KAJIAN STRUKTUR BETON PRATEKAN BENTANG PANJANG DENGAN BEBAN GEMPA LATERAL PADA PROYEK GEDUNG RUMAH SAKIT JASA MEDIKA.

KAJ IAN STRUKTUR BETON PRATEKAN BENTANG PANJ ANG
DENGAN BEBAN GEMPA LATERAL PADA PROYEK GEDUNG RUMAH
SAKIT J ASA MEDIKA
TUGAS AKHIR

Disusun oleh :
RUDI ANTORO
0853010069

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
2012

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KAJ IAN STRUKTUR BETON PRATEKAN BENTANG PANJ ANG
DENGAN BEBAN GEMPA LATERAL PADA PROYEK GEDUNG
RUMAH SAKIT J ASA MEDIKA


RUDI ANTORO
NPM. 0853010069

ABSTRAK
Rumah Sakit Jasa Medika merupakan gedung yang terdiri dari sembilan
lantai yang desain awalnya menggunakan beton pratekan pasca-tarik (post tension).
Letak dari balok pratekan terdapat pada posisi lantai dua sampai lantai Sembilan,
dengan dimensi balok 600x900 milimeter, bentang 14,4 meter dilantai dua dan tiga.
Sedangkan dilantai empat sampai Sembilan dimensi baloknya 600x800 milimeter
dan panjang bentang 14,4 meter.
Dalam Tugas Akhir ini dibahas mengenai pengkajian dengan menganalisa
perhitungan ulang kekuatan dari beton pratekan tersebut. Dengan tujuan mengetahui
kekuatan balok pratekan yang direncanakan kuat atau tidaknya untuk memikul beban
struktur bangunannya, beban hidupnya, maupun beban gempa lateralnya. Menurut
ACI 318-08(American Concrete Institute) Pasal 21 menyebutkan bahwa prestress
hanya boleh menerima 25 persen maksimal beban gempa lateral, pasal 23.2.1.3 SNI
03-2847-2002 menyebutkan bahwa perencanaan gedung pada wilayah gempa tinggi
dapat didesain menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
untuk memikul gaya-gaya yang diakibatkan oleh gempa. Mengacu pada pasal-pasal

tersebut struktur Gedung Rumah Sakit Jasa Medika yang terletak pada wilayah
gempa tinggi. Dari kondisi bentuk gedung, maka gedung tersebut masuk dalam
kategori gedung beraturan, pengaruh Gempa Rencana dapat ditinjau sebagai
pengaruh beban gempa dinamis.
Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah menghasilkan perhitungan analisa struktur beton
pratekan yang rasional dengan memenuhi persyaratan keamanan struktur yang
berdasarkan ACI 318M-08 mengijinkan tendon prestress menerima beban gempa
lateral 25% dengan hasil tegangan yang terjadi telah memenuhi syarat dari
kehilangan pratekan 10,057% < 20% dari jumlah total kehilangan, dimana tidak ada
tegangan positif yang terjadi di penampang balok. Dari hasil perhitungan total
lendutan untuk masing-masing tendon, lendutan yang terjadi hasilnya negatif yang
berarti lendutan mengarah keatas berlawanan dengan lendutan yang terjadi. Dan
untuk lendutan dengan kurun waktu sebesar 26,592 mm kearah atas.
Pada daerah dengan zona gempa kuat (wilayah gempa 5) desain
menggunakan ACI 318-08 sangat efektif karena hasil dari tulangan dan dimensinya
yang sesuai dengan ukuran penampang yang dibutuhkan. Untuk studi selanjutnya
tidak menutup kemungkinan bahwa pada zona gempa sedang ataupun rendah akan
mendapatkan hasil yang berbeda dengan acuan yang berbeda.
Kata Kunci : Beton Pratekan,Post Tension, Desain SRPMK, Beban Gempa Lateral,
,SRPMK,Prestress.


xi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR

Dengan segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas Akhir
ini sengaja dibuat sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata Satu
(S1) di Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam Tugas Akhir ini penyusun melakukan kajian struktur beton pratekan
bentang panjang dengan beban gempa lateral pada proyek gedung rumah sakit jasa
medika di Surabaya yang terletak pada wilayah gempa tinggi. Tugas akhir ini dibuat
dengan dengan tujuan dapat mendesain dan menganalisa balok pratekan dengan zona
gempa yang tinggi mengacu pada aturan ACI 318-08 dan SNI 03-2847-2002.
Dalam menyusun Tugas Akhir ini telah melibatkan bimbingan dari banyak
pihak. Atas tersusunnya Tugas Akhir ini terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Ir. Naniek Ratni JAR., M. Kes. selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan

Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Ibnu Sholichin, ST., MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ir. Made Astawa, MT. dan Bapak Sumaidi, ST. selaku dosen
pembimbing yang dengan sabar membimbing dan mendoakan dengan tulus
dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4. Bapak Iwan Wajudijanto, ST., MT. Selaku dosen wali dan untuk Alm. Bapak
Febru Djoko Handoyono, BE yang tiada lelah untuk memberikan motivasi serta
mengajarkan banyak hal tentang Teknik Sipil.
5. Seluruh Dosen beserta staf Program Studi Teknik Sipil.
6. Seluruh teman-teman mahasiswa Teknik Sipil Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah membantu dan memberi semangat
dalam menyelesaikan laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kata sempurna,

oleh karena itu diharapkan dari semua pihak untuk memberikan kritik dan saran
untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini kedepan. Mudah-mudahan Tugas Akhir ini
dapat bermanfaat bagi pembaca semua yang membutuhkannya.

Surabaya, Juni 2012
Penulis,

Rudi Antoro

ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................

i

DAFTAR ISI .................................................................


iii

DAFTAR TABEL .........................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ....................................................

xi

ABSTRAK ....................................................................

xiii

BAB I

PENDAHULUAN .........................................

1


1.1. Latar belakang .........................................................

1

1.2. Perumusan Masalah .................................................

2

1.3. Maksud dan Tujuan .................................................

3

1.4. Ruang Lingkup ........................................................

3

1.5. Lokasi ......................................................................

4


BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA ..............................

