pencemaran laut (1) pencemaran laut (1) pencemaran laut (1)

PAPER

PENCEMARAN LAUT

OLEH :

SYAFRI BOY
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Bintal Amin, MSC

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2014
A. PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508
pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km, memiliki potensi sumber daya pesisir
dan lautan yang sangat besar. Luas wilayah perairan Indonesia sebesar 5,8 juta km 2
yang terdiri dari 3,1 juta km2 Perairan Nusantara dan 2,7 km2 Perairan Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (ZEEI) atau 70 persen dari luas total Indonesia. Besarnya potensi

sumber daya ikan laut di seluruh perairan Indonesia (tidak termasuk ikan hias) diduga
sebesar 6,26 juta ton per tahun, tercermin dengan besarnya keanekaragaman hayati,
selain itu Indonesia memiliki potensi budidaya perikanan pantai di laut serta
pariwisata bahari yang terkenal di dunia.
Wilayah pesisir adalah wilayah interaksi antara laut dan daratan yang
merupakan 15 % daratan bumi. Wilayah ini sangat potensial sebagai modal dasar
pembangunan Indonesia sebagai tempat perdagangan dan transportasi, perikanan,
budidaya perairan, pertambangan serta pariwisata. Wilayah pesisir Indonesia sangat
potensial pula untuk dikembangkan bagi tercapainya kesejahteraan umum apabila
pengelolaannya dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan, dengan memperhatikan
faktor-faktor yang berdampak terhadap lingkungan pesisir. Dalam wilayah pesisir ada
banyak faktor yang berdampak diantaranya: pertumbuhan penduduk dunia yang
besar, kegiatan-kegiatan manusia, pencemaran, sedimentasi, ketersediaan air bersih
dan pemanfaatan sumber daya laut yang berlebihan.
Menurut Supriharyono (2009) wilayah pesisir sangat produktif dengan
keberadaan estuaria, hutan bakau, padang lamun serta terumbu karang, sehingga
sedemikian panjangnya pantai Indonesia merupakan potensi sumberdaya alam yang
besar untuk pembangunan ekonomi. Clark (1992) mengatakan bahwa kawasan pesisir
merupakan kawasan peralihan antara ekosistem laut dan daratan yang saling
berinteraksi. Oleh karena itu setiap aspek pengelolaan kawasan pesisir dan lautan

secara terpadu baik secara langsung maupun tidak langsung, selalu berhubungan

dengan air. Hubungan tersebut terjadi melalui pergerakan air sungai, aliran air
limpahan (run off), aliran air tanah (ground water), air tawar beserta segenap isinya
(seperti nutrient, bahan pencemar, dan sendimen) yang berasal dari ekosistem daratan
dan akhirnya akan bermuara di perairan pesisir.
Akhir-akhir ini muncul berbagai kasus yang menyebabkan dampak buruk
terhadap lingkungan perairan Indonesia, khususnya pencemaran wilayah laut dan
peisisir pantai. Hal tersebut menyebabkan berbagai kerugian seperti kerusakan alam,
kerusakan keanekaragaman hayati dan menurunnya tingkat ekonomi. Sebagian besar
sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik pembuangan sampah atau limbah
yang disengaja, tertiup angin, terhanyut maupun melalui tumpahan. Salah satu
penyebab pencemaran laut adalah kapal yang dapat mencemari sungai dan samudera
dalam banyak cara. Misalnya melalui tumpahan minyak, air penyaring dan residu
bahan bakar. Polusi dari kapal dapat mencemari pelabuhan, sungai dan lautan. Bahan
pencemar laut lainnya yang juga memberikan dampak yang negatif ke perairan adalah
limbah plastik yang bahkan telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang
dibuang, terapung dan terendap di lautan. Sampah plastik terakumulasi di laut sebagai
sampah padat yang mengganggu eksositem laut. Massa plastik di lautan diperkirakan
yang menumpuk hingga seratus juta metrik ton. Kondisi ini sangat berpengaruh

