Helminth infection, immunity and allergy

  Artikel review

  Vol. 4, No. 1, Juni 2012 Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang Hal : 47 - 52 (Epidemiology and Zoonosis Journal)

  Penulis : Helminth infection, immunity and allergy

  1. Dicky Andiarsa

  2. Budi Hairani Abstract

  3. Gusti Meliyanie Helminth infection and allergy are associated with elevated levels of IgE, tissue eosinophilia,

  4. Deni Fakhrizal mastocytosis, and CD4+ T cells that initiating by secreting the Th2 cytokines IL-4, IL-5, and IL-

  13. However, interaction between the factors was still unclear. This article try to review some Korespondensi:

Balai Litbang P2B2 Tanah articles that related with helminth infection, allergy, and immune system to figured out

Bumbu Jl. Dharma Praja Desa holistically to explain both diseases phenomenon.

  Gunung Tinggi, Kec. Batulicin Kab. Tanah Bumbu Kalsel. Email: andiarsa@gmail.com.

  Infeksi cacing, imunitas, dan alergi Kata Kunci : infeksi cacing

  Abstrak Alergi

  Infeksi cacing dan alergi memiliki kesamaan dalam peningkatan kadar IgE pada serum, Sistem kekebalan eosinofil dalam jaringan, mastositosis, dan sel CD4+ T yang menginisiasi dengan mensekresi Th2, IL-4, IL-5, dan IL-13. Walau demikian masih belum dapat dijelaskan dengan pasti

  Diterima :

  

10 April 2012 hubungan keduanya. Artikel ini mereview beberapa artikel yang berkaitan dengan infeksi

cacing, alergi dan sistem kekebalan tu1buh untuk memperoleh gambaran yang lebih

  Disetujui :

komprehensif dalam menjelaskan fenomena kedua penyakit.

  22 Mei 2012

  Pendahuluan

  bermetamorfosis (molt) menjadi stadium infektif ditiadakan oleh adanya infeksi cacing yang (L1-L3) dalam waktu 1-3 minggu (tergantung mendasari penulisan artikel ini sehingga dapat 5 spesiesnya). Jika vektor yang mengandung larva diketahui dengan jelas keterkaitan di antara kedua infektif tersebut menggigit orang lain, larva L3 jenis penyakit. meninggalkan ujung proboscis vektor ke kulit dekat lubang gigitan, kemudian memasuki tubuh hospes

  Infeksi cacing dan alergi

  sudah mati dalam pembuluh limfe juga ini hidup sebagai parasit di sistem limfatik tubuh mengakibatkan respon inflamasi lokal dan D. Andiarsa, dkk.

  Brugia timori, dan Brugia malayi. Nematoda darah

  yang dapat menyebabkan keradangan pada Tiga spesies utama yang menyebabkan filariasis kelenjar maupun pembuluh limfe. Penumpukan pada manusia adalah Wuchereria bancrofti, cacing filaria dewasa baik yang hidup maupun yang

  Cacing dewasa inilah yang dapat menyebabkan menurut siklus hidup dan cara parasit tersebut kelainan patologis pada kelenjar limfatik menginfeksi hospesnya. penderitanya melalui hasil metabolisme cacing

  melalui luka gigitan tersebut. L3 bermigrasi ke Infeksi cacing yang seringkali menyebabkan nodus limfe terdekat untuk berkembang menjadi reaksi hipersensitivitas adalah filariasis, dan cacing dewasa dan berkembang biak kembali dan infeksi cacing pencernaan. Kedua penyakit ini seterusnya. memberikan respon kekebalan yang bervariasi

  Infeksi Cacing (Sebuah Gambaran Etiologi)

