proposal pkm blm finish .doc

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia angka kematian yang disebabkan oleh penyakit degeneratif
cenderung semakin meningkat (Tamaroh dan Purwani, 2014). Penyakit
degeneratif adalah penyakit yang terjadi akibat kemunduran fungsi sel tubuh dari
normal menjadi lebih buruk seperti diabetes mellitus, stroke, jantung coroner,
kardiovaskular, obesitas, dyslipidemia dan sebagainya. Penyakit tersebut dapat
disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat dan kurangnya aktivitas olahraga
yang dilakukan. Disebabkan oleh biaya perawatan kesehatan dan umur harapan
hidup yang semakin meningkat, masyarakat mulai mencari cara untuk
meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup (Martirosyan dan Singh, 2015).
Seiring dengan perkembangan zaman masyarakat mulai menyadari pentingnya
makanan yang sehat dan mulai beralih pada pangan fungsional. Pangan
fungsional merupakan makanan yang bermanfaat bagi kesehatan di luar nutrisi
dasar atau bermanfaat bagi kesehatan di luar zat gizi yang tersedia (de Roos, 2004,
diacu dalam Susanto dan Fahmi, 2012).
Dioscorea alata L. adalah tanaman umbi yang sebagian besar tumbuh di
daerah tropis dan sub tropis. Sebagian spesies uwi telah dibudidayakan untuk
digunakan sebagai bahan obat dan pangan. Menurut Miyazawa et al (1996),
Dioscorea telah banyak digunakan sebagai obat yang digolongkan obat aman di

China. Umbi uwi merupakan varietas umbi-umbian yang memiliki potensi sebagai
sumber bahan pangan karbohidrat. Varietas uwi lokal yang memiliki warna ungu
mengandung sejumlah zat yang memiliki manfaat kesehatan yang baik dan
sejumlah manfaat lain yang belum diketahui masyarakat. Dioscorea adalah salah
satu produk pertanian yang berpotensi dikembangkan menjadi pangan fungsional
(Epriliyati, 2000).
Pada saat ini uwi ungu masih belum menjadi sumber bahan pangan yang
diperhatikan bagi masyarakat Indonesia. Umbi Dioscorea sp. biasanya digunakan
sebagai sumber karbohidrat alternatif di pedesaan namun belum banyak
dimanfaatkan sebagai bahan baku aneka olahan produk pangan, khususnya
pangan fungsional (Winarti dan Saputro, 2013). Sejak jaman 1990-an masyarakat
sekitar mengkonsumsi uwi sebagai makanan pokok karena belum mengenal beras
dan untuk keperluan proses tradisi selamatan. Seiring berkembangnya
modernisasi, penggunaan uwi sebagai makanan pokok menurun dengan
merebaknya beras (Walokosari et al, 2012). Walaupun begitu sejumlah penelitian
mengenai kandungan uwi yang telah lebih dulu dilakukan oleh beberapa ilmuwan
dari beberapa negara seperti Jepang, India, Korea, Cina, Indonesia, Afrika,
Perancis, dan Inggris telah membuktikan bahwa uwi memiliki potensi yang layak
diperhitungkan sebagai sumber bahan pangan yang memiliki beberapa khasiat
yang berarti bagi kehidupan manusia.

1

Permen atau kembang gula merupakan produk sejenis gula-gula
(confectionery) yang dibuat dengan mendidihkan campuran gula dan air bersama
dengan bahan perwarna dan pemberi rasa sampai mencapai kadar air kira-kira 3%
(Buckle et al., 1987).Permen merupakan suatu produk makanan yang disukai oleh
semua kalangan masyarakat. Minat konsumen pada permen tinggi terutama pada
permen keras dapat menjadi peluang bagi produsen untuk dijadikan bisnis yang
menguntungkan, namun karena permen ini sangat umum untuk dikonsumsi
masyarakat, produsen biasanya jarang memperhatikan kandungan gizi dalam
membuat permen (Swastihayu et al., 2014). Berdasarkan hal tersebut maka
peneliti tertarik untuk meneliti sifat kimia dan organoleptik dari permen yang
diberi penambahan ekstrak uwi ungu.
1.2. Hipotesis Penelitian

