BAB I PENDAHULUAN - Perceraian Dan Akibatnya Terhadap Pendidikan Anak

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

  Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan bertujuan untuk mengumumkan dan memberikan status baru pada pasangan suami istri tersebut kepada orang lain sehingga pasangan ini diterima dan diakui statusnya sebagai pasangan yang sah menurut hukum, baik agama, negara maupun adat dengan sederetan hak dan kewajiban untuk dijalankan oleh keduanya, sehingga pria itu bertindak sebagai suami sedangkan wanita bertindak sebagai istri.

  Perkawinan adalah gabungan antara dua manusia yang awalnya mungkin mempunyai tujuan dan mimpi yang sama, atau yang merasa dapat menjalankan walau dengan perbedaan yang ada dan pemahaman yang tidak sama dan untuk keberhasilan perkawinan itu diperlukan keinginan, tekad dan usaha dari keduanya. (http://id.wikipedia.org/wiki/Perceraian , tanggal 10 Agustus 2012, 11:18 WIB)

  Perkawinan bukanlah sekedar ritus untuk mengabsahkan hubungan seksual antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan penting untuk menjaga keutuhan lembaga tersebut. Setiap perkawinan mempunyai tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal selama-lamanya. Perayaan dan upacara agama perkawinan adalah salah satu cara untuk mengumumkan status baru tersebut. Adanya perkawinan tersebut maka bukan hanya suami istri saja yang terlibat dalam perkawinan tetapi melibatkan hubungan antara keluarga istri dan keluarga suami serta orang lain yang ikut melibatkan diri di dalamnya. Perkawinan itu tidak hanya semata-mata menjadi urusan kedua mempelai saja, tetapi perkawinan merupakan sesuatu yang diberkati tuhan sebagai suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita.

  Dari hasil perkawinan maka akan terbentuk keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dalam hubungan masyarakat, karena itu perlu adanya peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga, terutama peran dan fungsi suami dan isteri dan juga anggota keluarga lainnya. Keluarga terdiri dari beberapa orang individu dan akan terjadi interaksi. Interaksi dalam keluarga juga akan menentukan dan berpengaruh terhadap keharmonisan hubungan atau sebaliknya tidak bahagia (disharmonis) yang disebut dengan keluarga adalah hubungan yang didasarkan pada pertalian perkawinan atau kehidupan suami isteri yang disebut dengan keluarga inti ( conjugal Family ).

  Kondisi keluarga yang bahagia merupakan keluarga ideal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap pasangan suami isteri. Gunarsa (2004) mengatakan keluarga yang bahagia atau keluarga yang ideal adalah keluarga yang seluruh anggotanya merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekacauan dan merasa puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya ( eksistensi dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi, dan sosial.

  Sistem keluarga ideal menurut Sanderson (1995:481), yaitu menyangkut hubungan suami dan isteri, orang tua dan anak-anaknya, serta keluatga dan semua kerabat, dan hubungan ini telah banyak mengalami perubahan saat ini, karena pada awalnya hubungan tersebut lebih diwarnai oleh kepentingan ekonomis belaka ( walau tidak semua). Keluarga ideal juga tidak terlepas dari sejauh mana ia mampu menjalankan fungsi keluarga dengan baik di dalam keluarga, karena fungsi keluarga tidak dapat dipisahkan dari keluarga ideal.

  Adapun fungsi keluarga itu adalh fungsi pengaturan seksual, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi, fungsi afeksi, fungsi penentuan status, fungsi perlindungan dan fungsi ekonomi.

  Di dalam sistem Patriarkhat yang dianut sebagian keluarga Indonesia seorang ayah masa kini tetap menjadi pusat otoritas dalam keluarga. Mekanisme dalam pengambilan keputusan. Menjelaskan betapa kuatnya paternalisasi dan pengkulturan figure atau peran laki- laki. Ayah adalah satu-satunya yang berhak memutuskan atas anak perempuannya, demikian pula seorang suami atas isterinya.

  Kekacauan Keluarga ditafsirkan sebagai pecahnya suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka. Perceraian menunjukkan adanya derajat pertentangan yang tinggi antara suami isteri dan memutuskan ikatan perkawinan. Tentu saja sebagai akibat dari perceraian ini akan mempunyai pengaruh terhadap janda bekas isteri dan terhadap anak-anak yang mungkin telah dilahirkan dalam perkawinan itu. Banyak tekanan pada keluarga yang dapat melemahkan , dan di beberapa kejadian meruntuhkan kehidupan keluarga. Akan tetapi dalam suatu keluarga terutama suami dan isteri sebagai orang tua tidak selamanya mampu menjalankan peran fungsi-fungsi keluarga.

