Jaringan Sumur Pantau Berdasarkan Penila
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
PENENTUAN JARINGAN SUMUR PANTAU BERDASARKAN PENILAIAN
RISIKO TERHADAP PEMOMPAAN AIR TANAH
DI CAT YOGYAKARTA-SLEMAN
Heru Hendrayana1*
Briyan Aprimanto 2
(1) (2)
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
*corresponding author: [email protected]
SARI
Perkembangan di sektor industri dan sektor pemukiman yang berada di wilayah CAT
Yogyakarta-Sleman berkembang dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Beriringan
dengan hal tersebut, maka kebutuhan air bersih terutama yang berasal dari air tanah juga
mengalami peningkatan, sedangkan muka air tanah tiap tahunnya mengalami penurunan.
Dalam upaya konservasi air tanah perlu dilakukan pemantauan terhadap perubahan muka
dan mutu air tanah melalui sumur pantau. Jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air
tanah perlu ditentukan dalam rangka mengetahui perubahan kondisi dan lingkungan air
tanah pada cekungan airtanah tersebut.
Maksud dari penelitian ini adalah menentukan parameter-parameter yang digunakan
untuk penilaian risiko lingkungan air tanah terhadap perubahan muka air tanah akibat
pemompaan. Sedangkan tujuannya adalah (a) menganalisis nilai parameter-parameter yang
digunakan, serta (b) menentukan Jaringan Lokasi Sumur Pantau Berdasarkan Penilaian
Risiko Lingkungan Air Tanah Terhadap Pemompaan.
Metode yang digunakan untuk penentuan lokasi jaringan sumur pantau ini adalah
dengan memperhatikan aspek teknis pengelolaan air tanah yang dapat didekati dengan
aplikasi kerentanan air tanah terhadap pengambilan air tanah. Dengan teknik penampalan,
peta kerentanan air tanah tersebut dengan peta tata guna lahan dan peta pola ruang
(RT/RW) akan menghasilkan peta risiko lingkungan air tanah. Berdasarkan peta risiko
tersebut, ditentukan jaringan sumur pantau untuk pemompaan air tanah. Pada daerah
penelitian, zona risiko tinggi terhadap pemompaan airtanah hampir di seluruh daerah,
kecuali daerah Ngemplak, Kalasan, Berbah, dan Sewon memiliki zona risiko sedang.
Penentuan lokasi sumur pantau primer ditujukan untuk pemantauan kondisi alamiah air
tanah di dalam cekungan, yaitu ditempatkan pada zona imbuhan air tanah, zona transisi dan
zona lepasan air tanah. Sedangkan penentuan lokasi sumur pa ntau sekunder ditentukan pada
daerah resiko tinggi dengan berbagai ekosistem atau tataguna lahan yang berbeda.
Kata kunci: Sumur Pantau, Penilaian Risiko Air Tanah, Cekungan Air Tanah
I.
PENDAHULUAN
Perkembangan di sektor industri dan
sektor pemukiman yang berada di wilayah
CAT Yogyakarta-Sleman berkembang dengan
pesat dalam beberapa tahun terakhir ini.
Beriringan dengan hal tersebut, maka
kebutuhan air bersih terutama yang berasal
dari air tanah juga mengalami peningkatan,
sedangkan muka air tanah tiap tahunnya
mengalami penurunan. Dalam upaya
konservasi air tanah perlu dilakukan
pemantauan terhadap perubahan muka dan
mutu air tanah melalui sumur pantau.
Jaringan sumur pantau dalam satu cekungan
air tanah perlu ditentukan dalam rangka
mengetahui perubahan kondisi dan
lingkungan air tanah pada cekungan airtanah
tersebut.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
II.
TUJUAN
Maksud dari penelitian ini adalah
menentukan parameter-parameter yang
digunakan untuk penilaian risiko
lingkungan
air
tanah
terhadap
perubahan muka air tanah akibat
pemompaan. Sedangkan tujuannya
adalah (a) menganalisis nilai parameterparameter yang digunakan, serta (b)
menentukan Jaringan Lokasi Sumur
Pantau Berdasarkan Penilaian Risiko
Lingkungan
Air
Tanah
Terhadap
Pemompaan.
III.
DASAR TEORI
Pada dasarnya pengelolaan air tanah
bertujuan
untuk
menselaraskan
kesetimbangan pemanfaatan dalam
kerangka kuantitas dan kualitas dengan
pertumbuhan kebutuhan air yang
meningkat dengan tajam. Penerapan
pengelolaan air tanah sebaiknya
dilakukan sebelum terjadinya penurunan
kuantitas dan kualitas air tanah akibat
pemompaan air tanah dan pencemaran
air tanah oleh manusia. Oleh sebab itu,
pengelolaan air tanah tidak saja
merupakan upaya mengelola sumber
daya air tanah (managing aquifer
resources) tetapi juga upaya mengelola
manusia
yang
memanfaatkannya
(managing people).
Untuk pengelolaan air tanah dalam
kerangka pemanfaatan air tanah yang
berkelanjutan,
terdapat
empat
komponen teknis penting yang harus
diperhatikan yaitu (GW-MATE, 2005):
Resource Evaluation: Evaluasi
Potensi Sumber Daya air tanah
Resource Allocation: Alokasi
Sumber Daya air tanah yang
tepat
Hazard and Risk Assessment:
Kajian bahaya dan resiko
pemanfaatan air tanah dan atau
pencemaran air tanah
Side Effect and/or Pollution
Control:
Pengendalian
dan
pengontrolan
Komponen pertama dan kedua yaitu
Resource Evaluation dan Resource
Allocation diperoleh dengan cara
mengevaluasi potensi sumber daya air
tanah, evaluasi pemanfaatan air tanah
serta zona konservasi air tanah.
Sedangkan komponen ketiga yaitu
hazard and risk assessment diperoleh
dengan
mengevaluasi
potensi
kerentanan air tanah terhadap pengaruh
negatif pemompaan dan pencemaran air
tanah. Komponen ke-empat yaitu
mengetahui
dampak
negatif
pemompaan air tanah dan pencemaran
air tanah dapat diketahui melalui
kegiatan pemantauan air tanah.
Didalam lingkup pemantauan air tanah,
perencanaan jaringan sumur pantau
untuk kedua tujuan tersebut dibagi lagi
menjadi tiga bagian (GW-MATE, 2005),
yaitu (1) pemantauan primer - referensi,
(2) pemantauan sekunder - proteksi dan
(3) pemantauan tersier – pencegahan
pencemaran.
Adapun
penjelasan
maksud ketiga fungsi pemantauan
tersebut diperlihatkan pada Tabel 1.
Berdasarkan landasan teori diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa untuk
menilai kerentanan air tanah terhadap
dampak negatif dari eksploitasi air tanah
di suatu CAT setidaknya terdapat lima
faktor yang wajib digunakan, yaitu; (1)
karakteristik
respon
akuifer,
(2)
karakteristik penyimpanan akuifer, (3)
ketebalan akuifer, (4) kedalaman muka
air, dan (5) jarak dari garis pantai, lihat
Tabel 2.
Pada penelitian ini, setiap faktor
tersebut dikelompokkan ke dalam lima
kelas dengan skor 1 sampai 5 klasifikasi.
Teknik
scoring
didasarkan
pada
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
pemberian nilai numerik untuk setiap
kelas dari faktor-faktor dengan aturan
yang memiliki nilai terendah mewakili
kerentanan rendah dan nilai tinggi yang
mewakili kerentanan yang tinggi.
Rentang ini ditentukan berdasarkan
rentang nilai yang disarankan oleh Foster
(1992) dalam Morris, et.al., 2003,
dengan beberapa modifikasi sesuai
dengan kondisi lokal karakteristik akuifer.
