this file 36 46 1 SM
Komunikasi Bencana:
Aspek Sistem (Koordinasi, Informasi dan Kerjasama)
Setio Budi HH
Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Abstrak
Berbagai peristiwa bencana di Indonesia memberikan pelajaran tentang pentingnya
manajemen bencana. Secara kelembagaan BNPB merupakan institusi yang menjadi
komando utama penanggulangan bencana. Pada kenyataannya berbagai problematika
masih muncul dalam penanganan bencana, utamanya “KIKK”, komunikasi, informasi,
koordinasi dan kerjasama. Dalam manajemen bencana diperlukan pendekatan yang
tepat yaitu pendekatan sistem, yang akan membantu dari proses mitigasi sampai pasca
bencana dapat berjalan dengan baik , karena dilaksanakan secara terintergrasi dan
sinergis antar lembaga dan komponen masyarakat
Kata Kunci : bencana, manajemen bencana, pendekatan sistem
Abstract
Many catastrophic and disaster events in Indonesia provides a lesson on the
importance of disaster management. Institutionally BNPB as main role and became
the main command of disaster management. In reality many problems still arise in
disaster management, especially “KIKK”, communication, information, coordination
and cooperation. In disaster management is needed right approach that is a systems
approach, in which it helps the process from mitigation to post-disaster goes well,
because implemented in integrated and synergistic in inter-agency and stakeholder.
Keywords : disaster, disaster management , system approach of disaster
management
Pengantar
Bencana demi bencana, terutama
dari faktor alam terus terjadi sampai saat
ini. Terutama sejak peristiwa Tsunami
Aceh tahun 2004 sampai hari ini, berbagai
letusan gunung api, tanah longsor, banjir,
gempa teknonik dan vulkanik, serta gas
beracun, masih mengancam penduduk di
seluruh Indonesia.
Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) sebagai ujung tombak
penanganan bencana nasional dan
didukung oleh Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPMD) serta berbagai
organisasi yang relevan seperti TNI,
POLRI, BASARNAS, PMI, DEPSOS,
dan berbagai perangkat pendukung
seperti TAGANA, PRAMUKA, ORARI,
RAPI, termasuk NGO, relawan berbagai
organisasi telah memiliki pengalaman
untuk melakukan mitigasi, penanganan
sampai pasca bencana.
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
Walaupun demikian sampai saat ini
363
Komunikasi Bencana: Aspek ...
Setio Budi HH
berdasar pengamatan terhadap berbagai
pemberitaan bencana di Indonesia,
masih menunjukkan problematika di
lapangan, sebagaimana yg dikemukakan
Budi (2011 :23) bahwa setelah melalui
berbagai penguatan landasan hukum
,
kelembagaan
dan
pengalaman
penanganan bencana ternyata masih
menyisakan banyak persoalan baik
secara konseptual maupun lapangan.
Persoalan utama adalah “KIKK”, yaitu
Komunikasi,
Informasi,
Koordinasi
dan Kerjasama. Dari aspek kecepatan,
ketepatan, keakuratan – keandalan, aspek
komunikasi dan informasi menjadi hal
yang masih problematik, terutama ketika
berbicara mengenai kesimpangsiuran
informasi, berbagai tindakan yang tidak
tepat sasaran seperti logistik yang tidak
merata, keterpaduan antar sektor dalam
penanganan bencana atau ketumpang
tindihan masih banyak terjadi. Pada
satu sisi ini menunjukkan bahwa aspek
egosentris sektoral masih nampak, pada
sisi lain pemahaman atas aspek kebijakan
dan implementasi yang terintegrasi
mengenai aspek bencana belum menjadi
agenda utama.
Problematika tersebut tentu harus
diperbaiki, dan menjadi kesempatan
untuk mengimplementasikan kebijakan,
strategi dan operasional penanggulangan
bencana sebagai suatu gerakan yang
terintegrasi dan sistemik.
Miller and Rivera (2011 : 399)
menunjukkan data bencana dari tahun
1900 – 2009 an, yang menunjukkan
kecenderungan peningkatan peristiwa
bencana, dan nampak diantaranya
yang cukup dominan adalah banjir,
badai, epidemic, gempa, tanah longsor,
sebagaimana terlihat pada bagan
dibawah ini :
Bagan 1.a
Peningkatan Berbagai Peristiwa Bencana di Dunia Periode Tahun 1900 – 2009
Sumber Miller and Rivera (2011 : 399), mengutip International Disaster Database (http://www.
emdat.be, Universite Chatolique de Louvain, Brussels, Belgium)
364
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
Setio Budi HH
Komunikasi Bencana: Aspek ...
Data diatas juga menunjukkan
adanya
potensi
kecenderungan
peningkatan potensi berbagai bencana
yang terus meningkat. Apakah karena
factor “global warming” atau karena
implikasi dari eksploitasi manusia atas
bumi, maka isu bencana yang “natural
made dan man made” akan tetap menjadi
perhatian.
Bandingkan
dengan
fenomena
yang terjadi pada Indonesia, tahun 2010,
sebagaimana bagan dibawah ini :
Bagan 1.b
Peta Jumlah Kejadian Bencana Di Indonesia Tahun 2010
Sumber : geospasial.bnpb.go.id
Dari data dapat dilihat, terdapat
dua wilayah yang memiliki data jumlah
kejadian bencana yang tinggi yaitu pulau
Jawa dan Kalimantan Timur, dua dengan
jumlah kejadian dibawahnya adalah
NTT dan NTB serta Sumatera Selatan.
