Budayawan Lahir dari Kampus.
Pikiran Rakyat
o Selasa o Rabu
6
4{]
20
21
o Mar
OApr
Wacana
7
22
OMei
8
23
.
0
Kamis
9
OJun
10
24
OJul
o Sabtu 0 Mlnggu
12
11
25
26
0 Ags
13
27
o Sep
14
28
0
e)kt
.
15
29
Nav
16
30
0
31
Des
BudayawanLahir
dari Kampus
"Apakah kita masih punya hukum dan
budaya?" SekolLIh masih diperlukan untuk
memproduksi pengetahuan atas hal itu.
S
Jumat
ESEORANG menghentikan mobil
tepat di leter S, tanda lalu lintas yang
jelas dilarang berhenti. Ada juga sopir
angkot yang menurunkan penumpang di
bukan halte. Dan, antarpejabat saling ejek
sebagai pemilik lembaga paling kuat. Ada
apakah dengan perilaku warga negara?
"Penjahat itu bisa lahir atau dilahirkan,"
ujar Yesmil Anwar, pakar kriminolog dari
Universitas Padjadjaran, dalam diskusi "Budayawan di Tengah Aius Zaman" di Bale Rumawat Universitas Padjadjaran, Senin
(2/10),
Dalam diskusi itu hadir Rektor Unpad
Ganjar Kurnia, seniman Acil Bimbo, dan
seniman sekaligus dosen Fakultas Hukum
Unpad Miranda Risang Ayu. Diskusi ini
masih dalam rangkaian mengenang budayawan W.S. Rendra. Masalah hukum di
Indonesia di antaraya adalah korupsi. Kasus
ini sepertinya sedang menjadi primadona
sampai-sampai para pejabat negara seperti
berkompetisi. Yang satu memenjarakan yang
lain, sementara buronan sebenarnya masih di
luar negeri.
Lebih lanjut, Yesmilmengatakan bahwa
persoalan di Indonesia adalah ketika orang
sudah tidak lagi peduli pada hukum itu
sendiri. Kasus antara Polri dan KPK yang
menggunakan idiom cicak dan buaya adalah
contoh aktual. Menurut Yesmil, kasus itu
membuat warga kehilangan panutan dalam
hukum itu sendiri. "Budaya hukum kita sudah mati," katanya menegaskan. "Budaya
hukum itu harusnya ada dalam diri kita
sendirj," katanya.
. Hal senada diutarakan pula oleh Miranda
Risang Ayu. Miranda memberi analogi tentang budaya hukum itu dengan setitik air. la
mengatakan budaya hukum itu ibarat setitik
air dalam samudra. Hilangnya setitik air itu,
kata Miranda, sangat berarri pada samudra..
Lalu, siapakah harapan bisa diletakkan untuk tetap menjaga keutuhan budaya
hukum? Rendra pernah membuat sajak tenr
tang rajawali. Sajak ini dibacakan oleh
Ganjar Kurnia saat ia berkesempatan
berbicara.
"Dalam sajak itu Rendra ingin mengatakan bahwa perlu seseorang yang bisa
bersikap seperti burung rajawali," ujar Ganjar.
"Yang seperti rajawali adalah budayawan,"
kata Miranda. .
Budayawan, kata Miranda, memiliki kemampuan untuk melihat dan menyimak
substansi. Budayawan, katanya, adalah
sosok yang bisa menghidupkan hukum.
Lantas, siapa budayawan itu? "Mereka
adalah subjek hukum yang berkarakter,"
ujar Miranda.
Yesmil mengatakan para budayawan itu
bisa lahir atau dilahirkan. Dalam konteks ia
dilahirkan, seorang budayawan itu bisa saja
berangkat dari entitas pendidikan. Entitas
pendidikan bisa formal atau tidak. Yang
penting entitas pendidikan itu membawa
misi memberi landasan pengetahuan.
"Sekolah bisa saja memberikan itu , meski
ada syarat-syarat untuk maksimal melahirkan
subjek yang berkarakter," ujar Acil Bimbo
menambahkan.
Jika
sekolah memang bisa
menghasilkan budayawan, seharusnya tidak
ada tawuran antarmahasiswa. ***
agus rakasiwi
kampus_pr@yahoo.com
HEYKAL $YA'BAN
o Selasa o Rabu
6
4{]
20
21
o Mar
OApr
Wacana
7
22
OMei
8
23
.
