OPTIMASI PEMISAHAN DAN UJI AKTIVITAS PROTEIN ANTIBAKTERI DARI CAIRAN SELOM CACING TANAH Perionyx excavatus.

ARTIKEL
PENELITIAN DOSEN MUDA

OPTIMASI PEMISAHAN DAN UJI AKTIVITAS PROTEIN
ANTIBAKTERI DARI CAIRAN SELOM CACING TANAH
Perionyx excavatus.

Oleh :

Yumaihana, M.Si
Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan
UNIVERSITAS ANDALAS

Dibiayai oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan
Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Penelitian
Nomor : 001/SP2H/PP/DP2M/III/2007, taggal 29 Maret 2007

Optimasi Pemisahan dan Uji Aktivitas Protein Antibakteri dari Cairan Selom
Cacing Tanah Perionyx excavatus.
Yumaihana MSi*
*Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Faterna UNAND


Abstrak
Cairan selom adalah cairan yang terdapat dalam cacing tanah dan berperan
penting untuk sistem kekebalannya. Banyak protein-protein pendegradasi dinding sel
yang terkandung di cairan selom, membuat cacing memiliki aktivitas antibakteri dan
sejumlah fungsi fisiologi lain. Penelitian pendahuluan telah mengidentifikasi bahwa
cacing P. excavatus galur lokal memiliki aktivitas antibakteri terhadap Bacillus
megaterium. Molekul antibakteri ini sangat tidak stabil dan mudah sekali terdegradasi.
Beberapa usaha telah dilakukan untuk melihat daya tahan aktivitas antibakteri ini pada
tiga variasi suhu, yaitu 26, 4 dan –20oC. Cairan selom segar yang disimpan selama 3
bulan pada –20oC, dan cairan selom dalam gliserol 1,5% yang disimpan selama 13 hari
pada 4oC masih menunjukkan aktivitas antibakteri. Pemisahan protein – protein dalam
cairan selom dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi penukar anion
(DEAE-sefarosa). Fraksi yang diperoleh diuji aktivitas anti-B. megaterium secara
kualitatif dan ternyata hanya fraksi pada puncak kedua yang aktif sebagai anti bakteri.
Kata Kunci : Cairan selom, P. Excavatus, DEAE
Pendahuluan

sesuai jenis makanannya. Cacing ini jauh


Perionyx excavatus tergolong cacing
tanah yang tidak patogen dan mudah
didapatkan

disampah-sampah.

Jenis

cacing ini sangat mirip dengan E. fetida
namun

warnanya

lebih

gelap

dan

gerakannya lebih cepat. P. excavatus

disebut juga india blue, bark worms,
spiketails dan mudah dibedakan dari E.
fetida. P. excavatus mempunyai kilau
biru yang bisa berkurang atau bertambah

lebih lincah dari E. fetida.
Hewan yang mempunyai rongga
tubuh bagian dalam disebut coelomates
(selomat) dan rongganya disebut coelom
(selom ). Cairan yang terdapat di dalam
selom disebut cairan selom, berfungsi
untuk membantu respirasi dan sirkulasi
penyebaran nutrisi, dan ekskresi cairan
buangan. Cairan selom terdapat dalam
sejumlah sistem organ pada hewan
tingkat tinggi termasuk manusia. Cairan
1

selom


juga

bisa

menjadi

tempat

menyimpan telur dan sperma seperti
pada ikan, memfasilitasi pertumbuhan
gamet dalam tubuh hewan. Cairan ini
melindungi

organ

dalam

dan

juga


sebagai hidrostatik kerangka. Tetapi
komposisi protein dalam cairan selom
masih sangat sedikit dipelajari. Bila
cacing ditusuk maka ia akan kehilangan
kemampuan untuk bergerak dengan
baik, karena fungsi otot tubuh tergantung
pada volum cairan dalam selom. Tetapi
cacing juga mempunyai kemampuan
istimewa untuk meregenerasi bagian
tubuh yang hilang.
Penelitian awal yang telah dilakukan
menunjukkan

bahwa

cacing

tanah


mengeluarkan

cairan

kuning

terang

disertai

juga

lipoprotein

berwarna

kuning dan kental. Setiap gram cacing
dapat menghasilkan ±

40,73


µL.

Variasi isolasi cairan selom dilakukan
pada beberapa kondisi cacing (variable),
yang

membawa

kemampuan

efek

imun

tubuh

terhadap
dalam


Materi dan Metoda
Uji aktivitas protein anti-Bacillus
Megaterium

dilakukan

dengan

cara

kualitatif (zona bening) dan kuantitatif
(spektroskopi, OD600). Beberapa variasi
dilakukan untuk menguji daya tahan
aktivitas protein antibakteri. Pemisahan
protein aktiv antibakteri dengan yang
tidak, dilakukan secara Kromatografi
penukar anion dengan kolom HiPrep
16/10 DEAE dari Pharmacia. Buffer
adalah Tris-Cl 25 mM, pH 8. Elusi
menggunakan buffer NaCl 1M dalam

Tris, dengan gradien bertingkat : 5 menit
0-5%, 0 menit 5-9%, 15 menit 15-20%,
0 menit 25-50%, 15 menit 50-70%, 0
menit 70-80% dan 15 menit 80-100%
NaCl.

Hasil dan Pembahasan
Aktivitas Cairan Selom

Cairan selom yang diisolasi dari
cacing

segar

antibakteri

memiliki

yang


aktivitas

cukup

bagus.

membunuh bakteri. Lebih jauh cacing P.

