WIDYACAROLINADWIPRABEKTI M0212082

(1)

DESAIN FIBER SENSOR BERBASIS RUGI-RUGI KARENA BENDING

UNTUK STRAIN GAUGE

Widya Carolina Dwi Prabekti, Ahmad Marzuki, Stefanus Adi Kristiawan Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sebelas Maret

Jalan Ir. Sutami 36 A, Kentingan, Surakarta, 57126, Jawa Tengah, Indonesia Email : carol.eleven@student.uns.ac.id

Abstrak

Beton adalah suatu bahan dari campuran agregat ringan alami dan semen sebagai perekatnya. Faktor alam dan muatan yang berlebih dapat membuat keretakan yang dapat

menyebabkan kerusakan. Sehinga perlu dilakukan pengukuran strain untuk mengetahui

kondisi dari beton. Tujuan penelitian ini adalah merancang sistem fiber sensor sebagai sensor

strain dan menganalisis sinyal output dari sistem tersebut. Prinsip dari sensor ini adalah

memanfaatkan rugi-rugi (loss) karena pembengkokan makro (macrobending) pada fiber

optik. Output berupa transmitansi dibaca sistem sensor dan ditampilkan oleh program

Intensitymeter pada LabVIEW. Pengujian fiber sensor dilakukan pada sampel polyurethane

dan pada beton, intensitasnya berubah terhadap variasi beban. Hasil penelitian menunjukkan perubahan intensitas cahaya linier terhadap perubahan beban.

Kata kunci: Fiber Sensor, Transmitansi Cahaya, UTM, Bending loss, Strain, POF

I. PENDAHULUAN

Fiber optic atau serat optik telah berkembang dalam berbagai aplikasi yang tidak hanya sebagai media transmisi untuk komunikasi namun kini serat optik telah dikembangkan sebagai sensor. Terdapat dua jenis serat optik, yaitu serat optik dari kaca dan serat optik dari plastik. Serat optik dari bahan kaca memiliki diameter yag lebih kecil dibandingkan serat optik

yang terbuat dari plastik. Seiring

berkembangnya ilmu pengetahuan,

penggunaan serat optik plastik telah digunakan dalam berbagai aplikasi salah satunya adalah untuk sensor [2].

Penggunaan bahan beton hampir terdapat pada semua sarana, salah satunya adalah jalan raya dan jembatan. Faktor alam dan muatan yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan sehingga dapat


(2)

menimbulkan bahaya yang lebih besar.

Sehinga perlu dilakukan pengukuran strain

untuk mengetahui kondisi dari struktur beton dapat mengggunakan serat optik

sebagai sensor strain.

Penelitian ini bertujuan untuk

merancang sistem fiber sensor yang

diberngkokkan sebagai sensor strain dan

menganalisis sinyal output dari sistem

tersebut. Selain dapat mengembangkan prinsip-prinsip optik untuk diaplikasikan sebagai sensor, manfaat lain dari

penelitian ini adalah memberikan

pengetahuan mengenai sensor serat optik

untuk aplikasi sensor strain.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Cahaya yang merambat melalui

medium yang transparan menuju

permukaan medium transparan lainnya yang memiliki beda indeks bias akan

memungkinkan terjadinya pemantulan

cahaya sebagian dan sebagiannya lagi diteruskan ke menuju medium transparan yang kedua.

a) Pemantulan internal sempurna (Total

Internal Reflection)

Pemantulan internal sempurna

adalah pemantulan yang terjadi pada dua medium yang kerapatan optiknya berbeda. Seperti yang dinyatakan oleh hukum

Snell’s.

Saat cahaya datang dari medium

yang memiliki indeks bias yang lebih rapat

(n1) menuju medium yang indeks biasnya

kurang rapat (n2) maka akan dibiaskan

menjauhi garis normal. Cahaya akan mengalami pembiasan menuju indeks bias

medium yang lebih rendah dengan sudut i2

terhadap garis normal. Hubungan antara

sudut datang i1 dan sudut bias i2 pada

Persamaan 2.1.