buruk, dan sangat sulit terurai oleh bakteri. Sumber sampah plastik di laut juga
berasal dari Jaring ikan yang sengaja dibuang atau tertinggal di dasar laut.
Keberadaan pencemar akibat aktivitas manusia sering membuahkan hasil
yang sangat merugikan. Tanpa disadari aktivitas yang menghasilkan limbah tersebut
telah merugikan ekosistem yang berada disekitarnya. Sebenarnya dari dulu sampai
sekarang sudah banyak himbauan agar tidak melakukan kegiatan yang bersifat
mencemari laut, bahkan selalu dihimbau untuk tidak mengulanginya, tetapi tetap saja
terkadang masih ada yang melakukan hal yang demikian. Bahkan masih banyak
ditemui dan sulit untuk menyadarkannya. Banyak juga yang tidak peduli dengan
pencemaran laut mungkin karena volume air laut yang besar, dan kemampuannya

mengencerkan segala jenis zat asing sehingga hampir tak menimbulkan dampak sama
sekali. Oleh karena itu laut dianggap sebagai tempat pembuangan limbah. Hal itu
disebabkan karena limbah yang dibuang ke laut semakin lama semakin banyak dan
dalam konsentrasi tinggi, sehingga akibat pencemaran lingkungan pada skala lokal
terjadi.

B. PROSES TERJADINYA LIMBAH DAN SUMBER PENCEMARAN
Proses terjadinya limbah dan sumber pencemarannya sudah pasti dengan
diawali aktivitas dari produsen. Demi memenuhi kebutuhan hidup manusia segala

cara dilakukan demi kebutuhan tersebut tercukupi. Salah satu cara yang dilakukan
adalah dengan mengexplorasi sumberdaya alam. Explorasi terhadap sumberdaya laut
yang dilakukan tanpa kenal batas.
Pengalaman beberapa tahun sebelumnya juga bisa menjadi pelajaran yang
berharga, dan kesadaran akan bahaya pencemaran laut dimulai ketika terjadi
kebocoran kapal tanker pengangkut minyak mentah dalam jumlah besar, yang antara
lain terjadi di perairan Perancis tahun 1978. Pencemaran minyak mentah juga terjadi
pada kecelakaan dan kebocoran instalasi pengeboran minyak lepas pantai,
sebagaimana juga yang pernah mencemari sebuah tempat di Teluk Meksiko, terjadi
pada tahun 1979. Sampai sekarang juga telah ratusan kejadian kapal tanker yang
sering membawa minyak dan terjadi kebocoran kapal di lautan, kemudian juga
ditambah dengan berbagai kecelakaan pada pengeboran minyak lepas pantai, telah
menumpahkan berjuta ton minyak mentah ke lautan di bumi. Selain itu, pencemaran
minyak yang terhitung bervolume kecil, namun cukup akumulatif, juga terjadi dari
pencucian dan tumpahan kecil dari lalu lintas laut dan pencemaran sungai yang
mengalir ke laut.
Air balas dari kapal tanker merupakan sumber pencemar yang cukup besar.
Setelah minyak dari kapal dipindahkan, untuk menyeimbangi kapal agar selama
berlayar kondisi kapal seimbang maka tanker diisi air. Setelah sampai di tempat
tujuan air tadi di buang ke laut dan tanker kembali diisi dengan minyak, begitu

seterusnya. Kondisi ini sudah pasti akan memperburuk lingkungan laut bagi
masyarakat menggantungkan hidupnya pada laut. Ikan-ikan yang akan ditangkap
akan menghindar dari limbah yang telah dibuang kelaut. Ikan yang tertangkappun
sudah pasti mengalami proses bio-magnification dan bio-accumulation.