Wilayah lain jumlahnya dibawah kedua
wilayah tersebut diatas. Indikasi ini
sebenarnya tetap menunjukkan bahwa
Indonesia memiliki potensi bencana yang
cukup besar, indikasinya adalah berbagai
peristiwa yang terjadi terus menerus
atau bergantian di tiap wilayah, atau
juga kejadian yang berulang pada suatu
wilayah yang sama, seperti kejadian
banjir, gempa dan kebakarah hutan dan
tanah longsor.
Pendekatan Sistem Manajemen Bencana
Coppola dan Maloney (2009 : 53-55)
mengatakan bahwa manajemen bencana
modern secara komprehensif mencakup
empat komponen fungsional, yaitu :
mitigation yang mencakup reduksi
atau mengeliminasi komponen resiko
bahaya. Kedua Preparedness,
yang
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
365
Komunikasi Bencana: Aspek ...
Setio Budi HH
meliputi melengkapi masyarakat yang
memiliki resiko terkena bencana atau
menyiapkan agar mampu membantu
orang pada peristiwa bencana dengan
berbagai alat-alat/ perlengkapan untuk
meningkatkan kemampuan bertahan
dan meminimalisasikan resiko inansial
serta resiko lainnya. Ketiga, Response
mencakup tindakan yang dilakukan
untuk mengurangi atau mengeliminasi
dampak bencana, dan keempat Recovery,
mencakup
perbaikan,
rekonstruksi
atau mencapai kembali dari apa yang
telah rusak/ hilang sebagai bagian dari
bencana dan idealnyamengurangi resiko
dari kekacauan yang sama dimasa depan.
Keempat
komponen
tersebut
yang saat ini menjadi platform dalam
melakukan penanganan bencana, menjadi
dasar untuk melakukan dari operasional
lapangan
sampai
ke
pembuatan
kebijakan dan strategi penanganan
bencana.
Simonovi´c
(2011: 31),
mengemukakan mengenai pendekatan
sistem dalam manajemen bencana,
bahwa manajemen bencana terintegrasi
adalah proses pengambilan keputusan
yang terus menerus yang mengacu pada
pencegahan, respon dan pemulihan dari
suatu peristiwa bencana. Secara ringkas
digambarkan melalui bagan dibawah ini :
Bagan 2
The Venn diagram of integrated disaster management
Sumber : FEMA, http://training.fema.gov/emiweb/downloads/is10_unit3.doc (dalam
Simonovi´c, 2011 : 31)
Dalam penjelasan lebih lanjut
dalam konsep pendekatan system
tersebut, Simonovi´c (2011: 38 - 41)
mengemukakan tentang pentingnya
mitigasi, yang merupakan perencanaan
jangka
panjang
dan
termasuk
identiikasi aspek kerentanan dari
bagian-bagian kewilayahan, mengacu
366
khususnya pada ancaman – bahaya, dan
mengidentiikasikan
langkah-langkah
yang harus diambil untuk meminimalkan
resiko.
Tujuan dari kesiapsiagaan adalah
untuk mengantisipasi problem-problem
yang ada dalam suatu bencana,
sehingga berbagai cara bisa dirancang
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
Setio Budi HH
Komunikasi Bencana: Aspek ...
untuk mengatasi problem tersebut
secara efektif dan sumber-sumber daya
yang dibutuhkan untuk melakukan
respon yang efektif disiapkan sebelum
(termasuk formulasi, tes, latihan, trainer,
komunikasi publik) . Selanjutnya aktivitas
respon mencakup hunian darurat, SAR,
penanganan korban, asesmen kerusakan
dan pengukuran kedaruratan. Pada poin
ini Simonovi´c mengemukakan bahwa
petugas yang menangani pada tahap ini
harus mengatasi berbagai kebutuhan
seperti
koordinasi,
komunikasi,
asesmen situasi terus menerus serta
mobilisasi sumber daya yang diperlukan
secara tepat. Pada tahap pemulihan
menunjukkan suatu upaya terus menerus
untuk melakukan rekonstruksi, restorasi,
rehabilitasi dan pembangunan kembali
pasca bencana.
Aspek-aspek mitigasi, kesiapsiagaan,
respon dan pemulihan pasca bencana
menjadi bagian-bagian yang sistemik
dan terintegrasi dalam suatu kebijakan,
strategi, manajemen dan operasional,
dan tentu didukung oleh regulasi yang
berskala nasional, regional dan lokal.
Tidak bisa dibayangkan jika otonomi
daerah kemudian meniadakan ruang
untuk melakukan koordinasi dan operasi
bencana bersama pada wilayah yang
mencakup dua wilayah atau lebih.
Pada suatu peristiwa bencana, operasi
penanganan bencana akan melibatkan
berbagai stakeholder yang masingmasing memiliki tugas, sumberdaya,
ketrampilan, misi sampai kepentingan
yang sama dan berbeda. Berbagai
keluhan atau kritik atas fenomena suatu
peristiwa bencana, merupakan pelajaran
yang penting dalam manajemen bencana.
Sebagaimana yang digambarkan oleh
Budi (2011 : 33) dibawah ini :
Bagan 3
Keterlibatan Stakeholder Dalam Peristiwa Bencana
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
367
Komunikasi Bencana: Aspek ...
Setio Budi HH
Bagan diatas menunjukkan kompleksitas organisasi, manajemen dan
operasi penanggulangan bencana, terutama antara pihak yang menjadi ujung
tombak dan berbagai lembaga atau perorangan yang dianggap/ menganggap
memiliki kapasitas untuk melakukan
asistensi pada suatu peristiwa bencana.
Bagan tersebut awalnya dibuat sebagai
resume atas peristiwa bencana letusan
gunung Merapi tahun 2010. Pertama,
peristiwa letusan tersebut sebelumnya
telah dipantau, diketahui/ diperkirakan
akan terjadi dan sampai akhinya terjadi.