  Suku Batak merupakan salah satu dari ratusan suku yang ada di Indonesia. Suku Batak berasal dari Pulau Sumatera. Suku Batak itu sendiri terbagi dalam enam suku yaitu suku Batak Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Angkola, dan Suku Batak Mandailing.

  Pengertian Batak menurut J. Warneck, Batak berarti ‘penunggang kuda yang lincah’ akan tetapi menurut H.N. Van der Tuuk, Batak berarti ‘kafir’, sehingga sampai detik ini pengertian Batak sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara pasti dan memuaskan. Suku Batak memiliki adat istiadat, Bahasa, nyanyian dan Filsafat. Ada satu kutipan yang bertuliskan, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati Pahlawannya, Suku yang besar adalah suku yang menghargai adat dan budayanya ( Togar Nainggolan, 2006).

  Dalam suku Batak toba agama yang dianut adalah pada umumnya Kristen. Agama dan budaya itu dalam Batak Toba hampir tidak dapat dipisahkan. Sepertinya halnya dengan adat perkawinan, setelah adanya pemberkatan dari Gereja ada lagi acara yang meriah berupa pesta adat. Dalam perkawinan ini semua ikatan keluarga baik dari pihak laki-laki, permpuan, tulang, semua keluarga memberikan berupa nasihat agar kelak nantinya keluarga itu keluarga yang rukun dan keluarga yang “gabe” lahir anak laki-laki dan anak perempuan. Dalam adat Batak toba perceraian itu jarang terjadi, dimana dalam adat Batak Toba ada istilah “apapun akan dilakukan agar perceraian itu tidak terjadi” ikatan budaya itu masih kuat. Banyak ditemukan sekarang ini keluarga Batak toba sudah melakukan cerai secra hokum di pengadilan. Tiap tahun semakin bertambah orang Batak toba yang melakukan perceraian di pengadilan.

Tabel 1.1 data Tingkat Perceraian di pengadilan Negeri Medan

  Tahun Jumlah Orang yang bercerai Jumlah Orang yang bercerai (Etnis Batak toba) 2010 230 120

  2011 276

  65 Dari jumlah perceraian tahun 2010 bahwa untuk Batak Toba yang melakukan perceraian adalah sebanyak 120 orang. Dan pada tahun 2011 perceraian itu semakin meningkat hingga 65 orang Batak toba yang melakukan perceraian di pengadilan negeri Medan. ( sumber data Pengadilan Negeri Medan, 2009).

  Dengan adanya adat yang mengikat atau mengendalikan kehidupan masyarakat akan mempersempit kesempatan orang untuk bercerai. Adat dalam Batak toba itu sangat di junjung tinggi sehingga perceraian itu sangat rendah. Dalam adat batak toba, terdapat upacara adat yang dilakasanakan setelah upacara perkawinan. Upacara adat yang sebagaimana kebiasaan pada masyarakat Batak Toba yang tujuannya untuk mensyahkan perkawinan itu secara hokum adat. Dengan dilaksanakannya adat tersebut, maka perkawinan tersebut telah sah dan kedua mempelai telah mempunyai kedudukan dalam masyarakat adat. Dalam upacara tersebut dilakukan untuk “manggarar utang (membayar utang)” kepada kerabat yang bersangkutan sesuai dengan adat Batak Toba.

  Dalam hal ini peran dari Dalihan Na Tolu sangat dibutuhkan. Perkawinan orang Batak haruslah diresmikan secara adat berdasarkan adat Dalihan Na Tolu yaitu Somba

  

Marhula-hula /semba/hormat kepada keluarga pihak Istri, Elek Marboru (sikap

  membujuk/mengayomi wanita), Manat Mardongan Tubu (bersikap hati-hati kepada teman semarga, dan upacara agama serta catatan sipil. Artinya segala perkawinan yang telah dilaksanakan, selanjutnya dilakukan pencatatan di kantor sipil untuk mendapat kelengkapan Administrasi Negara.