5

2.1. Umum .....................................................................

5

2.2. Prinsip-Prinsip Dasar Beton Pratekan .......................

6

2.3. Keuntungan dan Kerugian Beton Pratekan ............... 11
2.4. Perkiraan Kehilangan Gaya Pratekan Total .............. 12
2.4.1. Perpendekan Elastis Beton ............................. 13
2.4.2. Kehilangan Gaya Pratekan
akibat Rangkak Beton .................................... 16


iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.4.3. Kehilangan Gaya Pratekan
Akibat Susut Beton ........................................ 19
2.4.4. Kehilangan Gaya Pratekan
Akibat Relaksasi Baja .................................... 21
2.4.5. Kehilangan Pratekan
Akibat Pergelinciran Angkur ......................... 23
2.4.6. Kehilangan Tegangan Akibat gesekan ........... 25
2.4.6.1. Efek Kelengkungan .................................. 25
2.4.6.2. Efek Wobble ............................................ 27
2.5. Beban Gempa Rencana ............................................ 28
2.5.1. Kategori Gedung ........................................... 29
2.5.2. Daktilitas Struktur ......................................... 30
2.5.3. Pembebanan Gempa Nominal (vn)
dan Faktor Reduksi Gempa ............................ 31
2.5.4. Wilayah Gempa dan Spetrum Respon ............ 33

2.5.5. Analisa Beban Statik Ekivalen ....................... 36
2.6. Desain Kekuatan Geser ............................................ 37

BAB III

METODOLOGI ........................................ 42

3.1. Pengumpulan Data ................................................... 42
3.2. Pemodalan Struktur ................................................. 43
3.3. Studi Literatur .......................................................... 43
3.4. Analisa Pembebanan ................................................ 45

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3.4.1. Beban yang Diperhitungkan ........................... 45
3.4.2. Kombinasi Pembebanan ................................ 47
3.5. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) .. 48
3.5.1. Komponen Struktur Lentur pada SRPMK ...... 49

3.5.2. Komponen Struktur yang menerima Kombinasi
Lentur dan Beban aksial pada SRPMK ......... 53
3.6. Perencanaan Struktur Gedung .................................. 54
3.7. Perencanaan Balok Pratekan .................................... 59
3.8. Kontrol Desain ........................................................ 68
3.9. Metode Pelaksanaan ................................................ 69
3.10. Gambar Detail ....................................................... 69
3.11. Bagan Alir Penyelesaian Proposal Tugas Akhir ...... 70

BAB IV

PERHITUNGAN BEBAN DAN STATIKA

STRUKTUR ................................................................. 71
4.1. Umum ..................................................................... 71
4.2. Spesifikasi Data Perhitungan .................................... 71
4.3. Pembebanan ............................................................ 72
4.3.1. Perhitungan beban Pada Portal ....................... 74
4.4. Perhitungan Beban gempa ........................................ 78
4.4.1. Respon Spektrum Gempa .............................. 78
4.4.2. Perhitungan berat struktur .............................. 78
4.4.3. Perhitungan Gaya Geser ................................ 84

v
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.4.4. Kontrol Partisipasi Massa .............................. 87
4.4.5. Kontrol Simpangan Antar Tingkat ................. 88

BAB V

PERHITUNGAN STRUKTUR
PRATEGANG ............................................. 92

5.1. Umum ..................................................................... 92
5.2. Tegangan Ijin Beton Prategang ................................ 93
5.3. Karakteristik Penampang Balok ............................... 95
5.4. Momen akibat Berat Sendiri dan Komposit .............. 99
5.4.1. Akibat Berat Sebelum Komposit .................... 99
5.4.2. Akibat Beban Mati dan Hidup
Setelah komposit ........................................... 100
5.4.3. Daerah Limit Kabel dan
Gaya Awal Prategang .................................... 101
5.4.3.1. Desain Pendahuluan ................................ 101
5.4.4. Daerah Limit Kabel ....................................... 102
5.4.5. Kontrol Tegangan .......................................... 104
5.4.6. Penentuan Jumlah Strand ............................... 110
5.5. Penentuan Tracee Tendon ........................................ 112
5.6. Kehilangan Pratekan ................................................ 115
5.6.1. Kehilangan Prategang Langsung .................... 117
5.6.1.1. Kehilangan Akibat Perpendekan Elastis .... 117
5.6.1.2. Kehilangan Akibat Wobble Efek .............. 119

vi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5.6.1.3. Kehilangan Akibat Slip Angkur ................ 123
5.6.1.4. Kehilangan Rangkak Beton ...................... 127
5.6.1.5. Kehilangan Susut Beton ........................... 129
5.6.1.6. Kehilangan Relaksasi Tegangan Tendon ... 131
5.6.1.7. Kehilangan Total Pratekan ....................... 131
5.6.2. Kontrol Lendutan .......................................... 132
5.6.2.1. Lendutan Ijin ............................................ 133
5.6.2.2. Lendutan Awal Saat Jacking ..................... 133
5.6.2.2.1. Lendutan akibat Tekanan Tendon ........ 133
5.6.2.2.2. Lendutan Akibat Tekanan
Eksentrisitas Tendon ........................... 133
5.6.2.2.3. Lendutan Akibat Berat Sendiri ............ 135
5.6.2.3. Lendutan Jangka Panjang ......................... 138
5.6.3. Kontrol Tegangan Saat Kehilangan
Prategang Total ............................................. 144
5.6.4. Kontrol Tegangan Akibat Beban
Gempa 25% ............................................................. 148
5.7. Momen Retak .......................................................... 150
5.8. Penulangan pada Balok Pratekan .............................. 153
5.9. Penentuan Tulangan Pada Balok Prategang .............. 160