Kedua peristiwa letusan Merapi yang
telah dikatagorikan sebagai bencana
nasional tersebut terjadi pada kurun
waktu yang cukup panjang (Oktober –
Desember tahun 2010), dari skala kecil
sampai pada puncak letusan, termasuk
pasca letusan, yaitu gelontoran aliran
lahar dingin (pasca puncak letusan
Merapi adalah situasi musim hujan).
Dalam pengamatan baik dari media,
monitoring frekuensi RAPI dan kisahkisah yang dikemukakan oleh relawan,
menunjukkan perbaikan manajemen
bencana di Yogya, pasca bencana gempa
Yogya tahun 2006 yang lalu, walaupun
juga tetap masih menyisakan berbagai
persoalan, yang
salah satu intinya
adalah “KIKK” sebagaimana tersebut
diatas. Sebagaimana pada bagan 2
diatas garis-garis koordinasi/ fungsi
dan berbagai komponen/stakeholder
yang ada, pada suatu peristiwa bencana
adalah mencakup muatan-muatan dan
probelematika “Komunikasi, Informasi,
Koordinasi dan Kerjasama”.
Siklus Manajemen Bencana
Pada
dasarnya
pemahaman
manajemen bencana akan mencakup
aspek sebagaimana yang dikemukakan
Shaw dan Gupta (dalam Shaw, Srinivas,
Sharma, 2009 : 57) dibawah ini :
Bagan 4.a
Siklus Manajemen bencana
368
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
Setio Budi HH
Komunikasi Bencana: Aspek ...
Secara siklus akan mencakup situasi
sebelum bencana, selama bencana,
setelah peristiwa bencana dan situasi non
bencana. Pada situasi non bencana adalah
gambaran mengenai proses mitigasi.
Pada paparan berikut Shaw dan Gupta
(2009 : 59) secara khusus menyoroti isu
komunikasi dalam manajemen bencana,
sebagai mana bagan berikut ini :
Bagan 4.b
Isu Komunikasi Dalam Manajemen Bencana
Memang Shaw dan Gupta fokus
menyoroti aspek komunikasi, namun
sebenarnya ada implikasi lebih ketika
kita menghubungkan antara siklus
manajemen komunikasi dan aspek
komunikasi, yaitu dimensi informasi,
koordinasi dan kerjasama. Pada tahap
sebelum kejadian bencana maka aspek
komunikasi akan mencakup informasi
yang akurat, koordinasi dan aspek
kerjasama terutama kepada masyarakat
yang rentan atas peristiwa bencana. Pada
tahap kejadian bencana keempat aspek
: komunikasi, informasi, kerjasama dan
koordinasi merupakan kunci sukses
penangana bencana, terutama untuk
penanganan korban dan menghindari
resiko lebih lanjut. Pada tahap setelah
bencana rekonstruksi dan pemulihan
pasca situasi bencana adalah tahap
penting untuk membangun kembali
korban bencana dan memastikan untuk
mengurangi resiko apabila terjadi peristiwa serupa dikemudian hari. Dan yang
sangat penting adalah mitigasi, dalam
tahapan ini, seluruh potensi komunikasi
menjadi penting untuk memastikan
pencegahan dan pengurangan resiko,
yang tentu pendekatan yang tepat adalah
konprehensif, sistemik dan terintegrasi
antar lembaga, komponen maupun
stakeholder yang ada.
Secara lebih luas, selain lembaga
yang menangani bencana (BNPB),
keterlibatan stakeholder seperti media,
industri, politisi dan berbagai komponen
masyarakat/
lembaganya
menjadi
sangat penting. Sedemikan penting
agar keterlibatan mereka terutama pada
peristiwa bencana dan juga pada mitigasi,
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
369
Komunikasi Bencana: Aspek ...
Setio Budi HH
tahap pemulihan, tidak digunakan
sebagai ajang pencitraan – yang akhirnya
menjadikan bencana dan korban bencana
sebagai obyek semata, namun justru
secara substansial memang membantu
korban bencana dan meminimalisasi
resiko yang ada/ yang akan terjadi.
Pada sisi lain pemberitaan di media atas
bencana letusan gunung Merapi, juga
sempat menunjukkan adanya tumpukan
bantuan yang mubazir, karena tumpang
tindih dan system informasi yang tidak
baik, atau sebaliknya kejadian bencana
gempa di Mentawai dan banjir di Wasior
Papua, juga menunjukkan gambaran
aspek
komunikasi
dan
informasi
yang belum bnerjalan dengan baik
karena mengakibatkan keterlambatan
penanganan, termasuk bantuan pada
korban.
Rodrigues dkk (dalam Rodr´ıguez,
Quarantelli and
Dynes (2007 :480)
menyusun model untuk mengkomunikasikan resiko bahaya dan peringatan
bencana, sebagai berikut :
Bagan 5
Model Komunikasi Resiko Bahaya dan Peringatan Bencana
Dari bagan diatas dapat ditarik
garis penting bahwa model komunikasi
yang dipaparkan tidak hanya memiliki
implikasi satu arah antara penggagas
dengan targek khalayak yaitu korban/
potensi korban, namun juga menunjukkan
arti penting komunikasi dua arah. Pada
sisi lain stakeholder yang terlibat memiliki
370
potensi sumber daya yang bisa digunakan
untuk memastikan proses manajemen
bencana dan tahapannya bisa mencapai
sasaran, oleh karena itu aspek koordinasi
dan kerjasama perlu dikembangkan
menjadi suatu proses yang baik dengan
dasar prinsip humanitarian. Inilah yang
sebenarnya menjadi hal penting dalam
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
Setio Budi HH
pendekatan system, yaitu integrasi proses
antar komponen dan antar stakeholder
dalam melakukan gerakan dan tindakan
untuk menyelamatkan korban dan
potensi korban bencana.