(2.1)

sudut kritisnya menjadi:

(2.2)

Gambar 2.1(c) adalah pantulan internal total, yaitu saat sudut datang lebih besar dari pada sudut kritis maka cahaya dipantulkan kembali. Maka cahaya yang

datang secara keseluruhan akan

dipantulkan ke dalam medium dimana cahaya datang.

b) Numerical Aperture (NA)

Numerical Aperture (NA) adalah

suatu ukuran atau parameter yang

merepresentasikan sudut maksimum yang

dapat diterima. Besar nilai Numerical

Aperture adalah:

√ (2.3)

c) Karakteristik Serat Optik

Sensor serat optik memiliki beberapa kelebihan dibandingkan sensor lainnya antara lain adalah tidak kontak langsung


(3)

dengan obyek pengukuran, akurasi lebih tinggi, relatif kebal terhadap induksi listrik maupun magnetik, dapat dikendalikan dari jarak jauh, yang dapat terhubung dengan sistem komunikasi data melalui perangkat

antar muka (interface) serta lebih kecil dan

ringan. Serat optik terdiri dari tiga bagian ;

core, cladding, dan coating. Core (inti) adalah material silinder dielektrik yang indeks biasnya lebih besar daripada

cladding. Cahaya yang masuk ke dalam serat optik dapat merambat dari ujung serat optik yang satu menuju ujung yang lainnya.

d) Rugi-Rugi Daya Serat Optik

Pelemahan (rugi-rugi/loss) adalah

melemahnya cahaya akibat adanya

kebocoran atau hilang. Besaran pelemahan daya pada serat optik dinyatakan sebagai perbandingan antara daya pancaran awal

terhadap daya yang diterima dan

dinyatakan dalam deci-Bell (dB).

Penyebab yang rugi-rugi daya cahaya pada serat optik antara lain adalah hamburan

Rayleigh, absorbsi dan juga

pembengkokan (bending).

e) Pembengkokan (bending)

Bending dibagi menjadi dua jenis

yaitu: pembengkokan makro

(macrobending) dan pembengkokan mikro (microbending). Rugi-rugi macrobending

terjadi ketika sinar atau cahaya melalui

serat optik yang dilengkungkan dengan jari-jari lebih lebar dibandingkan dengan

diameter serat optik, sehingga

menyebabkan rugi-rugi. Sedangkan

pembengkokan mikro (microbending) ini

dapat terjadi bila pada serat optik terdapat

lengkungan-lengkungan mikroskopis.

Macrobending pada fiber optik dapat dijelaskan menggunakan kelengkungan

(Κ). Ukuran kelengkungan pada kurva

dilambangkan dengan Κ yang dinyatakan

Persamaan 2.2.

(2.2) Kurva yang kelengkungannya besar

maka jari-jari kelengkungannya (R) akan

kecil seperti yang ditunjukkan Persamaan 2.3.

| | (2.3)

| ⁄ | (2.4)

y’ adalah turunan pertama dan y” adalah

turunan kedua [1].

Rugi-rugi pada fiber optik yang

melengkung akan semakin meningkat jika

jari-jari kelengkungannya semakin

kecil[3].

f) Hubungan Transmitansi dengan Loss

Besarnya pelemahan energi sinyal informasi dari serat optik dinyatakan


(4)

kemampuan cahaya untuk dapat melewati suatu penghalang.

(2.5)

Dimana T adalah transmitansi, Imod adalah

intensitas modulasi, Iref adalah intensitas

referensi.

Besarnya loss cahaya yang terjadi akibat

adanya bending serat optic dinyatakan oleh

Persamaan 2.6.

