Pengaruh Penggunaan Pupuk Granular Terhadap Respon Pertumbuhan Tanaman Sawi Daging (Pak Choy) The Effects of Fertilization with Granules Fertilizer for Chinese Gabbage (Pak Choy) Growth

  8 Suharto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Pengaruh Penggunaan Pupuk Granular Terhadap Respon Pertumbuhan

Tanaman Sawi Daging (Pak Choy)

  

The Effects of Fertilization with Granules Fertilizer for Chinese Gabbage (Pak

Choy) Growth

1*

  1

  2 Bambang Suharto , Bambang Rahadi , Iman Teguh Widiantoro

1 Fakultas Teknologi Pertanian Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145

  Mahasiswa Jurusan Keteknikan Pertanian Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145 Email Korespondensi : bambangs@ub.ac.id

  • * 2

  

ABSTRAK

  Tanaman Sawi daging akan memiliki pertumbuhan yang optimal jika ditanam di lahan yang memiliki unsur hara makro dan mikro cukup tinggi dan kondisi tanah yang gembur (Palungkun dan Budiarti, 1993). Salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman Sawi daging adalah pemupukan. Pemupukan terhadap tanaman Sawi daging dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk dalam bentuk padat dan pupuk cair. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah Bentuk Pupuk yang terdiri dari Pupuk bentuk granular (P

  1 ), dan Pupuk bentuk curah

  (P ). Faktor kedua adalah Dosis pupuk yang terdiri dari 8.5 Ton/ha (D ),11 Ton/ha (D ), dan 14

  2

  1

  2 Ton/ha (D 3 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk dalam bentuk curah

  (P ) memberikan pengaruh lebih baik dari pupuk dalam bentuk granul (P ). Berdasarkan

  2

  1

  parameter yang diamati, maka perlakuan terbaik terdapat pada penggunaan pupuk curah dengan dosis 14 Ton/ha (P D ). Dosis penggunaan pupuk granul terbaik untuk pertumbuhan

  2

  3

  tanaman Sawi daging terdapat pada dosis 14 Ton/ha (P

  1 D 3 ).

  Kata Kunci: Pertumbuhan tanaman sawi daging, pupuk granular, tanaman sawi daging

  

Abstract

Chinese Gabbage will have optimum growth if grown on land that has a macro and micro nutrients quite

high and loose soil conditions (Palungkun and Budiarti, 1993). One important factor in cultivating

Chinese Gabbage is fertilization. Fertilization of the Chinese Gabbage can be done by using the fertilizer

in the form of solid and liquid fertilizers. This study used a randomized block design (RBD) with two

treatment factors. The first factor is composed of Form Fertilizer. Fertilizer of granules form (P ), and

  1

fertilizer of bulk form (P ). The second factor is the dose of fertilizer, consisting of 8.5 Tons/ha (D ),11

  2

  1 Tons/ha (D ), and 14 Tons/ha (D ). The results showed that the usage of fertilizers in bulk form (P ) give

  2

  3

  2

better effect of fertilizers in the form of granules (P ). Based on the observed parameters, then the best

  

1

treatment against the use of bulk fertilizer with a dose of 14 Tons / ha (P

  2 D 3 ). Dose best use granules fertilizer for plant growth in a dose 14 Tons / ha (P

1 D 3 ).

  Key words: Chinese gabbage plant growth, granules fertilizer, chinese gabbage plant PENDAHULUAN kal, Protein 2.3 gram, Lemak 0.30 gram,

  Karbohidrat 4 gram, Serat, 1.2 gram, Kalsium 220.5 gram, Fosfor 38.4 mg, Besi 2.9

  Sayuran merupakan komoditas penting . mg, Vitamin A 969 SI, Vitamin B1 0.09 mg, dalam mendukung ketahanan pangan Vitamin B2 0.1 mg, Vitamin B3 0.7 mg, dan nasional. Produksi sayuran di Indonesia meningkat setiap tahun dan konsumsinya Vitamin C 102 mg (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1981). tercatat 44 kg/kapita/tahun. Sayuran sawi merupakan jenis sayuran yang digemari Tanaman Sawi daging akan memiliki masyarakat selain bayam dan kangkung. pertumbuhan yang optimal jika ditanam di

  9 Suharto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

  Pupuk dapat dibentuk granul dengan mesin granulator. Penggunaan pupuk dengan bentuk granul akan lebih efisien karena sifat fisiknya yang kuat sehingga tidak mudah terbawa angin dan tidak mudah larut dalam air. Pupuk dalam bentuk granul juga dapat meningkatkan hasil tanaman tanpa memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan. Pemanfaatan kotoran ternak kambing sebagai sumber pupuk padat sangat mendukung usaha pertanian tanaman sayuran Sawi daging.

  Salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman Sawi daging adalah pemupukan. Ketersediaan unsur nitrogen pada tanaman Sawi cukup rendah. Lingga dan Marsono (2007), menyatakan bahwa tanaman tidak cukup hanya mengadalkan unsur hara dari dalam tanah saja. Oleh karena itu, tanaman perlu diberi unsur hara tambahan dari luar, yaitu berupa pupuk. Upaya peningkatan penggunaan pupuk dapat ditempuh melalui prinsip tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, tepat waktu aplikasi, dan berimbang sesuai kebutuhan tanaman. Menurut Suwandi (2009), untuk dapat tumbuh dan berproduksi optimal, tanaman sayuran membutuhkan hara esensial selain radiasi surya, air, dan CO

  gembur. Salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan antara lain nitrogen, asam nukleat, dan klorofil yang berguna dalam proses fotosintesis (Palungkun dan Budiarti, 1993). Penggunaan unsur hara nitrogen dapat menambah zat hijau daun yang digunakan untuk pembentukan asam amino dan protein. Sedangkan tanaman Pak Choy yang kurang unsur hara nitrogen, tanaman tetap kecil dan daun lebih cepat berubah menjadi kuning, karena unsur nitrogen tidak cukup membentuk protein dan klorofil.

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemupukan menggunakan pupuk granul dengan pupuk curah terhadap tanaman Sawi daging, dan mengetahui dosis yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman Sawi daging.

BAHAN DAN METODE

  Pemupukan terhadap tanaman Sawi daging dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk dalam bentuk padat dan pupuk cair. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia (anorganik) dalam meningkatkan produktifitas tanaman Sawi daging tetapi dapat memberikan dampak positif terhadap dapat digunakan sebagai pupuk padat.

  Ton/ha. Perlakuan uji ini dilakukan sebanyak 5 kali, sehingga diperoleh 30 tanaman Sawi Daging. Data hasil penelitian selanjutnya dianalisis berdasarkan prosedur sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 0.05 %.

  Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil pengamatan

  Pengumpulan Data

  Pengamatan dilakukan setiap minggu terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, dan berat basah tanaman.

  dengan perlakuan yang sudah ditentukan (300 g, 400 g, dan 500 g). Setiap polybag ditanam 3 benih Sawi daging.

  polybag . Kemudian dimasukkan pupuk

  cm. Pada masing-masing perlakuan, tanah diayak dengan ayakan 2 mm, lalu ditimbang dengan berat 5 kg dimasukkan kedalam

  polybag berdiameter 40 cm dengan tinggi 20

  Pelaksanaan dilakukan menggunakan

  2 = 11 Ton/ha, dan D 3 = 14

  esensial adalah nutrisi yang berperan penting sebagai sumber unsur hara bagi tanaman. Ketersediaan masing-masing unsur tersebut di dalam tanah berbeda antar tanaman. Tanaman sendiri mempunyai kebutuhan unsur hara dalam bentuk unsur makro dan unsur mikro, yang masing- masing kebutuhannya tidak sama. Tidak lengkapnya unsur hara dapat mengakibatkan hambatan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Ketidak lengkapan salah satu atau beberapa unsur hara dapat diperbaiki dengan pupuk tertentu.

  8.5 Ton/ha, D

  =

  2 . Unsur hara

  = Pupuk bentuk curah (tidak dibentuk). Faktor kedua adalah Dosis pupuk yang terdiri dari D

  2

  Pupuk bentuk granul, dan P

  1 =

  Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah Bentuk Pupuk yang terdiri dari P

  1

  10 Suharto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

  4. Berat Basah Tanaman Berat basah tanaman ditimbang setelah Sawi panen yaitu setelah umur 7

  Pengolahan Data

  1. Tinggi Tanaman Pengamatan tinggi tanaman Sawi daging dilakukan dengan pengamatan langsung mulai benih ditanam hingga panen. Pengamatan dilakukan setiap tujuh hari. Pengukuran tinggi tanaman Sawi daging diukur dari permukaan tanah hingga bagian tertinggi tanaman menggunakan mistar.

  minggu hingga masa panen. Data hasil pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, dan berat basah tanaman.