Senada dengan hal tersebut Haddow
and Haddow (2009) menyebutkan
tentang pentingnya fokus pada target
khalayak, artinya memahami karateristik
khalayak untuk memastikan pesan
dan media untuk isu kebencanaan bisa
mendorong ke tindakan dan perilaku
mitigasi bencana. Demikian pula
aspek komitmen kepemimpinan dari
lembaga-lembaga yang relevan dalam
penanggulangan bencana, supaya tidak
terjadi tumpang tindih, kekacauan
koordinasi dan keengganan kerjasama
(karena budaya organisasi, pemahaman
tentang bencana yang berbeda ataupun
jobdes yang berbeda). Selanjutnya adalah
isu perencanaan dan operasi komunikasi
yang terbuka, apa yang dimaksud terbuka
adalah masing-masing pihak paham
akan posisi dan tujuan komunikasi yang
dilakukan. Jika kondisi ini tidak terjadi
akan menimbulkan prasangka atau
resistensi dari korban bencana karena
kecurigaan adanya kepentingan tertentu
yang bermain. Ini tentu termasuk edukasi
tentang kebencanaan – kewilayahan dan
resiko-resiko, agar khalayak tahu dan
paham akan situasi yang terjadi saat ini
dan kedepan. Pada isu lain Haddow
dan Haddow juga menyoroti media,
yang memiliki peran penting dalam
peristiwa bencana, dalam arti positif bisa
mengedukasi masyarakat dan membantu
mengurangi resiko dan membangun spirit
korban, sebaliknya tidak menjadikan
bencana sebagai komoditas berita semata.
Ross Prizzia (dalam Pinkowski , 2008
: 80-81) menyebutkan pelajaran penting
tentang manajemen bencana pada
peristiwa Badai Katrina, yaitu dibalik
Komunikasi Bencana: Aspek ...
besarnya dan dampak bencana, aspek pemimpin situasi darurat yang tidak cukup
memiliki bekal training sebelumnya,
tidak
cukup
memiliki
kapasitas
untuk menangani peristiwa bencana
tersebut, termasik aspek manajemen
keuangannya, sebelum, selama dan pasca
bencana Katrina tersebut. Prizzia (hal 93
– 94) menambahkan mengenai lemahnya
koordinasi dengan sektor swasta/
perusahaan dan juga media, yang pada
dasarnya menjadi partner penting dalam
manajemen bencana.
Penutup
Berbagai peristiwa bencana di
dunia dan terutama di Indonesia
terlihat semakin menunjukkan jumlah
dan dampak yang membesar. Proses
manajemen bencana diperlukan untuk
melakukan pengurangan resiko bencana,
untuk hal ini, pemahaman mengenai
siklus dan pendekatan manajemen
bencana.
Pada akhirnya peristiwa bencana
dan aspek menajemen bencana adalah
operasi humanitarian, oleh karena itu
faktor-faktor determinan yang penting
perlu untuk dikembangkan, dilatih dan
diaplikasikan. Faktor-faktor yang sering
menjadi persoalan adalah Komunikasi,
Informasi, Koordinasi dan Kerjasama.
Terutama jika melibatkan berbagai
lembaga/
komponen
masyarakat,
pendekatan yang perlu diketahui,
dipahami dan diimplementasikan –
dengan prinsip humanitarian adalah
pendekatan system, yang merupakan
upaya sinergis dan terintegrasi dari
lembaga
yang
ditugaskan
untuk
menangani bencana dan lembaga
pendukung lainnya, sedemikian menjadi
satu teamwork yang kuat melaksanakan
upaya pengurangan resiki bencana.
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
371
Komunikasi Bencana: Aspek ...
Setio Budi HH
Pendekatan system menjadi kunci
penting dalam manajemen bencana, dan
aspek komunikasi bencana menjadi hal
yang juga signiikan, terutama untuk
aspek edukasi, komunikasi.informasi
selama peristiwa bencana dan pemulihan
bencana.
Daftar Pustaka
Budi HH, Setio (ed), 2011, Komunikasi
Bencana, Penerbit : ASPIKOM,
PERHUMAS Yogyakarta dan Buku
Litera
Coppola, Damon, Maloney, Erin K, 2009,
Emergency Preparedness Strategies
for Creating a Disaster Resilient
Public. Taylor and Francis Group,
LLC
Haddow , George D. and Haddow , Kim
S. 2009, Disaster Communicationsin
a Changing Media World , Elsevier
Inc Burlington, MA 01803, USA
Miller , DeMond Shondell & Rivera, Jason
David (eds), 2011, Comparative
emergency management : examining
372
global and regional responses to
disasters , Taylor and Francis Group,
LLC Florida
Pinkowski, Jack (ed), 2008, Disaster
Management Handbook, Taylor &
Francis Group, LLC
Rodr´ıguez , Havid´an, Quarantelli
, Enrico L., and Dynes, Russell
(eds), 2007 Handbook of Disaster
Research. Springer Science+Business
Media, LLC New York
Shaw , Rajib; Srinivas, Hari & Sharma,
Anshu (Eds), 2009, Urban Risk
Reduction: An Asian Perspective,
Emerald Group Publishing Limited
Simonovi´c, Slobodan P, 2011, Systems
Approach to Management of
Disasters : Methods and Applications,
John Wiley & Sons
Hoboken, New Jersey
Paper
Budi
HH,
Setio“Mitigasi
dan
Manajemen Komunikasi Bencana”
Dipresentasikan dalam Seminar
& Call for Paper The Power of
Green: Media dan Komunikasi
Lingkungan”, MILAD UNISBA 2011
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
Aspek Sistem (Koordinasi, Informasi dan Kerjasama)
Setio Budi HH
Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Abstrak
Berbagai peristiwa bencana di Indonesia memberikan pelajaran tentang pentingnya
manajemen bencana. Secara kelembagaan BNPB merupakan institusi yang menjadi
komando utama penanggulangan bencana. Pada kenyataannya berbagai problematika
masih muncul dalam penanganan bencana, utamanya “KIKK”, komunikasi, informasi,
koordinasi dan kerjasama. Dalam manajemen bencana diperlukan pendekatan yang
tepat yaitu pendekatan sistem, yang akan membantu dari proses mitigasi sampai pasca
bencana dapat berjalan dengan baik , karena dilaksanakan secara terintergrasi dan
sinergis antar lembaga dan komponen masyarakat
Kata Kunci : bencana, manajemen bencana, pendekatan sistem
Abstract
Many catastrophic and disaster events in Indonesia provides a lesson on the
importance of disaster management. Institutionally BNPB as main role and became
the main command of disaster management. In reality many problems still arise in
disaster management, especially “KIKK”, communication, information, coordination
and cooperation. In disaster management is needed right approach that is a systems
approach, in which it helps the process from mitigation to post-disaster goes well,
because implemented in integrated and synergistic in inter-agency and stakeholder.
