TATA KELOLA perusahaan GLOBAL (1)

TATA KELOLA GLOBAL

Oleh :

M. Martin
170820160512

TUGAS TATA KELOLA GLOBAL & LOKAL

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
TAHUN 2017

PENGERTIAN TATA KELOLA GLOBAL
Menurut Rosenau (dalam Finkelstein 1995) tata kelola global memiliki arti
sistem tata kelola di semua tingkat aktivitas manusia, dari keluarga hingga organisasi
internasional, di mana dalam mengejar tujuannya melalui pelaksanaan kontrol yang
memiliki dampak transnasional. Lebih lanjut, Rosenau memperluas arti dari tata kelola
global sebagai setiap kegiatan yang dimaksudkan untuk mengontrol atau

mempengaruhi orang lain, baik di tingkat negara-negara atau pada tingkat lainnya. Kata
kunci dari tata kelola global sendiri adalah governing without goverment, yang
memiliki arti bahwa dalam pengelolaannya tata kelola global tidak memiliki otoritas
yang berdaulat. Merupakan upaya bersama untuk mengelola common affairs seperti
penyakit, kemiskinan, dan lain sebagainya.
Tata Kelola Globa l tidak identik dengan global government. Yang membedakannya

adalah bahwa Tata Kelola Globa l merupakan keseluruhan dari aktivitas-aktivitas yang
berhubungan dengan kepemerintahan (governance), aturan-aturan, dan mekanismemekanisme, serta formal dan informal yang muncul pada berbagi tingkat di dunia
kontemporer.
Unsur-unsurnya meliputi international la w, norms (soft law), intergovernmental
organizations , nongovernmental organizations , international regimes , ad hoc
arrangements , global conferences , dan private governance (Margaret P. Karns, Karen A.
Mingst, and Kendall W. Stiles : International Organizations: The Politics and Processes of Global
Governance THIRD EDITION).

Pendefinisian Tata Kelola Global diletakkan pada konsepsi yang luas sebagai konsep
yang dapat dipahami dalam konteks negara-bangsa berupa: ‘Tata Kelola Global adalah
pemerintahan tanpa adanya hak kewenangan atas kedaulatan yang hubungannya
melewati batas-batas nasional. Jadi, Tata Kelola Global seolah-olah dipahami sebagai

bentuk fungsi-fungsi internasional atas apa yang dikerjakan negara-negara secara
nasional.

Dengan demikian, konsep ‘governance’ (kepemerintahan) memiliki makna yang lebih
luas daripada ‘government’ (pemerintahan). The Commission on Global Governance
(1995) mendefinisikan ‘governance’ sebagai keseluruhan dari cara-cara individu dan
lembaga, publik dan swasta, dalam mengatur urusan-urusan umumnya.
Hal itu merupakan proses lanjutan melalui kepentingan-kepentingan yang berbeda dan
bertolak belakang agar terfasilitasi dan dapat ditempuhnya tindakan kerjasama.
Namun, pada kenyataannya istilah ini seringkali digunakan pada situasi tanpa adanya
pemerintahan atau tanpa adanya pemerintahan secara penuh dan dapat dipercaya.
Tata Kelola Global berarti membahas mengenai PBB, WTO, IMF, ILO, BIS , G20,

konvensi Jenewa dan konvensi-konvensi internasional lainnya, Uni Eropa, dan lainlain. Negara-negara tidak lagi menjadi aktor utama dalam konteks Tata Kelola Globa l.
Non-Governmental Organizations/ NGO/ INGOs

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) merupakan organisasi sukarela yang dibentuk
oleh kalangan swasta yang anggota-anggotanya adalah individu-individu atau
perhimpunan-perhimpunan yang bergabung untuk mencapai tujuan-tujuan bersama
(Margaret P. Karns, Karen A. Mingst, and Kendall W. Stiles : International Organizations: The Politics

and Processes of Global Governance THIRD EDITION).