Selain tumpahan minyak, pencemaran di laut juga dapat berupa plastik yang
tidak terdegradasi secara biologis seperti polystirine yang digunakan sebagai wadah
pengemas makanan. Jumlah limbah ini semakin lama semakin besar, dan hingga
sekarang belum diketahui pasti dampak lingkungannya secara jangka panjang, selain
dampak estetikanya yang sudah jelas merugikan. Pencemaran laut yang lainnya
terjadi pula dari buangan zat kimia limbah pabrik yang dibuang ke sungai dan
mengalir ke laut. Pembuangan tailing atau ampas sisa kegiatan penambangan ke laut
juga menyebabkan pencemaran, karena tailing yang seharusnya mengendap di dasar
laut dapat terbawa ke permukaan laut dengan adanya pembalikan arus dari bawah
laut. Karena tailing tersebut mengandung logam berat yang berbahaya seperti
mercuri, maka dampak lingkungan yang merugikan akan bersifat akumulatif di
seluruh rantai makanan. Kasus pembuangan tailing tersebut telah terjadi di Teluk
Buyat, Sulawesi Utara.

C. DAMPAK PENCEMARAN

Laut dan segala sumberdaya yang terkandung didalamnya perlu dijaga, dan
kita juga tidak diperbolehkan membuang limbah sembarangan di laut, sebab apabila
pembuangan limbah ke laut secara terus menerus dilakukan, maka ditakutkan akan
terjadi dampak global dari pencemaran laut.
Minyak mentah mengandung ribuan komponen yang berbeda-beda berat
molekulnya, berwarna coklat gelap, dan merupakan cairan kental yang berbau
menyengat, yang terutama terdiri dari hidrokarbon, beberapa kandungan sulfur, dan
sedikit logam seperti vanadium dan nikel. Kebanyakan hidrokarbon memiliki berat
jenis yang lebih ringan daripada berat jenis air laut sehingga sebagian besar tumpahan
minyak akan mengapung di permukaan. Tumpahan yang mengapung di permukaan
tersebut akan mencakup luasan yang cukup besar sehingga akan menganggu aktivitas
fitoplankton dan hewan laut lainnya. Selain itu, tumpahan minyak juga mencelakakan
burung air, karena sayap mereka menjadi lengket terkena minyak. Pada kasus
tumpahan minyak di pantai Perancis, selama beberapa hari kemudian lebih dari sejuta
burung mati akibat pencemaran tersebut. Sebagian dari hidrokarbon yang memiliki
berat jenis lebih besar dari air akan tenggelam, dan bersama-sama dengan komponen
logam akan mengendap di dasar laut. Endapan tersebut akan berdampak buruk pula
bagi organisme laut lainnya.
Apabila minyak mentah dipanaskan sampai 100 0C, sekitar 12% dari
volumenya akan terbakar. Bila dipanaskan sampai 200 0C, jumlah yang terbakar

bertambah lagi 13%. Sebesar 25% diduga merupakan fraksi yang mudah berubah
yang akan menguap dari tumpahan di laut dalam beberapa hari. Sisa tumpahan
minyak akan dimetabolisme oleh bakteri secara perlahan, dan sebagian lagi akan
menguap secara perlahan pula. Setelah kurang lebih 3 bulan, maka semua materi
yang dapat menguap akan menguap, dan materi yang akan termakan sudah termakan
atau masuk ke dalam rantai makanan. Sisa yang persistem, yang tertinggal di lautan

berupa residu aspal, yang kurang lebih sebesar 15% dari seluruh volume tumpahan
minyak. Sisa tersebut akan terus berada di lautan di bumi ini berupa gumpalan
lengket berwarna pekat. Gambar dibawah ini memperlihatkan dampak negatif
buangan minyak terhadap satwa liar

D. PENANGGULANGAN DAN REKOMENDASI PEMECAHAN MASALAH
Limbah kimia yang bersifat toxic (racun) yang masuk ke perairan laut akan
menimbulkan efek yang sangat berbahaya. Kelompok limbah kimia ini terbagi dua,
pertama kelompok racun yang sifatnya cenderung masuk terus menerus seperti
pestisida, furan, dioksin dan fenol. Terdapat pula logam berat, suatu unsur kimia
metalik yang memiliki kepadatan yang relatif tinggi dan bersifat racun atau beracun
pada konsentrasi rendah. Contoh logam berat yang sering mencemari adalah air
raksa, timah, nikel, arsenik dan kadmium. Proses perpindahan logam beracun tersebut