Keywords : disaster, disaster management , system approach of disaster
management
Pengantar
Bencana demi bencana, terutama
dari faktor alam terus terjadi sampai saat
ini. Terutama sejak peristiwa Tsunami
Aceh tahun 2004 sampai hari ini, berbagai
letusan gunung api, tanah longsor, banjir,
gempa teknonik dan vulkanik, serta gas
beracun, masih mengancam penduduk di
seluruh Indonesia.
Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) sebagai ujung tombak
penanganan bencana nasional dan
didukung oleh Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPMD) serta berbagai
organisasi yang relevan seperti TNI,
POLRI, BASARNAS, PMI, DEPSOS,
dan berbagai perangkat pendukung
seperti TAGANA, PRAMUKA, ORARI,
RAPI, termasuk NGO, relawan berbagai
organisasi telah memiliki pengalaman
untuk melakukan mitigasi, penanganan
sampai pasca bencana.
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
Walaupun demikian sampai saat ini
363
Komunikasi Bencana: Aspek ...
Setio Budi HH
berdasar pengamatan terhadap berbagai
pemberitaan bencana di Indonesia,
masih menunjukkan problematika di
lapangan, sebagaimana yg dikemukakan
Budi (2011 :23) bahwa setelah melalui
berbagai penguatan landasan hukum
,
kelembagaan
dan
pengalaman
penanganan bencana ternyata masih
menyisakan banyak persoalan baik
secara konseptual maupun lapangan.
Persoalan utama adalah “KIKK”, yaitu
Komunikasi,
Informasi,
Koordinasi
dan Kerjasama. Dari aspek kecepatan,
ketepatan, keakuratan – keandalan, aspek
komunikasi dan informasi menjadi hal
yang masih problematik, terutama ketika
berbicara mengenai kesimpangsiuran
informasi, berbagai tindakan yang tidak
tepat sasaran seperti logistik yang tidak
merata, keterpaduan antar sektor dalam
penanganan bencana atau ketumpang
tindihan masih banyak terjadi. Pada
satu sisi ini menunjukkan bahwa aspek
egosentris sektoral masih nampak, pada
sisi lain pemahaman atas aspek kebijakan
dan implementasi yang terintegrasi
mengenai aspek bencana belum menjadi
agenda utama.
Problematika tersebut tentu harus
diperbaiki, dan menjadi kesempatan
untuk mengimplementasikan kebijakan,
strategi dan operasional penanggulangan
bencana sebagai suatu gerakan yang
terintegrasi dan sistemik.
Miller and Rivera (2011 : 399)
menunjukkan data bencana dari tahun
1900 – 2009 an, yang menunjukkan
kecenderungan peningkatan peristiwa
bencana, dan nampak diantaranya
yang cukup dominan adalah banjir,
badai, epidemic, gempa, tanah longsor,
sebagaimana terlihat pada bagan
dibawah ini :
Bagan 1.a
Peningkatan Berbagai Peristiwa Bencana di Dunia Periode Tahun 1900 – 2009
Sumber Miller and Rivera (2011 : 399), mengutip International Disaster Database (http://www.
emdat.be, Universite Chatolique de Louvain, Brussels, Belgium)
364
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
Setio Budi HH
Komunikasi Bencana: Aspek ...
Data diatas juga menunjukkan
adanya
potensi
kecenderungan
peningkatan potensi berbagai bencana
yang terus meningkat. Apakah karena
factor “global warming” atau karena
implikasi dari eksploitasi manusia atas
bumi, maka isu bencana yang “natural
made dan man made” akan tetap menjadi
perhatian.
Bandingkan
dengan
fenomena
yang terjadi pada Indonesia, tahun 2010,
sebagaimana bagan dibawah ini :
Bagan 1.b
Peta Jumlah Kejadian Bencana Di Indonesia Tahun 2010
Sumber : geospasial.bnpb.go.id
Dari data dapat dilihat, terdapat
dua wilayah yang memiliki data jumlah
kejadian bencana yang tinggi yaitu pulau
Jawa dan Kalimantan Timur, dua dengan
jumlah kejadian dibawahnya adalah
NTT dan NTB serta Sumatera Selatan.
