PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 SEBAGAI UPAYA LEGAL UNTUK MENCAPAI EFISIENSI PAJAK PERUSAHAAN

  

PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

SEBAGAI UPAYA LEGAL UNTUK MENCAPAI EFISIENSI

PAJAK PERUSAHAAN

(Studi Kasus Pada CV. YUNIKA)

Firman R amadhan, Syafi’i, Widya Susanti

  Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Bhayangkara Surabaya

  

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan antara metode yang saat ini digunakan perusahaan dengan metode Gross Up dan mengetahui dampak yang dihasilkan oleh penerapan metode Gross Up untuk menghitung PPh pasal 21 karyawan terhadap jumlah pajak yang harus dibayar oleh perusahaan sebagai upaya untuk mencapai efisiensi pajak perusahaan. Metode penulisan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menggukan metode Net laba bersih yang diterima perusahaan lebih besar dari pada metode Gross up. Tetapi untuk pembayaran pajak perusahaan, menggunakan metode

  Gross up lebih efisien dari pada metode net.

  Kunci : Peraturan, Pajak Penghasilan, Laba Rugi

ABSTRACT

  This study aimed to compare the amount of taxes to be paid by the company

between the methods currently used by the company with the method of Gross Up and

determine the impact generated by the application of methods Gross Up for calculating

income tax article 21 employees to the amount of taxes to be paid by the company in an

effort to achieve company tax efficiency . This writing method using descriptive

qualitative method . The results of this study indicate that the method menggukan Net

net profit received by the company is greater than the Gross -up method . But for the

payment of corporate tax , using the method of Gross -up more efficient than the method

of the net .

  Keywords: Regulation, Income Tax, Profit and Loss PENDAHULUAN

  Pemerintah indonesia untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran-nya, membutuhkan sumber dana yang pasti setiap tahunnya. Sumber dana pemerintah Indonesia tersebut antara lain diperoleh melalui pendapatan non pajak dan pendapatan pajak. Pendapatan non pajak diperoleh pemerintah dari retribusi, keuntungan BUMN/BUMD, denda dan sita, sumbangan serta hadiah dan hibah. Sedangkan pendapatan pajak di peroleh melalui penarikan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai & Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn & PPnBM), Bea Materai, Pajak Bumi & Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan

  (BPHTB).Diantara pendapatan pajak tersebut di atas, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan salah satu pajak yang paling sering berhubungan langsung dengan masyarakat, khususnya para pegawai. Metode ini disebut dengan Net Method. Dengan metode ini PPh pasal 21 karyawan dibayar oleh perusahaan sehingga Take Home Pay yang di peroleh karyawan adalah gaji bersih yang sudah dipotong pajak. Perusahaan yang menggunakan metode ini akan terkena koreksi fiskal positif, karena adanya perbedaan biaya fiskal dan biaya komersial. Beban PPh pasal 21 karyawan yang ditanggung perusahaan bukan merupakan biaya yang boleh dikurangkan untuk mengetahui penghasilan netto perusahaan, sehinnga pada akhirnya harus dimasukkan lagi kedalam penghasilan perusahaan. Metode Gross Up adalah metode dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang besarnya sesuai dengan PPh pasal 21 yang dipotong dari karyawan. Dengan metode ini pegawai akan mendapoatkan Take Home Pay yang lebih besar karena gaji yang diperoleh masih ditambah dengan tunjangan pajak. Pegawai juga tidak lagi membayar PPh pasal21 yang terulang karena jumlah tunjangan pajak yang diperoleh besarmya sama dengan PPh 21 terutang. Bagi perusahaan, pemberian tunjangan ini akan menghindarkan perusahaan dari koreksi fiskal positif. Karena tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang merupakan salah satu biaya yang boleh dikurangkan untuk mengetahui penghasilan netto perusahaan. Dengan begitu penhasilan kena pajak perusahaan akan lebih kecil dan akan mengakibatkan pajak yang harus dibayarkan perusahaan menjadi lebih kecil.

  Pajak

  Nurmantu (2005:1) adalah: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikelir ke sektor pemerintahan) berdasar undang- undang (dapat dipaksakan) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum”. Selain itu Suandy (2011:10) menjelaskan ciri-ciri yang

  :

  melekat dalam pengertian pajak adalah sebagai berikut 1.

  Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah.

2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.

  3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.

  4. Pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

  Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih dapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public

  investment.

  6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah.

  7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.

  Perencaaan Pajak

  Setiap wajib pajak cenderung untuk menghindari pajak atau meminimalkan jumlah pajak yang terutang. Perencanaan pajak sebagai salah satu fungsi dari manajemen perpajakan sangat mewarnai keseluruhan dari sistem manajemen perpajakan. Perencanaan Pajak merupakan tahap awal dalam menganalisa secara sistematis berbagai alternatif pelaksanaan kewajiban perpajakan, dengan cara mengumpulkan dan meneliti kembali berbagai peraturan perpajakan agar dapat diseleksi berbagai jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Perencanaan Pajak juga juga dapat berkonotasi positif sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya secara optimal, dan didalam faktanya Perencanaan Pajak bisa dikatakan sebagai jiwa dari sistem manajemen perpajakan karena Perencanaan Pajak bisa dilakukan sejak berdirinya suatu usaha sampai usaha tersebut dibubarkan.

  “Menurut Suandy (2008:9), Perencanaan Pajak umumnya dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi tersebut terkena pajak atau tidak. Apabila suatu transaksi tersebut terkena pajak apakah dapat di upayakan agar di kecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya, kemudian apakah dapat ditunda atas pembayaran pajak yang dimaksud tesebut. Dan dalam melaksanakan suatu perencanaan pajak, setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh wajib pajak, yaitu : a. Tidak melanggar ketentuan perpajakan. Apabila perencanaan pajak dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan, maka bagiwajib pajak hal tersebut merupakan resiko yang sangat berbahaya dan justru akan mengancam keberhasilan perencanaan perencanaan pajak itu sendiri. b. Secara bisnis masuk akal, karena perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan manajemen secara menyeluruh perusahaan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Oleh karena itu , perencanaan pajak yang

  c. Bukti-bukti pendukungnya memadai. Antara lain mengenai perlakuan akuntansinya

  (accounting treatment), faktur (invoice), dan dokumen- dokumen lain yang berhubungan dengan transaksi usaha”.

  Pajak Penghasilan

  Pengertian pajak penghasilan pasal 21 menurut Waluyo (2008:191) adalah: “Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apa pun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri.”

METODE PENELITIAN

  Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan rumusan masalah, maka pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah dengan pendekatan kualitatif deskriftif dengan metode studi kasus. Tujuan dari penelitian kualitatif deskriptif adalah memberikan gambaran secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada, sifat dan karakter, serta hubungan antara fenomena yang sedang diteliti, yaitu mengenai Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagai dasar perhitungan kewajiban perpajakan perusahaan. Penelitian kualitatif deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesa atau teori, tetapi hanya merupakan pengamatan dan penelitian yang memberikan penjelasan terhadap suatu keadaan kemudian berusaha memberikan kesimpulan atas pengamatan tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 1. Interview, yaitu cara mengumpulkan data melalui tanya jawab dengan staf accounting perusahaan yang memiliki wewenang terhadap dokumen dan laporan keuangan. 2. Dokumen, yaitu pengumpulan data dengan cara melihat dari catatan-catatan yang terdapat pada perusahaan dan referensi yang ada dalam perusahaan. 3.Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan langsung terhadap fenomena yang terjadi pada obyek penelitian.

  Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer, data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari sumber internal perusahaan, melalaui staf acounting perusahaan yang memiliki wewenang terhadap peneliti, studi kepustakaan, dokumen-dokumen perusahaan dan penelitian sebelumnya serta dari pengetahuan yang dimiliki peneliti.