  MST. Penimbangan berat basah tanaman menggunakan timbangan digital. Tanaman yang ditimbang adalah seluruh bagian tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  3. Luas Daun Pengukuran luas daun dilakukan dengan metode panjang kali lebar. Ukuran dimensi daun terpanjang dinyatakan sebagai ukuran panjang (p), sedangkan ukuran daun yang dimensinya lebih kecil dinyatakan sebagai lebar (l), kemudian dicari luasnya (L) dan dikalikan faktor koreksi (Sutrisman, 2003).

  5.24

  7.1

  8.82 10.52 13.04a 15.44a 17.42b P2D1

  5.92

  8.9

  10.74 12.78 17.26b 21.2b 23c P2D2

  5.2

  7.7

  8.6 11.56 16.86b 21.36b 23.66c P2D3

  7.94

  9.76 11.26 13.48a 15.8a 17.38b P1D3

  9.74 12.58 17.9b 22.86b 25.74d BNJ 5%

  2.41

  2.13

  2.27

  1.82

  2.36

  1.82

  1.82 Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5% Berdasarkan hasil (Tabel 1) perlakuan pupuk dalam bentuk curah maupun granul pada 1 MST, 2 MST, 3 MST, dan 4 MST tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, hal ini sehingga penyerapan unsur hara masih belum optimal, tetapi pada umur 5 MST, 6 MST, dan 7 MST menunjukkan pengaruh yang cukup nyata terhadap bentuk pupuk

  5.62

  7.46

  1. Tinggi Tanaman

  5 MST

  Tinggi tanaman merupakan gambaran adanya pertumbuhan pada tanaman. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada

  1 MST, 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST, dan 7 MST. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa semua perlakuan memperlihatkan pola pertumbuhan yang sama, yaitu tinggi tanaman semakin tinggi seiring dengan bertambahnya waktu.

  Berdasarkan hasil (Tabel 1) perlakuan pupuk dalam bentuk curah maupun granul pada 1 MST, 2 MST, 3 MST, dan 4 MST tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, hal ini diduga karena tanaman sawi masih muda sehingga penyerapan unsur hara masih belum optimal, tetapi pada umur 5 MST, 6 MST, dan 7 MST menunjukkan pengaruh yang cukup nyata terhadap bentuk pupuk yang diberikan.

  Perlakuan

  1MST

  2 MST

  3 MST

  4 MST

  6 MST

  5.54

  7 MST

  K

  5.5

  7.3

  9.7 11.3 12.6a 13.8a 15.2a P1D1

  5.1

  2. Jumlah Daun Jumlah daun tanaman Sawi dihitung mulai saat munculnya tunas daun hingga masa panen. Perhitungan jumlah daun juga menghitung jumlah daun yang rusak ataupun layu. Pengamatan dilakukan setiap tujuh hari.

  8.74 10.58 13.88a 16.02a 17.94b P1D2

  7.08

  11 Suharto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

  yaitu 15,6 helai, sedangkan jumlah rata-rata paling sedikit pada perlakuan K yaitu 8 helai.

  Berdasarkan analisis ragam (Tabel 3) menjelaskan bahwa perlakuan berbeda nyata pada umur 4 MST. Luas rata-rata daun tanaman Sawi daging terluas pada perlakuan P

  3. Luas Daun Tanaman

  1 MST hingga 7 MST.

  Perhitungan jumlah daun pada tanaman Sawi daging dilakukan pada umur

  2. Jumlah Daun Tanaman

  .

  Tingginya jumlah daun pada perlakuan yang diberi pupuk diduga karena pupuk memberbaiki karakteristik fisika dan kimia tanah. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan unsur nitrogen dalam tanah mampu diserap dengan baik oleh tanaman. Menurut Buckman dan Brady (1982), pemberian nitrogen yang tepat dapat membentuk bagian-bagian penting tanaman seperti batang, daun, dan akar. Jika nitrogen terpenuhi maka sintesis klorofil dapat terjadi, sehingga protein dan pembentukkan sel-sel baru dapat tercapai.

  3

  Pemberian pupuk dalam bentuk curah maupun granul menunjukkan perbedaan paling nyata pada 7 MST yaitu perlakuan P

  2 D

  2

  . Sedangkan luas rata-rata daun tanaman Sawi daging terkecil pada perlakuan K (kontrol) yaitu 29,91 cm

  Hasil pengamatan jumlah rata-rata daun Tanaman Sawi daging pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan P

  Lingga (1993) menyatakan bahwa peranan utama nitrogen pada tanaman adalah merangsang pertumbuhan tanaman, khususnya batang dan percabangan daun. Proses pembelahan sel akan berjalan cepat dengan adanya ketersediaan nitrogen yang cukup.