  test) yang reaksinya dapat diturunkan bahkan

  manusia dan karenanya dapat menyebabkan 3 penyakit limfatik filariasis. Ada pula cacing filaria Infeksi cacing berhubungan dengan aktivitas pada binatang yang larvanya dapat menular pada tubuh yang menghasilkan beberapa substansi manusia dan menimbulkan penyakit tropical mediator penyebab hipersensitivitas tipe 1 seperti 5 1 eosinophilia. eosinofil, basofil dan sel mastosid. Kemampuan tubuh dalam menanggapi sekresi antigen yang Cacing filaria membutuhkan serangga sebagai dikeluarkan oleh cacing bergantung kepada vektor, misalnya nyamuk Anopheles, Aedes, respon sistem kekebalan, lamanya infeksi dan Mansonia, Culex bisa juga Simulium, Chrysops 5 berat ringannya suatu infeksi cacing. Seseorang atau Culicoides, tergantung spesiesnya. Manusia bisa memiliki respon yang berbeda dengan orang mendapat infeksi melalui gigitan vektor yang lain terhadap infeksi satu jenis cacing yang sama. mengandung mikrofilaria infektif. Wuchereria Proses interaksi antara sistem kekebalan dan bancrofti, Brugia timori, dan Brugia malayi memiliki infeksi cacing akan mengakibatkan gejala sifat nocturnal, yaitu mikrofilaria hanya ditemukan inflamasi dan alergi yang dipicu oleh aktivitas dalam darah perifer hospes pada malam hari saja. sitokin Th2 yang mendorong produksi IgE oleh sel Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan limfosit B, kemudian mendorong pertumbuhan dan tekanan oksigen antara darah vena dan arteri pada 2 5 degranulasi dari sel mast. waktu siang dan malam hari. Periode laten atau prepaten adalah waktu yang diperlukan antara

  Banyaknya kasus pemeriksaan jenis alergi (prick tengah dan bergerak ke otot thorax untuk

  keadaan yang memperlihatkan IgE yang sangat lebih lanjut kecuali jika dihisap oleh vektor. Jika responsif, namun atopi sendiri belum tentu dapat 4 mikrofilaria terhisap oleh vektor yang sesuai, menimbulkan gejala alergi. beberapa jam kemudian menembus dinding usus

  ductus thoracicus. Mikrofilaria ini tidak dapat hidup

  Alergi dapat ditimbulkan oleh atopi yaitu suatu

  mikrofilaria dalam darahnya. Mikrofilaria yang respon hipersensitivitas yang diinisiasi oleh dilahirkan masuk ke dalam darah perifer dengan pajanan alergen atau antigen pada dosis yang 3 menembus dinding saluran limfe ke dalam masih dapat ditoleransi oleh individu normal. pembuluh darah kecil yang berdekatan atau melalui

  and Clinical Immunology (EAACI) adalah sebuah

  Alergi, menurut European Academy of Allergology seseorang mendapatkan sampai ditemukannya

a. Filariasis

D. Andiarsa, dkk.

  bronchus. Larva terus naik ke pharink dan

  Infeksi cacing dan alergi

  menjadi bentuk infektif yang bila tertelan manusia, Secara umum tubuh manusia memiliki sistem telur tersebut akan menetas di usus halus. Larva pertahanan yang memungkinkan tubuh dapat yang menetas akan bermigrasi menembus usus

  Sistem Kekebalan terhadap Infeksi Cacing

  membantu telur Ascaris yang dibuahi berkembang

  Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan 11 hookworm dan ascariasis. hookworm. Lingkungan yang sesuai akan

  hemoglobin pada infeksi hookworm, peritonitis, akan dibatasi pada cacing jenis STH saja. 10 diare kronis pada kasus berat trichuriasis, bahkan STH biasa juga disebut geohelminth terdiri atas serangan jantung kongestif pada infeksi berat

  taeniasis, dan hymenolephiasis. Bahasan artikel ini 9

  Ketiga jenis STH hidup sebagai parasit dengan perantara untuk melanjutkan siklus hidupnya dan mengambil sari makanan di dalam saluran menginfeksi hospesnya. Namun demikian di pencernaan. Keberadaan parasit akan negara berkembang kasus non STH juga masih menyebabkan berbagai gangguan pada hospes, banyak ditemukan misalnya enterobiasis, mulai dari sakit perut ringan, kehilangan darah dan

  penyumbatan pembuluh limfe. Keadaan tersebut halus masuk ke pembuluh darah vena porta menuju akan menimbulkan perembesan cairan limfe pada ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke sel dan jaringan sekitar. Filaria Brugia memberikan paru. Dalam alveolus paru, larva terus bergerak kerusakan kronis pada jaringan lokal yang berbeda naik hingga trachea melalui broncheolus dan 3 dengan cacing Filaria jenis Bancrofti. Pembesaran