BAB VI

PENUTUP ................................................... 163

6.1. Kesimpulan ............................................................. 163

vii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR PUSTAKA ................................................... 166
LAMPIRAN .................................................................. 169

viii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR TABEL

2.1. Nilai Pendekatan Kehilangan Gaya Pratekan sistem
Pasca-Tarik .............................................................. 13
2.2. Nilai KSH Untuk komponen Struktur Pascatarik ....... 20
2.3. Koefisien Gesek Kelengkungan dan Wobble Efek ... 24
2.4. Faktor Keutamaan Untuk Berbagai Kategori
Gedung dan Bangunan ......................................... 29
2.5. Parameter Daktilitas Struktur Gedung .................... 33
4.1. Jumlah Beban Bangunan Keseluruhan ................... 84
4.2. Gaya Tiap Lantai ................................................. 87
4.3. Hasil Patisipasi Massa .......................................... 88
4.4. Kontrol Kinerja Batas Layan Arah x ...................... 91
4.5. Kontrol Kinerja Batas Layan Arah y ...................... 91
5.1. Rasio Kuat Tekan Beton Terhadap Umur Semen
Portland Biasa .......................................................... 93
5.2. Jarak Tendon Tiap BAR ....................................... 115
5.3. Kehilangan Perpendekan Elastis Pada Tiap tendon .. 119
5.4. Jarak tiap Kabel Terhadap cgc ............................... 121
5.5. Kehilangan Akibat Gesekan Pada Balok ................. 123
5.6. Akibat Pergelinciran Angkur ................................ 125
5.7. Prosentase Kehilangan Tegangan Akibat
Pergelinciran Angkur ........................................... 126

ix
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5.8. Prosentase Kehilangan Rangkak Beton
Pada Tiap Tendon ................................................ 129
5.9. Kehilangan Total Pratekan Pada Balok ................... 132
5.10. Nilai 25% Tegangan Akibat Beban Gempa ........... 148

x
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR GAMBAR

1.1 Letak Lokasi Gedung ................................................

4

2.1 Skema cgc dan Diagram Tegangan ...........................

7

2.2 Skema cgc, cgs dan Diagram Tegangan ....................

8

2.3 Perbandingan Antara Balok Beton Bertulang
Dengan Balok Pratekan .............................................

9

2.4 Skema Tendon Parabola, Beban Merata dan
Diagram Tegangan ................................................... 10
2.5 Perpendekan Pada Beton Pratekan ........................... 14
2.6 Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan Pada Efek
Kelengkungan ................................................................ 25
2.7 Strong Column Weak Beam ...................................... 35
2.8 Peta Wilayah Gempa Indonesia ................................. 35
2.9 Distribusi Tegangan Untuk Balok Persegi Panjang .... 40
2.10 Kondisi Tegangan Pada Elemen a1, a2 ..................... 40
3.1 Gaya Yang Bekerja Pada Penampang ........................ 52
4.1 Pembagian Pelat ke Balok ......................................... 75
4.2 Lokasi Pelat .............................................................. 76
4.3 Pembebanan Pelat Atap ............................................ 76
4.4 Pembebanan Pelat lantai Tipe A ................................ 77
4.5 Grafik Respon Spektrum Untuk Zona Gempa 5 ......... 79
5.1 Detail Ya dan Yb ...................................................... 97

xi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5.2 Daerah Batas Tendon ................................................ 98
5.3 Grafik Bidang M ....................................................... 100
5.4 Daerah Limit Kabel .................................................. 103
5.5 Diagram Tegangan Sebelum Komposit ..................... 109
5.6 Diagram Sesudah Komposit Daerah Lapangan .......... 109
5.7 Diagram Sesudah Komposit Daerah Tumpuan .......... 109
5.8 Letak Tendon Pada Tumpuan dan Lapangan ............. 113
5.9 Lengkung Parabola Pada Kabel ................................. 113
5.10 Jarak Tendon .......................................................... 114
5.11 Gambar Diagram Setelah Kehilangan Prategang ..... 146
5.12 Gambar Diagram Tegangan Setelah
Kehilangan Prategang ............................................. 147
5.14 Tegangan Pada Tumpuan 25% Beban Gempa ......... 149
5.15 Detail Tulangan Balok ............................................ 160
5.16 Detail Bursting Steel ............................................... 162
6.1 Tegangan Pada Tumpuan 25% Beban Gempa ........... 164
6.2 Posisi Kabel Tendon ................................................. 165

xii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Di Indonesia tingkat kependudukan sangatlah padat sejalan dengan
pertumbuhaan jumlah penduduk,kebutuhan atas layanan kesehatan yang layak,
memadai maupun dekat dengan tempat tinggal menjadi suatu kebutuhan yang
mendesak akan menjadi kepentingan utama bagi banyak orang. Dalam upaya
memenuhi kebutuhan tersebut merupakan tantangan bagi para engineer untuk dapat
menciptakan sarana dan prasarana

yang kuat, aman, mudah dan cepat

pelaksanaannya.
Surabaya sendiri sudah banyak sekali fasilitas-asilitas kesehatan yang sudah
dibangun untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Terutama di Gedung Rumah Sakit
Jasa Medika yang baru saja dibangun, terdiri dari sembilan lantai untuk beberapa
lantai terdapat yang menggunakan beton prategang. Gedung tersebut membutuhkan
ruangan yang sangat luas dan bebas halangan maka ada beberapa lantai tertentu yang
sengaja sudah direncanakan tidak terdapat kolom. Dengan meniadakan kolom tengah
pada lantai yang telah direncanakan, maka balok pratekan akan mempunyai bentang
yang panjang, ukuran dimensi yang sangat khusus. Balok ini mempunyai ukuran
yang besar dikarenakan menahan beban sembilan lantai dan beban lateral.
Menggunakan aplikasi beton pratekan pada gedung rumah sakit Jasa Medika
dengan cara menganalisa, hasil dari perhitungan kemudian dibandingkan dari
ketentuan ACI 318M-08 pasal 21 dengan membuktikan prestress hanya boleh

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

menerima 25% maksimal beban gempa lateral, dari hal ini dapat memberikan
motivasi untuk mengangkat sebagai bahan kajian beton pratekan pada tugas akhir ini.

1.2. Per umusan Masalah
Berdasarkan data-data struktur beton prategang yang telah diulas tersebut,
dapat ditarik permasalahan-permasalahan yang didapatkan :
1. Bagaimana cara menganalisa struktur beton pratekan balok bentang panjang
dengan beban gempa lateral.
2. Bagaimana metode untuk membatasi defleksi (camber) keatas struktur balok
prestress.
3. Bagaimana mengetahui jumlah tendon yang digunakan.
4. Bagaimana membagi kerja beban pada balok pratekan terutama pada tendon
memenuhi standar yang diijinkan.

1.3.

Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dalam kajian proposal ini adalah :
1. Untuk mengetahui balok pratekan sudah memenuhi persyaratan ACI 318M-08
dan beban gempa lateral.
2. Untuk mengetahui dimensi penampang balok pratekan memenuhi persyaratan
dan peraturan SNI-03-2847-2002.
3. Untuk mengetahui jumlah dan tipe tendon yang digunakan.
4. Mengetahui pembagian kerja beban pada balok pratekan terutama pada tendon.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

1.4.

