Perilaku Budaya Penghayat Kepercayaan di Wilayah Dieng Jawa Tengah.

(B. Seni)
Perilaku Budaya Penghayat Kepercayaan di Wilayah Dieng Jawa Tengah
Sudardi, Bani; Hartini
Program Pascasarjana UNS, Penelitian, BOPTN UNS, Hibah Pascasarjana, 2012
Sejak abad ke-8, Dieng sudah menjadi pusat ritual Hindu dengan adanya peninggalan candi hindu tertua
di Indonesia. Dieng adalah salah satu kiblat ritual aliran kepercayaan di Jawa-Bali. Penelitian ini
merupakan penelitian area (areal studies) yang berfokus pada Dieng dengan subjek sistem religi berupa
aliran kepercayaan. Penelitian ini merupakan suatu bagian dari penelitian wilayah (areal studies) tentang
Dieng yang sudah peneliti dan tim rintis sejak tahun 2006 dengan penelitian berjudul Potensi Tradisi
Lisan Sebagai Sarana Meningkatkan Pariwisata Dataran Tinggi Dieng (Dana DIKS FSSR 2006, ketua ).
PAda tahun yang sama peneliti juga menjadi anggota penelitian berjudul Pemberdayaan Masyarakat
Dieng Melalui Sektor Wisata (LPPM UNS-Penelitian untuk Profesor dan Doktor Baru 2006, anggota) yang
diketahui oleh Dyah Bekti Ernawati. Tahun 2007 peneliti menenangkan hibahbersaing dengan judul
Pemanfaatan Tradisi Lisan Dieng untuk Pengembangan Pariwisata, Hibah Bersaing, 2007 dan 2008, sbg
ketua. Pada tahun 2008 peneliti menjadi anggota penelitian fundamental dengan judul KONSEP
HARMONI DALAM ALIRAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT DIENG. Berangkat dari penelitian fundamental
inilah peneliti kajian tentang aliran kepercayaan akan diungkap. Kalau dalam penelitian awal peneliti
mengkaji konsepharmoni belaka, maka pada penelitian lanjutan berupa penelitian multi years ini
peneliti akan mengkaji 3 aspek, yaitu:
No
1.


Tahun
2012

2.

2013

3.

2014

1. Mendeskripsikan konsepsi teologis penghayat
kepercayaan di wilayah Dieng Jawa Tengah
2. Mendeskripsikan perilakukan budaya berkaitan
dengan konsepsi teologis perilaku budaya
penghayat kepercayaan di wilayah Dieng Jawa
Tengah.
3. Menyusun draft akademik kebijakan pemanfaatan
potensi

penghayat
kepercayaan
bagi
pembangunan

Penelitian lapangan menemukan bahwa konsep teologis aliran kepercayaan di Dieng adalah perpaduan
antara beberapa kepercayaan. Mereka menganggap bahwa yang paling berkuasa adalah Tuhan Yang
Mahaesa (Allah), tetapi mereka sendiri dalam memohon sesuatu melalui leluhur mereka seperti Ki
Kaladete, Ki Semar, Ibu Dewi Kumalasari, dan leluhur lainnya yang tinggal di daerah Dieng. Mereka
memiliki ritual dengan memberikan sesaji dan puasa kepada para leluhur dan memelihara diri sendiri
dan 4 nafsu yang menyertai dirinya (amarah, aluamah, sufiyah, dan mutmainah).
Aliran kepercayaan di Gunung Dieng sekarang sudah mulai berkurang pengikutnya. Menurut
narasumber Pak Rusmanto, aliran kepercayaan di Gunung Dieng sekitar sepuluh orang saja yang masih
rutin melakukan ritual. Sebenarnya, aliran kepercayaan masih dijalankan oleh orang-orang yang
terkategori tua, namun mereka enggan mengakui disebut menganut aliran kepercayaan. Dalam
kronologis waktu, eksistensi aliran kepercayaan mulai memudar semenjak tahun 1990-an ketika
terbukanya pengetahuan masyarakat dan mulai berdatangan pengaruh-pengaruh dari luar. Kebanyakan
masyarakat di Gunung Dieng sudah beralih pada ajaran Islam.

Aliran kepercayaan di Gunung Dieng di pimpin oleh Pak Rusmanto dengan aliran yang dianut

adalah panggayuh budi luhur. Ajaran ini disebut sebagai ajaran yang melestarikan warisan leluhur,
menjaga alam semesta, dan berbuat baik kepada sesama. Maskipun, di kawasan Dieng sendiri jumlah
anggota hanya berjumlah sepuluh orang, namun Pak Rusmanto mengakui sebenarnya punya murid yang
banyak di tempat-tempat jauh. Mereka akan berkumpul pada bulan Sura (Muharam) untuk malakukan
ritual bersama. Ritual dipimpin oleh Pak Rusmanto. Mereka biasanya datang pada malam hari untuk
melakukan tirakat (tidak tidur) bersama, yang kemudian pagi menjalankan semedi ke beberapa tempat,
seperti candi Bima, Kawah Sileri, dan beberapa telaga yang dianggap menjadi tempat bersemayam bagi
leluhur.