  70% yang ditemukan antara lain di beberapa desa terbawa aliran darah menuju paru dan selanjutnya di Sumatera (78%), Kalimantan (79%), Sulawesi pola perjalanan larva menjadi dewasa hampir sama (88%), Nusa Tenggara Barat (92%) dan Jawa Barat dengan Ascaris lumbricoides yang dengan tujuan (90%) diikuti pervalensi Trichuris yang juga tinggi 3 8 terakhir usus halus. Cacing STH dewasa pada daerah yang sama. mengeluarkan telurnya di dalam saluran

  larval hydroliytic. Larva akan memasuki kapiler dan

  Infeksi hookworm dimulai dengan penetrasi aktif manusia. Beberapa survei di Indonesia larva filariform melalui kulit dengan bantuan enzim menunjukkan prevalensi Ascaris lebih tinggi dari 3

  dewasa setelah bermetamorfosis sebanyak 4 kali Infeksi cacing saluran pencernaan merupakan dan kemudian bergerak menuju usus besar dan parasit yang paling sering terjadi di negara mengakibatkan infeksi kronis karena cacing berkembang termasuk di Indonesia. Nematoda dewasa menancapkan sebagian besar tubuh merupakan spesies terbanyak yang hidup sebagai 3 bagian anterior ke dalam mukosa. parasit terhadap hospes baik hewan maupun

  filariasis ini ditandai dengan batuk, nafas berbunyi, makanan atau minuman menetas sebagai larva di 7 sesak nafas, dan eosinofilia. dalam usus halus. Larva kemudian menanamkan diri ke dalam columnar epithelium hingga menjadi

  

tropical pulmonary eosinophilia (TPE). TPE pada lumbricoides. Telur Trichuris yang tertelan bersama

  Hipersensitivitas dapat pula terjadi pada penyakit Lingkaran hidup Trichuris trichiura sedikit lebih filariasis, kejadian yang jarang ini dinamakan sederhana dibandingkan dengan Ascaris 6

  Loeffler syndrome.

  organ yang disebabkan Wuchereria bancrofti menyebabkan respon batuk pada hospes dan larva biasanya terjadi pada seluruh lengan, kaki kembali masuk ke esophagus dan tertelan menuju (elephantiasis), penis, skrotum dan payudara, usus halus untuk kemudian tumbuh menjadi cacing sedangkan pada Brugia malayi dan Brugia timori dewasa. Keadaan saat larva berada di paru hingga biasanya terjadi pembesaran pada organ kaki di dibatukkan ke esophagus menimbulkan rekasi bawah lutut dan sangat jarang di bagian tubuh yang hipersensitivitas pada hospes yang biasa di sebut 3 8 lain.

b. Helminthiasis Pencernaan

  Kasus infeksi cacing memang lebih sering terjadi pencernaan dan terbawa keluar melalui feses dan pada jenis Soil Transmitted Helminthiasis (STH) seterusnya hingga menginfeksi hospes yang lain. karena cacing jenis ini tidak membutuhkan hospes mempertahankan diri dari serangan suatu penyakit. poliklonal IgE non spesifik dalam jumlah besar ini 14 Pada saat pertama kali agen penyakit seperti virus, masih belum diketahui. bakteri, parasit termasuk juga cacing yang masuk

  Keterkaitan Alergi dan Infeksi Cacing

  dan menginfeksi tubuh, akan terlebih dahulu Ada kemiripan jalur imunologis antara infeksi dikenali untuk memberikan kesempatan tubuh 12 cacing dan atopi yang ditandai dengan tingginya melakukan respon imun secara spesifik. eosinofil, IgE dalam serum dan basofil serta sel

  Respon imun dibedakan menjadi 2, yaitu respon mast dalam jaringan yang memungkinkan imun alamiah dan adaptif. Respon imun alamiah terjadinya respon hipersensitivitas tipe cepat. atau bawaan terjadi karena hal yang non spesifik,

  N a m u n a p a k a h i n f e k s i c a c i n g d a p a t yaitu kulit dan selaput lendir sebagai pelindung, mengakibatkan atopi atau sebaliknya masih perlu fagositosis dan sebagainya. Kekebalan alamiah ini banyak penelitian yang dapat menjelaskan juga ditentukan oleh faktor genetik misalnya fenomena tersebut. bangsa Negro lebih resisten terhadap Plasmodium