Wilayah lain jumlahnya dibawah kedua
wilayah tersebut diatas. Indikasi ini
sebenarnya tetap menunjukkan bahwa
Indonesia memiliki potensi bencana yang
cukup besar, indikasinya adalah berbagai
peristiwa yang terjadi terus menerus
atau bergantian di tiap wilayah, atau
juga kejadian yang berulang pada suatu
wilayah yang sama, seperti kejadian
banjir, gempa dan kebakarah hutan dan
tanah longsor.
Pendekatan Sistem Manajemen Bencana
Coppola dan Maloney (2009 : 53-55)
mengatakan bahwa manajemen bencana
modern secara komprehensif mencakup
empat komponen fungsional, yaitu :
mitigation yang mencakup reduksi
atau mengeliminasi komponen resiko
bahaya. Kedua Preparedness,
yang
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
365
Komunikasi Bencana: Aspek ...
Setio Budi HH
meliputi melengkapi masyarakat yang
memiliki resiko terkena bencana atau
menyiapkan agar mampu membantu
orang pada peristiwa bencana dengan
berbagai alat-alat/ perlengkapan untuk
meningkatkan kemampuan bertahan
dan meminimalisasikan resiko inansial
serta resiko lainnya. Ketiga, Response
mencakup tindakan yang dilakukan
untuk mengurangi atau mengeliminasi
dampak bencana, dan keempat Recovery,
mencakup
perbaikan,
rekonstruksi
atau mencapai kembali dari apa yang
telah rusak/ hilang sebagai bagian dari
bencana dan idealnyamengurangi resiko
dari kekacauan yang sama dimasa depan.
Keempat
komponen
tersebut
yang saat ini menjadi platform dalam
melakukan penanganan bencana, menjadi
dasar untuk melakukan dari operasional
lapangan
sampai
ke
pembuatan
kebijakan dan strategi penanganan
bencana.
Simonovi´c
(2011: 31),
mengemukakan mengenai pendekatan
sistem dalam manajemen bencana,
bahwa manajemen bencana terintegrasi
adalah proses pengambilan keputusan
yang terus menerus yang mengacu pada
pencegahan, respon dan pemulihan dari
suatu peristiwa bencana. Secara ringkas
digambarkan melalui bagan dibawah ini :
Bagan 2
The Venn diagram of integrated disaster management
Sumber : FEMA, http://training.fema.gov/emiweb/downloads/is10_unit3.doc (dalam
Simonovi´c, 2011 : 31)
Dalam penjelasan lebih lanjut
dalam konsep pendekatan system
tersebut, Simonovi´c (2011: 38 - 41)
mengemukakan tentang pentingnya
mitigasi, yang merupakan perencanaan
jangka
panjang
dan
termasuk
identiikasi aspek kerentanan dari
bagian-bagian kewilayahan, mengacu
366
khususnya pada ancaman – bahaya, dan
mengidentiikasikan
langkah-langkah
yang harus diambil untuk meminimalkan
resiko.
Tujuan dari kesiapsiagaan adalah
untuk mengantisipasi problem-problem
yang ada dalam suatu bencana,
sehingga berbagai cara bisa dirancang
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
Setio Budi HH
Komunikasi Bencana: Aspek ...
untuk mengatasi problem tersebut
secara efektif dan sumber-sumber daya
yang dibutuhkan untuk melakukan
respon yang efektif disiapkan sebelum
(termasuk formulasi, tes, latihan, trainer,
komunikasi publik) . Selanjutnya aktivitas
respon mencakup hunian darurat, SAR,
penanganan korban, asesmen kerusakan
dan pengukuran kedaruratan. Pada poin
ini Simonovi´c mengemukakan bahwa
petugas yang menangani pada tahap ini
harus mengatasi berbagai kebutuhan
seperti
koordinasi,
komunikasi,
asesmen situasi terus menerus serta
mobilisasi sumber daya yang diperlukan
secara tepat. Pada tahap pemulihan
menunjukkan suatu upaya terus menerus
untuk melakukan rekonstruksi, restorasi,
rehabilitasi dan pembangunan kembali
pasca bencana.
Aspek-aspek mitigasi, kesiapsiagaan,
respon dan pemulihan pasca bencana
menjadi bagian-bagian yang sistemik
dan terintegrasi dalam suatu kebijakan,
strategi, manajemen dan operasional,
dan tentu didukung oleh regulasi yang
berskala nasional, regional dan lokal.
Tidak bisa dibayangkan jika otonomi
daerah kemudian meniadakan ruang
untuk melakukan koordinasi dan operasi
bencana bersama pada wilayah yang
mencakup dua wilayah atau lebih.
Pada suatu peristiwa bencana, operasi
penanganan bencana akan melibatkan
berbagai stakeholder yang masingmasing memiliki tugas, sumberdaya,
ketrampilan, misi sampai kepentingan
yang sama dan berbeda. Berbagai
keluhan atau kritik atas fenomena suatu
peristiwa bencana, merupakan pelajaran
yang penting dalam manajemen bencana.
Sebagaimana yang digambarkan oleh
Budi (2011 : 33) dibawah ini :
Bagan 3
Keterlibatan Stakeholder Dalam Peristiwa Bencana
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
367
Komunikasi Bencana: Aspek ...
Setio Budi HH
Bagan diatas menunjukkan kompleksitas organisasi, manajemen dan
operasi penanggulangan bencana, terutama antara pihak yang menjadi ujung
tombak dan berbagai lembaga atau perorangan yang dianggap/ menganggap
memiliki kapasitas untuk melakukan
asistensi pada suatu peristiwa bencana.
Bagan tersebut awalnya dibuat sebagai
resume atas peristiwa bencana letusan
gunung Merapi tahun 2010. Pertama,
peristiwa letusan tersebut sebelumnya
telah dipantau, diketahui/ diperkirakan
akan terjadi dan sampai akhinya terjadi.