Skor yang dibuat berdasarkan
rentang nilai dapat menjadi bahan
diskusi,
namun
metode
yang
dikembangkan ini adalah upaya untuk
pendekatan operasional sederhana
untuk menilai kerentanan akuifer akibat
pemompaan air tanah sebagai langkah
awal untuk menjadi salah satu parameter
pada penentuan jaringan sumur pantau
pada suatu Cekungan Air Tanah (CAT).
Peta akhir dari kerentanan akuifer
terhadap dampak negatif pemompaan
air
tanah
didapatkan
dengan
menampalkan semua faktor pada
perangkat lunak GIS. Nilai klasifikasi
akhir dari kerentanan seperti ditunjukkan
pada Tabel 3 akan menunjukkan kelas
atau zona kerentanan suatu daerah
terhadap dampak negatif pemompaan
air tanah. Asumsi yang digunakan pada
penampalan ini adalah bahwa semua
faktor memiliki bobot sama berat.
Peta kerentanan yang dihasilkan dari
metode di atas akan menunjukkan faktor
intrinsik kerentanan akuifer. Oleh karena
itu, perlu untuk menggabungkan peta
kerentanan akuifer terhadap dampak
negatif pemompaan air tanah dengan
tata
guna
lahan
atau
kondisi
pemanfaatan air tanah di suatu CAT
untuk menghasilkan peta risiko dampak
negatif pemompaan air tanah di CAT
seperti diperlihatkan pada Tabel 4 di
bawah ini.
Berdasarkan zona-zona risiko air
tanah terhadap dampak negatif
pemompaan air tanah dan pencemaran
air tanah, maka lokasi-lokasi sumur
pantau dapat ditentukan dengan
ketentuan zona risiko yang tinggi akan
memiliki prioritas sumur pantau yang
lebih banyak daripada zona dengan risiko
yang rendah. Selain berdasarkan zona
risiko tersebut, penentuan lokasi
jaringan
sumur
pantau
tetap
mempertimbangkan beberapa aspek
dasar seperti daerah imbuhan – lepasan
air tanah, variasi ekosistem yang
berkembang di CAT, tata guna lahan
yang berbeda dalam lingkup CAT serta
memperhatikan RTRW di CAT tersebut.
IV.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah
metode deduktif, empirik, analitik,
kuantitatif dan kualitatif dengan maksud
untuk mendapatkan data-data yang
diperlukan. Adapun skema metode dan
tahapan penyelidikan untuk pelaksanaan
kegiatan penelitian ini (lihat gambar 1).
V.
HASIL PENELITIAN
Hasil dari penampalan parameter
karakteristik respon akuifer, karakteristik
penyimpanan akuifer, kedalaman muka
air tanah, ketebalan air tanah, dan jarak
dari pantai merupakan Peta Kerentanan
terhadap pemompaan air tanah. Peta ini
harus ditampalkan kembali dengan Peta
Tata Guna Lahan. Hal ini menjadi penting
karena penggunaan lahan sangat dekat
kaitannya dengan pemanfaatan air tanah.
Penggunaan lahan yang berbeda akan
memengaruhi pemanfaatan air tanah
yang berbeda pula. Oleh karena itu
dilakukan penglasifikasian perbedaan
bobot penggunaan tata guna lahan
berdasarkan pemanfaatan air tanah.
Nilai pembobotan yang dipakai berkisar
antara 1-4, yaitu:
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
a. Nilai 1 mencakup tata guna lahan
berupa
hutan,
semak/belukar,
rumput.
b. Nilai 2 mencakup empang/kolam/
rawa
c. Nilai 3 mencakup sawah irigasi,
sawah tadah hujan, dan tegalan
d. Nilai 4 berupa daerah pemukiman
dan gedung.
Hasil pertampalan antara peta
kerentanan terhadap pemompaan air
tanah dengan peta tata guna lahan ini
menghasilkan Peta Risiko Akibat
pemompaan air tanah. Peta tersebut
digambarkan dalam Gambar 2. Peta ini
memiliki nilai berkisar antara 3-7.
Berdasarkan hasil penilaian tersebut CAT
Yogyakarta-Sleman dibedakan menjadi
tiga zona kerentanan, yaitu zona risiko
rendah terhadap pemompaan air tanah
(nilai 3), zona risiko menengah terhadap
pemompaan air tanah (nilai 4-5), dan
zona risiko tinggi terhadap pemompaan
air tanah (nilai 6-7).
Zona risiko air tanah rendah
terhadap pemompaan air tanah
merupakan area atau zona dimana
dampak negatif kegiatan pemompaan air
tanah akan muncul dalam waktu yang
relatif lama (dibandingkan dengan area
lainnya) sejak dari pemompaan air tanah
melebihi kemampuan akuifer yang
dilakukan. Zona ini meliputi sebagian
kecil daerah Berbah dan Sedayu.
Zona risiko air tanah menengah terhadap
pemompaan air tanah merupakan area
atau zona dimana dampak negatif
kegiatan pemompaan air tanah akan
muncul dalam waktu yang relatif agak
lama (dibandingkan dengan zona
kerentanan rendah) akibat pemompaan
air tanah. Zona ini meliputi daerah
Ngemplak, Kalasan, Berbah, Sedayu, dan
Sewon.
Zona risiko air tanah tinggi terhadap
pemompaan air tanah merupakan area
atau zona dimana dampak negatif
kegiatan pemompaan air tanah akan
muncul dalam waktu yang lebih cepat
(dibandingkan dengan zona kerentanan
menengah) akibat pemompaan air tanah.
Zona ini meliputi sebagian besar CAT
Yogyakarta-Sleman,
terutama
Kota
Yogyakarta, Sleman, dan Bantul.
Penentuan rencana lokasi sumur
pantau dapat dibagi menjadi dua jenis
sumur pantau berdasarkan fungsinya
seperti pembahasan sebelumnya, yaitu
sumur pantau primer dabn sekunder,
dimana peletakan sumur – sumur
tersebut juga didasarkan atas beberapa
parameter dan salah satu parameter
utamanya adalah Peta Risiko. Berikut
parameter–parameter
yang
dipertimbangkan dalam penentuan
lokasi jaringan sumur pantau:
1. Zona imbuhan dan zona lepasan air
tanah atau kawasan lindung air tanah
2. Zona
risiko
tinggi
terhadap
pemompaan
air
tanah
dan
pencemaran
3. Perbedaan variasi ekosistem dan tata
guna lahan
Berdasarkan
4
(empat)
pertimbangan tersebut, maka dapat
ditentukan jaringan rencana lokasi
sumur pantau di Cekungan Air Tanah
Yogya-Sleman. Dari hasil penentuan
jaringan lokasi sumur pantau dapat
ditentukan
prioritas
dalam
pengadaan/pembangunan sumur pantau.
Prioritas tersebut di atas didasarkan atas
hasil pertimbangan dari potensi risiko,
tataguna lahan dan daerah lindung air
tanah.
Evaluasi sistem jaringan sumur
pantau merupakan penilaian terhadap
masing-masing rencana lokasi sumur
pantau, yang terdiri dari :
1. Penilaian
terhadap
prioritas
pengadaan sumur pantau
2. Penilaian terhadap radius pergeseran
lokasi sumur pantau
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
3. Penilaian
terhadap
kedalaman
konstruksi sumur pantau
Dengan mendasarkan pada ketiga
parameter pertimbangan dan parameter
evaluasi sistem jaringan tersebut di atas,
maka dapat ditentukan usulan dan
prioritas jaringan rencana lokasi sumur
pantau untuk pemantauan muka air
tanah.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka
ditentukan lokasi jaringan sumur pantau
primer dan sekunder di daerah risiko
pemompaan air tanah (lihat gambar 3),
dan daftar lokasi jaringan sumur pantau
primer dan sekunder daerah risiko
pemompaan air tanah ditabulasikan
pada tabel 5.