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah:
1. Untuk mengetahui pengaruh dari penambahan ekstrak uwi ungu terhadap
sifat fisikokimia dan organoleptik pangan fungsional.
2. Untuk mengetahui konsentrasi ekstrak uwi ungu yang tepat dalam

pembuatan permen fungsional.
1.4. Kegunaan Penelitian
Pada saat ini tren pangan fungsional tengah berkembang di masyarakat,
karena sudah adanya kalangan masyarakat yang menyadari dan memahami
adanya keterkaitan antara pola makan dengan kesehatan tubuh. Masyarakat mulai
tertarik untuk mengetahui apa saja zat gizi yang terkandung dalam berbagai
produk pangan yang mereka konsumsi. Berdasarkan hal tersebut maka tercipta
peluang bagi pasar untuk mempromosikan produk pangan fungsional. Permen
merupakan salah satu jenis produk pangan yang akrab di kalangan masyarakat.
Melalui beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat diketahui
uwi ungu memiliki potensi memberikan manfaat kesehatan yang baik akan tetapi
masyarakat belum terlalu mengenal uwi tersebut dan memanfaatkannya.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas maka dengan dapat dilakukannya
penelitian ini diharapkan masyarakat dapat lebih mudah mengenal uwi melalui
produk permen ini.

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uwi (Dioscorea sp.)
Tanaman uwi tergolong ke dalam famili Dioscoreaceae dari genus
Dioscorea (Ayensu, 1972). Uwi adalah tumbuhan merambat yang dapat mencapai
10 m. Daun berbentuk mata panah, memiliki bunga tersusun mjemuk tumbuh dari
ketiak daun dan berumah satu. Keluarga Dioscorea dikenal mengandung senyawa
bioaktif yang berpotensi sebagai obat yaitu diosgenin, dioscorin, dan polisakarida
larut air. Diosgenin merupakan saponin steroidal yang diketahui bersifat sebagai
antikanker, antidiabetes dan dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan
dioscorin berfungsi sebagai antikanker, antihipertensi dan antioksidan (Harijono
et al., 2014). Panen dilakukan bila sudah berusia 10-12 bulan pada saat daunnya
menguning dan warna batangnya memucat atau tanaman mati pada saat musim
kemarau (Sutomo, 2008). Varietas uwi lokal yang memiliki warna ungu
mengandung sejumlah zat yang memiliki manfaat kesehatan yang baik dan
sejumlah manfaat lain yang belum diketahui masyarakat. Dioscorea adalah salah
satu produk pertanian yang berpotensi dikembangkan menjadi pangan fungsional
(Epriliyati, 2000).
Menurut Miyazawa et al (1996), Dioscorea telah banyak digunakan
sebagai obat yang digolongkan obat aman di China. Umbi uwi merupakan varietas
umbi-umbian yang memiliki potensi sebagai sumber bahan pangan karbohidrat.
Sebagian besar senyawa getah yang keluar dari potongan umbi uwi adalah

senyawa alkaloid. Beberapa varietas umbi uwi mengandung alkaloid dioscorin
(C12H12O2N) yang larut dalam air dan hilang jika direndam dengan larutan yang
mengandung sir kapur dan direbus (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998 diacu dalam
Yuniar, 2010). Uwi merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan pati yang
banyak dan amilosa dalam kadar tinggi, yang menyebabkan kadar pati resisten
yang tinggi namun menurunkan nilai indeks glisemik, yang dapat bermanfaat
sebagai pengendali kadar gula darah dalam tubuh (Juliano, 1999). Umbi uwi
memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dengan komposisi protein 7,4%, pati
84,6% dengan kandungan amilosa 22,8-30%, lemak, vitamin dan mineral kurang
dari 0,03% dihitung berdasarkan berat kering umbi (Hoover, 2001
Uwi ungu (Dioscorea alata L.) diketahui mempunyai banyak manfaat
dalam kesehatan. Hal ini dikarenakan adanya kandungan antosianin, senyawa
fenolik dan tingginya kadar antioksidan dalam tanaman tersebut (Budiharjo,
2009). Dari hasil pengamatan peneliti menunjukkan bahwa umbi uwi ungu
mengandung senyawa fenol yaitu antosianin yang berfungsi sebagai senyawa
antioksidan (Purwaningsih, 2013). Antosianin adalah pewarna alami yang berasal
dari familia flavonoid yang larut dalam air yang menimbulkan warna merah, biru,
ataupun violet. Fungsi antosianin adalah sebagai antioksidan yang diyakini dapat
menyembuhkan penyakit degeneratif. Berbagai studi juga telah menunjukkan efek
3