Kedua peristiwa letusan Merapi yang
telah dikatagorikan sebagai bencana
nasional tersebut terjadi pada kurun
waktu yang cukup panjang (Oktober –
Desember tahun 2010), dari skala kecil
sampai pada puncak letusan, termasuk
pasca letusan, yaitu gelontoran aliran
lahar dingin (pasca puncak letusan
Merapi adalah situasi musim hujan).
Dalam pengamatan baik dari media,
monitoring frekuensi RAPI dan kisahkisah yang dikemukakan oleh relawan,
menunjukkan perbaikan manajemen
bencana di Yogya, pasca bencana gempa
Yogya tahun 2006 yang lalu, walaupun
juga tetap masih menyisakan berbagai
persoalan, yang
salah satu intinya
adalah “KIKK” sebagaimana tersebut
diatas. Sebagaimana pada bagan 2
diatas garis-garis koordinasi/ fungsi
dan berbagai komponen/stakeholder
yang ada, pada suatu peristiwa bencana
adalah mencakup muatan-muatan dan
probelematika “Komunikasi, Informasi,
Koordinasi dan Kerjasama”.
Siklus Manajemen Bencana
Pada
dasarnya
pemahaman
manajemen bencana akan mencakup
aspek sebagaimana yang dikemukakan
Shaw dan Gupta (dalam Shaw, Srinivas,
Sharma, 2009 : 57) dibawah ini :
Bagan 4.a
Siklus Manajemen bencana
368
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
Setio Budi HH
Komunikasi Bencana: Aspek ...
Secara siklus akan mencakup situasi
sebelum bencana, selama bencana,
setelah peristiwa bencana dan situasi non
bencana. Pada situasi non bencana adalah
gambaran mengenai proses mitigasi.
Pada paparan berikut Shaw dan Gupta
(2009 : 59) secara khusus menyoroti isu
komunikasi dalam manajemen bencana,
sebagai mana bagan berikut ini :
Bagan 4.b
Isu Komunikasi Dalam Manajemen Bencana
Memang Shaw dan Gupta fokus
menyoroti aspek komunikasi, namun
sebenarnya ada implikasi lebih ketika
kita menghubungkan antara siklus
manajemen komunikasi dan aspek
komunikasi, yaitu dimensi informasi,
koordinasi dan kerjasama. Pada tahap
sebelum kejadian bencana maka aspek
komunikasi akan mencakup informasi
yang akurat, koordinasi dan aspek
kerjasama terutama kepada masyarakat
yang rentan atas peristiwa bencana. Pada
tahap kejadian bencana keempat aspek
: komunikasi, informasi, kerjasama dan
koordinasi merupakan kunci sukses
penangana bencana, terutama untuk
penanganan korban dan menghindari
resiko lebih lanjut. Pada tahap setelah
bencana rekonstruksi dan pemulihan
pasca situasi bencana adalah tahap
penting untuk membangun kembali
korban bencana dan memastikan untuk
mengurangi resiko apabila terjadi peristiwa serupa dikemudian hari. Dan yang
sangat penting adalah mitigasi, dalam
tahapan ini, seluruh potensi komunikasi
menjadi penting untuk memastikan
pencegahan dan pengurangan resiko,
yang tentu pendekatan yang tepat adalah
konprehensif, sistemik dan terintegrasi
antar lembaga, komponen maupun
stakeholder yang ada.
Secara lebih luas, selain lembaga
yang menangani bencana (BNPB),
keterlibatan stakeholder seperti media,
industri, politisi dan berbagai komponen
masyarakat/
lembaganya
menjadi
sangat penting. Sedemikan penting
agar keterlibatan mereka terutama pada
peristiwa bencana dan juga pada mitigasi,
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
369
Komunikasi Bencana: Aspek ...
Setio Budi HH
tahap pemulihan, tidak digunakan
sebagai ajang pencitraan – yang akhirnya
menjadikan bencana dan korban bencana
sebagai obyek semata, namun justru
secara substansial memang membantu
korban bencana dan meminimalisasi
resiko yang ada/ yang akan terjadi.
Pada sisi lain pemberitaan di media atas
bencana letusan gunung Merapi, juga
sempat menunjukkan adanya tumpukan
bantuan yang mubazir, karena tumpang
tindih dan system informasi yang tidak
baik, atau sebaliknya kejadian bencana
gempa di Mentawai dan banjir di Wasior
Papua, juga menunjukkan gambaran
aspek
komunikasi
dan
informasi
yang belum bnerjalan dengan baik
karena mengakibatkan keterlambatan
penanganan, termasuk bantuan pada
korban.
Rodrigues dkk (dalam Rodr´ıguez,
Quarantelli and
Dynes (2007 :480)
menyusun model untuk mengkomunikasikan resiko bahaya dan peringatan
bencana, sebagai berikut :
Bagan 5
Model Komunikasi Resiko Bahaya dan Peringatan Bencana
Dari bagan diatas dapat ditarik
garis penting bahwa model komunikasi
yang dipaparkan tidak hanya memiliki
implikasi satu arah antara penggagas
dengan targek khalayak yaitu korban/
potensi korban, namun juga menunjukkan
arti penting komunikasi dua arah. Pada
sisi lain stakeholder yang terlibat memiliki
370
potensi sumber daya yang bisa digunakan
untuk memastikan proses manajemen
bencana dan tahapannya bisa mencapai
sasaran, oleh karena itu aspek koordinasi
dan kerjasama perlu dikembangkan
menjadi suatu proses yang baik dengan
dasar prinsip humanitarian. Inilah yang
sebenarnya menjadi hal penting dalam
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
Setio Budi HH
pendekatan system, yaitu integrasi proses
antar komponen dan antar stakeholder
dalam melakukan gerakan dan tindakan
untuk menyelamatkan korban dan
potensi korban bencana.