  Gardner et al, (1991) berpendapat bahwa pertumbuhan tinggi tanaman didahului dengan terjadinya proses pembelahan sel atau peningkatan jumlah sel dan perbesaran ukuran sel. Proses ini memerlukan unsur nitrogen yang diperoleh dari lingkungan.

  diberikan akan semakin tinggi juga pertumbuhan tanaman. Hal ini menunjukkan pupuk dalam bentuk curah memiliki ketersediaan hara yang lebih tinggi dari pada pupuk dalam bentuk granul sehingga pertumbuhan tinggi tanaman lebih baik.

  2 D 3 , dimana semakin tinggi dosis yang

  yaitu 56,61 cm

2 D

  2 D

  7 MST

  8 11 15,6b BNJ 5% 0,29 1,24 0,93 1,04 1,32 1,82 2,09 Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ

  6 7 8a P1D1 2 2,8 3,4 4,4 6,2 8 10a P1D2 2 2,8 4 4,8 6,2 8,2 10,6a P1D3 2 2,6 3,4 4,6 6,4 8,8 11,4a P2D1 2 3,2 5,2 6,4 7,6 10 12,6a P2D2 2 3,2 5,2 6,4 8,6 11 13,4a P2D3 2 3,2 4,4 5,8

  4

  3

  2

  2

  K

  6 MST

  berbeda nyata hanya pada usia 7 MST. Hasil analisa ragam menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada 1 MST hingga 6 MST. Jumlah rata-rata daun tanaman Sawi daging terbanyak ada pada perlakuan P

  5 MST

  

4 MST

  3 MST

  2 MST

  1MST

  Perlakuan

  2 .

  3

  3

  12 Suharto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

  2 D

  3

  yaitu 207,3

  g. Sedangkan nilai rata-rata berat basah terkecil adalah perlakuan K (kontrol) yaitu 154,3 g. Hal ini disebabkan perlakuan K (kontrol) tidak dilakukan pemberian pupuk. Sedangkan perlakuan dengan menggunakan pupuk dalam bentuk curah (P

  2 D 1 , P

  2 D 2 ,

4. Berat Basah Tanaman

  2 D

  P

  3

  ) menghasilkan berat basah lebih besar dari pada pupuk dalam bentuk granul (P

  1 D 1 , P

  1 D 2 , P

  1 D 3 ).

  Unsur hara yang diserap tanaman, seperti nitrogen yang dibutuhkan akan membentuk asam amino, meningkatkan protein, klorofil, dan memperbesar sel untuk mempercepat pertumbuhan tanaman sehingga berat dan volume tanaman bertambah (Syarief, 1988).

  Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Luas Daun Tanaman (cm

  K 154,3a P1D1 175,4b P1D2 178,5b P1D3 179,6b P2D1 197,9c P2D2 197,4c P2D3 207,3c

  BNJ 5% 11,71 Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.

  4 MST

  2

  )

  Perlakuan

  1MST

  2 MST

  3 MST

  5 MST

  Perlakuan Berat Basah Tanaman (gram)

  6 MST

  7 MST

  K 1,2 6,1 7,91 29,91a 47,17a 69,75a 80,12a P1D1 1,29 7,9 10,06 34,84b 56,13b 72,21a 83,98a P1D2 1,36 8,44 10,85 45,16c 59,22b 75,84a 84,76a P1D3 1,35 7,71 9,17 44,01c 58,24b 76,11a 85,59a P2D1 1,36 8,96 11,82 54,13d 64,73c 83,92b 98,93b P2D2 1,36 9,48 12,56 56,34d 65,28c 84,05b 98,87b P2D3 1,38 9,91 12,62 56,61d 66,03c 90,1b 107,05c BNJ 5% 1,01 1,57 2,81 4,29 5,14 6,23 7,53 Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%

  Adanya perbedaan tidak nyata pada usia 1 MST hingga 3 MST disebabkan ukuran daun yang homogen dan umur tanaman yang masih muda. Pada usia tersebut serapan unsur nitrogen masih belum terambil sepenuhnya oleh tanaman.

  Tingginya berat basah tanaman Sawi daging menggambarkan tingkat besarnya produksi suatu tanaman yang diperoleh pada saat panen. Berdasarkan hasil analisis ragam yang dijelaskan pada Tabel 4 berikut ini pemberian dosis pupuk terhadap tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat basah tanaman Sawi daging.

