Market di Melbourne, di

sebuah kafe saya menyaksikan seorang perempuan bule
yang mengembalikan roti lapis yang barn dibelinya, tampaknya karena rasanya kurang enak. Ia berteriak, "Itis
disgusting!". Uangnya dikembalikan oleh si bos perempuan. Suaminya yang ikut melayani pembeli berteriak, "Don't
ever come back!" Luar biasa,
ini suatu kejadian yang seumur hidup saya tak pernah
saya saksikan di Indonesia.
Saya yang memesanfish 'n
chips seharga 15 dolar Australia (sekitar Rp. 130.000,00)
tak dapat membayangkan
bahwa saya akan mengembalikan makanan itu karena ra-

----

sanya tidak sesuai dengan selera, baik di Australia, apalagi
di Indonesia. Pelajaran lain
yang dapat diambil dari kejadian itu adalah betapa hak
konsumen begitu besar di negeri ini. Dalam' banyak kasus,
konsumen boleh mengembalikan barang bukan makanan
yang sudah dibeli asalkan belum dipakai.
Bagi orang berkomunikasi
kbnteks tinggi (penuh dengan
basa-basi, tak langsung, untuk
menjaga harmoni) seperti orang
Indonesia dan orang Jepang,
orang Australia yang berbicara
linier, langsung, lugas, dan faktual seperti ini bisa dianggap sebagai orang yang tidak punya
perasaan. Dalam sebuah literatur dilukiskan, seorang manajer
Jepang mengunjungi Australia
dalam bisnis. Ia meminta seo.rang sejawat Australia menjelaskan suatu prosedur barn kepadanya. Orang Australia mengatakannya dengan cepat, persis, dan dari awal, bagaimana
prosedur itu bekeIja, menunjukkan beberapa problem yang
mungkin, dan bertanya bila ia
punya pertanyaan. Manajer Jepang itu merasa bahwa ia diperlakukan seperti anak kecil, dan
bahwa orang Australia itu tidak
punya pertimbangan atas perasaannya.
-,~~>-,
--

Menarik bahwa meskipun
orang-orang Australia tidak
banyak berbasa-basi, mulut
mereka kurang terbuka saat
berbicara dibandingkan dengan orang Amerika. Sebuah
anekdot menyebutkan bahwa
hal ini berkaitan dengan fakta
bahwa beberapa ab1ld lalu nenek moyang mereka datang
ke Australia sebagai tahanan,
bukan sebagai orang merdeka, sehingga mereka tidak bebas bicara dan sering menutup mulut. Cara bicara suatu
bangsa atau suatu suku boleh
jadi dipengarnhi faktor-faktor
historis, kultural, dan geografis. Misalnya, konon orang
Batak berbicara keras karena
dulu nenek moyang mereka
tinggal beIjauhan di gunung
dan lembah; orang Riau Keo
pulauan berbicara sernpa karena suara mereka harns
mengatasi suara ombak dan
angin. Sementara itu, orang
Padang berbicara keras karena mereka pemakan cabai.
Ada pun orang Arab berbicara
keras, karena lingkungan mereka yang gersang. Wallahu'alam.

, Deddy Mulyana, Dekan
Fikom Unpad, kini Guru Besar Tamu di Monash University, Australia.