Pertumbuhan B. megaterium dihambat

Excavatus

menghasilkan

39,43% setelah inkubasi pada suhu

keturunan yang tidak memiliki protein

kamar (Gambar 1.a). Uji pendahuluan


anti

menunjukan

bakteri

dapat
tertentu,

tetapi

masih

adanya

molekul

dalam

memiliki molekul antibakteri lain yang

cairan selom yang muncul sebagai

sangat komplek.

puncak

tajam

diawal

elusi

pada

2

kromatografi penukar anion
tidak

ditampilkan).

protein

yang

antibakteri

Molekul

memiliki

ini

(Gambar

menghilangkan pengaruh ini. Aktivitas

bukan

antibakteri

aktivitas

dikhawatirkan

diuji

secara

kuantitatif

(Gambar I.b).

akan

menggangu dalam proses pemurnian.
Dialisis ekstrak kasar dilakukan 16–18
jam

terhadap

aquabides,

1
0.9
0.8
0.7

Kontrol negatif (air
steril)

0.8
0.7
0.6
0.5
0.4

Cairan selom segar
10%

a)

0.3
0.2
0.1
0
1

2

3

4

5

6

7

OD600

OD600

1
0.9

untuk

Kontrol negatif (air
steril)
Dialisat cairan selom
10%

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2

b)

0.1
0
1

8

2

3

4

5

6

7

Waktu (1/2 jam)

Waktu (1/2 jam)

Gambar 1 Kurva pertumbuhan B. megaterium (a) Cairan selom 10% memperlambat
pertumbuhan bakteri 39,43% dari kontrol. (b) Dialisat cairan selom 10%
memperlambat pertumbuhan bakteri 37,2% dari kontrol.
Perlakuan

dialisis

akan

dengan ultrafiltrasi. Kedua variasi ini

menghilangkan kontaminan dan sisa

menghasilkan

metabolit yang mungkin ada, tetapi cara

yang sama pada saat pemurnian, tetapi

ini juga menurunkan aktivitas antibakteri

kelemahan ultrafiltrasi adalah banyaknya

cairan selom 2,23% dibanding dengan

sampel yang menempel pada membran

ekstrak kasar yaitu menjadi 37,2%. Hal

filter.

ini disebabkan oleh keluarnya sebagian

Optimasi penyimpanan cairan selom

protein aktif lain yang antibakteri dan

* Penyimpanan pada suhu kamar

tampilan

kromatogram

protein berukuran kecil melalui pori

Cairan selom sangat tidak stabil dan

filter dialisis ke medium sehingga

mudah terdegradasi bila disimpan pada

jumlah protein yang aktif menghambat

suhu kamar (26oC), dan suhu 37oC.

pertumbuhan bakteri jadi berkurang.

Sedangkan cairan selom yang disimpan

Cara

lain

menghilangkan

dilakukan

untuk

kontaminan

adalah

pada suhu 4 dan –20oC masih memiliki

3

aktivitas

antibakteri

meskipun

nilainya lebih kecil dibandingkan dengan

aktivitas

antibakterinya.

cairan selom segar (Sujatioadi, 2004).

percobaan ini dapat diambil kesimpulan

Hilangnya aktivitas antibakteri cairan

bahwa

selom dimungkinkan karena adanya

menunjukkan performa yang lebih bagus

protease yang terdapat pada cairan ini.

dibanding yang lain (Gambar 2).

penggunaan

Tapi

gliserol

dari
1,5%

Pada suhu ruang dan suhu 37oC protease
dapat bekerja secara optimum sehingga

0.8

dapat menghancurkan protein-protein

0.6

OD600

yang memiliki aktivitas antibakteri yang

0.4

pada suhu 4 dan –20oC kerja protease

0

Cairan selom yang disimpan disuhu
o

kamar (26 C) tanpa menggunakan agen
kehilangan

aktivitas

antibakterinya dalam 4 jam. Untuk
mempertahankan kerja protein yang aktif
bakteri,

gliserol.

Uji

telah

aktivitas

penyimpanan

pada

digunakan
satu

suhu

hari
26oC

menunjukkan hasil yang negatif terhadap
B. megaterium. Semua pertumbuhan B.
megaterium dikultur yang menggunakan
selom 10% berada di atas pertumbuhan
kontrol.
1,5%,

Pemakaian
dan

2,25%

mempertahankan

Gliserol 2,25%

0.1
1

2

3

4

5

6

Waktu (1/2 jam)

mengalami penurunan.

terhadap

Gliserol 1,5%

0.3
0.2

akan

Gliserol 0,75%

0.5

terdapat pada cairan selom, sedangkan

apa-apa,

Kontrol negatif (air
steril)

0.7

gliserol

0,75%,

tidak

dapat

kerja

protein

antibakteri ini. Penyimpanan 1, 2, dan 3
hari pada suhu kamar tetap membuat
protein terdegradasi dan kehilangan

Gambar 2. Kurva petumbuhan B.
Megaterium di suhu kamar. Media
pertumbuhan mengandung cairan selom
dalam berbagai konsentrasi gliserol.
Kemampuan aktivitas antibakteri dari
cairan selom yang ditambahkan gliserol
1,5% hampir sama dengan gliserol 2,25
%, tetapi penggunaan gliserol 2,25%
menyebabkan terjadinya pengendapan
protein 1 jam berikutnya. Dengan alasan
tersebut, maka untuk pengujian terhadap
sampel lain digunakan gliserol 1,5%.
Penyimpanan disuhu 4oC
Penyimpanan cairan selom pada 4oC
menunjukkan aktivitas yang cukup baik
untuk masa penyimpanan yang tidak
lama (1 hari). Penambahan gliserol 1,5%
memberikan pengaruh terhadap aktivitas
4

antibakteri cairan selom yang disimpan

Tetapi hari ke-25 aktivitas antibakteri

pada

sudah

suhu

ini.