Pada Cekungan Air Tanah Yogyakarta
– Sleman ditentukan rencana lokasi
sumur pantau primer sebanyak 5 unit
dan rencana sumur pantau sekunder
sebanyak 9 unit. Penyebaran rencana
lokasi sumur pantau primer, yaitu di
zona imbuhan terdapat 1 unit tepatnya
di
Bumi
Perkemahan
Kaliurang,
sedangkan di zona lepasan terdapat 4
unit, yaitu di Moyudan, Berbah, Bantul,
dan Sanden.
Penyebaran rencana lokasi sumur
pantau sekunder, yaitu di zona imbuhan
terdapat 1 unit tepatnya di Pakem,
kemudian di zona transisi terdapat 1 unit,
yaitu di Ngaglik. Sedangkan di zona
lepasan terdapat 7 unit yaitu di Mlati,
Depok, Kasihan, Banguntapan, Pandak,
Imogiri, dan Kretek.
VI.
KESIMPULAN
1. Hidrogeologi
CAT
YogyakartaSleman:
Sistem akuifer pada CAT YogyakartaSleman merupakan akuifer tipe
bebas dan setengah bebas yang
membentuk satu sistem akuifer
utama, yang dibedakan menjadi
Kelompok Akuifer 1, kelompok
akuifer 2, dan kelompok non akuifer.
2. Risiko Akibat pemompaan air tanah
pada
CAT
Yogyakarta-Sleman
didapatkan dari hasil penampalan
Peta Kerentanan air tanah terhadap
pemompaan air tanah dengan Peta
Tata Guna Lahan. Peta Risiko Akibat
pemompaan
air
tanah
CAT
Yogyakarta-Sleman terbentuk dalam
3 zona dengan nilai 3-7. Zona
tersebut yaitu:
- Zona Risiko Air Tanah rendah
terhadap pemompaan air tanah.
Zona ini meliputi sebagian kecil
daerah Berbah dan Sedayu.
- Zona Risiko Air Tanah sedang
terhadap pemompaan air tanah.
Zona ini meliputi daerah Ngemplak,
Kalasan, Berbah, Sedayu, dan Sewon.
- Zona Risiko Air Tanah tinggi terhadap
pemompaan air tanah. Zona ini
meliputi sebagian besar CAT
Yogyakarta-Sleman, terutama Kota
Yogyakarta, Sleman, dan Bantul.
3. Penentuan rencana lokasi sumur
pantau untuk risiko pemompaan air
tanah, yaitu rencana sumur pantau
primer sebanyak 5 unit dan rencana
sumur pantau sekunder sebanyak 9
unit.
- Penyebaran rencana lokasi sumur
pantau primer, yaitu di zona
imbuhan terdapat 1 unit tepatnya di
Bumi
Perkemahan
Kaliurang,
sedangkan di zona lepasan terdapat
4 unit, yaitu di Moyudan, Berbah,
Bantul, dan Sanden.
Penyebaran rencana lokasi sumur
pantau sekunder, yaitu di zona
imbuhan terdapat 1 unit tepatnya di
Pakem, kemudian di zona transisi
terdapat 1 unit, yaitu di Ngaglik.
Sedangkan di zona lepasan terdapat
7 unit yaitu di Mlati, Depok, Kasihan,
Banguntapan, Pandak, Imogiri, dan
Kretek.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
DAFTAR PUSTAKA
Badan Geologi Pusat Lingkungan Geologi, 2007, Atlas Cekungan Air Tanah Indonesia,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
BINNIE & PARTNERS, 1982, Central Java Groundwater Survey – Vol. X: Technical Annex A –
Hydrology.-97 S. zahlr. Abb. Und Tab.; Government of the Republic of Indonesia,
Ministry of Public Works, Directorate General of Human Settlements, Jakarta.
Danaryanto, H., 2008, Manajemen Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah, Direktorat
Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah Direktorat
Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral.
Djaeni, A, 1982, Peta Hidrogeologi Indonesia Skala 1:250.000 Lembar IX Yogyakarta,
Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Dirjen Pertambangan Umum, Departemen
Pertambangan dan Energi, Bandung.
Domenico, Patrick A., and Schwartz, Franklin W., 1990. Physical and Chemical Hydrogeology.
John Wiley & Sons, Inc.
Fetter, C.W., 1994. Applied Hydrogeology. 3rd ed. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Freeze, R. Allan and Cherry, John A., 1979. Groundwater. Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs,
New Jersey.
GW-MATE, 2005, Groundwater Management Strategies: facets of the integrated approach,
Briefing Note Series No.3, World Bank.
Hendrayana, H., 1993, Hydrogeologie und Grundwassergerwinnung Im Yogyakarta Becken
Indonesien, Doctor Arbeit der RWTH, Aachen, Germany (tidak dipublikasikan).
Hendrayana, H., 1994, Hasil Simulasi Model Matematika Aliran Air Tanah Di Bagian Tengah
Cekungan Yogyakarta, Makalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Pertemuan Ilmiah
Tahunan Ke 23, Desember 1994, Yogyakarta.
Hendrayana, H., 2002a, A Concept Approach of Total Groundwater Basin Management,
International Symposium on Natural Resource and Environmental Management,
held in the framework of the 43rd Anniversary of UPN Veteran Jogyakarta, on
January 21 – 22, 2002 (Published in English Proceeding).
Hendrayana, H., 2011a, Kondisi Sumberdaya Air Tanah pada Pasca Erupsi Merapi 2010.
Disampaikan pada FGD Pengda Kagama DIY : ”Pengelolaan dan Teknik Konservasi
Mata Air Pasca Erupsi Merapi” Yogyakarta, 24 Maret 2011
Hendrayana, H., 2011, Peta Cekungan Air Tanah Yogyakarta-Sleman Skala 1 : 100.000,
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan
Air Tanah.
Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (LKFT-UGM), 2007a,
Penyusunan Rancangan Pedoman Konservasi Air Tanah, Laporan Akhir, Yogyakarta.
Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (LKFT-UGM), 2007b,
Penyusunan Rancangan Pedoman Pengendalian Daya Rusak Air Tanah, Laporan Akhir,
Yogyakarta.
MacDonald and Partners, 1984, Greater Yogyakarta Groundwater Resource Study, Volume III,
Groundwater Development Project, Direct General of Water Resources Development,
Ministry of Publicworks, Government of Indonesia
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Morris, B.L., Lawrence, A.R., Chilton, P.J.C., Adams, B., Calow, R.C., and Klinck, B.A., 2003,
Groundwater and its susceptibility to degradation: A global assesment of the problem
and options for management. Early Warning and Assesment Report Series, RS.03-3.
United Nations Environment Programme, Nairobi, Kenya.
PP No. 33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumberdaya Air
Putra, D.P.E., 2007, The Impact of Urbanization of Groundwater Quality – A Case Study in
Yogyakarta City – Indonesia, Herausgegeben Vom (Lehrstuhl) fuer
Ingenieurgeologie und Hydrogeologie, University Prof. Dr. Azzam, RWTH, Aachen,
Germany.