  Tabel 4 Pengaruh Perlakuan Terhadap Rerata Berat Basah Tanaman

  Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut penggunaan pupuk dalam bentuk curah memberikan pengaruh lebih baik daripada pupuk dalam bentuk granul. Pengaruh tersebut dapat diamati dari parameter tinggi tanaman, luas daun, dan berat basah tanaman. Berdasarkan parameter yang diamati, maka perlakuan terbaik terdapat pada penggunaan pupuk dalam bentuk curah dengan dosis 500 gram (14 Ton/ha). Dosis penggunaan pupuk dalam bentuk granul terbaik untuk pertumbuhan tanaman Sawi daging terdapat pada dosis 500 gram (14 Ton/ha).

DAFTAR PUSTAKA

  Hara Kalium dari Tanah Perkebunan

  Aulia, Rahman. 2008. Analisa Kadar Unsur

  Besarnya nilai berat basah tanaman yang berbeda nyata diantara perlakuan yang ada disebabkan adanya pemberian perbedaan nilai rata-rata berat basah tanaman Sawi daging. Nilai berat basah terbesar adalah perlakuan P

  13 Suharto, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

  Fosfor pada Daun Kelapa Sawit Secara Spektrofotometri di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. [Karya

  Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (2): 131-147. Syarief, E. S. 1988. Ilmu Tanah Pertanian.

  Tanaman Dalam Pengembangan Inovasi Budidaya Sayuran berkelanjutan. Jurnal

  Jakarta: Penebar Swadaya. Suwandi. 2009. Menakar Kebutuhan Hara

  Sutrisman. 2003. Bertanam Jenis Sayur.

  Corn and Baby Corn. Penebar Swadaya. Jakarta.

  Palungkun, R dan Budiarti, A. 1993. Sweet

  Ilmiah]. Fakultas Mtematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.

  Mastura, M. S. 2008. Analisa Unsur Hara

  Tugas Akhir. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.

  Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.

  Penebar Swadaya. Jakarta. Lingga, P dan Marsono. 2007. Petunjuk

  1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Diterjemahkan oleh H. Susilo. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Lingga, P. 1997. Petunjuk Penggunaan Pupuk.

  1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta. Gardner F. P, R. B. Pierce dan R. L. Mitchel.

  2007. Daftar Klasifikasi Buah dan Sayuran . Jakarta: Bhrata Karya. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI.

  Bhrata Karya Aksara. Terjemahan Prof. Dr. Soegiman. Jakarta. Departemen Pertanian Republik Indonesia.

  Buckman dan Brady. 1982. Ilmu Tanah.

  Pustaka Buana. Bandung.

Dokumen yang terkait

View of Rekayasa Perangkat Lunak Berbasis Android Sebagai Media Informasi Akademik Siswa SMK PKP 2 Jakarta

0 0 7

Evaluasi Kelayakan Finansial Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) Studi Kasus di Pulau Mandangin Kabupaten Sampang Financial Feasibility Evaluation of Regional Water Company (PDAM) Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) Case Study

0 0 5

Analisis Pola Perubahan Tingkat Kekeringan Kabupaten Bojonegoro Berdasarkan Theory Of Run Analysis Of Drought District Level Pattern Changes Based On The Theory Of Run In Bojonegoro

0 0 8

Pengolahan Limbah Batik Tulis Dengan Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) Batik Waste Reduction With Phytoremediation Using Water Hyacinth Plants (Eichornia Crassipes)

0 0 6

Evaluasi Daya Dukung Dan Daya Tampung Ruang Permukiman Di Kota Kediri Evaluation of Supportive Capacity and Residential Land Supply Capability in Kediri

0 0 5

Uji Kualitas Briket Kotoran Sapi Pada Variasi Kadar Perekat Tapioka dan Suhu Pengeringan The Quality of Briquettes Manure of Cow For Concentration Adhesive Tapioca and Drying Temperature

0 0 6

Pengaruh Konsentrasi Dan Waktu Kontak Pada Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Karbon Aktif Tongkol Jagung Untuk Menurunkan BOD dan COD The Influence Of Concentration and Contact Time in Domestic Sewage Treatment Using Activated Carbon the Cob of Corn

0 0 8

Analisa Potensi Penerapan Produksi Bersih di Rumah Pemotongan Hewan Kota Malang Analysis of Potential Application of Cleaner Production in Malang Slaugtherhouse

0 0 9

View of Diagnosa Penyakit Osteoporosis Menggunakan Metode Certainty Factor

0 0 8

Pemanfaatan Limbah Cair Greywater untuk Hidroponik Tanaman Sawi (Brassica juncea) The use of Greywater Wastewater for Hydroponic Mustard (Brassica juncea)

0 3 8