Sebagian besar LSM bersifat non-profit, namun ada juga yang bertujuan untuk
memperoleh keuntungan finansial. Pada saat ini, ruang lingkup LSM meliputi semua
tingkat kemasyarakatan dan kepemerintahan, mulai dari komunitas lokal atau
komunitas akar rumput hingga tingkat politik nasional dan internasional. Keanggotaan
dan fungsi-fungsi LSM internasional sama halnya dengan keanggotaan dan fungsifungsi organisasi internasional (IGOs).
LSM, seperti halnya juga organisasi internasional (IGOs), yang mengalami
perkembangan pada tahun 1990-an telah menjadi faktor utama yang menyebabkan

keterlibatan organisasi-organisasi ini pada semua tingkat mulai dari tingkat lokal
hingga tingkat global.
Namun, tidak seperti halnya organisasi internasional (IGOs), LSM tidak memiliki
status pendirian yang sah atau personalitas yang dimuat dalam hukum internasional.
Itulah sebabnya PBB memiliki kesulitan untuk mengikutsertakan LSM internasional
dalam fungsi-fungsinya.
Menurut Yearbook of International Organizations , terdapat lebih dari 6.500 LSM yang
memiliki keanggotaan dan wilayah operasi di sejumlah negara. Misalnya, Palang
Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah, Oxfam, CARE, Dokter Lintas Batas,
WWF , Transparansi Internasional, Human Rights Watch, Amnesti Internasional, dan

Save the Children.

LSM dan organisasi internasional (IGOs) memiliki kesamaan dalam hal fungsi
kepemerintahan, yakni: membuat dan menggerakkan jaringan global, memperoleh
informasi pada kondisi-kondisi lokal, dan melakukan tekanan di dalam suatu negara
dan tekanan transnasional. Dengan demikian, informasi dan keahlian teknis dalam
berbagai persoalan internasional dapat diperoleh.
Selama tahun 1970-an para aktivis LSM internasional mendorong masyarakat dunia
untuk “berpikir global dan bertindak lokal”. Para aktivis yang berasal dari Utara dan
Selatan bergabung untuk melobi pemerintah-pemerintah dan lembaga-lembaga
internasional untuk memberikan prioritas yang lebih besar terhadap kaum miskin dan
kaum terpinggirkan di dunia.
NGOs mampu memiliki pengaruh positif terhadap lembaga-lembaga formal dunia,

misalnya Bank Dunia. Sebagai respon akan usaha persuasif yang bertentangan dengan
kebijakannya sendiri, Bank Dunia mulai menggapai keluar atas kritik-kritik NGOs
yang semakin memiliki peran yang besar dalam proyek-proyek yang didanai dari Bank
Dunia tersebut.

Perubahan dalam kinerja Bank Dunia lainnya termasuk dalam penunjukan petugas

penghubung NGOs di sebagian besar kantor-kantor Bank Dunia dan adanya pengakuan
yang lebih atas kepentingan dan masukan dari NGOs untuk meningkatkan kinerja Bank
Dunia. NGOs juga menjaga supaya Bank Dunia tetap pada pertanggungjawabannya
atas prosedur-prosedur dan kebijakan-kebijakannya sendiri. Contohnya, saran dari
NGOs kepada Bank Dunia untuk membatalkan keputusan membiayai proyek

pembangkit tenaga listrik di Nepal.
NGOs telah memberikan tekanan bagi semua badan-badan PBB dan pemerintah

negara-negara untuk menindaklanjuti tujuan-tujuan dan komitmen-komitmen dari
konferensi-konferensi global.
Terhadap Protokol Kyoto, NGOs telah mendorong adanya kesepakatan yang akan
menghasilkan dampak penting bagi emisi gas rumah kaca global ketimbang
mendukung pendapat-pendapat yang menekankan perlunya perubahan penggunaan
produk-produk kosmetika. Pada pertemuan Kyoto NGOs telah mendesak pemerintahpemerintah negara-negara dan badan-badan multilateral untuk menghasilkan suatu
deklarasi yang membentuk dasar-dasar bagi NGOs untuk terus melakukan persuasi dan
advokasi atas perubahan iklim.
Deklarasi yang demikian juga telah diajukan oleh sekelompok NGOs dari Eropa Timur
dan Eropa Tengah. Friends of Earth dan WWF telah aktif meningkatkan kewaspadaan
mengenai bagaimana perhatian sektor-sektor swasta tampak mendominasi diskusi

bagaimana protokol itu dilaksanakan. Mereka juga semakin prihatin bahwa hasil akhir
diskusi mengenai protokol itu tidak akan menghasilkan dampak yang berarti bagi
upaya mengatasi emisi gas rumah kaca (greenhouse effect).
HUKUM INTERNASIONAL
Pengertian hukum internasional terkait dengan hukum hukum yang ada pada
bangsa itu sendiri, dan hukum tersebut akan dikaitkan dengan hukum Antara Negara
yang ada. Umumnya hukum yang diterapkan pada hukum internasional ini akan terkait