(2.6)

Loss cahaya dapat mempengaruhi

nilai tegangan yang ditangkap detektor sehingga terjadi penurunan. Tegangan

referensi (Vref ) yaitu tegangan yang

ditangkap detektor dari serat optik yang tidak diberi perlakuan apapun atau tidak

bengkok. Dan tegangan modulasi (Vmod)

yaitu tegangan yang ditangkap oleh detektor dari cahaya serat optik yang

dimodulasi atau dibending[6].

g) Elastisitas

Bahan elastis adalah bahan yang mudah diregangkan dan dapat kembali ke keadaan semula, jadi elastis adalah sifat benda dimana benda tersebut akan kembali ke bentuk semula ketika gaya yang bekerja

pada benda itu dihilangkan. Pada

hakekatnya semua bahan memiliki sifat elastik meskipun boleh jadi amat sangat kecil [5].

h) Tegangan (Stress)

Batang tegar yang dipengaruhi gaya tarik F ke kanan dan gaya yang sama tetapi berlawanan arah ke kiri, maka gaya-gaya ini akan didistribusi secara seragam ke luas penampang batang. Perbandingan gaya F terhadap luas penampang A dinamakan tegangan tarik :

σ = (2.7)

dimana, σ = tegangan tarik, (N/m2 atau

Pa), F = gaya (N) dan A = luas permukaan (m2) [7].

i) Regangan (Strain)

Regangan atau juga yang biasa disebut dengan derajat deformasi adalah terjadinya perubahan ukuran sebuah benda karena suatu gaya dalam kesetimbangan dibandingkan dengan ukuran awal disebut regangan. Suatu batang yang panjang

awalnya dan saat memanjang menjadi

bila pada kedua ujungnya ditarik oleh gaya F. Perubahan panjang

hingga bertambah sebesar , terjadi pada

elemen-elemen batang tertarik pada

proporsi yang sama pada keseluruhan batang tidak hanya pada ujung-ujung saja. dapat ditulis seperti berikut:

(2.8)

dengan = regangan atau bilangan murni,


(5)

semula (m) dan ∆ = perubahan panjang (m) [7].

j) Modulus Young

Modulus Young menunjukkan

kecenderungan suatu material untuk

berubah bentuk dan kembali lagi

kebentuk semula jika diberi gaya.

(2.9)

k) Prinsip Sensor Fiber Optik

Pada umumnya sensor fiber optik

terdiri dari sumber optik (Laser, LED,

Laser diode dll.), optical fiber, sensing

(pengubah sinyal optik), sebuah optical

detector dan pemroses elektronik (computer, oscilloscope, optical spectrum analyzer dll). Prinsip kerjanya yaitu, saat cahaya dari sumber cahaya masuk ke

dalam fiber optik, cahaya yang

ditransmisikan fiber optik kemudian

ditangkap oleh detektor cahaya. Cahaya yang ditangkap oleh detektor masih berupa sinyal analog kemudian diubah menjadi

sinyal digital menggunakan Analog To

Digital Converter (ADC). Dan hasil data

digital dari ADC masuk ke Personal

Computer (PC) dan diolah dengan

software pengolah data [4]

III.METODOLOGI

a) Diagram Alir

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

b) Prosedur Kerja

Fiber sensor yang telah dirancang diberi cahaya. Saat cahaya dari sumber cahaya masuk pada serat optik, sinyal cahaya yang ditransmisikan serat optik kemudian ditangkap oleh detektor cahaya. Sinyal yang ditangkap oleh detektor cahaya masih berupa sinyal analog kemudian diubah menjadi sinyal digital menggunakan ADC. Dan hasil data digital

dari ADC masuk ke personal computer

(PC) untuk pengolahan lanjut

menggunakan program intensitymeter pada


(6)

c) Mencari jari-jari kritis

Fiber optik dengan variasi diameter bending 0,5cm; 1,0cm; 1,5cm; 2,0cm dan 2,5cm diuji untuk menentukan berapa jari-jari yang tepat untuk digunakan sebagai

fiber sensor. Setelah dilakukan pengujian,

hasil menunjukkan fiber optik dengan

diameter bending 0,5cm menunjukkan hasil yang lebih bagus, yaitu sensitif bila

dibandingkan dengan fiber optik yang

memiliki bending lebih besar. Pengujian dilakukan seperti Gambar 3.2.

