Value Chain Analysis Analisis Rantai Nil

ANALISIS RANTAI NILAI (VALUE CHAIN) DALAM
LINGKUNGAN INTERNAL PERUSAHAAN
Oktavima Wisdaningrum
Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi
ABSTRAKSI
Analisis value chain merupakan alat analisis yang berguna untuk memahami aktivitas-aktivitas
yang membentuk nilai suatu produk atau jasa dan digunakan untuk menciptakan nilai bagi pelanggannya
dalam mencapai suatu keunggulan yang kompetitif. Tujuan analisis value-chain adalah untuk
mengidentifikasi tahap-tahap value chain di mana perusahaan dapat meningkatkan value untuk
pelanggan atau untuk menurunkan biaya. Penurunan biaya atau peningkatan nilai tambah dapat
membuat perusahaan lebih kompetitif. Analisis value chain membantu perusahaan dalam
mengidentifikasi posisi perusahaan dan menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam rantai nilai serta
mengurangkan atau mengeliminasi aktivitas yang tidak menciptakan nilai tambah pada produk atau jasa.
Kata kunci: value chain, the company’s internal value chain, strategi kompetitif
ABSTRACT
Value chain analysis is a useful analytical tool for understanding the activities that make up the
value of a product or service and is used to create value for its customers in achieving a competitive
advantage. Objective value-chain analysis is to identify the stages of the value chain where the firm can
increase value for the customer or for lower costs. Cost reduction or increase in value added to make the
company more competitive. Value chain analysis helps the company identify and analyze the company's
position that there are activities in the value chain as well as reduce or eliminate activities that do not

create added value to the product or service.
Keywords: value chain, the company's internal value chain, competitive strategy

PENDAHULUAN
Persaingan bisnis yang semakin
ketat dikarenakan dampak globalisasi
diberlakukanya era perdagangan bebas
telah menggeser paradigma bisnis dari
Comparative
Advantage
menjadi
Competitive Advantage, yang memaksa
kegiatan bisnis/perusahaan memilih strategi
yang tepat. Strategi yang dimaksud adalah
dimana perusahaan berada dalam posisi
strategis dan bisa beradaptasi dengan
lingkungan yang terus berubah. Hal ini
berlaku prinsip going concern yang secara
umum merupakan tujuan didirikannya suatu
entitas bisnis.

Dalam hal ini perusahaan harus bisa
membuat pilihan yang terbaik tentang apa
yang yang menjadi kebutuhan konsumen
dan bagaimana memenuhi kebutuhan atau
permintaan konsumen dengan harga yang
serendah mungkin. Sehingga dalam hal ini

perusahaan memerlukan suatu strategi
dalam menentukan keunggulan kompetitif
dan menemukan cara untuk mencapai
keunggulan tersebut (Ellitan, 2008).
Strategi merupakan tindakan atau
pola yang dilaukan untuk mencapai tujuan,
yang tidak hanya meliputi strategi yang
direncanakan
tetapi
juga
mencakup
konsistensi perusahaan dalam mengambil
keputusan (Mintzberg, 1978). Implementasi

strategi perusahaan memfokuskan pada
pengembangan kompetensi perusahaan
yaitu pengetahuan dan ketrampilan yang
secara khusus tercermin dalam keahlian
teknologi
dan
produksi.
Kompetensi
perusahaan menunjukkan sesuatu yang
tidak mudah ditiru oleh pesaing dan akan
memberikan
competitive
advantage
(Schoemaker, 1992). Salah satu alat
analisis manajemen biaya yang dapat
digunakan untuk memberikan informasi

40

Wisdaningrum: Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Dalam Lingkungan Internal Perusahaan 41


guna membuat keputusan strategis dalam
menghadapi persaingan bisnis adalah
analisis value chain. John K. Shank dan
Vijay Govindarajan (2000) mengungkapkan
bahwa keputusan untuk menentukan
strategi kompetitif yang dapat diaplikasikan,
yaitu (1) strategi biaya rendah (a low-cost
strategy) atau (2) strategi diferensiasi (a
differentiation strategy). Demi keunggulan
kompetitif, dengan perilaku para konsumen
yang
makin
berkembang,
seperti
menghendaki produk-produk yang lebih
beraneka ragam dengan mutu serta
pelayanan serba prima dan harga yang
terjangkau dalam era globalisasi ini harus
ditanggapi