  Masyarakat Batak Toba menganut sistem kekerabatan patrilineal atau garis kebapakan atau mempertahankan garis keturunan laki-laki yang melakukan perkawinan dalam bentuk perkawinan jujur (sinamot), dimana isteri setelah kawin masuk dalam kekerabatan suami dan termasuk anak-anak berada di bawah kekuasaan suami/bapak. Setiap perkawinan yang dilaksanakan seperti yang telah dijelaskan diatas, mengharapkan hubungan perkawinan itu kekal sampai selama-lamanya. Akan tetapi tidak lah mudah untuk menjalaninya. Diperlukan usaha dan kerja sama yang baik antara pihak suami dan pihak isteri. Setiap orang pasti menginginkan keluarganya tetap harmmonis sampai beranak cucu, tidak jarang dalam kehidupan nyata banyak keluarga yang gagal di tengah jalan. Dengan berbagai alas an yang diyakini bisa menjadi syarat untuk melakukan perceraian.

  Dalam hal putusnya perkawinan atau perceraian, suami dan isteri tidak leluasa penuh untuk menentukan sendiri syarat-syarat untuk memutuskan hubungan perkawinan tersebut, melainkan terikat juga pada peraturan hukum dan adat yang berlaku. Menurut pasal 38 Undang-Undang No.1 Tahun 1974, dikatakan bahwa “perkawinan putus karena kematian, perceraian dan atas keputudsan pengadilan” pasal 39 mengatakan bahwa “ perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan” untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan isteri tidak akan hidup rukun sebagai suami isteri.

  Dalam masyarakat Batak Toba terjadinya perceraian sama halnya dengan perkawinan. Dimana dalam upacara perkawinan agar kedua mempelai tersebut sah menjadi keluarga dan kekerabatan dalam adat Batak Toba maka disyahkan dengan cara adat yang berlaku dalam Batak Toba, apabila terjadi perceraian, maka akan diselesaikan terlebih dahulu secara adat. Maka terlebih dahulu dikumpulkan pengetua-pengetua adat dan juga kekerabatan dari

  

Dalihan Na tolu untuk membicarakan hal-hal yang terjadi diantara kedua belah pihak. Disini

Dalihan Na Tolu menanyakan kedua belah pihak yang berperkara dan berusaha untuk

  mendamaikannya, akan tetapi apabila tidak dapat lagi didamaikan dan kedua belah pihak berkeras untuk bercerai. Perceraian secara hokum adat tetap dianggap sah sepanjang hukum adat tersebut masih berlaku pada masyarakat setempat. Namun jika terjadi konflik dalam Keluarga atau terjadi perceraian maka akan berdampak bagi pendidikan anak, baik pendidikan formal maupun pendidikan informal bagi anak dalam keluarga itu. Hal yang sangat berpengaruh bagi anak anak setelah perceraian orang tua ialah pendidikan informal yang diterima anak di dalam keluarga, dimana setelah perceraian anak sudah sedikit mendapat pendidikan ini bahkan tidak sama sekali. Hal ini disebabkan karena keadaan keluarga yang sudah tidak harmonis lagi dan juga kelompok yang sudah tidak terintegrasi lagi. Anak tidak lagi mendapatkan pendidikan dari kedua orang tuanya secara utuh karena terjadinya perceraian itu.

  Bagi masyarakat etnis Batak toba sangat menanamkan nilai pendidikan bagi anak-anak mereka, bahkan setiap orang tua berjuang keras mencari nafkah guna membiayai pendidikan anak-anaknya. Pendidikan bagi etnis batak sangat lah penting, karena dengan pendidikan yang tinggi dapat menaikkan harkat dan martabat bagi orang batak toba. Dalam adat batak,

  

Dalihan Natolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu

  konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama. Ketiga tungku (Dalihan natolu) tersebut adalah Somba Marhula-hula/semba/hormat kepada keluarga pihak

  Istri, Elek Marboru (sikap membujuk/mengayomi wanita), Manat Mardongan Tubu (bersikap hati-hati kepada teman semarga). Hagabeon, Hamoraon dohot Hasangapon dapat diartikan :

  

Hagabeon (Ada keturunan laki-laki dan Perempuan), Hasangapon (terpadang dalam

masyarakat), Hamoraon (Harta kekayaan).

  Ketiga Filsafat Batak Toba " Hagabeon, Hamoraon dohot Hasangapon" bila digabungkan dengan Dalihan natolu memiliki arti sebagai berikut: Bila ingin "hasangapon" maka kita harus "Manat Mardongan Tubu". Sebelum kita ingin terpadang di masyarakat, hal pertama yang harus kita lakukan adalah Manat Mardongan Tubu (bersikap hati-hati kepada teman semarga), Bila kita ingin "Hagabeon" maka kita harus Somba/hormat marhulahula, Bila ingin "Hamoraon" maka kita harus Elek Marboru.