Putra, D.P.E., 2003, Integrated Water Resources Management In Merapi – Yogyakarta Basin,
Project SEED-NET, UGM, Yogyakarta, (tidak dipublikasikan)
Putra, D.P.E., & Indrawan, I.G.B., 2014, Integrated Assessment of Aquifer Susceptibility Due to
Excessive Groundwater Abstraction; A Case Study of Yogyakarta-Sleman
Groundwater Basin, ASEAN Engineering Journal
Rahardjo, W., Sukandarrumidi, dan Rosidi, H.M.D., 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta,
Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Setiadi, H, Mudiana, W, Akus, U.T, 1990, Peta Hidrogeologi Indonesia Skala 1 : 100.000
Lembar 1407-5 dan Lembar 1408-2 Yogyakarta, Direktorat Geologi Tata
Lingkungan , Direktorat Jendral Geologi Sumberdaya Mineral, Departemen
Pertambangan dan Energi, Jakarta.
Shibasaki, T. A Research Group for Water Balance, 1995. Environmental Management of
Grounwater Basins. Tokai University Press, 2-28-4 Tomigaya, Shibuya-Ku, Tokyo 151
Japan.
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol 1.a. General Geology, Martinus
Nijhof, The Haque, Netherlands.
TABEL
Tabel 1. Pemantauan air tanah berdasarkan fungsi (GW-MATE, 2005)
Sistem
Primer
(Pemantauan
Rujukan)
Sekunder
(Pemantauan
untuk proteksi)
Tersier
(Kontaminasi
Pencemar)
Fungsi
Mengevaluasi/ memantau kondisi air tanah seperti:
- Evaluasi perubahan kondisi air tanah akibat dari
perubahan tata guna lahan dan atau perubahan
iklim
- Memahami proses imbuhan
- Pengaliran air tanah
- Proses pencemaran regional pada air tanah
Menjaga/memantau dampak potensial dari:
- Zona potensi air tanah tinggi
- Sebaran sumur bor yang digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan air bersih
- Infrastuktur perkotaan
- Ekosistem yang tergantung pada suplai air tanah
Peringatan dini bahaya air tanah dari:
- Tata guna lahan agrikultural yang intensif
- Daerah industri
- Memadatnya limbah sampah
pada tempat
pembuangan sampah akhir
- Daerah area reklamasi
- Penambangan
Lokasi Sumur
Pada area yang seragam dengan
mempertimbangkan hidrogeologi
dan tata guna lahan
Sekitar area/ fasilitas/ suatu hal
yang harus dijaga
Langsung pada turun dan naiknya
gradient hidraulika dari hazard
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Tabel 2. Data dan penilaian faktor kerentanan air tanah terhadap dampak negatif pemompaan air tanah (Putra &
Indrawan, 2014)
Faktor
Simbol
Unit
Karakteristik respon akuifer
T/S
m2/hari
Karakteristik penyimpanan akuifer
S/R
tahun/mm
Ketebalan akuifer
s
m
Kedalaman muka air tanah*
h
m
Jarak dari garis pantai
L
Km
Kelas
< 10
10 - 100
100 - 1000
1000 – 100.000
>100.000
< 0.0001
0.0001 – 0.001
0.001 – 0.01
0.01 – 0.1
>0.1
>100
50 - 100
20 - 50
10 - 20
< 10
0–5
5 – 10
10 – 20
20 – 50
>50
< 0.1
0.1 – 1.0
1.0 – 10
10 – 100
>100
Nilai
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
*Kelas yang telah dimodifikasi berdasarkan kondisi hidrogeologi
Tabel 3. Nilai akhir pengelompokan kerentanan akuifer terhadap dampak negatif pemompaan air tanah (Putra &
Indrawan, 2014)
Nilai akhir
Kelas kerentanan untuk pemompaan air tanah Berlebih
Kerentanan sangat tinggi
20 – 25
Kerentanan tinggi
15 – 20
Kerentanan menengah
10 – 15
Kerentanan rendah
5 - 10
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Tingkat pemompaan air tanah
(liter/dtk)*
Tabel 4. Matrik dari tingkat spesifikasi objek yang digunakan untuk menandakan peta risiko dari dampak negatif
untuk penggunaan air tanah yang berlebih di dalam daerah kegiatan. (Putra & Indrawan, 2014)
Relative
groundwater
exploitation-yield
(RGOV)
Klasifikasi Efek Negatif Bahaya Akibat pemompaan air tanah
Berlebih
Sangat Tinggi
(4)
Sedang
(5)
Tinggi
(6)
Tinggi
(7)
Sangat
Tinggi
(8)
Tinggi
(3)
Sedang
(4)
Sedang
(5)
Tinggi
(6)
Tinggi
(7)
5 - 10
Sedang
(2)
Rendah
(3)
Sedang
(4)
Sedang
(5)
Tinggi
(6)
5
Rendah
(1)
Rendah
(2)
Rendah
(3)
Sedang
(4)
Sedang
(5)
Rendah
(1)
Sedang
(2)
Tinggi
(3)
Sangat
Tinggi
(4)
50
10
50
-
Note:
RGOV
Rendah (Nilai 1), Sedang (Nilai 2),
Tinggi (Nilai 3), Sangat Tinggi (4)
AQS
Rendah (Nilai 1), Sedang (Nilai 2),
Tinggi (Nilai 3), Sangat Tinggi (4)
Kelompok Bahaya = RGOV + AQS
Aquifer Susceptibility Class
(AQS)
Tabel 5. Rencana lokasi sumur pantau untuk daerah risiko pemompaan air tanah
Tipe SP
Primer
Kode
SP
SPP 1
Koordinat
X
Y
436895
9160814
Elevasi
(meter)
964
Wilayah Administrasi
KABUPATEN
KECAMATAN
Sleman
Pakem
DESA
Hargobinangun
Kondisi Umum
Tata guna lahan berupa lapangan, berada di zona imbuhan
Prioritas
5
Primer
SPP 2
416868
9141110
104
Sleman
Moyudan
Sumber Agung
Tata guna lahan berupa lapangan, berada di zona lepasan
2
Primer
SPP 3
442303
9136474
96
Sleman
Berbah
Jogo Tirto
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan
3
Primer
SPP 4
429032
9126777
40
Bantul
Bantul
Sabdodadi
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan
4
Primer
SPP 5
418149
9116715
13
Bantul
Sanden
Gadingsari
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan
1
Sekunder
SSP 1
435560
9155288
540
Sleman
Pakem
Hargobinangun
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona imbuhan
4
Sukoharjo
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
transisi
4
Tirtoadi
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
lepasan
1
Maguwoharjo
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
lepasan
1
Tamantirto
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
lepasan
2
Wirokerten
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
lepasan
2
Gilangharjo
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
lepasan
3
Kebon Agung
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
lepasan
3
Tirtosari
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
lepasan
3
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
SSP 2
SSP 3
SSP 4
SSP 5
SSP 6
SSP 7
SSP 8
SSP 9
435750
425959
436450
426400
432988
423913
430684
422173
9148689
9143242
9140597
9135512
9132966
9125499
9122894
9117561
293
151
135
88
73
41
31
17
Sleman
Sleman
Sleman
Bantul
Bantul
Bantul
Bantul
Bantul
Catatan
SP
Sumur Pantau
SPP
Sumur Pantau Primer untuk Risiko pemompaan air tanah
SSP
Sumur Pantau Sekunder untuk Risiko pemompaan air tanah
Ngaglik
Mlati
Depok
Kasihan
Banguntapan
Pandak
Imogiri
Kretek
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
GAMBAR
Gambar 1. Metodologi dan Tahapan Penyusunan Jaringan Sumur Pantau di CAT Yogyakarta-Sleman
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 2. Peta risiko terhadap dampak negatif pemompaan air tanah Cekungan
Air Tanah (CAT) Yogyakarta – Sleman.