Cairan

selom

hampir

hilang,

pertumbuhan

menunjukkan aktivitas antibakteri dihari

bakteri dalam kultur yang mengandung

ke-3 dan 13 penyimpanan, terbukti

cairan selom 1,5% hampir sama dengan

dengan kurva tumbuh bakteri dalam

pertumbuhan bakteri kontrol (Gambar

kultur mengandung cairan selom berada

3).

di bawah pertumbuhan kontrol negatif.

1.4

0.35

kontrol negatif (air
steril)

0.3
0.2

OD600

OD600

1

Kontrol positif
(Ampisilin 150 mg/L)

0.25

Dialisat cairan selom
dengan gliserol 1,5%

0.15

1

2

3

4

5

6

7

8

0.6

b)

0.2

a)

0

Dialisat cairan selom
dengan gliserol 1,5%

0.8

0.4

0.1
0.05

Kontrol negatif (air
steril)

1.2

0
1

2

3

4

5

6

7

8

Waktu (1/2 jam)

Waktu (1/2 jam)

0.8

Kontrol negatif (air
steril)

0.7

OD600

0.6

Dialisat cairan
selom dengan
gliserol 1,5%

0.5
0.4
0.3

c)

0.2
0.1
0
1

2

3

4

5

6

7

8

Waktu (1/2 jam)

Gambar 3. Kurva pertumbuhan B. megaterium di suhu 4oC dalam media yang
menggandung cairan selom dalam gliserol 10%. (a) Aktivitas antibakteri
cairan selom setelah hari ke-3 penyimpanan. (b) Aktivitas antibakteri
cairan selom setelah hari ke-13 penyimpanan. (c) Aktivitas antibakteri
cairan selom setelah hari ke-25 penyimpanan.
Pengaruh penggunaan gliserol 1,5%

digunakan. Pengaruh osmofobik gliserol,

bisa memperlama waktu penyimpanan

meningkatkan

cairan selom, karena gliserol dapat

kompleks

yang

meningkatkan stabilitas struktur protein

menggeser

kesetimbangan

asli

bentuk protein asli dan kompleks asli

sehingga

melindungi

aktivitas

antibakteri. Gliserol mencegah protein
terhadap inaktivasi termal dan agregasi,
tergantung

dari

konsentrasi

yang

energi

bebas

dari

diaktifkan

dan

diantara

yang diaktifkan.
Beberapa tahun terakhir orang telah
mengenal gliserol sebagai salah satu
5

senyawa

penstabil

protein.

Diawal

perubahan energi bebas yang disebabkan

penelitian, sebagian ahli berpendapat

oleh

bahwa mekanisme gliserol memper-

bukanlah faktor unik yang terlibat dalam

tahankan stabilitas protein dimulai dari

stabilitas

sifat

bisa

permukaan pelarut-protein disebabkan

membentuk semacam kantung disekitar

oleh meningkatnya potensial kimia,

protein. Tetapi studi lebih lanjut tentang

disertai oleh peluncuran air dari dalam

gliserol menunjukkan bahwa substansi

protein sebagai akibat dari naiknya nilai

ini tidak terikat dengan cara biasa ke

densiti inti. Aditif bisa menurunkan

protein,

volume bagian dalam protein. Reduksi

molekul

tetapi

gliserol

yang

kehadirannya

dapat

hidrasi

istimewa

protein.

dari

Kontraksi

antar

air

volume

diduga

disekitar protein. Dengan cara yang

tekanan

osmisis.

sangat

dapat

tergantung pada ukuran molekul dan

mengosongkan air dilapisan permukaan

konsentrasi osmolit. Hubungan energi

protein. Ini berarti protein mengalami

bebas dengan perubahan volum dapat

hidrasi disekitar permukaannya. Proses

dijelaskan sebagai :

merubah

tekanan

permukaan

istimewa,

gliserol

ini meningkatkan energi bebas dan
selanjutnya melindungi protein terhadap
denaturasi. Studi terakhir menemukan
bahwa gliserol mempengaruhi induksitekanan unfolding. Pergeseran keseimbangan bertambah kearah kiri dari
persamaan reaksi kesetimbangan :
Protein asli

↔ Protein terdenaturasi.

Pergeseran

secara

teoritis

dari

tekanan pembukaan lipatan dihitung dari
batas peningkatan energi bebas oleh
perubahan gliserol yang lebih rendah
dari yang tidak memakai penstabil
protein. Ini mengindikasikan bahwa

bisa

protein

menghasilkan

Kuatnya

osmosis

ΔG = 0,234 x ΔV x P1/2
Dimana ΔG = kal.mol-1, ΔV = mL.mol-1,
dan P1/2 = MPa.
Kecepatan induksi-tekanan unfolding
lebih lambat dengan adanya gliserol
dibanding kecepatan pelipatan ulang
yaitu menjadi 1,5x lebih lama dari
refolding, walaupun kecepatan keduanya
sama-sama lebih lambat dibanding jika
tidak memakai penstabil protein. Ini
artinya gliserol meningkatkan stabilitas
struktur keseluruhan protein.
Penyimpanan cairan selom di –20oC
Penyimpanan cairan selom pada suhu –
6

20oC bisa mempertahankan aktivitas

antibakterini

ini

protein antibakteri sampai lebih dari tiga

berkurangnya

kadar

bulan (107 hari). Pengujian aktivitas

degradasi. Pengukuran kadar protein

antibakteri dilakukan secara bertahap

cairan

(Gambar 4. dan Gambar.5). Pada satu

berselang 35 hari membuktikan turunnya

hari

selom

kadar protein dalam cairan selom dari

inhibisi

22,475 mg/mL menjadi 15,624 mg/mL.