dengan kebiasaan dan aturan yang ada dijalankan sehari hari. Sehingga aturan tersebut
akan diberikan ke semua orang dengan bangsa serta negaranya.
Menurut J.G. Starke, hukum internasional diartikan sebagai seperangkat
hukum yang punya prinsip dan aturan yang berkaitan dengan perasaan dan perilaku
Negara dengan ada kaitanya pada cara mematuhi pembangunan hubungan Antara yang
satu dengan yang lainnya. (Pengantar Hukum Internasional)
Menurut Hugo Grotius, Pengertian dari hukum internasional ini akan terdiri
dari seperangkat suatu prinsip hukum yang hubungan akan terkait dengan suatu
Negara. Jika melirik akan pengertian dari hukum ini, pengertian dari hukum
internasional ini akan tertuju pada kehendak bebas anggota dalam menentukan
keputusan dan kepentinganya bersama.
Sumber hukum internasional terdiri dari lima hal, yaitu: perjanjian-perjanjian atau

konferensi-konferensi,

kebiasaan-kebiasaan

umum,

karya-karya

tulis

para

cendekiawan yang diakui, keputusan-keputusan pengadilan, dan prinsip-prinsip hukum
umum (Margaret P. Karns,
Karen A. Mingst, and Kendall W. Stiles).
Contoh hukum-hukum internasional antara lain Statuta Pengadilan Internasional,
Konvensi Vienna, Konvensi Jenewa, konvensi lingkungan untuk lapisan ozon,
konvensi perubahan iklim, konvensi perlindungan terhadap ikan paus dari perburuan,
konvensi hukum laut, hukum HAM, hukum perdagangan, perjanjian pembatasan
senjata, dan hukum mengenai hak kekayaan intelektual.

Hukum internasional memiliki keterbatasan hanya berlaku untuk negara-negara,
namun tidak untuk kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam
konteks kekinian, perjanjian-perjanjian multilateral tidak dapat digunakan secara
langsung untuk mengikat invidividu, perusahaan-perusahaan multinasional, lembagalembaga swadaya masyarakat (NGO), kelompok-kelompok paramiliter, teroris,

ataupun penjahat-penjahat internasional. Sebagai catatan, hal ini justru berlaku di
dalam organisasi Uni Eropa.
Hukum internasional belum memiliki mekanisme penerapan tertentu agar dapat
diberlakukan di semua negara. Perjanjian-perjanjian dalam PBB dan Uni Eropa sendiri
masih menggunakan sanksi sebagai mekanisme penerapan. Selain itu, negara-negara
cenderung memiliki kepentingan sendiri dalam membuat keputusan-keputusan
menyangkut apakah menerima atau tidak terhadap aturan-aturan internasional.
Norma
Norma erat kaitannya dengan kehidupan keseharian kita. Walaupun tidak
berwujud kebendaan, norma eksis sebagai fakta sosial yang mengatur kehidupan sosial
manusia dalam sebuah komunitas, seperti norma sosial dalam mengatur masyarakat,
norma agama dengan segala perintah serta larangannya dan norma hukum dengan
segala aturan tertulis yang bersifa tmemaksa. Sungguh dianggap sangat tidak wajar bila
dalam sebuah sistem tertentu meniadakan keberadaan norma, karena salah satu syarat
utama sebuah sistem adalah keberadaan aturan yang menjaga keberlangsungan hidup

struktur dalam sistem tersebut. Sebagaimana ungkapan Martha Finnemore “Students
of politics have struggled with questions not only about the meaning of justice and the
good society but also about the influence on human behavior of ideas about justice and
good” (Martha Finnemore and Kathryn Sikkink, International Norm Dynamics and
Political Change. International Organization, Vol.52, No. 4, International Organization
at Fifty: Exploration and Contestation in the Study of World Politics (Autumn, 1998).
Organisasi Internasional (Intergovernmental Organizations/ IGOs)
Suatu organisasi disebut sebagai organisasi internasional apabila terdiri dari sedikitnya
tiga negara, memiliki aktivitas-aktivitas di sejumlah negara, dan anggota-anggota
organisasi itu menjaga kesatuan melalui suatu perjanjian tingkat antarpemerintah yang
resmi.

Year book of International Organizations (2003/2004) mengidentifikasikan bahwa

terdapat 238 organisasi internasional (IGOs) yang meliputi: NAFTA, UPU, OAS,
OPEC, Bank Dunia, hingga PBB. Sebagian besar organisasi internasional merupakan
organisasi regional, terutama di kawasan Eropa yang telah banyak didirikan sejak
Perang Dunia II. IGOs yang pertama kali dibentuk di dunia adalah International
Telegraphic Union and the Universal Postal Union .