Gambar 3. Peta lokasi jaringan sumur pantau daerah risiko pemompaan air tanah
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
PENENTUAN JARINGAN SUMUR PANTAU BERDASARKAN PENILAIAN
RISIKO TERHADAP PEMOMPAAN AIR TANAH
DI CAT YOGYAKARTA-SLEMAN
Heru Hendrayana1*
Briyan Aprimanto 2
(1) (2)
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
*corresponding author: [email protected]
SARI
Perkembangan di sektor industri dan sektor pemukiman yang berada di wilayah CAT
Yogyakarta-Sleman berkembang dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Beriringan
dengan hal tersebut, maka kebutuhan air bersih terutama yang berasal dari air tanah juga
mengalami peningkatan, sedangkan muka air tanah tiap tahunnya mengalami penurunan.
Dalam upaya konservasi air tanah perlu dilakukan pemantauan terhadap perubahan muka
dan mutu air tanah melalui sumur pantau. Jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air
tanah perlu ditentukan dalam rangka mengetahui perubahan kondisi dan lingkungan air
tanah pada cekungan airtanah tersebut.
Maksud dari penelitian ini adalah menentukan parameter-parameter yang digunakan
untuk penilaian risiko lingkungan air tanah terhadap perubahan muka air tanah akibat
pemompaan. Sedangkan tujuannya adalah (a) menganalisis nilai parameter-parameter yang
digunakan, serta (b) menentukan Jaringan Lokasi Sumur Pantau Berdasarkan Penilaian
Risiko Lingkungan Air Tanah Terhadap Pemompaan.
Metode yang digunakan untuk penentuan lokasi jaringan sumur pantau ini adalah
dengan memperhatikan aspek teknis pengelolaan air tanah yang dapat didekati dengan
aplikasi kerentanan air tanah terhadap pengambilan air tanah. Dengan teknik penampalan,
peta kerentanan air tanah tersebut dengan peta tata guna lahan dan peta pola ruang
(RT/RW) akan menghasilkan peta risiko lingkungan air tanah. Berdasarkan peta risiko
tersebut, ditentukan jaringan sumur pantau untuk pemompaan air tanah. Pada daerah
penelitian, zona risiko tinggi terhadap pemompaan airtanah hampir di seluruh daerah,
kecuali daerah Ngemplak, Kalasan, Berbah, dan Sewon memiliki zona risiko sedang.
Penentuan lokasi sumur pantau primer ditujukan untuk pemantauan kondisi alamiah air
tanah di dalam cekungan, yaitu ditempatkan pada zona imbuhan air tanah, zona transisi dan
zona lepasan air tanah. Sedangkan penentuan lokasi sumur pa ntau sekunder ditentukan pada
daerah resiko tinggi dengan berbagai ekosistem atau tataguna lahan yang berbeda.
Kata kunci: Sumur Pantau, Penilaian Risiko Air Tanah, Cekungan Air Tanah
I.
PENDAHULUAN
Perkembangan di sektor industri dan
sektor pemukiman yang berada di wilayah
CAT Yogyakarta-Sleman berkembang dengan
pesat dalam beberapa tahun terakhir ini.
Beriringan dengan hal tersebut, maka
kebutuhan air bersih terutama yang berasal
dari air tanah juga mengalami peningkatan,
sedangkan muka air tanah tiap tahunnya
mengalami penurunan. Dalam upaya
konservasi air tanah perlu dilakukan
pemantauan terhadap perubahan muka dan
mutu air tanah melalui sumur pantau.
Jaringan sumur pantau dalam satu cekungan
air tanah perlu ditentukan dalam rangka
mengetahui perubahan kondisi dan
lingkungan air tanah pada cekungan airtanah
tersebut.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
II.
TUJUAN
Maksud dari penelitian ini adalah
menentukan parameter-parameter yang
digunakan untuk penilaian risiko
lingkungan
air
tanah
terhadap
perubahan muka air tanah akibat
pemompaan. Sedangkan tujuannya
adalah (a) menganalisis nilai parameterparameter yang digunakan, serta (b)
menentukan Jaringan Lokasi Sumur
Pantau Berdasarkan Penilaian Risiko
Lingkungan
Air
Tanah
Terhadap
Pemompaan.
III.
DASAR TEORI
Pada dasarnya pengelolaan air tanah
bertujuan
untuk
menselaraskan
kesetimbangan pemanfaatan dalam
kerangka kuantitas dan kualitas dengan
pertumbuhan kebutuhan air yang
meningkat dengan tajam. Penerapan
pengelolaan air tanah sebaiknya
dilakukan sebelum terjadinya penurunan
kuantitas dan kualitas air tanah akibat
pemompaan air tanah dan pencemaran
air tanah oleh manusia. Oleh sebab itu,
pengelolaan air tanah tidak saja
merupakan upaya mengelola sumber
daya air tanah (managing aquifer
resources) tetapi juga upaya mengelola
manusia
yang
memanfaatkannya
(managing people).
Untuk pengelolaan air tanah dalam
kerangka pemanfaatan air tanah yang
berkelanjutan,
terdapat
empat
komponen teknis penting yang harus
diperhatikan yaitu (GW-MATE, 2005):
Resource Evaluation: Evaluasi
Potensi Sumber Daya air tanah
Resource Allocation: Alokasi
Sumber Daya air tanah yang
tepat
Hazard and Risk Assessment:
Kajian bahaya dan resiko
pemanfaatan air tanah dan atau
pencemaran air tanah
Side Effect and/or Pollution
Control:
Pengendalian
dan
pengontrolan
Komponen pertama dan kedua yaitu
Resource Evaluation dan Resource
Allocation diperoleh dengan cara
mengevaluasi potensi sumber daya air
tanah, evaluasi pemanfaatan air tanah
serta zona konservasi air tanah.
Sedangkan komponen ketiga yaitu
hazard and risk assessment diperoleh
dengan
mengevaluasi
potensi
kerentanan air tanah terhadap pengaruh
negatif pemompaan dan pencemaran air
tanah. Komponen ke-empat yaitu
mengetahui
dampak
negatif
pemompaan air tanah dan pencemaran
air tanah dapat diketahui melalui
kegiatan pemantauan air tanah.
Didalam lingkup pemantauan air tanah,
perencanaan jaringan sumur pantau
untuk kedua tujuan tersebut dibagi lagi
menjadi tiga bagian (GW-MATE, 2005),
yaitu (1) pemantauan primer - referensi,
(2) pemantauan sekunder - proteksi dan
(3) pemantauan tersier – pencegahan
pencemaran.
Adapun
penjelasan
maksud ketiga fungsi pemantauan
tersebut diperlihatkan pada Tabel 1.
Berdasarkan landasan teori diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa untuk
menilai kerentanan air tanah terhadap
dampak negatif dari eksploitasi air tanah
di suatu CAT setidaknya terdapat lima
faktor yang wajib digunakan, yaitu; (1)
karakteristik
respon
akuifer,
(2)
karakteristik penyimpanan akuifer, (3)
ketebalan akuifer, (4) kedalaman muka
air, dan (5) jarak dari garis pantai, lihat
Tabel 2.
Pada penelitian ini, setiap faktor
tersebut dikelompokkan ke dalam lima
kelas dengan skor 1 sampai 5 klasifikasi.
Teknik
scoring
didasarkan
pada
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
pemberian nilai numerik untuk setiap
kelas dari faktor-faktor dengan aturan
yang memiliki nilai terendah mewakili
kerentanan rendah dan nilai tinggi yang
mewakili kerentanan yang tinggi.
Rentang ini ditentukan berdasarkan
rentang nilai yang disarankan oleh Foster
(1992) dalam Morris, et.al., 2003,
dengan beberapa modifikasi sesuai
dengan kondisi lokal karakteristik akuifer.