Ruang Lingkup
Untuk lebih jelasnya batasan-batasan yang ada dalam lingkup ini adalah :
1. Dalam kajian struktur gedung ini balok pratekan diambil salah satu untuk
ditinjau dan dianalisa.
2. Analisa ini akan direncanakan untuk beberapa desain balok beton pratekan
sesuai dengan persyaratan yang ada.
3. Tidak meninjau dari segi analisa biaya, arsitektural, dan manajemen konstruksi.
4. Meninjau pelaksanaan yang hanya berkaitan dengan perhitungan struktur.
5. Dalam hal ini tidak ada perhitungan hubungan balok kolom.
6. Sistem pada balok pratekan menggunakan Post Tensioning.
7. Tendon sistem tarik (jacking) penarikan kabel tendon dilakukan secara
bersamaan.

1.5.

Lokasi

Gambar 1.1 Letak Lokasi Gedung

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Umum
Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi sebaliknya beton
lemah dalam kondisi tarik, kuat tariknya bervariasi dari delapan (8) sampai empat
belas (14) persen dari kuat tekannya. Karena rendahnya kapasitas tarik tersebut,
maka retak lentur terjadi pada taraf pembebanan yang masih rendah. Untuk
mengurangi atau mencegah berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau
eksentris diberikan dalam arah longitudinal elemen stuktural. Gaya ini mencegah
berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan
tarik dibagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, gehingga dapat
meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang tersebut. Penampang
dapat berprilaku elastis, dan hampir semua kapasitas beton dalam memikul tekan
dapat secara efektif dimanfaatkan di seluruh tinggi penampang beton pada saat
semua beban bekerja di struktur tersebut (Edward G Nawy 2001).
Beton pratekan pada dasarnya adalah beton dimana tegangan-tegangan
internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga
tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu
tingkat yang diinginkan. Pada batang beton bertulang, pratekan pada umumnya
diberikan dengan menarik baja tulangannya.
Contoh yang paling dini tentang pembuatan tong kayu yang diperkuat dengan
sabuk logam serta pemasangan sabuk logam di sekeliling rod kayu menunjukkan
bahwa seni prategang telah dipraktekan sejak zaman dulu. Kekuatan tarik beton

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

polos hanyalah merupakan suatu fraksi saja dari kekuatan tekannya dan masalah
kurang sempurnanya kekuatan tarik itu ternyata menjadi faktor pendorong dalam
pengembangan material komposit yang dikenal sebagai beton bertulang (N Krisna
Raju 1993).

2.2. Pr insip-Pr insip Dasar Beton Pr atekan
Ada 3 konsep yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan menganalisa sifatsifat dasar dari beton pratekan. Hal ini sangat penting, untuk mengerti tiga konsep
tersebut supaya dapat mendesain beton prategang dengan sebaik – baiknya dan
seefisien mungkin. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Konsep pertama sistem pratekan untuk mengubah beton menjadi bahan yang
elastis (Prestressing ti Transform Concrete into an Elastic Material).
a)

Skema sebuah balok pratekan c.g.c

Tendon Konsentris
c.g.c.

c.g.c = c.g.s

(Gaya F)

Balok diberi gaya prategan dan dibebani berat
sendiri

b)

Diagram prinsip analisa tegangan

+
P/A

=
M/W

P/A + M / W

Gambar 2.1 Skema c.g.c dan diagram tegangan (sumber : G Nawy 2001)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

a)

Skema sebuah balok pratekan c.g.c dan c.g.s

c.g.c.

Tendon Eksentris

F

F

e

c.g.c.

c.g.s.
Balok diberi gaya prategan dan dibebani berat
sendiri
b)

Diagram prinsip analisa tegangan

+
P/A

=
M/ W

P/A + M / W

Gambar 2.2 Skema c.g.c, c.g.s dan diagram tegangan (Sumber : G. Nawy 2001)

Pada dasarnya beton yang ditransformasikan dari bahan yang getas menjadi
bahan yang elastis dengan memberikan tekanan terlebih dahulu pada bahan tersebut.
Beton yang tidak mampu menahan tarik dan kuat memikul tekanan sedemikian rupa
sehingga beton yang getas dapat memikul tegangan tarik. Dari konsep ini lahirlah
kriteria “tidak ada tegangan tarik” pada beton, umumnya telah diketahui bahwa jika
tidak ada tegangan tarik pada beton, berarti tidak akan terjadi retak, dan beton tidak
merupakan bahan yang getas lagi melainkan berubah menjadi bahan yang elastis
(T.Y.LIN NED).
Konsep kedua sistem pratekan untuk mengkombinasi (gabungan) baja mutu
tinggi dengan beton (Prestressing for Combination of Hight – Strength Steel with
Concrete).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

P

P

a) Balok Beton Pratekan
P

C

C

T

T

b) Balok Beton Bertulang
P

C

C

T

T

Gambar 2.3 Perbandingan antara balok beton bertulang dengan balok pratekan

Konsep ini mempertimbangkan beton pratekan sebagai kombinasi dari baja
dan beton, seperti pada beton bertulang, dimana baja menahan tarikan dan beton
menahan tekanan, dengan demikian kedua bahan membentuk kopel penahan untuk
menahan momen eksternal.
Konsep ketiga sistem pratekan untuk mencapai kesetimbangan beban
(Prestressing to Achieve Load Balancing), konsep ini terutama menggunakan
pratekan sebagai suatu usaha untuk membuat seimbang gaya- gaya pada sebuah
batang.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

a)

Skema balok (sumber ; G. Nawy 2001)
T e n d o n P a r a b o la

h
L

Beban merata
h
b)

Gaya penyeimbang beban

+
P/A

c)

=
M/W

P/A + M / W

Diagram tegangan (sumber : G. Nawy 2001)
Gambar 2.4 Skema tendon parabola, beban merata dan diagram tegangan