(a)

Gambar 3.2. Penentuan Jari-jari Kritis

d) Mengetahui Linieritas antara

Transmitansi dan Beban

Pengujian dilakukan dengan cara

menempelkan fiber sensor pada material

mika.

Gambar 3.3. Pengujian Linieritas

Untuk mengetahui adanya hubungan

antara penambahan beban terhadap

material dengan transmitansi yang terbaca

oleh fiber sensor seperti Gambar 3.3.

e) Pengujian Fiber Sensor Pada

Material Uji

Strain adalah selisih dari panjang akhir dan panjang awal (perubahan panjang) dibandingkan dengan panjang awal suatu benda (persamaan 2.8). Hal ini dapat disetarakan dengan nilai dari

transmitansi dari fiber optik, dimana

selisih transmitansi dibagi dengan

transmitansi awal:

(4.9)

Fiber sensor ditempelkan pada

material uji polyurethane dan beton.

Kemudian ditarik oleh mesin universal

testing machine (UTM). Pengjuian pada

polyurethane dan beton dilakukan dengan

mesin UTM yang berbeda. Nilai

pergeseran pada mesin UTM pengujian

polyurethane dapan langsung terbaca oleh

komputer. Sedangkan strain saat pengujian

pada beton dapat diketahui dari strain

gauge yang dipasang. Strain gauge inilah

yang akan dibandingkan nilai strainnya

dengan fiber sensor. Dan hasilnya, nilai

fiber sensor dan strain sesuai. Yaitu, mengalami kenaikan terhadap penambahan beban.


(7)

(a)

(b)

3.4. Pengujian Fiber Sensor dengan UTM (a)

Benda Uji Polyurethane (b) Benda Uji

Beton

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksperimen ini diawali dengan

penentuan hubungan antara jari-jari

kelengkungan dengan nilai transmitansi cahayanya. Dapat dilihat melalui grafik hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa

jika jari-jari kelengkungan fiber optik yang

semakin kecil akan membuat cahaya yang

diteruskan semakin kecil. Dan hal ini dapat dilihat dari nilai transmitansinya (Gambar 4.1).

0 10 20 30 40

50 60 70 80 90 100

D= 0,5cm D= 1,0 cm D= 1,5cm D= 2,0 cm D= 2,5cm

Transmitansi

(

%)

Pergeseran (mm)

Gambar 4.1. Jari-Jari Kelengkungan

dengan Nilai Transmitansi.

Langkah selanjutnya adalah

pengujian fiber sensor pada polyurethane

dan pada beton memperlihatkan adanya hubungan antara kenaikan beban dengan dengan pertambahan regangan bahan. Seiring bertambahnya regangan bahan,

fiber sensor yang ditempelkan pada

permukaan bahan juga akan ikut

meregang. Sehingga, bending yang dibuat

pada fiber sensor akan mengalami

perubahan bentuk.

Gambar 4.2. Loss Cahaya pada Lekukan


(8)

Bending pada serat optik direpresentasikan pada Gambar 4.2 dengan

jari-jari bending R. Saat cahaya datang

dengan sudut datang lebih besar daripada sudut kritis, maka akan terjadi pemantulan sempurna di dalam serat optik seperti pada

bagian A. Pada bagian B terjadi

pemantulan tidak sempurna, hal ini adalah

saat cahaya melalui daerah bending, maka

sudut datangnya akan lebih kecil daripada

sudut kritis dan menyebabkan ada

sebagian cahaya yang loss. Jika

kelengkungan serat optik semakin besar, maka jari-jari lekukan semakin kecil. Saat jari-jari kelengkungan semakin kecil cahaya yang diteruskan akan berkurang.

Bending fiber optik pada fiber sensor mula-mula berbentuk lingkaran sempurna

dan akan membentuk elips saat

diregangkan. Bending fiber optik

menyebabkan transmitansi menurun saat beban pada bahan ditambahkan. Kedua

hasil pengujian memperlihatkan data fiber

sensor mengalami kenaikan saat

penambahan beban dilakukan. Sama

seperti strain yang diperoleh dari strain

gauge.