dengan
meniadakan
ketidakekonomisan (diseconomies) yang
terjadi yang cenderung menghambat
kelancaran arus proses penciptaan nilai
tambah dari para pemasok sampai ke para
konsumen sepanjang value chain. Untuk itu,
perlu diidentifikasi dan ditiadakan biaya
yang diakibatkan dari aktivitas-aktivitas
yang tidak memberikan nilai tambah
sepanjang pelaksanaan analisis value
chain.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Analisis Rantai Nilai
Istilah rantai nilai (value chain)
menggambarkan cara untuk memandang
suatu perusahaan sebagai rantai aktivitas
yang mengubah input menjadi output yang
bernilai bagi pelanggan. Nilai bagi
pelanggan berasal dari tiga sumber dasar:

aktivitas yang membedakan produk,
aktivitas yang menurunkan biaya produk
dan aktivitas yang dapat segera memenuhi
kebutuhan pelanggan. Analisis rantai nilai
(value chain analysis—VCA) berupaya
memahami
bagaimana
suatu
bisnis
menciptakan nilai bagi pelanggan dengan
memeriksa kontribusi dari aktivitas-aktivitas
yang berbeda dalam bisnis terhadap nilai
tersebut (Pears and Robinson, 2009).
Womack, Jones et al (1990)
mendefinisikan Value Chain Analysis (VCA)
sebagai berikut:
“ …..is a technique widely applied in the
fields of operations management, process
engineering and supply chain management,


for
the
analysis
and
subsequent
improvement of resource utilization and
product
flow
within
manufacturing
processes.”
Sedangkan menurut Shank dan
Govindarajan (2000), mendefinisikan Value
Chain Analyisis, merupakan alat untuk
memahami rantai nilai yang membentuk
suatu produk. Rantai nilai ini berasal dari
aktifitas-aktifitas yang dilakukan, mulai dari
bahan baku sampai ke tangan konsumen,
termasuk juga pelayanan purna jual.
Selanjutnya Porter (1985) menjelaskan,

Analisis value-chain merupakan alat analisis
stratejik yang digunakan untuk memahami
secara lebih baik terhadap keunggulan
kompetitif.
Value
chain
dapat
mengidentifikasi dimana value pelanggan
dapat ditingkatkan atau penurunan biaya,
dan untuk memahami secara lebih baik
hubungan
perusahaan
dengan
pemasok/supplier,
pelanggan,
dan
perusahaan
lain
dalam
industri

(Blocher/Chen/Lin, 1999 diterjemahkan oleh
A. Susty Ambarriani, 2000). Value Chain
mengidentifikasikan dan menghubungkan
berbagai aktivitas stratejik diperusahaan
(Hansen, Mowen, 2000). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa analisis rantai nilai
merupakan suatu alat yang digunakan
untuk menciptakan nilai bagi pelanggannya
untuk mencapai suatu keunggulan yang
kompetitif.
Sifat Value Chain tergantung pada
sifat industri dan berbeda-beda untuk
perusahaan manufaktur, perusahaan jasa
dan organisasi yang tidak berorientasi pada
laba. Tujuan dari analisis value-chain
adalah untuk mengidentifikasi tahap-tahap
value chain di mana perusahaan dapat
meningkatkan value untuk pelanggan atau
untuk menurunkan biaya. Penurunan biaya
atau peningkatan nilai tambah dapat

membuat perusahaan lebih kompetitif.
2. Melakukan Analisis Rantai Nilai
Identifikasi Aktivitas
Langkah awal dalam analisis rantai
nilai adalah memecah operasi suatu
perusahaan menjadi aktivitas atau proses
bisnis tertentu, dengan mengelompokkan

42 ANALISA, Vol. 1, No. 1, April 2013: 40 – 48

aktivitas atas proses tersebut ke dalam
kategori aktivitas primer atau pendukung.
Tantangan bagi manajer pada titik ini
adalah
untuk
secara
sangat
rinci
”menguraikan” apa yang sebenarnya terjadi
ke dalam aktivitas-aktivitas berbeda yang

dapat dianalisa dan bukan terpaku pada
kategori yang luas dan umum. Dalam buku
(Hitt, 2005), Kerangka rantai nilai membagi
aktivitas dalam perusahaan menjadi dua
kategori umum:
a. Aktivitas Primer (primary activities):
Aktivitas
yang
berkaitan
dengan
penciptaan fisik produk, penjualannya
dan distribusinya ke para pembeli, dan
servis setelah adanya penjualan.
b. Aktivitas Pendukung (support activities):
Membantu
perusahaan
secara
keseluruhan
dengan
menyediakan
dukungan
yang
diperlukan
bagi
berlangsungnya
aktivitas-aktivitas
primer dilakukan secara berkelanjutan.
Berikut gambar dari Pears and
Robinson (2009) yamg menjelaskan
mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukan,
yaitu:

Kegiatan Primer

Alokasi Biaya
Langkah
berikutnya
adalah
mencoba mengaitkan biaya ke setiap
aktivitas yang berbeda. Setiap aktivitas
dalam rantai nilai mengeluarkan biaya serta
mengikat waktu dan aset. Analisis rantai
nilai
mengharuskan
manajer
untuk
mengalokasikan biaya dan aset ke setiap

aktivitas
dan
dengan
demikian
menyediakan sudut pandang yang sangat
berbeda terhadap biaya dibandingkan
dengan yang dihasilkan oleh metode
akuntansi biaya tradisional.
3. Memahami
Kesulitan
dalam
Akuntansi Biaya Berbasis Aktivitas
Di hampir semua perusahaan,
kebutuhan informasi untuk mendukung
akuntansi biaya berbasis aktivitas dapat
menciptakan pekerjaan yang berulang
karena persyaratan pelaporan keuangan
dapat
memaksa
perusahaan
untuk
mempertahankan pendekatan tradisional
untuk tujuan laporan keuangan. Waktu dan
tenaga untuk mengubah ke pendekatan
berbasis aktivitas dapat sangat besar dan
biasanya masih melibatkan keputusan
mengenai alokasi biaya secara arbitrer
mencoba mengalokasikan biaya aset atau
pekerja tertentu ke berbagai aktivitas yang
melibatkannya. Tantangan yang berkaitan
dengan penggunaan VCA berbasis biaya
tidak menghalangi penggunaan kerangka ini
untuk mengidentifikasikan sumber-sumber
diferensiasi. Bahkan, melakukan VCA untuk
menganalisis keunggulan kompetitif yang
membedakan
perusahaan
adalah
kompatibel dengan pandangan berbasis
sumber daya mengenai pengujian atas aset
tak berwujud serta kapabilitas sebagai
sumber-sumber kompetensi yang berbeda
(Pears and Robinson, 2009).
Identifikasi Aktivitas yang Membedakan
Perusahaan
Mencermati rantai nilai perusahaan
mungkin tidak hanya akan mengungkapkan
keunggulan atau kelemahan biaya, namun
juga
mengarahkan
perhatian
pada
beberapa sumber keunggulan diferensiasi
relatif terhadap pesaing.
Menilai Rantai Nilai
Ketika rantai nilai didokumentasikan,
para manajer perlu mengidentifikasikan
aktivitas yang penting bagi kepuasan
pembeli dan keberhasilan pasar. Aktivitasaktivitas tersebut adalah aktivitas-aktivitas
yang perlu mendapat perhatian khusus

Wisdaningrum: Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Dalam Lingkungan Internal Perusahaan 43

dalam analisis internal. Terdapat tiga
pertimbangan penting dalam tahap analisis
rantai nilai: 1) Misi utama perusahaan perlu
mempengaruhi pilihan aktivitas yang akan
diteliti secara rinci oleh manajer; 2) Sifat
dari rantai nilai dan relatif pentingnya
aktivitas-aktivitas dalam rantai nilai tersebut
bervariasi dari satu industri ke industri lain;
3) Relatif pentingnya aktivitas rantai nilai
dapat bervariasi sesuai dengan posisi
perusahaan dalam sistem nilai yang lebih
luas yang mencakup rantai nilai dari para
pemasoknya di hulu serta pelanggan atau
rekanan di hilir yang terlibat dalam
penyediaan produk atau jasa bagi para
pemakai akhir.
4. Tahapan Dalam Analisis Rantai Nilai
Setiap
perusahaan
mengembangkan sendiri satu atau lebih
dari bagian-bagian dalam value chain,
berdasarkan analisis stratejik terhadap
keunggulan kompetitifnya. Dalam jurnal
Widarsono (2009), menyatakan bahwa
analisis value chain mempunyai tiga
tahapan yaitu:
1. Mengidentifikasi aktivitas Value Chain
Perusahaan
mengidentifikasi
aktivitas value chain yang harus
dilakukan oleh perusahaan dalam proses
desain, pemanufakturan, dan pelayanan
kepada
pelanggan.
Beberapa
perusahaan mungkin terlibat dalam
aktiviatas tunggal atau sebagian dari
aktivitas total. Contohnya, beberapa
perusahaan
mungkin
hanya
memproduksi, sementara perusahaan
lain mendistribusikan dan menjual
produk.
2. Mengidentifikasi Cost driver pada setiap
aktivitas nilai
Cost Driver merupakan faktor yang
mengubah jumlah biaya total, oleh
karena itu tujuan pada tahap ini adalah
mengidentifikasikan aktivitas dimana
perusahaan mempunyai keunggulan
biaya baik saat ini maupun keunggulan
biaya potensial. Misalnya perusahaan
yang bergerak dibidang pelayanan
komputer (computer service) untuk
menangani tugas-tugas pemrosesan