  Salah satu usaha untuk mencapai tujuan pembangunan nasional adalah dengan cara memperluas dan meningkatkan kualitas penduduk bagi seluruh warga Negara, seperti apa yang dikemukakan oleh Semiawan (2002:4) bahwa “kondisi masyarakat yang dipersyaratkan dalam lingkungan persaingan global dalam kaitannya dengan kemampuan individual yang di persyaratkan, maka individu tersebut harus ditempa oleh pendidikan formal (sekolah) dan informal (keluarga).

  Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sistematis dan terprogram yang memberikan bimbingan dan pendidikan bagi siswa-siswi melalui pelajaran-pelajaran, rangsangan, juga ilmu pengetahuan hasil generasi ke generasi. Sedemikian luasnya tugas sekolah sehingga tak dapat mencakup seluruh isi pengetahuan dalam waktu relative singkat.

  Mengingat tugas sekolah yang terlalu berat maka Gunarsa (2003:71) juga berpendapat bahwa “Keluargalah yang harus memegang peran aktif, khususnya dalam mengarahkan anak, mengarahkan anak dalam arti memanfaatkan segala kemampuan, kesanggupan, sifat, minat yang ada pada anak”.

  Proses pendidikan dapat berlangsung dalam keluarga, di sekolah dan di masyarakat, sehingga pendidikan harus menjadi tanggung jawab bersama, antara keluarga dan masyarakat dan Negara. Manusia yang tumbuh kembang dalam keluarga unit terkecil dalam kehidupan masyarakat merupakan sumber daya manusia yang paling essensial bagi pembangunan bangsa. Bahkan pembangunan bangsa itu bersumber dari dalam keluarga. Salah satu lembaga yang terpenting dan berpengaruh dengan pendidikaan dan perkembangan anak adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama di dalam menjalankan peranannya dalam dunia pendidikan juga dalam menentukan perkembangan belajar anak.

  Tentu saja faktor tersebut menjadi utama dalam mengembangkan minat belajar anak. Hal tersebut diperkuat oleh Gunarsa (2001:27) yang menyatakan bahwa “Keluarga adalah tempat yang penting bagi anak untuk memperoleh dasar dalam membentuk agar kelak menjadi orang berhasil di masyarakat”. Keluarga mempunyai fungsi yang tidak terbatas selaku penurunan saja akan tetapi keluarga merupakan sumber pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan kecerdasan intelektual manusia pertama dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.

  Pendidikan sangat dibutuhkan anak dalam keluarga, karena proses pendidikan yang didapatkan seorang anak pertama kali ialah di dalam keluarganya, dimana hasil pendidikan yang di dapat di dalam keluarga itu yang akan dibawa atau dipraktekkan di luar rumahnya untuk berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya. Untuk itu baik buruknya cara seorang anak berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya di luar rumah tercermin dari pendidikan yang ia dapat dari keluarganya.

  Di dalam pendidikan terdapat peranan penting dari keluarga yang merupakan lembaga pertama dalam kehidupan seorang anak, tempat belajar segala sesuatu dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga umumnya, anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukkan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan remaja ( Kartono, 1995:25). Orangtua adalah lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan seorang remaja. Dimana hal ini akan menjadi dasar perkembangan remaja berikutnya. Sosialisasi juga cara yang pertama dilakukan orangtua dalam mendidik remaja untuk menghasilkan karakter, kepribadian dan akhlak yang menggunakan cara sosialisasi yang baik. Karena sosialisasi merupakan proses belajar kebudayaan didalam suatu sistem sosial tertentu. Sistem sosial berisikan berbagai kedudukan dan peranan yang terkait dengan suatu masyarakat dengan kebudayaannya. Dalam tingkat sistem sosial sosialisasi merupakan proses belajar mengenai nilai dan aturan untuk bertindak dan berinteraksi seorang individu dengan berbagai individu disekitarnya dari masa kanak-kanak hingga masa tuanya. Sosialisasi dilihat juga sebagai proses pewarisan pengetahuan kebudayaan yang berisi nilai- nilai, norma-norma dan aturan untuk berinteraksi antar satu individu dengan individu lain, antara satu individu dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok. Peran orangtua terhadap anak yaitu mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak, supaya anak tersebut memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar dan baik, melalui penanaman disiplin dan kebebasan serta penyerasiannya.