Pada keseluruhan desain struktur beton pratekan, pengaruh dari pratekan
dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri sehingga batang yang mengalami
lenturan seperti plat, balok, dan gelagar tidak akan mengalami tegangan lentur pada
kondisi pembebanan yang terjadi. Ini memungkinkan transformasi dari batang lentur
menjadi batang yang mengalami tegangan langsung dan sangat menyederhanakan
persoalan baik didalam desain maupun analisa dari struktur yang rumit.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

2.3. Keuntungan dan Ker ugian Beton Pr atekan
Komponen struktur pratekan mempunyai tinggi lebih kecil dibandingkan
beton bertulang untu kondisi bentang dan beban yang sama. Pada umumnya, tinggi
komponen struktur beton prategang berkisar antara 65 sampai dengan 80 persen dari
tinggi komponen struktur beton bertulang. Dengan demikian komponen struktur
prategang membutuhkan lebih sedikit beton, dan sekitar 20 sampai 35 persen
banyaknya tulangan. Sayangnya penghematan pada berat material ini harus dibayar
dengan tingginya harga material bermutu tinggi yang dibutuhkan dalam pemberian
prategang. Juga, bagaimanapun sistem yang digunakan, operasi pemberian prategang
itu sendiri menimbulkan tambahan harga. Cetakan untuk beton prategang menjadi
lebih kompleks, karena geometri penampang prategang biasanya terdiri atas
penampang bersayap dengan beberapa bahan yang tipis.
Tanpa memperhatikan tambahan harga tersebut, apabila komponen struktur
yang cukup besar dari unit–unit pracetak dibuat, perbedaan antara sedikitnya harga
awal sistem beton prategang dan beton bertulang biasanya tidak terlalu besar, karena
dibutuhkan perawatan yang lebih sedikit, yang berarti daya guna lebih lama sebagai
akibat dari kontrol kualitas yang lebih baik pada betonnya, dan pondasi yang lebih
ringan dapat digunakan akibat berat kumulatif struktur atas yang lebih kecil (Edward
G Nawy 2001).

2.4. Per kiraan Kehilangan Gaya Pratekan Total
Rekomendasi untuk rancangan struktur beton pratekan dikembangkan komisi
423 space ACI – ASCE pada tahun 1958 termasuk perkiraan keseluruhan kehilangan
gaya pratekan. Mereka menyarankan bahwa kehilangan gaya pratekan total dari

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

perpendekan elastis, rangkak, susut, dan relaksasi (tetapi tidak termasuk gesekan dan
pergeseran angkur). Pada beton normal besarnya 240 Mpa untuk balok-balok pratarik
dan 170 Mpa untuk balok pasca tarik.
The Posttensioning Institute mencatumkan rekomendasi – rekomendasi untuk
keseluruhan kehilangan gaya pratekan pada tabel 2.1 sebagai bagian dari petunjuk
pasca-tarik. Nilai – nilai ini disesuaikan untuk proyek – proyek yang menggunakan
pascatarik dimana kehilangan gaya pratekan tidak dispesifikasi oleh perancang.

Tabel 2.1. Nilai Pendekatan kehilangan Gaya Pratekan Sistem Pasca-Tarik
Kehilangan Gaya Pratekan M pa
M at erial Tendon Pasca Tarik
Pelat

Balok dan Balok Anak

Strand stress relived 270 dan kawat
st ress relieved 240

210 Mpa

240 M Pa

Batang

140 Mpa

170 M pa

Sumber : Khrisna Raju

2.4.1. Perpendekan Elastis Beton (ES)
Beton memendek pada saat gaya prategang bekerja pada beton. Karena
tendon yang melekat pada beton di sekitarnya secara simultan juga memendek, maka
tendon tersebut akan kehilangan sebagaian dari gaya prategang yang dipikulnya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

a.

Elemen – Elemen Pratarik
Untuk elemen – elemen pratarik, gaya tekan yang dikerjakan pada balok oleh

tendon menyababkan perpendekan longitudinal pada balok, seperti terlihat dalam
gambar 2.1 perpendekan satuan pada beton adalah ∈ ES = ∆ ES IL , sehingga
P1

P1

L

ES

Gambar 2.5 Perpendekan pada beton pratekan (sumber : G. Nawy 2001)

∈ES =

(2.1a)

fc
Pi
=
E c Ac E c

karena tendon prategang mengalami besarnya perpendekan yang sama, maka
∆f pES = E S ∈ ES =

E s Pi
nP
= i = nf cs
Ac E c
Ac

(2.1b)

tegangan di beton pada pusat berat baja akibat prategang awal adalah

f cs = −

Pi
Ac

(2.2)

jika tendon dalam gambar 2.5 mempunyai eksentrisitas e pada tengah bentang balok
dan momen akibat berat sendiri MD diperhitungkan, maka tegangan yang dialami
beton dipenampang tengah bentang pada level baja prategang menjadi
P  e2  M e
f cs = − i 1 + 2  + D
(2.3)
Ac  r 
Ic

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

dimana Pi mempunyai nilai lebih kecil setelah transfer prategang. Reduksi yang dari
PJ menjadi Pi ini terjadi karena gaya di baja prataegang segera setelah transfer lebih
kecil dari pada gaya pendongkrak awal PJ. Sekalipun demikian, karena nilai reduksi
Pi tersebut sulit ditentukan secara akurat, dan arena penelitian–penelitian
menunjukkan bahwa reduksi ini sangat kecil persentasenya, maka nilai awal sebelum
transfer Pi ini dapat digunakan di dalam persamaan 2.1 sampai 2.3, atau kurangi
sekitar 10 persen jika dikehendaki.
b.

Elemen – elemen Pascatarik
Pada balok pascatarik, kehilangan akibat perpendekan elastis bervariasi dari

nol jika semua tendon didongkrang secara simultan, hingga setengah nilai yang
dihitung pada kasus pratarik dengan beberapa pendongkrak sekuensial digunakan,
seperti pendongkrak dua tendon sekaligus. Jika n adalah banyaknya tendon atau
pasangan tendon yang ditarik secara sekuensial maka

∆f pES =

1 n
∑ (∆f pES ) j
n j =i

(2.4)

yang mana j menunjukkan nomor operasi pendongkrakan. Perhatikan bahwa tendon
yang ditarik terakhir tidak mengalami kehilangan akibat perpendekan elastis,
sedangkan tendon yang ditarik pertama mengalami banyak kehilangan yang
maksimum.