  Pada tahap awal infeksi, proses infeksi cacing

  vivax dan cacing tambang dari pada bangsa kulit 5

  seringkali menampakkan gejala hipersensitivitas putih. pada hospesnya, sindroma loeffler pada infeksi

  Parasit cacing merupakan organisme yang awal ascariasis, TPE pada filariasis, dan dermatitis kompleks dan memiliki multiphase dalam siklus lokal pada infeksi hookworm. Infeksi awal atau akut hidupnya dan berbeda dari setiap spesies, namun melibatkan sel-sel inflamasi misalnya eosinofil, respon imun host terhadap infeksi cacing pada basofil dan sel mast yang teraktifasi oleh kompleks umumnya hampir sama. Misalnya, teraktifasinya antigen-IgE sehingga menimbulkan respon Th2 dengan ditandai peningkatan yang signifikan inflamasi dan sensitifitas jaringan lokal yang dari IL-4, IL-5, IL-9, IL-10, dan IL-13 dan terkena meningkat. Sebaliknya, pada infeksi kronis menimbulkan respon kuat dari IgE, eosinofil, dan cacing yang merupakan organisme multiseluler 13 sel mast, sehingga penanda terbesar dari suatu memicu tubuh hospes memproduksi IgE poliklonal infeksi cacing adalah terdeteksinya IgE serum yang dan tidak spesifik, sehingga kejenuhan IgE non 14 tinggi dari individu yang terinfeksi. spesifik pada serum mengakibatkan hambatan 16,17

  Cacing juga menginduksi secara kuat pengaturan sterik pada reseptor sel mast (FcεRI). Hambatan respon imun, walaupun Th2 biasanya lebih ini menyebabkan tidak terkatifasinya sel mast untuk dominan dari pada Th1 selama infeksi cacing. mengeluarkan granula histamin sehingga tidak

  Infeksi pada S. mansoni juga memiliki respon kuat terjadi hiperresponsiv pada hospes. Jalan lain bisa komponen Th1 yang diinduksi oleh cacing dewasa, berupa IgG blocking antibody. Antibodi IgG yang berbeda dengan telurnya yang menginduksi dianggap mampu menghambat IgE untuk mengikat respon Th2. Setidaknya percobaan pada mencit alergen dengan menetralkan molekul alergen telah menunjukkan menjadi tergantung terhadap sebelum alergen tersebut berinteraksi dengan IgE 15 18 respon Th1 sebagai perlindungan. yang terikat pada reseptor sel mast dan basofil,

  Induksi poliklonal IgE oleh cacing mungkin juga atau menghambat sinyal sel mast dengan melindungi parasit dari pertahanan hostnya dengan mereaksi-silangkan FeεRI dengan hambatan cara menghambat pengikatan antigen dari cacing tyrosin imunoreseptor yang mengandung 19-21 dengan IgE spesifik ke sel mast atau basofil. Hal ini penghambat reseptor FcɣRIIb. juga menjelaskan mengapa cacing menginduksi

  Antibodi IgG4 berkaitan dengan infeksi cacing yang produksi IgE non spesifik dalam jumlah yang besar tidak menimbulkan gejala telah dilaporkan di tempat pertama dia masuk ke tubuh host dan memblok IgE yang memediasi respon alergi 22 mengapa manusia dengan infeksi cacing sangat terhadap antigen parasit. Isotipe IgG4 juga jarang mengalami reaksi anafilaktik jika diproduksi selama imunoterapi dengan alergen dan dibandingkan dengan atopi. Akan tetapi, mengapa keberhasilan imunoterapi ditandai dengan produksi dan bagaimana cacing menginduksi produksi IgG4 walaupun pada saat yang sama pasien juga D. Andiarsa, dkk.

