Epidemiologi Penyakit Tubercolosis Paru

Epidemiologi
Penyakit
Tubercolosis Paru

Agent


Agent dari penyakit :






Mycobacterium Tuberculosis, basil tuberkel,
kuman batang tahan asam, yang merupakan
penyebab utama TBC didunia.
Mycobacterium Africanum, terdapat di Afrika.
Perbedaan penting satu-satunya adalah bahwa
basil ini sering resisten terhadap Tiasezaton.
Mycobacterium Bovis, infeksi seringkali

ditularka kepada manusia lewat susu sapai dan
unta. Ini banyak terjadi dinegara yang
berpenghasilan rendah.

DETERMINANT
Usia dan jenis kelamin
 Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan
sampai pada umur pubertas
 Bayi dan anak kecil mempunyai daya tahan tubuh yang
lemah.
 Infeksi yang berakibat paling fatal yang rentan mengenai
anak usia 2 tahun adalah TBC Millier (Meningitis)
terutama mengenai kelenjar getah bening dan tulang.
 Pada usia dewasa insiden tertinggi TBC banyak terdapat
pada pria.
 Prevalensinya terus meningkat samapi umur 60 tahun.
 Pada wanita sering mendapat TBC paru sesudah
bersalin, prevalensinya meningkat sampai usia 40-50
tahun dan kemudian berkurang.


DETERMINANT
Faktor Gizi
 Kelaparan atau gizi buruk mengurangi
daya tahan terhadap penyakit.
 Kemiskinan merupakan determinant
penting yg terkait dengan gizi

DETERMINANT
Perilaku/ Kebiasaan
 Kebiasaan merokok dan minuman beralkohol
merupakan factor yang berkaitan dengan
penurunan daya tahan tubuh
 Kebiasaan menimang & mencium bayi/anak
 Kebiasaan menggunakan sarana makan-minum
yang sama

DETERMINANT
Lingkungan
 Adalah agregat dari seluruh kondisi
lingkungan dan pengaruh-pengaruh

luar yang mempengaruhi kehidupan
dan perkembangan bakteri TBC
 Linkungan Non Fisik yaitu Kemiskinan
 Keadaan ini berkaitan dengan
perumahan yang terlampau padat atau
kondisi lingkungan kerja yang buruk
akan menurunkan daya tahan tubuh
dan memudahkan terjadinya infeksi.

Riwayat Alamiah Penyakit
Tahap Prepatogenesa
 Tempat masuk kuman Mycobacterium
Tuberculosis adalah saluran penapasan,
saluran pencernaan
 Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui
udara (airborne) yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kuman/ basil tuberkel yang
berasal dari orang yang terinfeksi
 Saluran pencernaan merupakan tempat
masuknya kuman M.Bovin, yang

penyebarannya melalui susu yang
terkontaminasi.

Cara Penularan
Langsung  Droplet
 Sputum manusia adalah sumber
penularan yang paling penting
 Batuk, berbicara, dan meludah
memproduksi percikan sangat kecil
berisi Baketri TB yang melayanglayang
 Kuman ini terhirup oleh orang lain

Cara Penularan
Tidak Langsung
 Airborne, penyebaran bakteri secara aerosol
kemedia yang sesuai misalnya jatuh ketanah
atau tempat lembab  berkembang biak 
ketika kering terbawa angin dan dihirup oleh
manusia.
 Melalui makanan/ minuman Melalui susu (milk

borne disease), susu yang belum dipasteurisasi
yang terdapat pada susu sapi dan unta.

Resorvoir/ Sumber Penularan
Manusia
 Dari orang yang terinfeksi  test tuberculin
positif
Binatang
 Sapi dan unta yang terinfeksi 
Micobacterium Bovins

Patogenesis
 Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh






respon imunitas

Basil tuberkel mencapai permukaan alveolus melalui
inhalasi
Setelah berada didalam ruang alveolus biasanya dibagian
bawah lobus atas atau dibagian atas lobus bawah
Basil tuberkel akan membangkitkan reaksi peradangan.
Reaksi ini ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 hari
(masa inkubasi).
Reaksi peradangan ini ditandai dengan
demam,berkeringat dingin dimalam hari, batuk produktif
lebih dari 3 minggu, BB turun, sakit dada atau batuk
berdahak.