Gambar 4.3 adalah hasil dari pengujian pada beton yang menunjukkan bahwa penambahan beban mempengaruhi

nilai strain dan . Penurunan

transmitansi terjadi setiap kali penambahan

beban, hal ini dikarenakan bagian fiber

optik yang terdapat bending mengalami

perubahan bentuk pada kelengkungannya. Sehingga cahaya yang ditangkap oleh detektor juga akan kecil.

20 40 60 80 100 120 140 160 180

0,000 0,002 0,004 0,006 0,008 0,010 0,012 Strain Delta T/T0 Beban (N) St rai n (mm) 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 De lta T /T 0

Gambar 4.3. Grafik Hubungan Antara

Beban (N) dan Strain (mm)

yang dibandingkan dengan

Fiber Sensor Hasil

Pengujian Pada Polyurethane

0 1 2 3 4 5 6 7

0 10 20 30 40 Strain

Delta T/T0 Lingkaran

Beban (kN)

St

rai

n (Ue

)

Equation y = a + b* Adj. R-Square 0,96465

Value Standard Error Strain Intercept 0,53476 0,68257 Strain Slope 5,10772 0,17011

0,00 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 De lta T /T 0 Li ng kara n

Gambar 4.4. Grafik Hubungan Antara

Beban (kN) dan Strain (Ue)

yang dibandingkan dengan

Fiber Sensor Hasil Pengujian Pada Beton.

Gambar 4.4 adalah hasil pengujian pada beton. Bentuk grafik yang kurang


(9)

linier dapat disebabkan beberapa faktor. Beberapa diantaranya adalah tegangan yang kurang stabil saat pengambilan data

sehingga cahaya dari light source menuju

fiber optik juga tidak stabil kemudian dapat juga disebabkan oleh pengaruh cahaya dari luar.

V.KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jari-jari yang digunakan adalah 0,25cm atau diameter 0,5cm lebih sensitif

bila dibandingkan dengan fiber sensor

dengan jari-jari bending yang lebih besar.

Fiber sensor untuk strain

menampilkan nilai transmitansi yang linear terhadap beban. Grafik hasil pengujian

pada polyurethane dan beton menunjukkan

kesesuaian antara strain yang dialami

polyurethane dengan nilai yang

diperoleh, saat strain meningkat terhadap

pertambahan beban begitu pula dengan

fiber sensor.

SARAN

Sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan di dalam ruangan yang sedikit

cahaya lalu pengambilan data

menggunakan timer. Dan membuat sistem

yang lebih baik agar hasil pengujian tidak mendapat pengaruh dari luar.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ayres, F., & Mendelson, E. (2009).

Schaum’s Outline of Calculus: 5th

edition. New York: Mc Graw Hill.

[2]Eliot, B., & Crisp, J. (2005).

Introduction to Fiber Optics.

England: Elsevier Ltd. The

Boulevard.

[3]Farrell, G. (2002). Optical

Communication System. Dublin: Institute of Technology.

[4] Fidanboylu, K., & Efendioglu, H. S. (2009). Fiber Optik Sensors And

Their Applications. International

Advanced Technologies Symposium (IATS'09)

[5] Martini, d., & Oktova, R. (2009). Penentuan Modulus Young kawat Besi dengan Percobaan Regangan.

Berkala Fisika Indonesia.

[6] Marzuki, A., Heriyanto, M., Setiyadi, I., & Koesuma, S. (2015).

Development of Landslide Early Warning System Using Macro-bending Loss Based Optical.

Journal of Physics:.

[7] Souisa, M. (2011). Analisis Moduulus Elastisitas Dan Angka Poisson

Bahan Dengan Uji Tarik. Jurnal


(1)

kemampuan cahaya untuk dapat melewati suatu penghalang.

(2.5)

Dimana T adalah transmitansi, Imod adalah

intensitas modulasi, Iref adalah intensitas

referensi.