Skor yang dibuat berdasarkan
rentang nilai dapat menjadi bahan
diskusi,
namun
metode
yang
dikembangkan ini adalah upaya untuk
pendekatan operasional sederhana
untuk menilai kerentanan akuifer akibat
pemompaan air tanah sebagai langkah
awal untuk menjadi salah satu parameter
pada penentuan jaringan sumur pantau
pada suatu Cekungan Air Tanah (CAT).
Peta akhir dari kerentanan akuifer
terhadap dampak negatif pemompaan
air
tanah
didapatkan
dengan
menampalkan semua faktor pada
perangkat lunak GIS. Nilai klasifikasi
akhir dari kerentanan seperti ditunjukkan
pada Tabel 3 akan menunjukkan kelas
atau zona kerentanan suatu daerah
terhadap dampak negatif pemompaan
air tanah. Asumsi yang digunakan pada
penampalan ini adalah bahwa semua
faktor memiliki bobot sama berat.
Peta kerentanan yang dihasilkan dari
metode di atas akan menunjukkan faktor
intrinsik kerentanan akuifer. Oleh karena
itu, perlu untuk menggabungkan peta
kerentanan akuifer terhadap dampak
negatif pemompaan air tanah dengan
tata
guna
lahan
atau
kondisi
pemanfaatan air tanah di suatu CAT
untuk menghasilkan peta risiko dampak
negatif pemompaan air tanah di CAT
seperti diperlihatkan pada Tabel 4 di
bawah ini.
Berdasarkan zona-zona risiko air
tanah terhadap dampak negatif
pemompaan air tanah dan pencemaran
air tanah, maka lokasi-lokasi sumur
pantau dapat ditentukan dengan
ketentuan zona risiko yang tinggi akan
memiliki prioritas sumur pantau yang
lebih banyak daripada zona dengan risiko
yang rendah. Selain berdasarkan zona
risiko tersebut, penentuan lokasi
jaringan
sumur
pantau
tetap
mempertimbangkan beberapa aspek
dasar seperti daerah imbuhan – lepasan
air tanah, variasi ekosistem yang
berkembang di CAT, tata guna lahan
yang berbeda dalam lingkup CAT serta
memperhatikan RTRW di CAT tersebut.
IV.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah
metode deduktif, empirik, analitik,
kuantitatif dan kualitatif dengan maksud
untuk mendapatkan data-data yang
diperlukan. Adapun skema metode dan
tahapan penyelidikan untuk pelaksanaan
kegiatan penelitian ini (lihat gambar 1).
V.
HASIL PENELITIAN
Hasil dari penampalan parameter
karakteristik respon akuifer, karakteristik
penyimpanan akuifer, kedalaman muka
air tanah, ketebalan air tanah, dan jarak
dari pantai merupakan Peta Kerentanan
terhadap pemompaan air tanah. Peta ini
harus ditampalkan kembali dengan Peta
Tata Guna Lahan. Hal ini menjadi penting
karena penggunaan lahan sangat dekat
kaitannya dengan pemanfaatan air tanah.
Penggunaan lahan yang berbeda akan
memengaruhi pemanfaatan air tanah
yang berbeda pula. Oleh karena itu
dilakukan penglasifikasian perbedaan
bobot penggunaan tata guna lahan
berdasarkan pemanfaatan air tanah.
Nilai pembobotan yang dipakai berkisar
antara 1-4, yaitu:
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
a. Nilai 1 mencakup tata guna lahan
berupa
hutan,
semak/belukar,
rumput.
b. Nilai 2 mencakup empang/kolam/
rawa
c. Nilai 3 mencakup sawah irigasi,
sawah tadah hujan, dan tegalan
d. Nilai 4 berupa daerah pemukiman
dan gedung.
Hasil pertampalan antara peta
kerentanan terhadap pemompaan air
tanah dengan peta tata guna lahan ini
menghasilkan Peta Risiko Akibat
pemompaan air tanah. Peta tersebut
digambarkan dalam Gambar 2. Peta ini
memiliki nilai berkisar antara 3-7.
Berdasarkan hasil penilaian tersebut CAT
Yogyakarta-Sleman dibedakan menjadi
tiga zona kerentanan, yaitu zona risiko
rendah terhadap pemompaan air tanah
(nilai 3), zona risiko menengah terhadap
pemompaan air tanah (nilai 4-5), dan
zona risiko tinggi terhadap pemompaan
air tanah (nilai 6-7).
Zona risiko air tanah rendah
terhadap pemompaan air tanah
merupakan area atau zona dimana
dampak negatif kegiatan pemompaan air
tanah akan muncul dalam waktu yang
relatif lama (dibandingkan dengan area
lainnya) sejak dari pemompaan air tanah
melebihi kemampuan akuifer yang
dilakukan. Zona ini meliputi sebagian
kecil daerah Berbah dan Sedayu.
Zona risiko air tanah menengah terhadap
pemompaan air tanah merupakan area
atau zona dimana dampak negatif
kegiatan pemompaan air tanah akan
muncul dalam waktu yang relatif agak
lama (dibandingkan dengan zona
kerentanan rendah) akibat pemompaan
air tanah. Zona ini meliputi daerah
Ngemplak, Kalasan, Berbah, Sedayu, dan
Sewon.
Zona risiko air tanah tinggi terhadap
pemompaan air tanah merupakan area
atau zona dimana dampak negatif
kegiatan pemompaan air tanah akan
muncul dalam waktu yang lebih cepat
(dibandingkan dengan zona kerentanan
menengah) akibat pemompaan air tanah.
Zona ini meliputi sebagian besar CAT
Yogyakarta-Sleman,
terutama
Kota
Yogyakarta, Sleman, dan Bantul.
Penentuan rencana lokasi sumur
pantau dapat dibagi menjadi dua jenis
sumur pantau berdasarkan fungsinya
seperti pembahasan sebelumnya, yaitu
sumur pantau primer dabn sekunder,
dimana peletakan sumur – sumur
tersebut juga didasarkan atas beberapa
parameter dan salah satu parameter
utamanya adalah Peta Risiko. Berikut
parameter–parameter
yang
dipertimbangkan dalam penentuan
lokasi jaringan sumur pantau:
1. Zona imbuhan dan zona lepasan air
tanah atau kawasan lindung air tanah
2. Zona
risiko
tinggi
terhadap
pemompaan
air
tanah
dan
pencemaran
3. Perbedaan variasi ekosistem dan tata
guna lahan
Berdasarkan
4
(empat)
pertimbangan tersebut, maka dapat
ditentukan jaringan rencana lokasi
sumur pantau di Cekungan Air Tanah
Yogya-Sleman. Dari hasil penentuan
jaringan lokasi sumur pantau dapat
ditentukan
prioritas
dalam
pengadaan/pembangunan sumur pantau.
Prioritas tersebut di atas didasarkan atas
hasil pertimbangan dari potensi risiko,
tataguna lahan dan daerah lindung air
tanah.
Evaluasi sistem jaringan sumur
pantau merupakan penilaian terhadap
masing-masing rencana lokasi sumur
pantau, yang terdiri dari :
1. Penilaian
terhadap
prioritas
pengadaan sumur pantau
2. Penilaian terhadap radius pergeseran
lokasi sumur pantau
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
3. Penilaian
terhadap
kedalaman
konstruksi sumur pantau
Dengan mendasarkan pada ketiga
parameter pertimbangan dan parameter
evaluasi sistem jaringan tersebut di atas,
maka dapat ditentukan usulan dan
prioritas jaringan rencana lokasi sumur
pantau untuk pemantauan muka air
tanah.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka
ditentukan lokasi jaringan sumur pantau
primer dan sekunder di daerah risiko
pemompaan air tanah (lihat gambar 3),
dan daftar lokasi jaringan sumur pantau
primer dan sekunder daerah risiko
pemompaan air tanah ditabulasikan
pada tabel 5.