  Infeksi cacing dan alergi

D. Andiarsa, dkk.

  6. Neva FA, Kaplan AP, Pacheco G, Gray L, menghadapi infeksi parasit. Namun demikian Danaraj TJ. Tropical eosinophilia. A human parasit juga mampu menurunkan reaksi model of parasitic immunopathology, with hipersensitifitas dengan beberapa mekanisme observation on serum IgE levels before and yang telah dijelaskan sebelumnya. after treatment. J. Allergy Clin. Immunol. 1975. 55:422-9. Beberapa variabel menunjukkan hubungan yang bervariasi, dari beberapa literatur menyebutkan

  Infeksi cacing dan alergi

  Orang Asli children. A comparison of the two M,Kes. Dr. Suprapto Maat, dr. Juli Soemarsono, diseases. Trans.R.Soc.Trop.Med.Hyg. 1976. Sp.PK. yang telah memberikan bimbingan teknis 70:313-6.

  Trichuris infection and amoebic dysentery in Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu, Lukman Waris,

  10. Gilman RH, Davis C, Fitzgerald F. Heavy Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala

  4. Ucapan Terima Kasih

  Granulomatous peritonitis due to Ascaris yang tepat dalam menangani infeksi cacing atau lumbricoides. Ann.Trop.Paediatr. 1987. 7:142- atopi alergi.

  Predominant localization of blocking antibody gangguan atopi atau alergi. Hal ini menjadi to the IgG4 subclass. J.Immunol. 1992. sandaran bahwa masih diperlukan banyak 148:2731-7. penelitian yang mengeksplorasi tentang imunologi 8. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. infeksi cacing ini sehingga dapat diperoleh Parasitologi kedokteran. Edisi keempat. gambaran jelas mengenai penyakit yang Jakarta: FKUI; 2008. ditimbulkannya, bagaimana jalannya suatu 9. G a h u k a m b l e D B , G a h u k a m b l e L . penyakit sampai pada suatu tindakan tata laksana

  7. Hussain R, Poindexter RW, Ottesen EA. bahwa infeksi cacing dapat tidak atau Control of allergic reactivity in human filariasis. berhubungan baik negatif maupun positif dengan

  23 memproduksi IgE spesifik terhadap alergen. tentang penelitian helminth imunologi. Prof. Dr.

  Dengan kata lain infeksi cacing mampu mereduksi Setiawan Koesdarto, drh., M.Sc., dan drg nurhayati efek atopi pada hospes dan dengan mekanisme M.Sc., Sc.D. yang telah membantu dalam tersebut cacing dapat hidup lama dan berkembang penulisan artikel ini. biak dengan aman dalam tubuh hospes tanpa

  Prinsip dasar sistem kekebalan tubuh adalah Edisi kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran bagaimana tubuh merespon masuknya antigen, Universitas Indonesia; 2008. mengenali antigen dan menghancurkannya. Efek

  Kesimpulan 4. Abidin DS. Penatalaksanaan Penyakit Alergi.

  3. Wahyuni S. Helminth infections, allergic 29 beberapa wilayah di Tanzania. disorders and immune responses (studies in Indonesia). Makasar; 2006.

  China, namun beberapa lainnya menyatakan 12 Nat.Immunol. 2005. 6:135-42. tidak memiliki hubungan yang signifikan, 27-28 diantaranya penelitian di Ethiopia, dan di

  2. Galli SJ, Nakae S, Tsai M. Mast cell in the alergi misal dari penelitian di Jerman Timur, dan 26 development of adaptive immune responses.

  Penyakit. Jakarta: EGC Penerbit Buku Beberapa penelitian menyebutkan terdapat Kedokteran; 1996. hubungan positif antara infeksi cacing dan atopi 25

  1. Guyton AC. Fisiologi Manusia dan Mekanisme membahayakan cacing itu sendiri.

  menimbulkan gejala pada hospes sekaligus tanpa 24

  Daftar Pustaka

  5. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi samping yang ditimbulkan bisa bervariasi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang tergantung agen penyakit dan macam antibodi st diserang. 1 ed. Jakarta: EGC; 2009. yang menghadapinya. Hipersensitivitas bisa merupakan efek perubahan kimia tubuh dalam

D. Andiarsa, dkk.

  Fang Z, Xu X. Ascaris lumbricoides infection in Associated with Increased Risk of Childhood

  Infeksi cacing dan alergi

  J.Clin.Invest. 2006. 116:833-41.

  Blocking Antibodies Inhibit IgE-Mediated 53. Anaphylaxis in vivo Through Both Antigen Interception and FcgammaRIIb Cross-Linking.