Beberapa perbedaan di antara organisasi-organisasi internasional itu mencakup
fungsinya, keanggotannya, ruang lingkup persoalannya, aturan-aturannya, jumlah
sumber-sumber daya yang tersedia, dan tingkat birokratisasinya.
Kenneth Abbott dan Duncan Snidal (1998) menjelaskan sebab-sebab berorganisasinya
negara-negara, yakni:
1.

Karena adanya penyatuan aktivitas-aktivitas bersama yang menghasilkan

efisiensi kegiatan bersama sehingga organisasi lebih memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi terhadap isu-isu yang terjadi.
2.

Untuk merundingkan dan melaksanakan kesepakatan-kesepakatan yang

merefleksikan kepentingan masing-masing negara dan juga kepentingan bersama.
3.

Untuk berpartisipasi menyediakan mekanisme penyelesaian konflik.


4.

Untuk memperoleh manfaat dari penyelesaian tugas-tugas secara bersama-sama.

5.

Untuk berpartisipasi membentuk perdebatan internasional atas isu-isu penting

dan membentuk norma-norma atau sikap-sikap kritis.
Organisasi-organisasi internasional tidak saja menciptakan kesempatan-kesempatan
bagi negara-negara anggotanya, tetapi juga menggunakan pengaruhnya dan
menerapkan batasan-batasan terhadap kebijakan-kebijakan dan cara-cara negara-

negara anggotanya. Pengaruh-pengaruh dalam bentuk pembatasan organisasi
internasional terhadap negara-negara anggotanya itu antara lain:
a.

Melalui agenda-agenda nasional dan pemaksaan bagi negara-negara anggota

untuk ikut serta menyelesaikan persoalan-persoalan.
b.

Perilaku setiap negara anggota diawasi melalui penyebaran informasi.

c.

Mendorong pembuatan keputusan khusus dan proses penerapannya.

d.

Keharusan bagi negara-negara anggota untuk memparalelkan kebijakan-kebijakan

terhadap prinsip-prinsip, norma-norma, dan aturan perilaku yang ditetapkan oleh
organisasi internasional.
Sementara, keterbatasan organisasi internasional adalah dalam hal kemampuan untuk
mewajibkan keputusan-keputusan (kecuali Uni Eropa). Faktanya, efektivitas tindakan
organisasi internasional hanyalah bersifat rekomendasi karena seluruhnya tergantung
pada komitmen negara-negara anggota untuk mematuhi atau tidak mematuhi
keputusan-keputusan organisasi internasional.
Beberapa faktor pendorong terbentuknya organisasi internasional ini antara lain karena
terjadinya Perang Dunia I dan Perang Dunia II, pembangunan ekonomi, inovasi
teknologi, dan berkembangnya sistem negara (terutama akibat dekolonisasi pada 1950an dan 1960-an). Faktor-faktor tersebut menyebabkan semakin banyaknya organisasi
internasional yang didirikan. Bahkan ada organisasi internasional yang membentuk
organisasi internasional baru yang lain.
Sebagai salah satu aktor pembentuk kepemerintahan global (global governance),
organisasi internasional memiliki peran untuk melibatkan negara-negara untuk
melakukan tindakan, mengkoordinasikan upaya-upaya dari kelompok-kelompok yang
berbeda, menyediakan kemampuan diplomatis untuk menjamin kesepakatankesepakatan, dan memastikan berjalannya program-program.

Dalam hal ini, yang memiliki peran signifikan dimaksud adalah para pejabat resmi
organisasi internasional bersangkutan. Misalnya, sekretaris jenderal PBB dan
wakilnya, direktur umum WHO , direktur umum WTO , presiden Bank Dunia, direktur
eksekutif IMF , presiden Uni Eropa, dan lain-lain.
Banyak para akademisi dan paktisi internasional mengartikan ‘governance’
sebagai struktur dan proses baik dalam publik maupun privat ketika bersamaan dengan
kebanyakan penulis menggunakan ‘goverment’. Namun secara keseluruhan bahwa
global governance merupakan regulasi social affairs meliputi regulasi masyarakat sipil
serta aktor publik dan privat yang otoritasnya melalui pemerintahan (Myntz, dalam
Dingwerth and Pattberg). Global Governance tidaklah hanya meliputi organisasi atau
institusi internasional saja, melainkan juga seluruh sistem mulai dari ruang lingkup
terkecil hingga pada organisasi internasional dengan fokus pada aktivitas kemanusiaan
untuk pencarian hasil di lingkup transnasional (Rosenau, dalam Dingwerth and
Pattberg).
Yang