Besarnya loss cahaya yang terjadi akibat adanya bending serat optic dinyatakan oleh Persamaan 2.6.

(2.6)

Loss cahaya dapat mempengaruhi nilai tegangan yang ditangkap detektor sehingga terjadi penurunan. Tegangan referensi (Vref ) yaitu tegangan yang

ditangkap detektor dari serat optik yang tidak diberi perlakuan apapun atau tidak bengkok. Dan tegangan modulasi (Vmod)

yaitu tegangan yang ditangkap oleh detektor dari cahaya serat optik yang dimodulasi atau dibending[6].

g) Elastisitas

Bahan elastis adalah bahan yang mudah diregangkan dan dapat kembali ke keadaan semula, jadi elastis adalah sifat benda dimana benda tersebut akan kembali ke bentuk semula ketika gaya yang bekerja pada benda itu dihilangkan. Pada hakekatnya semua bahan memiliki sifat elastik meskipun boleh jadi amat sangat kecil [5].

h) Tegangan (Stress)

Batang tegar yang dipengaruhi gaya tarik F ke kanan dan gaya yang sama tetapi berlawanan arah ke kiri, maka gaya-gaya ini akan didistribusi secara seragam ke luas penampang batang. Perbandingan gaya F terhadap luas penampang A dinamakan tegangan tarik :

σ = (2.7) dimana, σ = tegangan tarik, (N/m2 atau Pa), F = gaya (N) dan A = luas permukaan (m2) [7].

i) Regangan (Strain)

Regangan atau juga yang biasa disebut dengan derajat deformasi adalah terjadinya perubahan ukuran sebuah benda karena suatu gaya dalam kesetimbangan dibandingkan dengan ukuran awal disebut regangan. Suatu batang yang panjang awalnya dan saat memanjang menjadi bila pada kedua ujungnya ditarik oleh gaya F. Perubahan panjang hingga bertambah sebesar , terjadi pada elemen-elemen batang tertarik pada proporsi yang sama pada keseluruhan batang tidak hanya pada ujung-ujung saja. dapat ditulis seperti berikut:

(2.8) dengan = regangan atau bilangan murni,


(2)

semula (m) dan ∆ = perubahan panjang (m) [7].

j) Modulus Young

Modulus Young menunjukkan kecenderungan suatu material untuk berubah bentuk dan kembali lagi kebentuk semula jika diberi gaya.

(2.9)

k) Prinsip Sensor Fiber Optik

Pada umumnya sensor fiber optik terdiri dari sumber optik (Laser, LED, Laser diode dll.), optical fiber, sensing (pengubah sinyal optik), sebuah optical detector dan pemroses elektronik (computer, oscilloscope, optical spectrum analyzer dll). Prinsip kerjanya yaitu, saat cahaya dari sumber cahaya masuk ke dalam fiber optik, cahaya yang ditransmisikan fiber optik kemudian ditangkap oleh detektor cahaya. Cahaya yang ditangkap oleh detektor masih berupa sinyal analog kemudian diubah menjadi sinyal digital menggunakan Analog To Digital Converter (ADC). Dan hasil data digital dari ADC masuk ke Personal Computer (PC) dan diolah dengan software pengolah data [4]

III.METODOLOGI

a) Diagram Alir

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian b) Prosedur Kerja

Fiber sensor yang telah dirancang diberi cahaya. Saat cahaya dari sumber cahaya masuk pada serat optik, sinyal cahaya yang ditransmisikan serat optik kemudian ditangkap oleh detektor cahaya. Sinyal yang ditangkap oleh detektor cahaya masih berupa sinyal analog kemudian diubah menjadi sinyal digital menggunakan ADC. Dan hasil data digital dari ADC masuk ke personal computer (PC) untuk pengolahan lanjut menggunakan program intensitymeter pada LabVIEW.