  Sebagai contoh hubungan antara perceraian orang tua dan pendidikan anak yaitu banayak kasus dimana setelah perceraian orang tua, anak-anak mereka mengalami kenakalan remaja, kenakalan remaja tersebut disebabkan karena sudah berkurangnya perhatian dan bimbingan dari orang tua yang sudah berpisah,dimana awal mula kenakalan remaja tersebut di sebakan pendidikan anak yang mulai tidak dikoordinir oleh orang tua yang sudah berpisah, baik dikoordinir dari segi perhatian pada pendidikan anak tersebut maupun biaya dalam pendidikan tersebut. Hal ini lah yang membuat peneliti tertarik untuk membahasnya, sehingga mengangkat judul skripsi yaitu: “ Perceraian Orang Tua dan Akibatnya

  

Terhadap Pendidikan Anak (Studi Kasus pada Keluarga Etnis Batak Toba di Kota

Medan)”

  1.2. Perumusan Masalah

  Dalam suatu penelitian, yang sangat signifikan untuk dapat memulai penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Menurut Arikunto, agar dapat dilaksanakan penelitian dengan sebaik-baiknya maka peneliti harus merumuskan masalah dengan jelas, sehingga akan jelas darimana harus dimulai, ke mana harus pergi dan dengan apa (Arikunto, 1996:19).

  Berdasarkan uraian tersebut dan berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Perceraian orang tua dan bagaimana

  akibatnya terhadap pendidikan anak.

  1.3. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan perumusan masalah di atas yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui perceraian orang tua dan bagaimana akibatnya terhadap pendidikan anak pada etnis Batak Toba di Medan.

  1.4. Manfaat Penelitian

  Setelah mengadakan penelitian ini, diharapkan manfaat penelitian ini berupa:

  a. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan maupun wawasan ilmiah kepada penulis dan juga pembaca mengenai fungsi dan disfungsi perceraian orang tua dan akibatnya terhadap pendidikan anak sehingga dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan teori ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi. Selain itu diharapkan juga dapat memberikan kontribusi kepada pihak yang memerlukannya.

  b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti berupa fakta- fakta temuan di lapangan dalam meningkatkan daya, kritis dan analisis penelitian sehingga memperoleh pengetahuan tambahan dari penelitian tersebut. Dan khususnya penelitian ini dapat menjadi referensi penunjang yang diharapkan dapat berguna bagi peneliti berikutnya.

1.6. Definisi konsep

  Konsep adalah istilah yang terdiri dari satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide maupun gagasan (Hasan, 2002:17). Untuk menjelaskan maksud dan pengertian konsep-konsep yang terdapat di dalam penelitian ini, maka akan dibuat batasan-batasan konsep yang dipakai adalah sebagai berikut.

  1. Perkawinan Perkawinan adalah gabungan antara dua manusia yang awalnya mungkin mempunyai tujuan dan mimpi yang sama, atau yang merasa dapat menjalankan walau dengan perbedaan yang ada dan pemahaman yang tidak sama dan untuk keberhasilan perkawinan itu diperlukan keinginan, tekad dan usaha dari keduanya

  2. Perceraian Orang tua Perceraian adalah cerai hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran masing-masing. Dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku. Perceraian juga merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri. (http://www.dishidros.go.id/buletin/221.html).

  Perceraian Orang tua yang sangat berdampak bagi anak-anaknya dan juga berpengaruh pada pendidikan anak terutama pendidikan informal anak baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Perceraian bagi anak adalah “tanda kematian” keutuhan keluarganya, rasanya separuh “diri” anak telah hilang, hidup tak akan sama lagi setelah orang tua mereka bercerai dan mereka harus menerima kesedihan dan perasaan kehilangan yang mendalam. Contohnya, anak harus memendam rasa rindu yang mendalam terhadap ayah/ibunya yang tiba-tiba tidak tinggal bersamanya lagi.

  3. Pendidikan Pendidikan adalah semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya dan keterampilannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah. Pendidikan juga memberikan suatu nilai- nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam menerima hal yang baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah. Pendidikan juga dapat memberikan efek kepada seseorang untuk dapat menerima faktor pendorong akibat perubahan yang ditimbulkannya.

  4. Pendidikan formal Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, bertingkat/berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk kedalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan professional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.

  5. Pendidikan informal

  Pendidikan Informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media massa.

  6. Anak Anak yang melakukan pola interaksi masih secara terbatas di dalamnya harus mendapatkan peran orang-orang terdekat dengannya, karena warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.