2.4.2. Kehilangan Gaya Pratekan Akibat Rangkak Beton
Rangkak dianggap terjadi dengan beban mati permanen yang ditambahkan
komponen struktur setelah beton diberi gaya pratekan. Kehilangan gaya pratekan
akibat rangkak untuk komponen struktur dengan tendon terekat dihitung dari

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

persamaan. Untuk tendon-tendon yang tidak terekat, tegangan tekan rata-rata
digunakan untuk mengevaluasi kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis dan
rangkak beton. Kehilangan tergangan pada beton yang tidak terekat dihubungkan
dengan regangan komponen struktur rata-rata dan bukan dengan regangan pada titik
momen maksimum.
Deformasi atau regangan yang berasal dari perilaku yang bergantung pada waktu ini
merupakan fungsi dari besarnya beban yang bekerja, lamanya serta sifat beton yang
meliputi proporsi campurannya, kondisi perawatannya, umur elemen pada saat
pertama kali dibebani, dan kondisi lingkungan. Karena hubungan tegangan-tegangan
akibat rangkak pada dasarnya linier, maka regangan rangkak ∈EL dan regangan elastis

∈CR dapat dihubungkan linier sedemikian sehingga koefisien rangkak Cu dapat
didefinisikan sebagai

C u = CR
∈ RL

(2.5a)

dengan demikian, koefisien rangkak pada waktu sembarang t dalam hari dapat
didefinisikan sebagai

Ct =

(2.5b)

t 0, 06
Cu
10 + t 0, 06

Nilai Cu bervariasi diantara dua dan empat, dengan rata-rata 2,35 untuk rangkak
ultimit. Kehilangan prategang di komponen struktur pratekan akibat rangkak dapat
didefinisikan untuk komponen struktur bonded.
∆f pCR = C1

E ps
Ec

f cs

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

(2.6)

14

Dimana fcs adalah tegangan dibeton pada level pusat berat tendon pratekan. Pada
umumnya, kehilangan ini merupakan fungsi dari tegangan dibeton pada penampang
yang sedang ditinjau. Pada komponen struktur pasca tarik nonbonded, pada dasarnya
kehilangannya dapat dipandang seragam disepanjang bentangnya.
Dengan demikian, nilai rata-rata untuk tegangan beton diantara titik-titik
angker dapat digunakan untuk menghitung rangkak di komponen strutur pascatarik.

f cs

Rumus komite ACI-ASCE untuk menghitung kehilangan akibat rangkak pada

dasarnya sama dengan persamaan 2.6

∆f pCR = K CR

E ps
Ec

(f

cs

− f csd

)

(2.7a)

atau

(

∆f pCR = nK CR f

cs

− f csd

)

(2.7b)

2.4.3. Kehilangan Gaya Pratekan Akibat Susut Beton (SH)
Besarnya susut pada beton dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut meliputi proporsi campuran, tipe agregat, tipe semen, waktu perawatan,
waktu antara akhir perawatan eksternal dan pemberian prategang, ukuran komponen
struktur dan kondisi lingkungan. Ukuran dan bentuk komponen struktur juga
mempengaruhi susut, kira-kira 80 persen dari susut terjadi pada tahun pertama. Nilai
rata-rata regangan susut ultimit pada beton yang dirawat basah maupun yang dirawat
uap dilaporkan sebesar 780 x 10-6 in/in, di dalam ACI 209 R-92 Report.Nilai ratarata ini dipengaruhi oleh panjang perawatan basah awal, kelembaban relatif sekitar,
rasio volume-permukaan, temperatur dan komposisi beton. Untuk memperhitungkan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

γ SH

pengaruh-pengaruh tersebut, nilai rata-rata regangan susut harus dikalikan

dengan faktor koreksi sebagai berikut
∈SH = 780 × 10 −6 γ SH

(2.8)

Komponen-komponen dari γ SH adalah faktor-faktor untuk berbagai kondisi
lingkungan. Untuk kondisi standar, Presstressed Concrete Institute menetapkan nilai
rata-rata untuk regangan susut ultimit nominal

(∈SH )u

= 820 × 10 −6 in/in (mm/mm).

Jika ∈SH adalah regangan susut sesudah menyesuaikan untuk kelembaban relatif
pada rasio volum-permukaan V/S, kehilangan pratekan pada komponen struktur
pratarik adalah
∆f pSH =∈SH ×E ps

(2.9)

Untuk komponen struktur pascatarik, kehilangan prategang akibat susut agak
lebih kecil karena sebagaian susut telah terjadi sebelum pemberian pascatarik. Jika
kelembaban relatif diambil nilai persen dan efek rasio V/S ditinjau, rumus umum
Presstressed Concrete Institute untuk menghitung kehilangan prategang akibat susut
menjadi

V

∆f pSH = 8,2 × 10 −6 K SH E ps 1 − 0,06 (100 − RH )
S

Tabel 2.2. Nilai KSH Untuk Komponen Struktur Pascatarik

(2.10)

Wakt u dari akhir
peraw at an basah
hi ngga pemberian
prat egang, hari

1

3

5

7

10

20

30

60

KSH

0,92

0,85

0,80

0,77

0,73

0,64

0,58

0,45

di mana KSH = 1,0 untuk komonen pratarik. Tabel memberikan nilai KSH untuk
komponen struktur pascatarik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

Penyesuaian kehilangan susut untuk kondisi standar sebagai fungsi dari
waktu t dalam hari sesudah 7 hari untuk perawatan basah dan 3 hari untuk perawat
uap dapat diperoleh dengan rumus berikut

(∈SH )s

a)

=

t
(∈SH )u
35 + t

(2.11a)

di mana ∈SH adalah regangan susut ultimit, t = waktu dalam hari sesudah susut
ditinjau.