0
Kamis
9
OJun
10
24
OJul
o Sabtu 0 Mlnggu
12
11
25
26
0 Ags
13
27
o Sep
14
28
0
e)kt
.
15
29
Nav
16
30
0
31
Des
BudayawanLahir
dari Kampus
"Apakah kita masih punya hukum dan
budaya?" SekolLIh masih diperlukan untuk
memproduksi pengetahuan atas hal itu.
S
Jumat
ESEORANG menghentikan mobil
tepat di leter S, tanda lalu lintas yang
jelas dilarang berhenti. Ada juga sopir
angkot yang menurunkan penumpang di
bukan halte. Dan, antarpejabat saling ejek
sebagai pemilik lembaga paling kuat. Ada
apakah dengan perilaku warga negara?
"Penjahat itu bisa lahir atau dilahirkan,"
ujar Yesmil Anwar, pakar kriminolog dari
Universitas Padjadjaran, dalam diskusi "Budayawan di Tengah Aius Zaman" di Bale Rumawat Universitas Padjadjaran, Senin
(2/10),
Dalam diskusi itu hadir Rektor Unpad
Ganjar Kurnia, seniman Acil Bimbo, dan
seniman sekaligus dosen Fakultas Hukum
Unpad Miranda Risang Ayu. Diskusi ini
masih dalam rangkaian mengenang budayawan W.S. Rendra. Masalah hukum di
Indonesia di antaraya adalah korupsi. Kasus
ini sepertinya sedang menjadi primadona
sampai-sampai para pejabat negara seperti
berkompetisi. Yang satu memenjarakan yang
lain, sementara buronan sebenarnya masih di
luar negeri.
Lebih lanjut, Yesmilmengatakan bahwa
persoalan di Indonesia adalah ketika orang
sudah tidak lagi peduli pada hukum itu
sendiri. Kasus antara Polri dan KPK yang
menggunakan idiom cicak dan buaya adalah
contoh aktual. Menurut Yesmil, kasus itu
membuat warga kehilangan panutan dalam
hukum itu sendiri. "Budaya hukum kita sudah mati," katanya menegaskan. "Budaya
hukum itu harusnya ada dalam diri kita
sendirj," katanya.
. Hal senada diutarakan pula oleh Miranda
Risang Ayu. Miranda memberi analogi tentang budaya hukum itu dengan setitik air. la
mengatakan budaya hukum itu ibarat setitik
air dalam samudra. Hilangnya setitik air itu,
kata Miranda, sangat berarri pada samudra..
Lalu, siapakah harapan bisa diletakkan untuk tetap menjaga keutuhan budaya
hukum? Rendra pernah membuat sajak tenr
tang rajawali. Sajak ini dibacakan oleh
Ganjar Kurnia saat ia berkesempatan
berbicara.
"Dalam sajak itu Rendra ingin mengatakan bahwa perlu seseorang yang bisa
bersikap seperti burung rajawali," ujar Ganjar.
"Yang seperti rajawali adalah budayawan,"
kata Miranda. .
Budayawan, kata Miranda, memiliki kemampuan untuk melihat dan menyimak
substansi. Budayawan, katanya, adalah
sosok yang bisa menghidupkan hukum.
Lantas, siapa budayawan itu? "Mereka
adalah subjek hukum yang berkarakter,"
ujar Miranda.
Yesmil mengatakan para budayawan itu
bisa lahir atau dilahirkan. Dalam konteks ia
dilahirkan, seorang budayawan itu bisa saja
berangkat dari entitas pendidikan. Entitas
pendidikan bisa formal atau tidak. Yang
penting entitas pendidikan itu membawa
misi memberi landasan pengetahuan.
"Sekolah bisa saja memberikan itu , meski
ada syarat-syarat untuk maksimal melahirkan
subjek yang berkarakter," ujar Acil Bimbo
menambahkan.
Jika
sekolah memang bisa
menghasilkan budayawan, seharusnya tidak
ada tawuran antarmahasiswa. ***
agus rakasiwi
kampus_pr@yahoo.com
HEYKAL $YA'BAN