terhadap bakteri sebanyak 98%, dan

Hari ke 138 penyimpanan cairan selom

setelah disimpan 69 hari, aktivitas enzim

disuhu

masih bagus yaitu bisa menghambat

memiliki

pertumbuhan B. megaterium sebanyak

dimana pertumbuhan bakteri dikultur

72,3%. Walaupun terjadi penurunan

yang mengandung cairan selom sama

aktivitas antibakteri, tetapi uji kualitatif

dengan laju pertumbuhan bakteri kontrol

protein

daerah

negatif. Penurunan aktivitas antibakteri

bening disekitar kertas cakram pada hari

ini disebabkan oleh kerja enzim protease

ke 87 dan 107 masa penyimpanan. Lebar

yang terdapat di dalam cairan selom

daerah

berkurang

yang tetap bekerja dalam suhu rendah

dengan semakin lamanya penyimpanan.

tetapi dengan kecepatan yang rendah

Penurunan

juga.

penyimpanan,

memperlihatkan

cairan

aktivitas

masih

menunjukan

bening

semakin
kekuatan

1.2

0.8

Kontrol positif
(Ampisilin 150 mg/L)

0.6

Cairan selom 10%

0.4

a)

0.2
0
1

2

3

4

5

6

7

8

OD 600

1.2

Kontrol negatif (air
steril)

1

Cairan selom 10%

0.8
0.6

c)

0.4
0.2
0
3

4

5

6

Waktu (1/2 jam)

yang

–20oC

sama

protein

aktivitas

oleh
akibat
setelah

sudah

tidak

antibakteri

lagi,

Kontrol negatif (air
steril)

0.6
0.5
0.4
0.3

Cairan selom 10%

Kontrol positif
(Ampisilin 150 mg/L)

b)

0.2
0.1
0
2

3

4

5

6

7

8

Waktu (1/2 jam)

1.4

2

protein

0.9
0.8
0.7

1

Waktu (1/2 jam )

1

OD600

Kontrol negatif (air
steril)

1

OD600

aktivitas

selom

disebabkan

7

8

Gambar 4 Kurva pertumbuhan B.
megaterium pada suhu –20oC. (a)
Aktivitas antibakteri cairan selom
setelah hari pertama penyimpanan. (b)
Aktivitas antibakteri cairan selom
setelah hari ke-69 penyimpanan. (c)
Aktivitas antibakteri cairan selom
setelah hari ke-138 penyimpanan.

7

a)

b)

c)

Gambar 5 Zona inhibisi cairan selom. (a) Setelah penyimpanan selama 87 hari pada
suhu -20oC. (b) Setelah penyimpanan selama 107 hari pada suhu -20oC.
Pemisahan protein dengan kolom

antibakteri sementara puncak kedua

DEAE-sefarosa

tidak memiliki aktivitas (Gambar 7).

Cairan selom yang memiliki aktivitas
antibakteri

disaring

dengan

filter

berukuran 0,45 m dan dimurnikan
dengan kolom DEAE-agarosa. Gradien
elusi oleh bufer garam NaCl diatur
sedemikian rupa sehingga dihasilkan dua
puncak terpisah yang cukup tajam
(Gambar.6).

Gambar 7. Zona inhibisi dari fraksifraksi kolom DEAE-sefarosa. 1. 20 l
ampisilin 150 g/mL. 2. 20 l fraksi
puncak I. 3. 20 l fraksi puncak II.
Hasil uji antibakteri cairan selom
fraksi

puncak

I

menunjukkan

peningkatan inhibisi pertumbuhan B.
megaterium (Gambar 8). Pada satu jam
pertama pertumbuhan bakteri dihambat
88,6% dan pada dua jam berikutnya
Gambar 6 Pemurnian cairan selom

terjadi penurunan pertumbuhan bakteri

dengan kolom DEAE-sefarosa.

mendekati nol (inhibisi 100%). Uji
kualitatif menunjukan daerah bening

Fraksi ditampung secara selektif dan

yang cukup tajam pada daerah sekitar

pengujian kualitatif membuktikan bahwa

kertas

puncak

pertama

memiliki

cakram

yang

membuktikan

aktivitas

8

aktivitas cairan selom dari tingkat

OD600

pemurnian dengan DEAE cukup bagus.
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Kontrol negatif (air
steril)
Kontrol positif
(Ampisilin 150 mg/L)
Fraksi I dari DEAE
10%

1

2

3

4

5

6

7

8

Cassell, G.H., and Mekalanos, (2001),
Development of antimicrobial agents in the
era of new and reemerging infectious
infectious deseases and increasing antibitic
resistance., JAMA, 285, 601-605.
Chauduri, P.S., and Bhattacharjee, G.,
(2002), Capacity of various experimental
diets to support biomass and reproduction of
Perionyx
excavatus,
Bioresource
technology, 82(2), 147-150.

Waktu (1/2 jam)

Gambar

8

Kurva

pertumbuhan

Bacillus megaterium
KESIMPULAN
Dari
penelitian
ini
dapat
disimpulkan bahwa aktivitas antibakteri
Cairan Selom cacing P.excavatus dapat
bertahan lama (3 bulan) bila disimpan
disuhu -20oC dan 13 hari di suhu 4 oC
dengan penambahan gliserol 10%.
Kromatografi penukar anion
(DEAE-sefarosa) dapat memisahkan
molekul anti bakteri dengan molekul
yang bukan antibakteri. Pemisahan ini
merupakan awal dari tahap pemurnian
protein antibakteri selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Baier, K.S., and McClements, D.J., (2005),
Influence of cosolvent systems on the
gelation mechanism of globular protein :
thermodynamic, kinetic, and structural
aspects of globular protein gelation,
Comprehensive reviews in food science and
food safety, 4, 43-53.
Blakemore,
R.,
(2001),
Tasmanian
earthworm grows second head, Invertebrata,
20.