(∈SH )s

b)

=

t
(∈SH )u
55 + t

(2.11b)

2.4.4. Kehilangan Gaya Pr atekan Akibat Relaksasi Baja
Kehilangan prategang akibat relaksasi pada baja adalah sebagai prosentase
awal pada tegangan baja. Menurut Edward G. Nawy, besar pengurangan prategang
bergantung tidak hanya pada durasi gaya pratekan yang ditahan, melainkan juga pada
fp
rasio pratekan awal dan kuat leleh baja pratekan
. Kehilangan tegangan ini
f py
disebut relaksasi tegangan. Peraturan ACI 318-99 membatasi tegangan tarik di
tendon pratekan sebagai berikut :
a) Untuk tegangan akibat gaya pendongkrakan tendon, fpJ = 0,94 fpy, tetapi tidak
lebih besar dari pada yang terkecil diantara 0,80 fpu dan nilai maksimum yang
disarankan oleh pembuat tendon dan angker.
b) Segera setelah transfer pratekan, fpi = 0,82 fpy, tetapi tidak lebih besar dari pada
0,74 fpu’
c) Pada tendon pascatarik, di pengangkeran dan perangkai segera setelah transfer
gaya = 0,70 fpu’
Nilai fpy dapat dihitung dari :
1. Batang prategang : fpy = 0,80 fpu’

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

2. Tendon stress-relived,fpy = 0,85 fpu’
3. Tendon relaksasi rendah, fpy =0,90 fpu
jika fpR adalah tegangan pratekan yang tersisa pada baja sesudah relaksasi, maka
rumus berikut dapat digunakan untuk mendapatkan fpR untuk baja stress-relieved :

f pR
f pi


(2.12)
 log t 2 − log t1  f pi
= 1− 
− 0,55 


10
 f py


Didalam rumus tersebut,
t dinyatakan
dalam jam dan log t mempunyai basis

10,fpi/fpy melebihi 0,55, dan t = t2-t1. Pendekatan untuk suku (log t2 – log t1) dalam
persamaan dapat dilakukan sedemikian hingga log t = log( t2 – t1) tanpa kehilangan
ketelitian yang berarti. Dalam hal ini, kehilangan karena relaksasi tegangan menjadi


log t  f ' pi
(2.13)
− 0,55 

10  f py

di mana fpi adalah tegangan awal di baja yang dialami elemen beton. Jika analisis
∆f pR = f ' pi

kehilangan dengan cara langkah demi langkah dibutuhkan, maka inkremen
kehilangan pada suatu tahap dapat didefinisikan sebagai

 log t 2 − log t1  f ' pi
∆f pR = f ' pi 
− 0,55 

(2.14)

10

 f py

di mana t1 adalah waktu pada awal suatu interval, dan t2 adalah waktu diakhir
interval, yang keduanya dihitung pada saat pendongkrakan.

2.4.5.

Kehilangan Pratekan Akibat Penggelincir an Angkur
Menurut raju, N. Krishna menyatakan bahwa system pasca tarik apabila kabel

ditarik dan didongkrak dilepaskan untuk mentransfer prategang beton, pasak-pasak
yang dipasang untuk memegang kawat-kawat dapat menggelincir pada jarak yang
pendek sebelum kawat-kawat tadi menempatkan diri secara kokoh diantara pasakpasak tadi.Besarnya penggelinciran tercantum dari tipe pasak dan besarnya tegangan
pada kawat. Kehilangan karena dudukan angker pada komponen struktur pascatarik

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

diakibatkan adanya blok-blok pada angker pada saat gaya pendongkrak ditransfer ke
angker. Kehilangan ini juga terjadi pada landasan cetakan prategang pada komponen
struktur pratarik akibat dilakukannya penyesuaian pada saat gaya pratekan ditranfer
ke landasan. Untuk mengatasi kehilangan ini adalah dengan memberikan kelebihan
tegangan.
Pada umumnya besarnya kehilangan karena dudukan angker bervariasi antara
¼ in dan 3/8 in.(6,35 mm dan 9,53 mm) untuk angker dengan dua blok. Besar
pemberian kelebihan tegangan yang dibutuhkan bergantung pada system
pengangkeran yang digunakan karena setiap system mempunyai kebutuhan
penyesuaian sendiri-sendiri.
Untuk bentuk perhitungan kehilangan pratekan akibat penggelinciran angker
adalah
∆f pA =

2.4.6.

∆A
E ps
L

(2.15)

Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan

2.4.6.1. Efek Kelengkungan
Menurut raju N. Krishna pada penarikan kabel prategang, terjadi perubahan
sudut yang sangat kecil pada kabel tersebut, perubahan tersebut berimbas pada
tegangan yang terjadi sehingga didalam pelaksanaanya tidak selalu kabel dapat
menempati posisi yang direncanakan, oleh karena itu dperlukan kontrol terhadap
tegangan akibat gesekan antara kabel dengan beton selubung.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

Po
kabel
Px

ujung
dongkrak

x

L
Gambar 2.6 Kehilangan tegangan akibat gesekan pada efek kelengkungan
(sumber : N Krisna Raju 1993)

Dengan melihat gambar 2.6, besarnya gaya prategang, Px, pada suatu jarak x
ujung penarikan mengikuti suatu fungsi eksponensi tipe,
Px = Po e − ( µα + K x )

(2.16)

Di mana,
Po

= gaya prategang pada ujung dongkrak

µ

= koefisien gesekan antara kabel dan saluran
= sudut kumulatif dalam radian melalui mana garis-garis singgung terhadap
profil kabel telah berputar antara dua titik sembarang yang ditinjau

K

= koefisien gesekan untuk pengaruh gelombang

e

= 2,7183

Nilai-nilai untuk koefisien gesekan adalah :
1. 0,55 untuk baja yang bergerak pada beton licin.
2. 0,35 untuk baja yang bergerak pada baja yang dijepit disaluran.
3. 0,25 untuk baja yang bergerak pada baja yang dijepit dibeton.
4. 0,25 untuk baja yang bergerak pada timah.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

5. 0,18 – 0,30 untuk kabel tali kawat berlapis banyak didalam selongsong baja persegi
panjang yang tegar.
6. 0,15-0,25 untuk kabel tali kawat berlapis banyak dengan pelat-pelat pengatur jarak
kearah lateral.
Nilai-nilai untuk koefisien gesekan untuk pengaruh gelombang K :
1. 0,15 per 100 m untuk kondisi normal.
2. 1,5 per 100 m untuk saluran berdinding tipis dan dimana dijumpai getaran hebat pada
kondisi-kondisi yang merugikan lainnya.
Pengurangan koefisien dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain apabila
ruang antara saluran dengan kabel dibuat cukup lebar dan besar dan dipergunakan
pelumas pada kabel baja prategang, jenis dan macam sangat bervariasi akan tetapi
pemakaian parafin sebagai pelumas sangat menguntungkan karena menghasilkan
koefisien gesekan yang paling rendah, selain itu lapisan parafin didapati tidak
merugikan beton dan adukan semen.