(3)

c) Mencari jari-jari kritis

Fiber optik dengan variasi diameter bending 0,5cm; 1,0cm; 1,5cm; 2,0cm dan 2,5cm diuji untuk menentukan berapa jari-jari yang tepat untuk digunakan sebagai fiber sensor. Setelah dilakukan pengujian, hasil menunjukkan fiber optik dengan diameter bending 0,5cm menunjukkan hasil yang lebih bagus, yaitu sensitif bila dibandingkan dengan fiber optik yang memiliki bending lebih besar. Pengujian dilakukan seperti Gambar 3.2.

(a)

Gambar 3.2. Penentuan Jari-jari Kritis

d) Mengetahui Linieritas antara Transmitansi dan Beban

Pengujian dilakukan dengan cara menempelkan fiber sensor pada material mika.

Gambar 3.3. Pengujian Linieritas

Untuk mengetahui adanya hubungan antara penambahan beban terhadap material dengan transmitansi yang terbaca oleh fiber sensor seperti Gambar 3.3. e) Pengujian Fiber Sensor Pada

Material Uji

Strain adalah selisih dari panjang akhir dan panjang awal (perubahan panjang) dibandingkan dengan panjang awal suatu benda (persamaan 2.8). Hal ini dapat disetarakan dengan nilai dari transmitansi dari fiber optik, dimana selisih transmitansi dibagi dengan transmitansi awal:

(4.9)

Fiber sensor ditempelkan pada material uji polyurethane dan beton. Kemudian ditarik oleh mesin universal testing machine (UTM). Pengjuian pada polyurethane dan beton dilakukan dengan mesin UTM yang berbeda. Nilai pergeseran pada mesin UTM pengujian polyurethane dapan langsung terbaca oleh komputer. Sedangkan strain saat pengujian pada beton dapat diketahui dari strain gauge yang dipasang. Strain gauge inilah yang akan dibandingkan nilai strainnya dengan fiber sensor. Dan hasilnya, nilai

fiber sensor dan strain sesuai. Yaitu, mengalami kenaikan terhadap penambahan beban.


(4)

(a)

(b)

3.4. Pengujian Fiber Sensor dengan UTM (a) Benda Uji Polyurethane (b) Benda Uji Beton

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksperimen ini diawali dengan penentuan hubungan antara jari-jari kelengkungan dengan nilai transmitansi cahayanya. Dapat dilihat melalui grafik hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa jika jari-jari kelengkungan fiber optik yang semakin kecil akan membuat cahaya yang

diteruskan semakin kecil. Dan hal ini dapat dilihat dari nilai transmitansinya (Gambar 4.1).

0 10 20 30 40

50 60 70 80 90 100

D= 0,5cm D= 1,0 cm D= 1,5cm D= 2,0 cm D= 2,5cm

Transmitansi

(

%)

Pergeseran (mm)

Gambar 4.1. Jari-Jari Kelengkungan dengan Nilai Transmitansi. Langkah selanjutnya adalah pengujian fiber sensor pada polyurethane dan pada beton memperlihatkan adanya hubungan antara kenaikan beban dengan dengan pertambahan regangan bahan. Seiring bertambahnya regangan bahan, fiber sensor yang ditempelkan pada permukaan bahan juga akan ikut meregang. Sehingga, bending yang dibuat pada fiber sensor akan mengalami perubahan bentuk.

Gambar 4.2. Loss Cahaya pada Lekukan Fiber Optik


(5)

Bending pada serat optik direpresentasikan pada Gambar 4.2 dengan jari-jari bending R. Saat cahaya datang dengan sudut datang lebih besar daripada sudut kritis, maka akan terjadi pemantulan sempurna di dalam serat optik seperti pada bagian A. Pada bagian B terjadi pemantulan tidak sempurna, hal ini adalah saat cahaya melalui daerah bending, maka sudut datangnya akan lebih kecil daripada sudut kritis dan menyebabkan ada sebagian cahaya yang loss. Jika kelengkungan serat optik semakin besar, maka jari-jari lekukan semakin kecil. Saat jari-jari kelengkungan semakin kecil cahaya yang diteruskan akan berkurang. Bending fiber optik pada fiber sensor mula-mula berbentuk lingkaran sempurna dan akan membentuk elips saat diregangkan. Bending fiber optik menyebabkan transmitansi menurun saat beban pada bahan ditambahkan. Kedua hasil pengujian memperlihatkan data fiber sensor mengalami kenaikan saat penambahan beban dilakukan. Sama seperti strain yang diperoleh dari strain gauge.