Cho, J.H., Park, C.B., Yoon, G.Y., Kim,
S.C., (1998), Lumbricin I, a novel prolinrich antimicrobial peptide from the
earthworm : purification, cDNA cloning and
molecular characterization, BBA, 1408, 6776.
Cooper, E.L., and Roch, P., (2003),
Earthworm immunity : a model of immune
competence, Pedobiologia, 47.
Cooper, E.L., Kauschke, E., and Cossarizza,
A., (2002), Digging for innate immunity
since Darwin and Metchnikoff, Bioassays,
24(4), 319-333.
Dhainaut, A., Scaps, P., (2001), Immune
defense and biological responses induced by
toxics in annelida, Can. J. Zoo./Ref. Can.
Zoo., 79(2), 233-253.
Edwar, C.A., Dominguez, J., Neunauser,
E.F., (1998), Growth and reproduction of
Peronyx excavatus (Perr.) (Megascolecidae)
as factor in organic waste management, Biol
Fertil Soil, 27, 155-161.
Engelmann, P., Kiss, J., Csongei, V.,
Cooper, E.L., Nemeth, P., (2004),
Earthworm leukocytes kill HeLa, Hep-2,
PC-12 and PA317 cells in vitro, J. Biochem.
Biophys. Methodes, 61, 215-227.
Engelmann, P., Molnar, L., Palinkas, L.,
Cooper, E.L., (2004), Earthworm leukocytes
populations specifically harbor lysosomal

9

enzyme that may respond to bacterial
challenge, Cell tissue res, 316, 391-401.
Eue, I., Kauschke, E., Mohrig, W., and
Cooper, E.L., (1998), Isolation and
characterization of earthworm hemolysins
and
aglutinins,
Developmental
and
comparative immunology, 22 (1), 13-25.
Field, E.G., Kurtz, J., Cooper, E.L., and
Michiels, N.K., (2004), Evaluation of an
innate immune reaction to parasites in
earthworm, J. invertebrate phathology, 86,
45-49.
Goven, A.J., Chen, S.C., Fitzpatrick, L.C.,
Venables, B.J., (1994), Lysozyme activity
in earthworm (Lumbricus terrestris)
coelomic fluid and coelomocytes : enzyme
assay for immunotoxicity of xenobiotics,
Environmental toxicology and chemistry,
13(4).

Heitz, F., Mau, N.V., (2002), Protein
structural changes induced by their uptake at
interfaces, BBA, 1597, 1-11.
Lange, S., Kauschke, E., Mohrig, W., and
Cooper,
E.L.,
(1999),
Biochemical
charcteristics of Eiseniapore, a pore-forming
protein in the colelomic fluids of
earthworms, J. Biochem, 262, 547-556.
Lassalle, F., Lassegues, M., and Roch, P.,
(1988), Protein analysis of earthworm
coelomic fluid-IV. Evidence, activity
induction and purificatin of Eisenia fetida
andrei lysozyme (Annelidae), Comp.
Biochem. Physiol., 91B(1), 187-192.
Liu, Y.Q., Sun, Z.J., Wang, C., Li, S.J., and
Liu, Y.Z., (2004), Purification of novel
antibacterial short peptide in earthworm
Eisenia foetida, BBA sinica, 36(4), 297-302.

Hallatt, L., Viljoen, S.A., and Reinecke,
A.J., (1992), Moisture requirments in the life
cycle of Perionyx excavatus (Oligochaeta),
Soil Biology and Biochem., 24(12), 13331340.
Hanusova, R., Tuckova, L., Halada, P.,
Bezouska, K., (1999), Peptide fragments
induce a more rapid immune response than
intact protein in earthworms, Developmental
and comparative immunology, 23, 113-121.

10

Kesimpulan
Terimakasih
Daftar Pustaka

11

RINGKASAN LAPORAN
PENELITIAN DOSEN MUDA

OPTIMASI PEMISAHAN DAN UJI AKTIVITAS PROTEIN
ANTIBAKTERI DARI CAIRAN SELOM CACING TANAH
Perionyx excavatus.

Oleh :

Yumaihana MSi
Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan
UNIVERSITAS ANDALAS

Dibiayai oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan
Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Penelitian
Nomor : 001/SP2H/PP/DP2M/III/2007, taggal 29 Maret 2007