  20. Strait RT, Morris SC, Finkelman FD. IgG- Tanzanian Children. Clin.Allergy. 1977. 7:445-

  29. Carswell F, Merrett J, Merrett TG, Meakins RH, Harland PS. IgE, Parasites and asthma in

  Pina P, Fridman WH. Regulation of Tyrosine- Astmatic and Control from Gondar, Ethiopia. containing Activation Motif-Dependent Cell Clin.Exp.Allergy. 2000. 30:356-8. Signaling by Fc Gamma RII. Immunol.Lett. 1995. 44:119-23.

  19. Daeron M, Malbec O, Latour S, Espinosa E, (House dust mites and intestinal helminth) in

  D, Jones M, Harris J, et al. Total and Specific IgE

  28. Selassie FG, Stevens RH, Cullinan P, Pritchard

  Blocking Antibody Concept in the Type I Allergy. Int.Arch.Allergy Immunol. 2003. 132:13-24.

  18. Flicker S, Valenta R. Renaissance of The Clin.Exp.Allergy. 2005. 35:301-7.

  27. Davey G, Venn A, Belete H, Berhane Y, Britton Clin.Exp.Allergy. 2001. 31:1672-8. J. Wheeze, Allergic Sensitization and Geohelminth Infection in Butajira, Ethiopia.

  Van Der SM, Ceesay SM, et al. Atopy, intestinal Am.J.Respir.CritCare Med. 2002. 165:1489-93. helminth infection and total IgE serum in rural and urban adult Gambian communities.

  17. Nyan OA, Walraven GE, Banya WA, Milligan P, asthma and Atopy in Rural China.

  11. Crosby WH. The deadly hookworm. Why did the

  21. Galli SJ, Nakae S, Tsai M. Mast Cells in the Puerto Ricans die? Arch.Intern.Med. 1987. Development of Adaptive Immune Responses. 147:577-8.

  14. Erb KJ. Helminth, Allergic Disorder and IgE- Shift from Th2 to Th1 in T-cell Clones Spesific

  Nat.Immunol. 2005. 6:135-42.

  12. Andiarsa D. Hubungan antara infeksi cacing

  22. Hussain R, Poindexter RW, Otteses EA. Control dan atopi alergi pada anak SDN Kampung Baru, of Allergic Reactivity in Human Filariasis. Kec. Kusan Hilir, Kab. Tanah Bumbu [tesis]. Predominant Localization of Blocking Antibody Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas t o t h e I g G 4 S u b c l a s s . J . I m m u n o l . Airlangga; 2011. 1992.148:2731-7.

  13. MacDonald AS, Araujo MI, Pearce EJ.

  23. Ebner C, Siemann U, Bohle B, Willheim M, Immunology of Parasitic Helminth Infections. Wiedermann U, Schenk S, et al. Immunological Infection and immunity, February 2002, vol. 70, changes During Specific Immunotherapy of No. 2 p. 427-33. G r a s s P o l l e n A l l e r g y : R e d u c e d

  Lymphoproliferative Responses to Allregen and

  Mediated Immune Responses: Where do We for Phi p 1, a Major Grass Pollen allergen. Stand?. Eur J Immunol, 2007, 37:1170-3.

  Lopez R, Alvarez N. Effect of anthelmintic 102:414-20. treatment on the allergic reactivity of children in a tropical slum. J.Allergy.Clin.Immunol. 1993.

  Clin.Ecp.Allergy. 1997. 27:1007-15.

  15. Wynn TA, Reynolds A, James S, Cheever AW,

  24. Maizels RM, Selkirk ME. Immunobiology of Caspar P, Hieny S, Jancovic D, et al. IL-12 Nematode Antigen. The Biology of Parasitism.

  Enhances Vaccine-Induced Immunity to New York: Alan R. Liss, Inc.; 1988. P.285-308. Schistosomes by augmenting Both Humoral and Cell-Mediated Immune Responses Against

  25. Dold S, Heinrich J, Wichmann HE, Wjst M. the Parasite. J Immunol. 1996. 157:4068-78. Ascaris-Specific IgE and Allergic Sensitization in a Cohort of School Children in The Former

  16. Lynch NR, Hagel I, Perez M, Di Prisco MC, East Germany. J.Allergy Clin.Immunol. 1998.

  26. Palmer LJ, Celedon JC, Weiss ST, Wang B, 92:404-11.