dikenal dengan nama Biomagnification. Biomagnification adalah proses dimana
bahan ramah lingkungan tertentu terus terakumulasi di rantai makanan di satu atau
lebih spesies. peningkatan konsentrasi substansi atau senyawa dalam jaringan
makhluk hidup, dengan semakin tingginya tingkatan trofik dalam jaring makanan.
biomagnifikasi terjadi di tingkat trofik (rantai makanan) dapat terjadi oleh karena

adanya suatu proses biotransfer. Proses peningkatan kadar bahan pencemar dengan
melewati

tubuh

makhluk

hidup

(dalam

bahasa

Inggris


dikenal

sebagai

biomagnification). Secara sederhana bisa digambarkan sebagai berikut: bahan
pencemar memasuki lingkungan melewati rantai makanan dan jaring-jaring makanan.
Bahan beracun yang dibuang ke perairan dapat meresap ke dalam tubuh ganggang.
Selanjutnya ganggang tersebut dimakan oleh udang kecil. Udang kecil dimakan oleh
ikan besar, jika ikan ini ditangkap manusia kemudian dimakan, maka bahan pencemar
akan masuk ke dalam tubuh manusia.
Kasus yang pernah di Teluk Minamata dimana mutasi keturunan dari
organisme yang tercemar serta penyakit dan kematian secara massal. Prosesnya dapat
dilihat sebagai berikut, ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka
segera diserap ke dalam jaring makanan di laut. Dalam jaring makanan, pestisida ini
dapat menyebabkan mutasi, serta penyakit, yang dapat berbahaya bagi hewan laut,
dan seluruh penyusun rantai makanan termasuk manusia. Racun semacam itu dapat
terakumulasi dalam jaringan berbagai jenis organisme laut yang dikenal dengan
istilah bioakumulasi. Racun ini juga diketahui terakumulasi dalam dasar perairan
yang berlumpur.

Selanjutnya dikota-kota besar dan berkembang tingkat pencemaran di
beberapa kota termasuk di Jakarta sudah sangat memprihatinkan, sebagai contoh,
adalah karena ada kaitan dengan kebijakan yang tidak berpihak kepada lingkungan.
Di perairan Teluk Jakarta saja, kondisi tercemar beratnya sudah mencapai 62 %.
Ketika Pemerintah membuat kebijakan mengenai sungai, wilayah DKI Jakarta di
tahun 2007 ternyata Jakarta memiliki tiga sungai besar yang pencemarannya dalam
konteks tercemar berat yakni mencapai 94 %. Ketiga sungai ini bermuara ke laut dan
salah satunya ke Teluk Jakarta. Pencemaran laut yang dibawa oleh sungai tersebut
telah mengakibatkan degradasi lingkungan dan kehidupan bawah laut.
Apalagi mengingat Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia dengan
luas perairan mencapai 93 ribu km2, 17.508 pulau, dan garis pantai sepanjang 81.000
km. Namun kekayaan alam dan keanekaragaman hayati laut tersebut terancam oleh

pencemaran laut yang terus meningkat di Indonesia. Selain berakibat pada degradasi
lingkungan, pencemaran laut juga memberi akibat penurunan perekonomian nelayan.
Dampak dari pencemaran laut dan limbah telah mengakibatkan penurunan hasil
tangkapan nelayan di sejumlah kawasan di Indonesia.
Sektor pariwisata pesisir dan laut Indonesia juga menerima dampak dari
pencemaran laut ini. Sayangnya banyak diantara kita yang masih tidak peduli dengan
pencemaran yang mengancam salah satu harta kita, laut Indonesia. Ketika PBB