Pendahuluan
Sistem kekebalan tubuh makhluk hidup telah dipelajari dari berbagai sudut pandang.
Analisis sistem pertahanan invertebrata seperti cacing tanah, adalah bagian penting dari
penelitian sistem ini. Sistem kekebalan tubuh invertebrata dibawa dari lahir, alami dan
non-spesifik. Sistem ini berbeda dengan sistem kekebalan vertebrata dimana bisa
dikategorikan memiliki sifat adaptif, induksi, dan spesifik. Selama proses evolusi, cacing
telah mengembangkan strategi daya tahan tubuhnya terhadap lingkungan yang banyak
mengandung mikroorganisme patogen. Sekalipun mereka kekurangan antibodi, tetapi
sistem tubuhnya memiliki sejumlah leukosit, enzim pensintesis dan mensekresikan
bermacam-macam molekul immunoprotektif yang membuatnya bisa bertahan terhadap
serangan organisme dan material asing.
Cacing tanah L. rubellus dan Ph. Aspergillum telah banyak dibudi- dayakan di Indonesia,
berbeda dengan Eisenia fetida dan Perionyx excavatus yang belum begitu dikenal.
Cacing tanah diketahui rendah lemak, hanya 3 hingga 10 persen dari bobot keringnya.
Seperti cacing lain, Perionyx excavatus memiliki sifat antibakteri terhadap beberapa
mikroorganisme yang diuji. P. excavatus varietas lokal diprediksi memiliki sifat
istimewa karena hidup di lingkungan yang jauh berbeda dari cacing – cacing yang telah
banyak diteliti. Komposisi tanah, iklim dan kebiasaan manusianya yang unik jelas
mempengaruhi organisme lain sebagai bagian dari rantai kehidupan. Penelitian awal
menunjukan bahwa makanan dan lingkungan tumbuh cacing tanah mempengaruhi
aktivitas kandungan protein anti bakteri dalam cairan selomnya. Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut terhadap daya tahan aktivitas antibakteri cairan selom pada
berbagai suhu dan usaha pemisahan protein yang berperan dalam aktivitas ini sebagai
tahap awal pemurnian protein.
Materi dan Metoda
Uji aktivitas protein anti-Bacillus Megaterium dilakukan dengan cara kualitatif (zona
bening) dan kuantitatif (spektroskopi, Optical Density). Beberapa variasi dilakukan untuk
menguji kemampuan protein antibakteri ini. Pemisahan protein aktiv antibakteri dengan
yang tidak, dilakukan secara Kromatografi penukar anion (DEAE-agarosa).

Hasil dan Pembahasan
1. Aktivitas Cairan Selom
Cairan selom yang diisolasi dari cacing segar memiliki aktivitas antibakteri yang cukup
bagus. Pertumbuhan B. megaterium dihambat 39,43% setelah inkubasi pada suhu kamar
(Gambar 1.a). Uji pendahuluan menunjukan adanya molekul dalam cairan selom yang
muncul sebagai puncak tajam diawal elusi pada kromatografi penukar anion. Molekul
bukan protein yang memiliki aktivitas antibakteri ini dikhawatirkan akan menggangu
dalam proses pemurnian. Dialisis ekstrak kasar dilakukan 16–18 jam terhadap aquabides,
untuk menghilangkan pengaruh ini. Aktivitas antibakteri diuji secara kuantitatif (Gambar
I.b).

1
0.9

a)

Kontrol negatif (air
steril)

OD600

0.8
0.7

Cairan selom segar
10%

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1

2

3

4

5

6

7

8

Waktu (1/2 jam)

1
0.9

b)

Kontrol negatif (air
steril)

OD600

0.8
0.7

Dialisat cairan selom
10%

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1

2

3

4

5

6

7

Waktu (1/2 jam)

Gambar 1. Kurva pertumbuhan B. megaterium (a) Cairan selom 10% memperlambat
pertumbuhan bakteri 39,43% dari kontrol. (b) Dialisat cairan selom 10%
memperlambat pertumbuhan bakteri 37,2% dari kontrol.

Perlakuan dialisis akan menghilangkan kontaminan dan sisa metabolit yang mungkin ada,
tetapi cara ini juga menurunkan aktivitas antibakteri cairan selom 2,23% dibanding
dengan ekstrak kasar yaitu menjadi 37,2%. Hal ini disebabkan oleh keluarnya sebagian
protein aktif lain yang antibakteri (contohnya, ada komponen molekul lain yang memiliki
aktivitas antibakteri. dan protein berukuran kecil melalui pori filter dialisis ke medium
sehingga jumlah protein yang aktif menghambat pertumbuhan bakteri jadi berkurang.
Cara lain dilakukan untuk menghilangkan kontaminan adalah dengan ultrafiltrasi. Kedua
variasi ini menghasilkan tampilan kromatogram yang sama pada saat pemurnian, tetapi
kelemahan ultrafiltrasi adalah banyaknya sampel yang menempel pada membran filter.
2. Optimasi penyimpanan cairan selom
2.1 Penyimpanan pada suhu kamar
Cairan selom sangat tidak stabil dan mudah terdegradasi bila disimpan pada suhu kamar
(26oC), dan suhu 37oC. Sedangkan cairan selom yang disimpan pada suhu 4 dan –20oC
masih memiliki aktivitas antibakteri meskipun nilainya lebih kecil dibandingkan dengan
cairan selom segar (Sujatioadi, 2004). Hilangnya aktivitas antibakteri cairan selom
dimungkinkan karena adanya protease yang terdapat pada cairan ini. Pada suhu ruang dan
suhu 37oC protease dapat bekerja secara optimum sehingga dapat menghancurkan
protein-protein yang memiliki aktivitas antibakteri yang terdapat pada cairan selom,
sedangkan pada suhu 4 dan –20oC kerja protease mengalami penurunan.
Cairan selom yang disimpan disuhu kamar (26oC) tanpa menggunakan agen apa-apa,
akan kehilangan aktivitas antibakterinya dalam 4 jam. Untuk mempertahankan kerja
protein yang aktif terhadap bakteri, telah digunakan gliserol. Uji aktivitas satu hari
penyimpanan pada suhu 26oC menunjukkan hasil yang negatif terhadap B. megaterium.
Semua pertumbuhan B. megaterium dikultur yang menggunakan selom 10% berada di
atas pertumbuhan kontrol. Pemakaian gliserol 0,75%, 1,5%, dan 2,25% tidak dapat
mempertahankan kerja protein antibakteri ini. Penyimpanan 1, 2, dan 3 hari pada suhu
kamar tetap membuat protein terdegradasi dan kehilangan aktivitas antibakterinya. Tapi
dari percobaan ini dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan gliserol 1,5%
menunjukkan performa yang lebih bagus dibanding yang lain.