Senada dengan hal tersebut Haddow
and Haddow (2009) menyebutkan
tentang pentingnya fokus pada target
khalayak, artinya memahami karateristik
khalayak untuk memastikan pesan
dan media untuk isu kebencanaan bisa
mendorong ke tindakan dan perilaku
mitigasi bencana. Demikian pula
aspek komitmen kepemimpinan dari
lembaga-lembaga yang relevan dalam
penanggulangan bencana, supaya tidak
terjadi tumpang tindih, kekacauan
koordinasi dan keengganan kerjasama
(karena budaya organisasi, pemahaman
tentang bencana yang berbeda ataupun
jobdes yang berbeda). Selanjutnya adalah
isu perencanaan dan operasi komunikasi
yang terbuka, apa yang dimaksud terbuka
adalah masing-masing pihak paham
akan posisi dan tujuan komunikasi yang
dilakukan. Jika kondisi ini tidak terjadi
akan menimbulkan prasangka atau
resistensi dari korban bencana karena
kecurigaan adanya kepentingan tertentu
yang bermain. Ini tentu termasuk edukasi
tentang kebencanaan – kewilayahan dan
resiko-resiko, agar khalayak tahu dan
paham akan situasi yang terjadi saat ini
dan kedepan. Pada isu lain Haddow
dan Haddow juga menyoroti media,
yang memiliki peran penting dalam
peristiwa bencana, dalam arti positif bisa
mengedukasi masyarakat dan membantu
mengurangi resiko dan membangun spirit
korban, sebaliknya tidak menjadikan
bencana sebagai komoditas berita semata.
Ross Prizzia (dalam Pinkowski , 2008
: 80-81) menyebutkan pelajaran penting
tentang manajemen bencana pada
peristiwa Badai Katrina, yaitu dibalik
Komunikasi Bencana: Aspek ...
besarnya dan dampak bencana, aspek pemimpin situasi darurat yang tidak cukup
memiliki bekal training sebelumnya,
tidak
cukup
memiliki
kapasitas
untuk menangani peristiwa bencana
tersebut, termasik aspek manajemen
keuangannya, sebelum, selama dan pasca
bencana Katrina tersebut. Prizzia (hal 93
– 94) menambahkan mengenai lemahnya
koordinasi dengan sektor swasta/
perusahaan dan juga media, yang pada
dasarnya menjadi partner penting dalam
manajemen bencana.
Penutup
Berbagai peristiwa bencana di
dunia dan terutama di Indonesia
terlihat semakin menunjukkan jumlah
dan dampak yang membesar. Proses
manajemen bencana diperlukan untuk
melakukan pengurangan resiko bencana,
untuk hal ini, pemahaman mengenai
siklus dan pendekatan manajemen
bencana.
Pada akhirnya peristiwa bencana
dan aspek menajemen bencana adalah
operasi humanitarian, oleh karena itu
faktor-faktor determinan yang penting
perlu untuk dikembangkan, dilatih dan
diaplikasikan. Faktor-faktor yang sering
menjadi persoalan adalah Komunikasi,
Informasi, Koordinasi dan Kerjasama.
Terutama jika melibatkan berbagai
lembaga/
komponen
masyarakat,
pendekatan yang perlu diketahui,
dipahami dan diimplementasikan –
dengan prinsip humanitarian adalah
pendekatan system, yang merupakan
upaya sinergis dan terintegrasi dari
lembaga
yang
ditugaskan
untuk
menangani bencana dan lembaga
pendukung lainnya, sedemikian menjadi
satu teamwork yang kuat melaksanakan
upaya pengurangan resiki bencana.
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012
371
Komunikasi Bencana: Aspek ...
Setio Budi HH
Pendekatan system menjadi kunci
penting dalam manajemen bencana, dan
aspek komunikasi bencana menjadi hal
yang juga signiikan, terutama untuk
aspek edukasi, komunikasi.informasi
selama peristiwa bencana dan pemulihan
bencana.
Daftar Pustaka
Budi HH, Setio (ed), 2011, Komunikasi
Bencana, Penerbit : ASPIKOM,
PERHUMAS Yogyakarta dan Buku
Litera
Coppola, Damon, Maloney, Erin K, 2009,
Emergency Preparedness Strategies
for Creating a Disaster Resilient
Public. Taylor and Francis Group,
LLC
Haddow , George D. and Haddow , Kim
S. 2009, Disaster Communicationsin
a Changing Media World , Elsevier
Inc Burlington, MA 01803, USA
Miller , DeMond Shondell & Rivera, Jason
David (eds), 2011, Comparative
emergency management : examining
372
global and regional responses to
disasters , Taylor and Francis Group,
LLC Florida
Pinkowski, Jack (ed), 2008, Disaster
Management Handbook, Taylor &
Francis Group, LLC
Rodr´ıguez , Havid´an, Quarantelli
, Enrico L., and Dynes, Russell
(eds), 2007 Handbook of Disaster
Research. Springer Science+Business
Media, LLC New York
Shaw , Rajib; Srinivas, Hari & Sharma,
Anshu (Eds), 2009, Urban Risk
Reduction: An Asian Perspective,
Emerald Group Publishing Limited
Simonovi´c, Slobodan P, 2011, Systems
Approach to Management of
Disasters : Methods and Applications,
John Wiley & Sons
Hoboken, New Jersey
Paper
Budi
HH,
Setio“Mitigasi
dan
Manajemen Komunikasi Bencana”
Dipresentasikan dalam Seminar
& Call for Paper The Power of
Green: Media dan Komunikasi
Lingkungan”, MILAD UNISBA 2011
Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012