Gambar 4.3 adalah hasil dari pengujian pada beton yang menunjukkan bahwa penambahan beban mempengaruhi nilai strain dan . Penurunan transmitansi terjadi setiap kali penambahan beban, hal ini dikarenakan bagian fiber

optik yang terdapat bending mengalami perubahan bentuk pada kelengkungannya. Sehingga cahaya yang ditangkap oleh detektor juga akan kecil.

20 40 60 80 100 120 140 160 180 0,000 0,002 0,004 0,006 0,008 0,010 0,012 Strain Delta T/T0 Beban (N) St rai n (mm) 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 De lta T /T 0

Gambar 4.3. Grafik Hubungan Antara Beban (N) dan Strain (mm) yang dibandingkan dengan

Fiber Sensor Hasil Pengujian Pada Polyurethane

0 1 2 3 4 5 6 7

0 10 20 30 40 Strain

Delta T/T0 Lingkaran

Beban (kN)

St

rai

n (Ue

)

Equation y = a + b* Adj. R-Square 0,96465

Value Standard Error Strain Intercept 0,53476 0,68257 Strain Slope 5,10772 0,17011

0,00 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 De lta T /T 0 Li ng kara n

Gambar 4.4. Grafik Hubungan Antara Beban (kN) dan Strain (Ue) yang dibandingkan dengan

Fiber Sensor Hasil Pengujian Pada Beton.

Gambar 4.4 adalah hasil pengujian pada beton. Bentuk grafik yang kurang


(6)

linier dapat disebabkan beberapa faktor. Beberapa diantaranya adalah tegangan yang kurang stabil saat pengambilan data sehingga cahaya dari light source menuju fiber optik juga tidak stabil kemudian dapat juga disebabkan oleh pengaruh cahaya dari luar.

V.KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jari-jari yang digunakan adalah 0,25cm atau diameter 0,5cm lebih sensitif bila dibandingkan dengan fiber sensor dengan jari-jari bending yang lebih besar.

Fiber sensor untuk strain menampilkan nilai transmitansi yang linear terhadap beban. Grafik hasil pengujian pada polyurethane dan beton menunjukkan kesesuaian antara strain yang dialami polyurethane dengan nilai yang diperoleh, saat strain meningkat terhadap pertambahan beban begitu pula dengan fiber sensor.

SARAN

Sebaiknya penelitian selanjutnya dilakukan di dalam ruangan yang sedikit cahaya lalu pengambilan data menggunakan timer. Dan membuat sistem yang lebih baik agar hasil pengujian tidak mendapat pengaruh dari luar.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ayres, F., & Mendelson, E. (2009).

Schaum’s Outline of Calculus: 5th

edition. New York: Mc Graw Hill. [2]Eliot, B., & Crisp, J. (2005).

Introduction to Fiber Optics. England: Elsevier Ltd. The Boulevard.

[3]Farrell, G. (2002). Optical

Communication System. Dublin: Institute of Technology.

[4] Fidanboylu, K., & Efendioglu, H. S. (2009). Fiber Optik Sensors And Their Applications. International Advanced Technologies

Symposium (IATS'09)

[5] Martini, d., & Oktova, R. (2009). Penentuan Modulus Young kawat Besi dengan Percobaan Regangan. Berkala Fisika Indonesia.

[6] Marzuki, A., Heriyanto, M., Setiyadi, I., & Koesuma, S. (2015).

Development of Landslide Early Warning System Using Macro-bending Loss Based Optical. Journal of Physics:.

[7] Souisa, M. (2011). Analisis Moduulus Elastisitas Dan Angka Poisson Bahan Dengan Uji Tarik. Jurnal Barekeng Vol.5 No. 2, 9-14.