Kemampuan aktivitas antibakteri dari cairan selom yang ditambahkan gliserol 1,5%
hampir sama dengan gliserol 2,25 %, tetapi penggunaan gliserol 2,25% menyebabkan
terjadinya pengendapan protein 1 jam berikutnya. Dengan alasan tersebut, maka untuk
pengujian terhadap sampel lain digunakan gliserol 1,5%.
2.2 Penyimpanan disuhu 4oC
Penyimpanan cairan selom pada 4oC menunjukkan aktivitas yang cukup baik untuk masa
penyimpanan yang tidak lama (1 hari). Penambahan gliserol 1,5% memberikan pengaruh
terhadap aktivitas antibakteri cairan selom yang disimpan pada suhu ini. Cairan selom
menunjukkan aktivitas antibakteri dihari ke-3 dan 13 penyimpanan, terbukti dengan
kurva tumbuh bakteri dalam kultur mengandung cairan selom berada di bawah
pertumbuhan kontrol negatif. Tetapi hari ke-25 aktivitas antibakteri sudah hampir hilang,
pertumbuhan bakteri dalam kultur yang mengandung cairan selom 1,5% hampir sama
dengan pertumbuhan bakteri kontrol (Gambar 2).
Pengaruh penggunaan gliserol 1,5% bisa memperlama waktu penyimpanan cairan selom,
karena gliserol dapat meningkatkan stabilitas struktur protein asli sehingga melindungi
aktivitas antibakteri. Gliserol mencegah protein terhadap inaktivasi termal dan agregasi,
tergantung dari konsentrasi yang digunakan. Pengaruh osmofobik gliserol, meningkatkan
energi bebas dari kompleks yang diaktifkan dan menggeser kesetimbangan diantara
bentuk protein asli dan kompleks asli yang diaktifkan. Tetapi studi lebih lanjut tentang
gliserol menunjukkan bahwa substansi ini tidak terikat dengan cara biasa ke protein,
tetapi kehadirannya dapat merubah tekanan permukaan air disekitar protein. Dengan cara
yang sangat istimewa, gliserol dapat mengosongkan air dilapisan permukaan protein. Ini
berarti protein mengalami hidrasi disekitar permukaannya. Proses ini meningkatkan
energi bebas dan selanjutnya melindungi protein terhadap denaturasi. Studi terakhir
menemukan bahwa gliserol mempengaruhi induksi-tekanan unfolding. Pergeseran
keseimbangan bertambah kearah kiri dari persamaan reaksi kesetimbangan :
Protein asli



Protein terdenaturasi.

Pergeseran secara teoritis dari tekanan pembukaan lipatan dihitung dari batas peningkatan

energi bebas oleh perubahan gliserol yang lebih rendah dari yang tidak memakai
penstabil protein. Ini mengindikasikan bahwa perubahan energi bebas yang disebabkan
oleh hidrasi istimewa dari protein bukanlah faktor unik yang terlibat dalam stabilitas
protein.
0.35
0.25
0.2

1

Dialisat cairan selom
dengan gliserol 1,5%

0.15

0.6
0.4

0.05

0.2

1

2

3

4

5

6

7

a)

8

Dialisat cairan selom
dengan gliserol 1,5%

0.8

0.1
0

Kontrol negatif (air
steril)

1.2

Kontrol positif
(Ampisilin 150 mg/L)

OD600

OD600

1.4

kontrol negatif (air
steril)

0.3

0
1

2

Waktu (1/2 jam)

3

4

5

6

7

8

b)

Waktu (1/2 jam)

0.8

Kontrol negatif (air
steril)

0.7

OD600

0.6

Dialisat cairan
selom dengan
gliserol 1,5%

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1

2

c)
3

4

5

6

7

8

Waktu (1/2 jam)

Gambar 2. Kurva pertumbuhan B. megaterium di suhu 4oC dalam media yang
menggandung cairan selom dalam gliserol 10%. (a) Aktivitas antibakteri
cairan selom setelah hari ke-3 penyimpanan. (b) Aktivitas antibakteri
cairan selom setelah hari ke-13 penyimpanan. (c) Aktivitas antibakteri
cairan selom setelah hari ke-25 penyimpanan.
Kontraksi antar permukaan pelarut-protein disebabkan oleh meningkatnya potensial
kimia, disertai oleh peluncuran air dari dalam protein sebagai akibat dari naiknya nilai
densiti inti. Aditif bisa menurunkan volume bagian dalam protein. Reduksi volume
diduga bisa menghasilkan tekanan osmisis. Kuatnya osmosis tergantung pada ukuran
molekul dan konsentrasi osmolit. Hubungan energi bebas dengan perubahan volum dapat
dijelaskan sebagai :
ΔG = 0,234 x ΔV x P1/2
Dimana ΔG = kal.mol-1, ΔV = mL.mol-1, dan P1/2 = MPa.
Kecepatan induksi-tekanan unfolding lebih lambat dengan adanya gliserol dibanding
kecepatan pelipatan ulang yaitu menjadi 1,5x lebih lama dari refolding, walaupun
kecepatan keduanya sama-sama lebih lambat dibanding jika tidak memakai penstabil
protein. Ini artinya gliserol meningkatkan stabilitas struktur keseluruhan protein.