  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perbandingan Pajak Penghasilan Sebelum dan Sesudah Perencanaan Pajak Tabel 1 Perbandingan laporan Laba/Rugi sebelum dan sesudah perencanaan pajak tahun 2015

  Keterangan Net Method Gross Up Method Penjualan Rp 13.750.600.000 Rp 13.750.600.000 HPP Pembelian Persediaan awal Persediaan akhir

  Rp 9.825.700.000 Rp 4.250.000.000 (Rp 2.225.000.000)

  Rp 9.825.700.000 Rp 4.250.000.000 (Rp 2.225.000.000)

  Laba kotor perusahaan Rp 1.899.900.000 Rp 1.899.900.000 Biaya-biaya Biayaoperasional Rp 567.500.000 Rp 567.500.000 Gaji karyawan Rp 934.800.000 Rp 934.800.000 Tunjangan hari raya Rp 77.900.000 Rp 77.900.000 Tunjangan pajak - Rp 4.314.474 Laba/rugi sebelum pajak Rp 319.700.000 Rp 315.385.526 PPh Psl 21 (non deductible) Rp 4.098.750 - Laba/rugi sebelum pajak Rp 323.798.750 Rp 315.385.526 Pajak penghasilan pasal 29 Rp 66.820.904 Rp 65.084.704 Laba bersih usaha Rp 256.977.846 Rp 250.300.822

  Sumber : Peneliti (2016) Berdasarkan Tabel 1, menjelaskan bahwa perhitungan Laba/Rugi PPh pasal 21 menggunakan metode Net menghasilkan laba bersih yang lebih besar dari metode Gross

  up , tetapi menggunakan metode net perusahaan akan dikenakan koreksi fiskal positif.

  Analisa Perbandingan Perhitungan Perencanaan Pajak

  Agar memperoleh metode yang tepat dalam penghematan PPh pasal 21 terutang bagi CV. YUNIKA, maka penulis akan memperhitungkan:

1. PPh yang harus dipotong/ ditanggung karyawan.

  Dari perhitungan dua metode pemotongan PPh pasal 21, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu: a.

  Dengan metode Net, maka gaji karyawan tidak akan dikurangi dengan PPh pasal 21 perusahaan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan dan perusahaan selaku pemotong atau pemungut pajak wajib untuk membayar dan melaporkan ke kantor pajak.

  b.

  Dengan rumus Gross Up, perhitungan PPh pasal 21pada tahun 2015 Rp 4.314.472, namun jumlah tersebut bisa dibiayakan. Sedangkan jumlah PPh pasal 21 yang dibayar ke kas negara adalah sama besarnya dengan tunjangan pajak tersebut. Metode ini, bagi karyawan sesungguhnya tidak berpengaruh terhadap penghasilan yang diterima karyawan. Dikarenakan besarnya tunjangan pajak akan sama dengan besarnya PPh pasal 21 yang terutang. Dari segi komersial, kebijakan perusahaan menerapkan Gross Up akan lebih memberatkan perusahaan atau pemberi kerja. Karena biaya fiskal akan menjadi besar. Namun, pembesaran biaya fiskal akan membuat laba sebelum pajak menjadi kecil, sehingga PPh badan terutangpun akan menjadi lebih kecil pula.

2. Take Home Pay karyawan

  Dalam melakukan perencanaan terhadap PPh pasal 21 yang tepat bagi perusahaan, maka perusahaan harus melakukan perhitungan dan perbandingan tingkat take home pay karyawan berdasarkan 2 metode perhitungan PPh pasal 21. Berikut merupakan perhitungannya:

  

Tabel 2

Take Home Pay tahun 2015

  Keterangan Net Method Gross Up method Gaji Rp 934.800.000 Rp 934.800.000 Tunjangan Rp 77.900.000 Rp 77.900.000

  • Tunjangan pajak Rp 4.314.474 Penghasilan Bruto Rp 1.012.700.000 Rp 1.017.014.474

  Rp 4.314.474 - PPh pasal 21 Total take home pay Rp 1.012.700.000 Rp 1.012.700.000

  Sumber: Peneliti (2016) Dari perhitungan Tabel 2, meskipun metode NetMethod menghasilkan hasil yang take home pay yang sama yaitu sebesar Rp 1.012.700.000 di tahun 2015, namun perusahaan masih harus mengeluarkan dana untuk setoran PPh pasal 21 ke kas negara yang menjadi beban perusahaan.Sehingga, dapat disimpulkan metode Gross Upmenjadi alternatif yang terbaik dari lainnya untuk kesejahteraan pegawainya Beban Pajak yang Ditanggung Perusahaan.