dimaksud

dengan

struktur

menurut

kaum

neo-realis

adalah

international anarchy atau sistem internasional yang anarkis. Anarki disini tidak serta
merta mengimplikasikan chaos atau kekacauan, melainkan mengandung arti bahwa
tidak ada kewenangan sentral yang mampu mengendalikan perilaku negara. Dalam
kondisi anarkis, negara-negara berdaulat harus mengembangkan kapabilitas militer
yang ofensif untuk mempertahankan diri dan memperluas power mereka. Karena
itulah, anarki membuat negara-negara saling bersaing dan menjadi ancaman bagi satu
sama lain. Anarki pula lah yang membuat negara tidak dapat saling percaya satu sama
lain dan terus menerus dalam keadaan waspada akan intensi negara lain. Karena negara
selalu berupaya untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya, Survival
menjadi motif yang paling berpengaruh dalam perilaku negara. Ditambah dengan
rentannya terjadi salah perhitungan, kesemua asumsi di atas menghasilkan tendensi
bagi negara-negara untuk bersikap agresif terhadap satu sama lain dengan kata lain,
anarki adalah struktur yang mengekang dan menentukan perilaku negara-negara dalam
system internasional.

REZIM INTERNASIONAL
Stephen D. Krasner di dalam tulisannya “Structural Causes and Regime
Consequences: Regimes as Intervening Variables”, rezim internasional adalah suatu
tatanan yang berisi kumpulan prinsip, norma, aturan, proses pembuatan keputusan,
baik bersifat eksplisit maupun implisit, yang berkaitan dengan ekspektasi atau
pengharapan aktor-aktor dan memuat kepentingan aktor tersebut dalam Hubungan
Internasional.
Pemindahan kekuasaan yang menghasilkan pemerintahan rezim dapat terjadi dalam
berbagai bentuk dan signifikansinya dapat beragam pada berbagai tingkat. Tipe rezim
internasional terdiri dari empat tipe yaitu:
1. Norma-norma internasional otoritatif, yaitu yang mewajibkan standar-standar
internasional yang diterima secara umum oleh negara-negaranya.
2. Standar internasional dengan pengecualian yang ditentukan sendiri oleh negara
itu untuk tidak ikut ambil bagian dalam suatu perjanjian tertentu.
3. Garis pedoman internasional yaitu standar internasional yang tidak terikat
walaupun secara luas dipercayakan kepada negara. Garis pedoman yang
dimaksud jangkauannya mulai dari aturan-aturan yang kuat, eksplisit, dan rinci
untuk mengaburkan aspirasi-aspirasi kolektif.
4. Standar nasional yang ditandai dengan ketiadaan norma-norma internasional
yang substantif.
Menurut John Ruggie, rezim internasional adalah sekumpulan ekspektasi atau
pengharapan bersama, peraturan, rencana, komitmen organisasi dan finansial yang
telah diterima dan disepakati oleh sekelompok negara.

Interaksi yang terjadi baik antar-negara maupun di dalam pemerintahan suatu
negara membutuhkan sebuah tatanan untuk mengatur berjalannya pengelolaan dengan
baik. Tiap negara tentu memiliki kepentingan yang berbeda-beda, begitu pula dengan

kekuatan yang dimiliki oleh tiap negara. Demi menciptakan suasana interaksi yang
kondusif maka interaksi-interaksi tersebut butuh diatur dalam peraturan internasional
yang mengikat. Rezim internasional dipahami sebagai bentuk-bentuk institusionalisasi
perilaku yang didasarkan pada norma ataupun aturan untuk mengelola konflik dan
masalah-masalah salingketergantungan di berbagai bidang dalam hubungan
internasional. Konsep rezim internasional mengacu pada upaya atau sarana regulasi
yang melintasi batas-batas teritorial suatu negara.

Refrensi









Margaret P. Karns, Karen A. Mingst, and Kendall W. Stiles : International Organizations: The
Politics and Processes of Global Governance THIRD EDITION

What Is Global Governance?Author(s): Lawrence S. Finkelstein
Global Governance as a Perspective on World Politics: Klaus Dingwerth and Philipp
Pattberg

The governance turn in public health and regional planning : Roar Amdam
Structural Causes and regimes consequences : Regimes as intervening
Variables : Stephen D Krasner