Patogenesis (Fase Akhir)
Jika tidak dilakukan pengobatan yang adekuat
akan menyebabkan komplikasi :
TBC Millier
TBC Abdomen
TB Getah Bening
TB Tulang
Resisten terhadap obat

Kematian

Tingkat Pencegahan
Primer (Promosi dan Perlindungan Spesifik)
 Pasteurisasi pada susu
 Perbaikan Ventilasi dan sanitasi lingkungan
 Nutrisi yang adekuat sesuai dengan tingkat
pertumbuhan
 Pemberian imunisasi BCG
 Pendidikan kesehatan, ajarkan bahwa
meludah disembarang tempat tidak baik dan
menjijikan.
 Screening kesehatan berkala,medical check
up, pemeriksaan thorax foto.
 Menghindari tembakau dan alkohol

Sekunder
 Pemeriksaan kasus sedini mungkin dengan pemeriksaan










sputum pada pasien dengan batuk berdahak lebih dari 3
minggu.
Penemuan kasus Aktif dan Pasif. Aktif dengan
mengunjungi rumah-rumah penduduk dam memriksakan
sputum mereka. Pasif dengan memberikan pengobatan
yang adekuat pada pasienTBC yang dating ke
Puskesmas,RS, Poliklinik.
Pemberian pengobatan atau terapi yang adekuat
Pengobatan berlangsung 6-8 bulan dengan
menggunakan terapi Rifampisin dan Pirazinamide.
Cek sputum BTA, rontgen Thorax, Test Tuberkulin.
Melakukan kontak dengan keluarga pasien terkena TBC
Memeriksa keluarga pasien yang potensial terinfeksi.

Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien TBC
tentang penularan ke orang lain.

Tertier
 Mempersiapkan mental pasien yang telah
sembuh dari TBC
Kebanyakan mereka merasa rendah diri
karena banyak orang yang beranggapan bahwa
TBC penyakit menular yang tdak dapat
disembuhkan dan mereka enggan bergaul
dengan bekas penyakit TBC
 Mengajarkan pasien yang sedang dalam
pengobatan untuk tidak menjadi sumber
penularan bagi orang lain

MASALAH DI INDONESIA
 Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan













bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia dan
nomor 1 dari golongan penyakit infeksi.
Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB
dengan kematian karena TB sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap
100.000 penduduk Indonesia terdapat 180 penderita penderita baru TB Paru BTA
positif.
Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, kelompok
ekonomi lemah dan berpendidikan rendah.
Sampai saat ini Program Penanggulangan TB dengan strategi DOTS belum
dapat menjangkau seluruh Puskesmas. Demikian juga Rumah Sakit Pemerintah,

swasta dan unit pelayanan kesehatan lainnya.
Perkiraan ARTI (Annual Rate of Tuberculosis Infection) pada tahun 1990-1995
adalah 2,0%.
Incidence rate Sediaanapus (smear) positif 105/100.000.
Menurut SKRT 1996 = TB penyebab kematian no.4.
WHO di daerah Jogjakarta 0,6% penduduk positif dalam dahaknya dengan
perbedaan prevalensi di kota dan di desa masing-masing 0,5%-0,8%.
Penatalaksanaan penderita dan system pencatatan pelaporan belum seragam di
semua unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.