Pada Cekungan Air Tanah Yogyakarta
– Sleman ditentukan rencana lokasi
sumur pantau primer sebanyak 5 unit
dan rencana sumur pantau sekunder
sebanyak 9 unit. Penyebaran rencana
lokasi sumur pantau primer, yaitu di
zona imbuhan terdapat 1 unit tepatnya
di
Bumi
Perkemahan
Kaliurang,
sedangkan di zona lepasan terdapat 4
unit, yaitu di Moyudan, Berbah, Bantul,
dan Sanden.
Penyebaran rencana lokasi sumur
pantau sekunder, yaitu di zona imbuhan
terdapat 1 unit tepatnya di Pakem,
kemudian di zona transisi terdapat 1 unit,
yaitu di Ngaglik. Sedangkan di zona
lepasan terdapat 7 unit yaitu di Mlati,
Depok, Kasihan, Banguntapan, Pandak,
Imogiri, dan Kretek.
VI.
KESIMPULAN
1. Hidrogeologi
CAT
YogyakartaSleman:
Sistem akuifer pada CAT YogyakartaSleman merupakan akuifer tipe
bebas dan setengah bebas yang
membentuk satu sistem akuifer
utama, yang dibedakan menjadi
Kelompok Akuifer 1, kelompok
akuifer 2, dan kelompok non akuifer.
2. Risiko Akibat pemompaan air tanah
pada
CAT
Yogyakarta-Sleman
didapatkan dari hasil penampalan
Peta Kerentanan air tanah terhadap
pemompaan air tanah dengan Peta
Tata Guna Lahan. Peta Risiko Akibat
pemompaan
air
tanah
CAT
Yogyakarta-Sleman terbentuk dalam
3 zona dengan nilai 3-7. Zona
tersebut yaitu:
- Zona Risiko Air Tanah rendah
terhadap pemompaan air tanah.
Zona ini meliputi sebagian kecil
daerah Berbah dan Sedayu.
- Zona Risiko Air Tanah sedang
terhadap pemompaan air tanah.
Zona ini meliputi daerah Ngemplak,
Kalasan, Berbah, Sedayu, dan Sewon.
- Zona Risiko Air Tanah tinggi terhadap
pemompaan air tanah. Zona ini
meliputi sebagian besar CAT
Yogyakarta-Sleman, terutama Kota
Yogyakarta, Sleman, dan Bantul.
3. Penentuan rencana lokasi sumur
pantau untuk risiko pemompaan air
tanah, yaitu rencana sumur pantau
primer sebanyak 5 unit dan rencana
sumur pantau sekunder sebanyak 9
unit.
- Penyebaran rencana lokasi sumur
pantau primer, yaitu di zona
imbuhan terdapat 1 unit tepatnya di
Bumi
Perkemahan
Kaliurang,
sedangkan di zona lepasan terdapat
4 unit, yaitu di Moyudan, Berbah,
Bantul, dan Sanden.
Penyebaran rencana lokasi sumur
pantau sekunder, yaitu di zona
imbuhan terdapat 1 unit tepatnya di
Pakem, kemudian di zona transisi
terdapat 1 unit, yaitu di Ngaglik.
Sedangkan di zona lepasan terdapat
7 unit yaitu di Mlati, Depok, Kasihan,
Banguntapan, Pandak, Imogiri, dan
Kretek.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
DAFTAR PUSTAKA
Badan Geologi Pusat Lingkungan Geologi, 2007, Atlas Cekungan Air Tanah Indonesia,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
BINNIE & PARTNERS, 1982, Central Java Groundwater Survey – Vol. X: Technical Annex A –
Hydrology.-97 S. zahlr. Abb. Und Tab.; Government of the Republic of Indonesia,
Ministry of Public Works, Directorate General of Human Settlements, Jakarta.
Danaryanto, H., 2008, Manajemen Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah, Direktorat
Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah Direktorat
Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral.
Djaeni, A, 1982, Peta Hidrogeologi Indonesia Skala 1:250.000 Lembar IX Yogyakarta,
Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Dirjen Pertambangan Umum, Departemen
Pertambangan dan Energi, Bandung.
Domenico, Patrick A., and Schwartz, Franklin W., 1990. Physical and Chemical Hydrogeology.
John Wiley & Sons, Inc.
Fetter, C.W., 1994. Applied Hydrogeology. 3rd ed. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Freeze, R. Allan and Cherry, John A., 1979. Groundwater. Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs,
New Jersey.
GW-MATE, 2005, Groundwater Management Strategies: facets of the integrated approach,
Briefing Note Series No.3, World Bank.
Hendrayana, H., 1993, Hydrogeologie und Grundwassergerwinnung Im Yogyakarta Becken
Indonesien, Doctor Arbeit der RWTH, Aachen, Germany (tidak dipublikasikan).
Hendrayana, H., 1994, Hasil Simulasi Model Matematika Aliran Air Tanah Di Bagian Tengah
Cekungan Yogyakarta, Makalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Pertemuan Ilmiah
Tahunan Ke 23, Desember 1994, Yogyakarta.
Hendrayana, H., 2002a, A Concept Approach of Total Groundwater Basin Management,
International Symposium on Natural Resource and Environmental Management,
held in the framework of the 43rd Anniversary of UPN Veteran Jogyakarta, on
January 21 – 22, 2002 (Published in English Proceeding).
Hendrayana, H., 2011a, Kondisi Sumberdaya Air Tanah pada Pasca Erupsi Merapi 2010.
Disampaikan pada FGD Pengda Kagama DIY : ”Pengelolaan dan Teknik Konservasi
Mata Air Pasca Erupsi Merapi” Yogyakarta, 24 Maret 2011
Hendrayana, H., 2011, Peta Cekungan Air Tanah Yogyakarta-Sleman Skala 1 : 100.000,
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan
Air Tanah.
Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (LKFT-UGM), 2007a,
Penyusunan Rancangan Pedoman Konservasi Air Tanah, Laporan Akhir, Yogyakarta.
Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (LKFT-UGM), 2007b,
Penyusunan Rancangan Pedoman Pengendalian Daya Rusak Air Tanah, Laporan Akhir,
Yogyakarta.
MacDonald and Partners, 1984, Greater Yogyakarta Groundwater Resource Study, Volume III,
Groundwater Development Project, Direct General of Water Resources Development,
Ministry of Publicworks, Government of Indonesia
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Morris, B.L., Lawrence, A.R., Chilton, P.J.C., Adams, B., Calow, R.C., and Klinck, B.A., 2003,
Groundwater and its susceptibility to degradation: A global assesment of the problem
and options for management. Early Warning and Assesment Report Series, RS.03-3.
United Nations Environment Programme, Nairobi, Kenya.
PP No. 33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumberdaya Air
Putra, D.P.E., 2007, The Impact of Urbanization of Groundwater Quality – A Case Study in
Yogyakarta City – Indonesia, Herausgegeben Vom (Lehrstuhl) fuer
Ingenieurgeologie und Hydrogeologie, University Prof. Dr. Azzam, RWTH, Aachen,
Germany.