data, sehingga dapat menurunkan biaya
dan
mempertahankan
atau
meningkatkan keunggulan kompetitif.
3. Mengembangkan keunggulan kompetitif
dengan
mengurangi
biaya
atau
menambah nilai.
Pada
tahap
ini
perusahaan
menentukan sifat keunggulan kompetitif
potensial
dan
saat
ini
dengan
mempelajari aktivitas nilai dan cost driver
yang diidentifikasikan diatas. Dalam
melakukan hal tersebut, perusahaan
harus melakukan hal-hal berikut :
a. Mengidentifikasi keunggulan kompetitif
(Cost Leadership atau diferensiasi).
Analisis aktivitas nilai dapat
membantu
manajemen
untuk
memahami secara lebih baik tentang
keunggulan-keunggulan
kompetitif
stratejik yang dimiliki oleh perusahaan
dan
dapat
mengetahui
posisi
perusahaan secara lebih tepat dalam
value
chain
industri
secara
keseluruhan.
b. Mengidentifikasi peluang akan nilai
tambah.
Analisis aktivitas nilai dapat
membantu mengidentifikasi aktivitas
dimana perusahaan dapat menambah
nilai
secara
siginifikan
untuk
pelanggan. Contohnya, merupakan
hal yang umum sekarang ini bagi
pabrik-pabrik pemrosesan makanan
dan
pabrik
pengepakan
untuk
mengambil lokasi yang dekat dengan
pelanggan terbesarnya supaya dapat
melakukan pengiriman dengan cepat
dan murah.
c. Mengidentifikasi peluang untuk
mengurangi biaya. Studi terhadap
aktivitas nilai dan cost driver dapat
membantu manajemen perusahaan
menentukan pada bagian mana dari
value chain yang tidak kompetitif bagi
perusahaan. Beberapa perusahaan
mungkin mengubah aktivitas nilainya
dengan tujuan mengurangi biaya.
Contohnya,
memindahkan
pabrik
pemrosesan menjadi lebih dekat
dengan bahan baku, sehingga dapat

44 ANALISA, Vol. 1, No. 1, April 2013: 40 – 48

menghemat biaya transportasi dan
mengurangi kerugian.
Lebih lanjut, analisis value chain
dapat
dipergunakan
untuk
menentukan pada titik-titik mana
dalam rantai nilai yang dapat
mengurangi biaya atau memberikan
nilai tambah. Sebaliknya dalam
perolehan bahan baku atau proses
advertensi
dan
promosi
dapat
dilakukan dengan cara, Langkah
pertama; dalam value chain untuk
pemerintah atau organisasi yang tidak
berorientasi
pada
laba
adalah
membuat pernyataan tentang misi
sosial organisasi tersebut, termasuk
kebutuhan masyarakat spesifik yang
dapat dilayani. Tahap Kedua; adalah
mengembangkan sumber daya untuk
organisasi, baik personel maupun
fasilitasnya. Tahap ketiga dan Tahap
keempat; adalah melakukan operasi
organisasi dan memberikan jasa
kepada masyarakat.
5.