Target Nasional P2TBC
 Target 2004 yaitu :

- CDR minimal 60%
- Angka konversi ≥ 85%
- Angka kesembuhan ≥ 80%
- Angka error rate ≤ 5%

Keadaan tahun 2005
 CDR baru 51%
 Angka konversi ≥ 85%
 Angka kesembuhan ≥ 80%
 Angka error rate 5-30% dan belum ada

secara nasional

Permasalahan utama
Bagaimana mencapai angka

penemuan kasus 70% sesuai
dgn target global dan target
nasional pada tahun 2005

Rendahnya CDR
 Estimasi angka insiden TBC yg kurang akurat
 Rendahnya “health care seeking behaviour of TB

suspects” di UPK yg DOTS
 Tidak adanya R/R karena UPK belum semuanya
DOTS
 DOTS (Directly Obsreved Treatment Shortcource
Chemotherapy)
 Kualitas Pelayanan TBC
 Akses thdp pelayanan

CDR Problem analysis diagram
Faktor lainnya :
-Pendidikan dan pelatihan yg tdk
adekuat
-Kualitas supervisi kutang baik
-Kualitas dan kuantitas bahan
dan material pendukung
-Kualitas dan kuantitas OAT
-Pedoman yg kurang jelas

Kualitas Pelayanan TBC
•Poor patient flow
•Poor clinical diagnosis
•Poor compliance to guidelines
•Poor laboratory diagnosis
•Poor sputum collection
methods
•Poor staining methods
•Poor reading skills
•Poor quality control
•Poor transport and storing of
sputum samples
•Poor reporting and recording
•Kurang berfungsinya sistem
rujukanr
•Tidak ada contract tracing
•Kurangnya penyuluhan kpd
penderita dan masyarakat

Kebijaksanaan
–Rendahnya insentif
Gaji/upah
Biaya hidup sehari2
Penghargaan
-Budget operasional yg rendah
-Reformasi bidang kesehatan
-Rendahnya managemen SDM
-Tingginya biaya
-Sistem infokes yang birokrasi
-Kurangnya perhatian thd
kelompok yang beresiko

Faktor Personal
-Rendahnya komitmen
-Kurang keahlian/Ketrampilan
-Prilaku krng baik thd pasien
-Rendahnya kerjasama ptugas
-Stigma

Beban kerja yang tinggi

Akses thdp pelayanan
-Beban biaya pengobatan
-Beban biaya transportasi
-Jarak dan waktu tempuh
-Terbatasnya jam pelayanan UPK

Gejala awal yg
tidak sepsifik
RS Pemerintah
belum DOTS
Sektor Swasta
-DPS
- RS Swasta
-Apotik swasta
Tidak adanya R/
R karena belum
DOTS

Low CDR

Estimasi insiden
TBC yg tidak
akurat (terrlalu
tinggi/ rendah)

Faktor masyarakat
–Persepsi thdp TBC  STIGMA
-Persepsi thd gejala
-“Low appreciation” dr puskes
-Alternatif pengobatan
•Pengobatan tradisional )
Pengobatan sendiri
)
-Kurangnya dukungan dari
pemuka agama/masyarakat

Rendahnya “health care
seeking behaviour of TB
suspects”UPK

Faktor suspek penderita TBC
-Tanggapan thd gejala2 TBC
-Tanggapan thd beratnya p. TBC
-Pengetahuan TBC dpt sembuh
-Tanggapan thd pengobatan OAT
-Tanggapan thd pelayanan UPK
DOTS/non-DOTS
-Pengalaman sebelumnya thdp
pelayanan kesehatan
-Kesediaan utk memeriksakan
dahak dgn baik
-Dukungan keluarga kurang
-Pilihan pengobatan alternatif
-Tidak ada asuransi kesehatan
-Adanya stigma
-Status ekonomi
-Mobilitas tinggi
-Tingkat pendidikan
-Sex/umur

Kebutuhan Operasional research
lainnya
 Diagnosis TBC pada anak dgn

menggunakan sistim “scoring”, di
bandingkan metode diagnosis saat ini
 Konsep Kelompok Puskesmas
Pelaksana (KPP), PRM- PPM dan PS
 Sistim Jejaring rujukan yang efektif

Operasional Research
 Dapat dilaksanakan pada setiap simpul

simpul tersebut
 Menjawab kebutuhan program 
memperbaiki kebijaksanaan dan
implementasi di lapangan