3 Penyimpanan cairan selom di –20oC
Penyimpanan cairan selom pada suhu –20oC bisa mempertahankan aktivitas protein
antibakteri sampai lebih dari tiga bulan (107 hari). Pengujian aktivitas antibakteri
dilakukan secara bertahap. Pada satu hari penyimpanan, cairan selom memperlihatkan
aktivitas inhibisi terhadap bakteri sebanyak 98%, dan setelah disimpan 69 hari, aktivitas
enzim masih bagus yaitu bisa menghambat pertumbuhan B. megaterium sebanyak 72,3%.
Walaupun terjadi penurunan aktivitas antibakteri, tetapi uji kualitatif protein masih
menunjukan daerah bening disekitar kertas cakram pada hari ke 87 dan 107 masa
penyimpanan. Lebar daerah bening semakin berkurang dengan semakin lamanya
penyimpanan (Gambar 3). Penurunan kekuatan aktivitas antibakterini ini disebabkan oleh
berkurangnya kadar protein akibat degradasi. Pengukuran kadar protein cairan selom
yang sama setelah berselang 35 hari membuktikan turunnya kadar protein dalam cairan
selom dari 22,475 mg/mL menjadi 15,624 mg/mL. Hari ke 138 penyimpanan cairan
selom disuhu –20oC protein sudah tidak memiliki aktivitas antibakteri lagi, dimana
pertumbuhan bakteri dikultur yang mengandung cairan selom sama dengan laju
pertumbuhan bakteri kontrol negatif. Penurunan aktivitas antibakteri ini disebabkan oleh
kerja enzim protease yang terdapat di dalam cairan selom yang tetap bekerja dalam suhu
rendah tetapi dengan kecepatan yang rendah juga.
a)

b)

c)

Gambar 3 Zona inhibisi cairan selom. (a) Setelah penyimpanan selama 87 hari pada
suhu -20oC. (b) Setelah penyimpanan selama 107 hari pada suhu -20oC.
6.3 Pemisahan protein dengan kolom DEAE-sefarosa
Cairan selom yang memiliki aktivitas antibakteri disaring dengan filter berukuran 0,45
m dan dimurnikan dengan kolom DEAE-agarosa. Gradien elusi oleh bufer garam NaCl

diatur sedemikian rupa sehingga dihasilkan dua puncak terpisah yang cukup tajam
(Gambar 4). Fraksi ditampung secara selektif dan pengujian kualitatif (zona bening)
membuktikan bahwa puncak pertama memiliki aktivitas antibakteri sementara puncak
kedua tidak memiliki aktivitas antibakteri.

Gambar 4. Pemurnian cairan selom dengan kolom DEAE-sefarosa.
Hasil uji antibakteri cairan selom fraksi puncak I menunjukkan peningkatan inhibisi
pertumbuhan B. Megaterium. Pada satu jam pertama pertumbuhan bakteri dihambat
88,6% dan pada dua jam berikutnya terjadi penurunan pertumbuhan bakteri mendekati
nol (inhibisi 100%). Uji kualitatif menunjukan daerah bening yang cukup tajam pada
daerah sekitar kertas cakram yang membuktikan aktivitas cairan selom dari tingkat
pemurnian dengan DEAE cukup bagus.
BAB VII. KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aktivitas antibakteri Cairan Selom cacing
P.excavatus dapat bertahan lama (3 bulan) bila disimpan disuhu -20oC dan 13 hari di
suhu 4 oC dengan penambahan gliserol 10%.
Kromatografi penukar anion (DEAE-agarosa) dapat memisahkan molekul anti bakteri
dengan molekul yang bukan antibakteri. Pemisahan ini merupakan awal dari tahap
pemurnian protein antibakteri selanjutnya.

Dokumen yang terkait

Laju Pertumbuhan Cacing Tanah dari Tiga Spesies yang Berbeda (Lumbricus rubellus, Eisenia foetida dan Perionyx exavatus).

0 10 53

Penentuan Kondisi Hidrolisis Protein Cacing Tanah dan Operasi Pemisahan Asam Amino Menggunakan Membran Nanofiltrasi

0 12 86

Kajian Kinerja Proses Membran Nanofiltrasi dalam Pemisahan Asam Amino dari Hidrolisat Enzimatik Protein Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

0 10 112

Perilaku Cacing Tanah (Perionyx excavatus) pada Media Kotoran Sapi: Langkah Awal Domestikasi

0 3 27

Kajian Kinerja Proses Membran Nanofiltrasi dalam Pemisahan Asam Amino dari Hidrolisat Enzimatik Protein Cacing Tanah

0 2 102

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK CACING TANAH (Lumbricus rubellus) TERHADAP BAKTERI Salmonella thyphi DAN Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus) Terhadap Bakteri Salmonella Thyphi Dan Staphylococcus Aureus Secara In Vitro.

0 3 14

Optimasi Pemisahan dan Uji Aktivitas Protein Antibakteri dari Cairan Selom Cacing Tanah Perionyx excavatus.

0 0 1

PEMBIAKAN CACING TANAH Perionyx excavatus YANG BERFUNGSI SEBAGAI SUMBER PROTEIN PAKAN UNGGAS DENGAN TEKNIK VERMIKULTUR MENGGUNAKAN BUANGAN KOTORAN PETERNAKAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PUPUK ORGANIK YANG DIHASILKAN.

0 1 17

Pembiakan Cacing Tanah Perionyx Excavatus Dengan Teknik Vermikultur Limbah Peternakan Dan Pengaruhnya TerhadapPupuk Kandang Yang Dihasilkan

0 0 8

Pembiakan Cacing Tanah Perionyx Excavatus Dengan Teknik Vermikultur Limbah Peternakan Dan Pengaruhnya Terhadap Pupuk Kandang Yang Dihasilkan

0 0 8