(1992) menetapkan 8 Juni sebagai Hari Kelautan, banyak negara melakukan
peringatan masing-masing. Namun anehnya, di Indonesia dengan rekor wilayah
lautan sangat luas, pemerintah tidak tanggap bahkan tidak peduli terhadap
pencemaran laut . Dan jika pencemaran laut terus berlangsung dan dibiarkan bukan
tidak mungkin laut Indonesia yang kaya dan indah hanya tinggal kenangan.
Rekomendasi yang dapat diberikan adalah agar pemerintah tanggap terhadap
pentingnya menjaga kelautan Indonesia dari limbah yang sengaja dibuang kelaut.
Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu merupakan rekomendasi yang
dapat diberikan. Pengelolaan wilayah pesisir dan pantai pada prinsipnya harus tidak
terlepas dari strategi pengelolaan lingkungan daratan. Untuk itu perlu memadukan
kegiatan-kegiatan yang ada di darat dengan daerah pantai untuk mengurangi benturan
kepentingan dalam hal pemanfaatan sumberdaya dan menanggulangi kerusakan
pencemaran laut yang bersumber dari darat (Kusumaatmadja, 1992).
Sadelie, et al., (2003) menyatakan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut
yang tidak memenuhi kaidah-kaidah pembangunan yang berkelanjutan secara
signifikan mempengaruhi ekosistemnya. Kegiatan pembangunan yang ada di kawasan
ini akan dapat mempengaruhi produktivitas sumberdaya akibat proses produksi dan
residu, dimana pemanfaatan yang berbeda dari sumberdaya pesisir kerap
menimbulkan konflik yang dapat berdampak timbal balik. Oleh karena itu
pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk tujuan pembangunan nasional akan dapat
berhasil jika dikelola secara terpadu Iintegrated Coastal Zone Management (ICZM).
Pengalaman membuktikan bahwa pengelolaan atau pemanfaatan kawasan pesisir

secara sektoral tidaklah efektif. Dahuri, et al., (2001) menyatakan bahwa pengelolaan
secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan
dua atau lebih ekosistem, sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan)
secara terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara
berkelanjutan. Dalam konteks ini, keterpaduan (integration) mengandung tiga
dimensi: sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis. Selanjutnya, suatu
pengelolaan (management) terdiri dari tiga tahap utama: perencanaan, implementasi,
monitoring dan evaluasi: maka jiwa/nuansa keterpaduan tersebut perlu diterapkan
sejak tahap perencanaan sampai evaluasi.
Menurut Cicin-Sain and Knecht; Kay and Alder (dalam Sadelei, et al., 2003)
pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang dengan mengindahkan aspek konservasi
dan berkelanjutannya. Adapun konteks keterpaduan meliputi dimensi sektor, ekologis
hirarki pemerintahan, antar bangsa/negara, dan disiplin ilmu.
Sadelei, et al., (2003) menyatakan penetapan komposisi dan laju/tingkat
kegiatan pembangunan pesisir yang optimal akan menghasilkan pertumbuhan
ekonomi yang dapat dirasakan oleh segenap stakeholders secara adil dan
berkelanjutan. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu yang bersih dan
bebas dari limbah pada dasarnya merupakan suatu proses yang bersifat siklikal.
Pendekatan keterpaduan pengelolaan/pemanfaatan kawasan pesisir dan laut menjadi
sangat penting, sehingga diharapkan dapat terwujud one plan dan one management
serta tercapai pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita,Jakarta

__________________________________________2001. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarata. 328
hal
Dahuri, et al., 2008. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Hakim, Y. 2005. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove dan Partisipasi
Masyarakat di Kawasan Pariwisata Bintan. Tesis Magister. Program Studi
Ilmu Lingkungan Universitas Riau Pekanbaru, Pekanbaru. (Tidak
Dipublikasikan)
Supriharyono. 2009. Konservasi Ekosistem Sumberday Hayati. Pustaka pelajar.
Yogyakarta. 228-229p
Sadelie, A., et al., 2003. Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir secara Terpadu dan
Berkelanjutan. Makalah Pengantar Falsafah Sains Program Pascasarjana
IPB. Bogor

JURNAL LINGKUNGAN HIDUP
BUMI LESTARI LANGIT BEBAS POLUSI