2.4.6.2.

Efek Wobble
Efek wobble bisa juga disebut efek panjang, kehilangan gesekan yang

diakibatkan oleh ketidak sempurnaan dalam alinyemen diseluruh panjang tendon,tak
peduli apakah alinemen lurus atau draped. Misalkan K adalah koefisien gesek antara
tendon dan beton disekitarnya akibat efek wobble. Dari hasil dari penurunan rumus
yang telah dilakukan dalam menurunkan persamaan,
dalam mencari

maka berlaku rumus

α = 8 y x radian

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

(2.17)

21

dan untuk kehilangan gesekan berlaku rumus
∆f pF = − f1 (µα + KL )

(2.18)

Tabel 2.3. Koefisien Gesek Kelengkungan dan Wobble
Koefisien w obble,
K per foot

Jenis Tendon
Tendon di selubung met al fleksibel
Tendon kaw at
St rand 7 kaw at
bat ang mut u t inggi

Tendon di saluran met al yang rigid
St rand 7 kaw at

Koef isien kelengkungan, µ

- 0,0010-0,0015

0,15- 0,25

-0,0005-0,0020
0,0001-0,0006

0,15- 0,25
0,08- 0,30

0,0002

0,15- 0,25

Tendon yang dilapisi m ast ic
Tendon kaw at dan St rand 7 kaw at

0,0010-0,0020

0,05- 0,15

Tendon yang dilumasi dahulu
Tendon kaw at dan St rand 7 kaw at

0,0003-0,002

0,05- 0,15

Sumber : G Nawy jilid 2 Beton Prategang

2.5. Beban Gempa Rencana
Menurut Rancangan Standar Nasional (SNI) 03-1726-2002, Tata Cara Perencanaan
Gempa untuk Bangunan Gedung. Gempa rencana ditetapkan mempunyai periode
ulang 500 tahun, agar probabilitasnya terbatas pada 10% selama 50 tahun.

2.5.1. Kategor i Gedung
SNI 03-1726-2002. Pengaruh gempa rencana harus di kalikan dengan suatu
faktor keutamaan I menurut persamaan:
I = I1 I2

(2.19)

dimana:
I1 = faktor keutamaan berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya
gempa selama umur gedung

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

I2 = faktor keutamaan berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut
I1 dan I2 ditetapkan menurut tabel 2.4

Tabel 2.4. faktor keutamaan untuk berbagai kategori gedung dan bangunan
Faktor Ke uta maa n

K ate gori G edung

I1

I2

I

Ge du n g um u m sep er t i un t u k p en gh u n ia n,
p er n ia gaan d an p er kan t or an

1 ,0

1 ,0

1 ,0

M o n u m en d an b an gu n an m o n u m en ta l

1 ,0

1 ,6

1 ,6

Ged u n g p en t in g p asca g em p a sep er t i r u m a h
saki t, in st al asi a ir b e rsih , p e m b an gki t t en aga
li st r ik, pu sa t pe n yel em at an d al am ke ad aan
d ar u ra t, f as il it as r ad io da n te le visi

1 ,4

1 ,0

1 ,4

Ged u n g u n t uk m en yim p an b ah an b er b ah aya
se p er ti g as, p r o d uk m in yak bu m i , asa m ,
b ah an b e r acu n

1 ,6

1 ,0

1 ,6

cer o bo n g, t an gki d i at as m e n ar a

1 ,5

1 ,0

1 ,5

(sumber : SNI 03-1726-2002)

2.5.2. Daktilitas Struktur
Daktilitas adalah kemampuan struktur gedung untuk mengalami simpangan
pasca-elastik besar, berulang kali, bolak-balik, akibat beban gempa yg melebihi
beban

gempa

yang

menyebabkan

terjadinya

pelelehan

pertama.

Dapat

mempertahankan kekuatan dan kekakuan yg cukup, sehingga struktur tetap berdiri
walaupun sudah dalam kondisi diambang keruntuhan.
Faktor daktilitas struktur gedung µ adalah rasio antara simpangan maksimum
struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisi di
ambang keruntuhan dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan
pertama. Daktilitas dibagi menjadi 2 bagian antara lain yaitu daktilitas penuh dan
daktilitas parsial.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

Daktilitas penuh yaitu tingkat daktilitas struktur gedung dimana strukturnya
mampu mengalami simpangan pasca-elastik pada saat mencapai kondisi diambang
keruntuhan yang paling besar, yaitu mencapai faktor daktilitas sebesar 5,3.
Sedangkan daktilitas parsial yaitu seluruh tingkat daktilitas struktur gedung
dengan nilai faktor daktilitas diantara untuk struktur gedung yang elastik penuh = 1,0
dan untuk struktur gedung yang daktail penuh = 5,3.
1,0 ≤ µ =

δm
≤ µm
δy

(2.20)

dimana:
δm = simpangan maksimum pada kondisi di ambang keruntuhan
δρ = simpangan maksimum pada saat terjadi pelelehan pertama
µ = 1,0 adalah nilai faktor daktilitas struktur elastik penuh

2.5.3.

Pembebanan Gempa Nominal (Vn ) dan Faktor Reduksi Gempa (R)

(2.21)

dimana:
Ve = pembebanan maksimum akibat pengaruh beban rencana yang diserap
struktur gedung elastik penuh dalam kondisi diambang keruntuhan
Vy = pembebanan yang menyebabkan pelelehan pertama
µ = faktor daktilitas struktur gedung

Apabila Vn adalah pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana
yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur gedung, maka berlaku hubungan
sebagai berikut :
∆f pF = − f1 (µα + KL )

dimana f1 = 1,6 faktor kuat lebih yang terkandung dalam struktur gedung

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

dan R disebut faktor reduksi gempa menurut persamaan :
1,6 ≤ R = µ f1 ≤ Rm

(2.22)

R = 1,6 faktor reduksi gempa struktur elastic penuh
Rm = faktor reduksi gempa maksimum.
Nilai R dan µ, dengan ketentuan bahwa nilai R dan µ tidak dapat melampaui nilai
maksimumnya, tercantum dalam tabel 2.5

Untuk struktur gedung terdiri dari beberap