Kategori Rantai Nilai
Dalam Gereffi, Gary dan John
Humphries (2005), kategori rantai nilai
terdiri dari:
a. Hierarchical/Vertical Value Chains
(Supplier-Driven): Pada kategori
ini, rantai nilai dan tata kelolanya
terikat dalam perusahaan transnasional yang terintegrasi secara
vertikal (misalnya, anak perusahaan
dan afiliasi yang harus tunduk pada
perintah dari kantor pusat). Kategori
ini merupakan jenis rantai nilai
paling
tradisional
dan
paling
mendekati
bentuk
penanaman
modal asing yang mulai tersebar.
b. Captive/Directed Value Chains
(Buyer-Driven): Dalam hal ini,
produsen hulu sangat bergantung
pada pembeli hilir yang lebih besar
dan mapan (atau disebut dengan
lead firms). Hal ini tidak hanya
terkait dengan transaksi bisnis atau
pesanan,
tetapi
juga
untuk
mendapatkan
bahan,
desain,

teknologi, dll. Seringkali produsen
harus melakukan investasi yang
spesifik untuk memenuhi suatu
transaksi, dengan tingkat fleksibilitas
rendah.
Dengan
demikian,
diperlukan biaya peralihan yang
tinggi untuk pindah ke bidang bisnis
baru. Produsen hulu tersebut
seringkali perusahaan kecil yang
kerap “terkurung” oleh kendali lead
firm.
c. Relational Value Chains: Jenis
rantai nilai ini mengacu pada suatu
situasi
dimana
perusahaan
produsen, berdasarkan desain dan
kapasitas
produksi
yang
disyaratkan, dapat menegosiasikan
hubungannya dengan pembeli hilir
secara lebih setara. Dengan arus
informasi dua arah pada masalah
seperti
kondisi
pasar,
tecknologi/desain produk dan proses
dsb., maka hubungan intra rantai
nilai dalam kategori ini dicirikan
dengan
adanya
saling
ketergantungan
dalam
lingkup
tertentu. Peralihan dari rantai nilai
pasti
(captive)
ke
hubungan
(relational) dalam literatur lain
(contoh: bidang ekonomi, teknologi
dan perdagangan, literatur bisnis
internasional) disatukan dengan
kemajuan dari penataan bergaya
OEM
(original
equipment
manufacturing) menjadi lebih ODM
(own design manufacturing).
d. Modular atau Balanced Value
Chains: Dalam situasi seperti ini,
perusahaan produsen kurang begitu
bergantung pada lead firm karena
penataan produksinya yang lebih
fleksibel, sehingga memungkinkan
penggunaan
peralatan,
bahan,
teknologi dan lain sebagainya yang
lebih generik dan tidak terlalu
spesifik terhadap transaksi yang
dilakukan.
Ini
mencakup
penggunaan arsitektur produk dan
standar
teknis
modular
yang
mengurangi variasi komponen dan

Wisdaningrum: Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Dalam Lingkungan Internal Perusahaan 45

menyatukan spesifikasi komponen,
produk dan proses.
e. Market Driven Value Chains: Tipe
ini mengacu pada suatu situasi yang
mendekati struktur pasar yang
benar-benar
kompetitif
dalam
literatur ekonomi mikro. Dalam
kategori ini, terdapat berbagai
pilihan pasokan/permintaan dan
switching costs ke mitra Rantai Nilai
baru cukup rendah bagi kedua belah
pihak.
6. Value Chain Internal Perusahaan (The
Company’s Internal Value Chain)
Value chain internal perusahaan
merupakan penyusunan seluruh aktivitas
penciptaan nilai yang ada di dalam
perusahaan tertentu. Value chain ini terdiri
atas seluruh aktivitas, baik yang bersifat
fisik maupun teknologi yang ada di dalam
perusahaan yang dapat menambah nilai
produk. Hal penting untuk menganalisis
value chain internal perusahaan adalah
dengan memahami setiap aktivitas dalam
perusahaan
yang
dilakukan
untuk
menciptakan
keunggulan
komperatif.
Kemudian mengelola aktivitas-aktivitas itu
lebih baik daripada perusahaan-perusahaan
lain yang ada dalam industri tersebut. Value
chain internal perusahaan dapat dicapai
dengan beberapa langkah. Menurut Josep
G. Donelan dan Edward A. Kaplan langkahlangkah yang diterapkan dalam pencapain
value chain internal perusahaan, yaitu (1)
mengidentifikasi aktivitas-aktivitas value
chain; (2) menentukan aktivitas value chain
yang mana paling strategis; (3) menelusuri
biaya-biaya setiap aktivitas value chain; (4)
menggunakan informasi biaya aktivitas
untuk mengelola setiap aktivitas value chain
secara lebih baik daripada perusahaan lain
dalam industri tersebut. Perkembangan
teknologi
(teknologi
informasi)
akan
membawa pengaruh terhadap kekuatankekuatan yang mendorong perbaikan dalam
teknologi produk dan proses. Monger dalam
Prakarsa (1995) menyatakan bahwa
perkembangan teknologi telah membawa
tiga dampak utama yang berpengaruh
terhadap struktur organisasi dan struktur