  

Tabel 3

Perbandingan antara totalitas beban pajak setelah Tax Planning tahun 2015

  Keterangan Net Method Gross Up

  Method

  PPh pasal 21 (sebagai tunjangan Rp 4.314.474 pajak PPh badan Rp 66.820.904 Rp 65.084.704 Total Pajak (Beban perusahaan) Rp 66.820.904 Rp 69.399.178 PPh pasal 21 (beban perusahaan, Rp 4.098.750 bukan sebagai tunjangan pajak PPh pasal 21 (beban pegawai) Total pajak Rp 70.919.654 Rp 69.399.178

  Sumber: Peneliti (2016) Dari Tabel 3, maka secara total, bila diperhitungkan beban pegawai dari PPh

  pasal 21,metode Gross Up akan memberikan efisiensi pajak yang lebih besar bagi pegawai dan perusahaan. Karena total pajaknya adalah yang terkecil dibandingkan dengan metode Net yaitu sebesar Rp 69.399.178 dan Rp 70.919.654 Jadi dengan menggunakan metode Gross up perusahaan dapat menghemat pembayaran pajak penghasilan perusahaan sebesar Rp 1.520.476. Sehingga, metode gross up dirasa alternatif yang baik dalam menghemat beban pajak yang ditanggung perusahaan.

4. Laba Bersih Perusahaan

  Perusahaan juga harus mempertimbangkan penerimaan laba bersih dalam melakukan perencanaan pajak. Dari perhitungan pajak penghasilan badan tersebut diatas, maka laba bersih dari masing-masing metode adalah sebagai berikut:

  

Tabel 4

Laba Bersih perusahaan tahun 2015

  Keterangan Net Method Gross Up Method Laba bersih setelah pajak Rp 252.879.096 Rp 250.300.822 21 (non Rp 4.098.750

  • PPh Pasal deductible) PPh Pasal

  21 (beban pegawai) Laba bersih setelah pajak Rp 256.977.846 Rp 250.300.822 dan beban non deductible

  Sumber : Peneliti (2016) Bila diperhitungkan beban PPh pasal 21, laba bersih dan beban non deductible perusahaan, penggunaan net methode memberikan laba bersih yang lebih besar bagi perusahaan dibanding dengan Gross Up Method dengan selisih Rp 6.677.024.

  SIMPULAN

  Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab IV, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Dilihat dari sudut pandang PPh yang harus dipotong/ ditanggung karyawan, metode Gross Up memberikan tunjangan pajak kepada karyawan. Metode ini sesungguhnya tidak memberikan pengaruh kepada karyawan, karena PPh yang dipotong sama besarnya dengan tunjangan pajak yang diberikan kepada karyawan. Untuk metode Gross Up, take home pay karyawan sama dengan metode net sebesar Rp 1.012.700.000.namun dengan metode net perusahaan masih harus mengeluarkan dana untuk setoran PPh pasal 21 ke kas negara yang menjadi beban perusahaan. Jika dilihat dari sudut pandang beban pajak yang harus ditanggung perusahaan, total pajak yang ditanggung dengan menggunakan metode gross up adalah sebesar Rp 69.399.178lebih kecil dibanding metode net sebesar Rp 70.073.812.Sedangkan Untuk laba bersih perusahaan, dalam metode ner methode sebesar Rp Rp 257.832.688, yang mana hal itu lebih besar dibanding gross up sebesar Rp250.300.822. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menggukan metode Net laba bersih yang diterima perusahaan lebih besar dari pada metode Gross up. Tetapi untuk pembayaran pajak perusahaan, menggunakan metode Gross up lebih efisien dari pada metode net.

  SARAN

  Berdasarkan beberapa kesimpulan yang telah dikemukakan oleh peneliti, maka terdapat beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi CV. YUNIKA adalah YUNIKA menggunakan metode Gross Up dikarenakan dapat menekan pembayaran beban pajak seminimal mungkin dibandingkan dengan menggunakan metode net.

  

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: Penerbit Andi. 2011.

  Peraturan Pemerinta N0. 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu terhadap laporan laba rugi perusahaan PSAK No.1 (Revisi 2009). PT. Remaja Rosdakarya.

  Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.