Putra, D.P.E., 2003, Integrated Water Resources Management In Merapi – Yogyakarta Basin,
Project SEED-NET, UGM, Yogyakarta, (tidak dipublikasikan)
Putra, D.P.E., & Indrawan, I.G.B., 2014, Integrated Assessment of Aquifer Susceptibility Due to
Excessive Groundwater Abstraction; A Case Study of Yogyakarta-Sleman
Groundwater Basin, ASEAN Engineering Journal
Rahardjo, W., Sukandarrumidi, dan Rosidi, H.M.D., 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta,
Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Setiadi, H, Mudiana, W, Akus, U.T, 1990, Peta Hidrogeologi Indonesia Skala 1 : 100.000
Lembar 1407-5 dan Lembar 1408-2 Yogyakarta, Direktorat Geologi Tata
Lingkungan , Direktorat Jendral Geologi Sumberdaya Mineral, Departemen
Pertambangan dan Energi, Jakarta.
Shibasaki, T. A Research Group for Water Balance, 1995. Environmental Management of
Grounwater Basins. Tokai University Press, 2-28-4 Tomigaya, Shibuya-Ku, Tokyo 151
Japan.
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol 1.a. General Geology, Martinus
Nijhof, The Haque, Netherlands.
TABEL
Tabel 1. Pemantauan air tanah berdasarkan fungsi (GW-MATE, 2005)
Sistem
Primer
(Pemantauan
Rujukan)
Sekunder
(Pemantauan
untuk proteksi)
Tersier
(Kontaminasi
Pencemar)
Fungsi
Mengevaluasi/ memantau kondisi air tanah seperti:
- Evaluasi perubahan kondisi air tanah akibat dari
perubahan tata guna lahan dan atau perubahan
iklim
- Memahami proses imbuhan
- Pengaliran air tanah
- Proses pencemaran regional pada air tanah
Menjaga/memantau dampak potensial dari:
- Zona potensi air tanah tinggi
- Sebaran sumur bor yang digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan air bersih
- Infrastuktur perkotaan
- Ekosistem yang tergantung pada suplai air tanah
Peringatan dini bahaya air tanah dari:
- Tata guna lahan agrikultural yang intensif
- Daerah industri
- Memadatnya limbah sampah
pada tempat
pembuangan sampah akhir
- Daerah area reklamasi
- Penambangan
Lokasi Sumur
Pada area yang seragam dengan
mempertimbangkan hidrogeologi
dan tata guna lahan
Sekitar area/ fasilitas/ suatu hal
yang harus dijaga
Langsung pada turun dan naiknya
gradient hidraulika dari hazard
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Tabel 2. Data dan penilaian faktor kerentanan air tanah terhadap dampak negatif pemompaan air tanah (Putra &
Indrawan, 2014)
Faktor
Simbol
Unit
Karakteristik respon akuifer
T/S
m2/hari
Karakteristik penyimpanan akuifer
S/R
tahun/mm
Ketebalan akuifer
s
m
Kedalaman muka air tanah*
h
m
Jarak dari garis pantai
L
Km
Kelas
< 10
10 - 100
100 - 1000
1000 – 100.000
>100.000
< 0.0001
0.0001 – 0.001
0.001 – 0.01
0.01 – 0.1
>0.1
>100
50 - 100
20 - 50
10 - 20
< 10
0–5
5 – 10
10 – 20
20 – 50
>50
< 0.1
0.1 – 1.0
1.0 – 10
10 – 100
>100
Nilai
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
5
4
3
2
1
5
4
3
2
1
*Kelas yang telah dimodifikasi berdasarkan kondisi hidrogeologi
Tabel 3. Nilai akhir pengelompokan kerentanan akuifer terhadap dampak negatif pemompaan air tanah (Putra &
Indrawan, 2014)
Nilai akhir
Kelas kerentanan untuk pemompaan air tanah Berlebih
Kerentanan sangat tinggi
20 – 25
Kerentanan tinggi
15 – 20
Kerentanan menengah
10 – 15
Kerentanan rendah
5 - 10
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Tingkat pemompaan air tanah
(liter/dtk)*
Tabel 4. Matrik dari tingkat spesifikasi objek yang digunakan untuk menandakan peta risiko dari dampak negatif
untuk penggunaan air tanah yang berlebih di dalam daerah kegiatan. (Putra & Indrawan, 2014)
Relative
groundwater
exploitation-yield
(RGOV)
Klasifikasi Efek Negatif Bahaya Akibat pemompaan air tanah
Berlebih
Sangat Tinggi
(4)
Sedang
(5)
Tinggi
(6)
Tinggi
(7)
Sangat
Tinggi
(8)
Tinggi
(3)
Sedang
(4)
Sedang
(5)
Tinggi
(6)
Tinggi
(7)
5 - 10
Sedang
(2)
Rendah
(3)
Sedang
(4)
Sedang
(5)
Tinggi
(6)
5
Rendah
(1)
Rendah
(2)
Rendah
(3)
Sedang
(4)
Sedang
(5)
Rendah
(1)
Sedang
(2)
Tinggi
(3)
Sangat
Tinggi
(4)
50
10
50
-
Note:
RGOV
Rendah (Nilai 1), Sedang (Nilai 2),
Tinggi (Nilai 3), Sangat Tinggi (4)
AQS
Rendah (Nilai 1), Sedang (Nilai 2),
Tinggi (Nilai 3), Sangat Tinggi (4)
Kelompok Bahaya = RGOV + AQS
Aquifer Susceptibility Class
(AQS)
Tabel 5. Rencana lokasi sumur pantau untuk daerah risiko pemompaan air tanah
Tipe SP
Primer
Kode
SP
SPP 1
Koordinat
X
Y
436895
9160814
Elevasi
(meter)
964
Wilayah Administrasi
KABUPATEN
KECAMATAN
Sleman
Pakem
DESA
Hargobinangun
Kondisi Umum
Tata guna lahan berupa lapangan, berada di zona imbuhan
Prioritas
5
Primer
SPP 2
416868
9141110
104
Sleman
Moyudan
Sumber Agung
Tata guna lahan berupa lapangan, berada di zona lepasan
2
Primer
SPP 3
442303
9136474
96
Sleman
Berbah
Jogo Tirto
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan
3
Primer
SPP 4
429032
9126777
40
Bantul
Bantul
Sabdodadi
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan
4
Primer
SPP 5
418149
9116715
13
Bantul
Sanden
Gadingsari
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan
1
Sekunder
SSP 1
435560
9155288
540
Sleman
Pakem
Hargobinangun
Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona imbuhan
4
Sukoharjo
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
transisi
4
Tirtoadi
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
lepasan
1
Maguwoharjo
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
lepasan
1
Tamantirto
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
lepasan
2
Wirokerten
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
lepasan
2
Gilangharjo
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
lepasan
3
Kebon Agung
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
lepasan
3
Tirtosari
Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona
lepasan
3
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
Sekunder
SSP 2
SSP 3
SSP 4
SSP 5
SSP 6
SSP 7
SSP 8
SSP 9
435750
425959
436450
426400
432988
423913
430684
422173
9148689
9143242
9140597
9135512
9132966
9125499
9122894
9117561
293
151
135
88
73
41
31
17
Sleman
Sleman
Sleman
Bantul
Bantul
Bantul
Bantul
Bantul
Catatan
SP
Sumur Pantau
SPP
Sumur Pantau Primer untuk Risiko pemompaan air tanah
SSP
Sumur Pantau Sekunder untuk Risiko pemompaan air tanah
Ngaglik
Mlati
Depok
Kasihan
Banguntapan
Pandak
Imogiri
Kretek
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
GAMBAR
Gambar 1. Metodologi dan Tahapan Penyusunan Jaringan Sumur Pantau di CAT Yogyakarta-Sleman
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8
Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 2. Peta risiko terhadap dampak negatif pemompaan air tanah Cekungan
Air Tanah (CAT) Yogyakarta – Sleman.
Gambar 3. Peta lokasi jaringan sumur pantau daerah risiko pemompaan air tanah