industri,
yaitu (1) Otomatisasi,
(2)
Disintermediasi, dan (3) Integrasi. Motivasi
otomatisasi lambat laun telah beralih dari
substitusi tenaga kerja langsung ke
pengurangan fungsi dan waktu yang tidak
menciptakan nilai tambah dalam rangka
untuk memenuhi tuntutan para pelanggan.
Disintermediasi
dimaksudkan
untuk
meniadakan
proses
antara,
seperti
pembagian kerja. Melalui jalan pintas,
aktivitas yang tidak bernilai tambah dapat
dihindarkan
sehingga
mempercepat
troughtput time. Integrasi digunakan dalam
berbagai konteks, misalnya integrasi
sarana, integrasi input, integrasi proses,
integrasi output, dan integrasi komunikasi.
Penggunaan teknologi berarti berperan
untuk
meningkatkan
produktivitas,
efektivitas, dan efisiensi dari pemasok
sampai dengan konsumen sepanjang value
chain.
7. Analisis
Value
Chain
untuk
Keunggulan Kompetitif
Supaya perusahaan bisa unggul
dalam persaingan yang sangat ketat
dengan lingkungan yang selalu berubah,
maka perusahaan perlu mengantisipasi,
menanggapi,
dan
mengurangi
atau
mengeliminasi hal-hal yang menyebabkan
ketidakekonomisan yang terjadi dalam
perusahaan. Sebagian besar perusahaan
akan berusaha untuk bisa bertahan, bahkan
berkembang dalam bisnisnya sehingga
yang menjadi andalan adalah keunggulan
bersaing. Perusahaan pada umumnya
mampu
memperoleh
keunggulan
persaingan jika posisi yang dimiliki mampu
memberi kekuatan yang menonjol di atas
kekuatan pesaing dan kemampuannya
untuk mengembangkan image produk
perusahaan terhadap pelanggan (product
positioning). Untuk mencapai hal itu
perusahaan akan menerapkan strategi
bersaing. Menurut Hax dan Majluf (1995)
dalam Triyono Budiwibowo dan Arfan
Ikhsan (2003) strategi yang diterapkan agar
bisa tetap bertahan adalah strategi yang
disesuaikan dengan core competencies
yang dimiliki perusahaan.

46 ANALISA, Vol. 1, No. 1, April 2013: 40 – 48

Analisis value chain merupakan
analisis aktivitas-aktivitas yang relevan
sepanjang rantai nilai (value chain) yang
membentuk suatu produk, yang yang
meliputi proses pengadaan, penyimpanan,
penggunaan, transformasi dan disposisi
sumber daya, mulai dari aktivitas pemasok
value chain sampai dengan konsumen
value chain yang dapat meningkatkan nilai
bagi konsumen dan pemegang saham.
Perusahaan harus mampu mengenali
posisinya
pada
value
chain
yang
membentuk suatu produk atau jasa
tersebut. Nilai bagi konsumen berarti
perusahaan harus memberikan harga yang
lebih rendah dengan kualitas yang sama
atau memberikan kualitas yang lebih tinggi
dengan harga yang sama jika dibandingkan
dengan pesaing. Sebaliknya, nilai yang
diterima oleh pemegang saham adalah
adanya
peningkatan
nilai
saham
(Machfoedz, 2004).
Analisis value chain merupakan
analisis aktifitas-aktifitas yang menghasilkan
nilai, baik yang berasal dari dalam dan luar
perusahaan.
Konsep
value
chain
memberikan perspektif letak perusahaan
dalam rantai nilai industri. Analisis value
chain
membantu
perusahaan
untuk
memahami rantai nilai yang membentuk
produk tersebut. Nilai yang berawal dari
bahan mentah sampai dengan penanganan
produk setelah dijual kepada konsumen.
Perusahaan harus mampu mengenali
posisinya pada rantai nilai yang membentuk
produk atau jasa tersebut. Hal ini sangat
penting untuk mengidentifikasi kesempatan
dari persaingan. Setelah mengidentifikasi
posisinya, maka perusahaan mengenali
aktifitas-aktifitas yang membentuk nilai
tersebut. Aktifitas-aktifitas tersebut dikaji
untuk mengidentifikasi apakah memberikan
nilai bagi produk atau tidak. Jika aktivitas
tersebut memberikan nilai, maka akan terus
digunakan
dan
diperbaiki
untuk
memaksimalkan nilai. Sebaliknya, jika
aktifitas tersebut tidak memberikan nilai
tambah maka harus dihapus. Menurut
Supriyono (2002) aktivitas tidak bernilai
tambah adalah aktivitas-aktivitas yang tidak
perlu atau aktivitas-aktivitas yang perlu,

namun tidak efisien dan dapat diperbaiki.
Jika aktivitas tidak bernilai tambah
dilaksanakan, akan berakibat menambah
biaya yang tidak perlu dan merintangi
kinerja, sehingga menimbulkan biaya tidak
bernilai tambah. Biaya tidak bernilai tambah
adalah biaya yang disebabkan oleh
aktivitas-aktivitas
yang
tidak
bernilai
tambah. Biaya tidak bernilai tambah dapat
diartikan sebagai biaya atas aktivitasaktivitas yang dapat dieliminiasi tanpa
menimbulkan kesan buruk dari para
pelanggan mengenai kinerja, fungsi, atau
ukuran mutu lainnya suatu produk. Analisis
aktivitas dapat menurunkan biaya dengan
cara
peniadaan
aktivitas,
pemilihan
aktivitas, pengurangan aktivitas, dan
penggunaan aktivitas secara bersama.
Horngren Charles T. dan George
Foster (1991) dalam Supriyono (2002)
mengungkapkan bahwa dalam kegiatan
pemanufakturan ada lima aktivitas utama
sering merupakan pemborosan dan tidak
perlu, yaitu penjadwalan, pemindahan,
penungguan, inspeksi, dan penyimpanan.
Biaya dari aktivitas yang tidak menciptakan
nilai tambah harus dikurangi atau
dieliminasi. Lebih lanjut Horngren Charles
T. dan George Foster mengungkapkan
bahwa mengurangi biaya dapat dilakukan
dengan
empat
cara,
yaitu
(1)
mengeliminasi,
(2)
menyeleksi,
(3)
mengurangi, dan (4) membagi aktivitas.
Eliminasi aktivitas, aktivitas yang gagal
untuk menambah nilai harus diidentifikasi
dan diukur untuk mengeliminasi aktivitasaktivitas tersebut dalam perusahaan.
Contoh inspeksi komponen. Pemakaian
komponen yang jelek dapat mengakibatkan
produk final yang dihasilkan jelek. Aktivitas
inspeksi hanya diperlukan karena kinerja
mutu para pemasok
jelek. Dengan
demikian,
perlu
diadakan
pemilihan
pemasok komponen yang bermutu atau
sanggup
untuk
memperbaiki
kinerja
mutunya. Contoh seleksi aktivitas, yaitu
strategi rancangan produk. Jika semua
strategi rancangan produk tersebut hasilnya
sama, maka strategi yang dipilih adalah
yang berbiaya terendah.

Wisdaningrum: Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Dalam Lingkungan Internal Perusahaan 47

PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian mengenai analisis rantai nilai
diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Analisis value chain merupakan alat
analisis yang berguna untuk memahami
posisi perubahan dalam suatu rantai
yang membentuk nilai suatu produk.
Analisis value chain harus dipandang
dalam skala yang luas, skala industri.
Analisis Value Chain merupakan analisis
aktifitas-aktifitas yang menghasilkan nilai,
baik yang berasal dari dalam dan luar
perusahaan. Perusahaan harus mampu
mengenali posisinya pada rantai nilai
yang membentuk produk atau jasa
tersebut. Hal ini sangat penting untuk
mengidentifikasi
kesempatan
dari
persaingan. Setelah mengidentifikasi
posisinya, maka perusahaan mengenali
aktifitas-aktifitas yang membentuk nilai
tersebut.
2. Perusahaan harus mampu memahami
posisinya dalam rantai nilai tersebut,
kemudian
menentukan
strategi
kompetitifnya:
Low
Cost
atau
Diferensiasi untuk bersaing dengan
pesaingnya.
Perusahaan
harus
malakukan hubungan yang baik dengan
supplier
dan
distributor
untuk
memaksimalkan nilai produknya serta
menimbulkan rasa percaya dari supplier
dan distributor supaya dapat tercipta
hubungan yang baik, yang pada
akhirnya meningkatkan daya saing
produk.
Saran
Dari penjelasan diatas, saran yang bisa
diberikan adalah bahwa dalam penerapan
value chain pada perusahaan yang satu
dengan yang lain tidaklah sama. Oleh
sebab itu perusahaan harus mampu
mengidentifikasi perencaan awal yang
disusun secara lebih detail, baik dari
penggunaan bahan baku maupun dari
tenaga kerja dan segala sesuatu yang
berhubungan aktivitas perusahaan yang
akan menentukan keunggulan kompetitif
dari perusahaan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Abduh M. 2007. Inovasi Teknologi Dan
System Beton Pracetak Di Indonesia:
Sebuah
Analisa
Rantai
Nilai.
www.haki-konstruksi.com. Yogyakarta.
Blocher/Chen/Lin, 1999. Diterjemahkan oleh
A. Susty Ambarriani, 2000. Manajemen
Biaya. Jilid 1. Penerbit Salemba: Empat
Jakarta.
Ellitan, Lena. 2008. Manajemen Strategi
Operasi. Bandung: Alfabeta.
Gereffi, Gary dan John Humphries, “The
Governance of Global Value Chains.”
Review of International Political
Economy, 12:1 February 2005: 78104. Routledge Publications.
Hitt, Michael A, R. Duane Ireland, and
Robert E.Hoskisson. 2005. Strategic
Management-Competitiveness and
Globalization.
USA:
Thomson
International Student Edition.
Hansen, and Mowen, 2000. Management
Biaya; Akuntansi dan Pengendalian,
alih bahasa Tim Salemba Empat:
Jakarta.
Josep G. Donelan dan Edward A. Kaplan.
2000. Value Chain Analysis: A
Strategic
Approach
To
Cost
Management. James M. Reeve.
Reading
And
Issues
In
Cost
Management.
Second
Edition.
Thomson Learning: South - Western
College Publishing
Sujana, I Ketut. 2006. Aplikasi Activity
Based Costing (ABC) Dalam Analisis
Value
Chain
Dan
Keunggulan
Kompetitif. Buletin Studi Ekonomi,
Volume 11 Nomor 3.
Layton Caesar, Januar Rustandie. 2007.
Gambaran Rantai Nilai Komponen
Otomotif Justifikasi Pasar Dan Strategi
Peningkatan Pasar Komponen Dalam
Negeri

48 ANALISA, Vol. 1, No. 1, April 2013: 40 – 48

Machfoedz, Mas’ud. 2004. “Perubahan
Peran Akuntan Manajemen”. Media
Akuntansi No 38/Maret.
Mintzberg, H., 1978. Pattern In strategy
Formulation. Management Science, 24
(9), 934-948
Pearce II, John.A and Richard B. Robinson.
2009.
Strategic
ManagementFormulation,
Implementation
and
Control. Mc Graw-Hill International
Edition. USA.
Porter, Michael E. 1985. Competitive
Advantage – Creating a Sustaining
Superior Performance, New York: The
Free Press.
Prakarsa Wahjudi. 1995. “SIM Sebagai
Pendukung dan Penentu Keunggulan
Strategi Organisasi”. Media Akuntansi.
No.05/THN II/1995.
Schoemaker, P.J.H. 1992. How To Link
Strategi Vissionto Core Capabilities.
Sloan Management Review, Fale 6781
Setiawan, Dodi. 2003. Analisis Value Chain
dan Keunggulan Kompetitif. Artikel
Usahawan no 05 Vol XXXII.
Shank, Jhon K., Govindarajan Vijay. 2000.
Strategic Cost Management and the
Value Chain., Thomson Learning:
USA.
Supriyono. 2002. Akuntansi Biaya Dan
Akuntansi
Manajemen
Untuk
Teknologi Maju Dan Globalisasi. Edisi
2.Yogyakarta : BPFE.
Wibowo, Triyono Budi dan Arfan Ikhsan.
2003. “Pengaruh Strategik Komperatif,
Motivasi dan Budaya Kerja terhadap
Hubungan
Antara
Komitmen
Organisasi kepada Karyawan dengan
Kinerja
Perusahaan”.
Simposium
Nasional Akuntansi VI, Membangun

Citra Akuntan Melalui Peningkatan
Kualitas Pengetahuan, Pendidikan
dan Etika Profesi, Surabaya, IAI
Kompartemen Akuntan Pendidik.
Widarsono, Agus. 2009. Strategic Value
Chain Analysis (Analisis Stratejik
Rantai Nilai): Suatu pendekatan
Manajemen
Biaya.www.agusw77.files.wordpress.c
om
Womack, JP., Jones D.T., (1990). “Lean
Thinking”. USA: Prentice Hall.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63