lain dari antosianin adalah melindungi lambung dari kerusakan, menghambat sel
tumor, serta berfungsi sebagai senyawa anti inflamasi (Yuniar, 2010).Berdasarkan
hasil pengamatan dari beberapa peneliti, ditunjukkan bahwa umbi D. alata tidak
hanya mengandung nutrisi esensial, tetapi juga berperan penting dalam
pencegahan penyakit dan melindungi tubuh dari serangan pathogen (Dey et al.,
2016).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa
yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang ditetapkan
( Depkes RI, 2000). Pemilihan pelarut merupakan hal yang penting dalam
pembuatan ekstrak, karena senyawa aktif pada tumbuhan memiliki afinitas
tertentu terhadap pelarut (Singh, 2002). Ekstrak dapat dibuat dengan beberapa
tahapan, yaitu pembuatan serbuk simplisia, penambahan cairan pelarut, pemurnian
ekstrak dari senyawa yang tidak dikehendaki, yang terakhir adalah pengeringan
ekstrak dari pelarut (Depkes RI, 2000). Hasil penelitian dengan menggunakan
ekstrak methanol dari umbi D. alata juga menunjukkan adanya aktifitas
peningkatan dan pengaturan beberapa fungsi imun, mengatur aktifitas makrofag
untuk memberikan perlindungan dari pathogen dan sebagai agen antiinflamasi

(Dey et al., 2016).
2.2. Pangan fungsional
Istilah pangan fungsional pertama kali diperkenalkan di Jepang pada
pertengahan tahun 1980-an dan mengacu pada makanan olahan yang mengandung
bahan-bahan yang dapat bermanfaat membantu fungsi-fungsi yang spesifik pada
tubuh selain mempunyai nutrisi (Hashler,1998). Jenis makanan ini diberi segel
khusus dan dikenal sekarang sebagai FOSHU (Foods for Specified Health Use)
(International Life Sciences Institute, 1999). FFC (Functional Food Center)
mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan olahan maupun alami yang
mengandung senyawa-senyawa aktif secara biologis yang diketahui atau tidak,
pangan, yang dikenali, efektif dan dalam jumlah non-toksik yang bisa
memberikan manfaat yang bisa dibuktikan secara klinis bagi kesehatan sebagai
langkah penghindaran, manajemen atau perawatan bagi penyakit yang bersifat
kronis (Martirosyan dan Singh, 2015).
Dasar dari perkembangan pangan fungsional bermula dari rasa ketertarikan
pada keterkaitan antara diet, bahan-bahan pangan tertentu dengan kesehatan. Pola
makan yang sehat merupakan kunci kontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan,
akan tetapi konsumen yang sibuk tidak memiliki waktu yang cukup untuk
menerapkan diet yang optimal (European Union, 2010). Dari penelitian yang telah
dilakukan oleh International Food Information Council sejak tahun 1996

menunjukkan bahwa permintaan konsumen terhadap pangan fungsional terus
meningkat dan akan terus berlanjut. Faktanya, menurut studi yang dilaksanakan
4

pada bulan Februari 2000 konsumen mulai berusaha untuk mengurangi komponen
pangan yang bersifat membahayakan (seperti lemak, garam dan lain-lain) dan
menggantinya dengan komponen yang lebih sehat dalam pola diet mereka
(Schmidt, 2000).
Senyawa bioaktif atau yang disebut juga senyawa metabolit sekunder adalah
molekul dalam makanan, biasanya terdapat dalam jumlah kecil, dan memiliki
aktifitas yang sinergis dan bermanfaat bagi kesehatan. Senyawa bioaktif dalam
pangan fungsional bisa merupakan nutrient makro esensial apabila memiliki efek
fisiologis yang spesifik, atau nutrient mikro esensial, apabila asupan melebihi dari
batas asupan harian yang dianjurkan (Martirosyan dan Singh, 2015).
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan pasar, ada banyak pilihan jenis
dari pangan fungsional. Antara lain (Gibson dan Williams, 2000):
 Minuman ringan seperti minuman energy dan minuman olahraga
 Sereal dan makanan bayi
 Produk panggangan
 Konfeksioneri

 Produk susu, terutama yoghurt dan produk-produk susu fermentasi lainnya
 Produk olesan
 Produk daging-dagingan
 Pakan hewan
2.3. Permen
Permen atau kembang gula merupakan produk sejenis gula-gula
(confectionary) yang dibuat dengan mendidihkan campuran gula dan air bersama
dengan bahan perwarna dan pemberi rasa sampai mencapai kadar air kira-kira 3%
(Buckle et al., 1987). Candy atau permen menurut jenisnya dikelompokkan
menjadi dua macam yaitu permen kristalin (krim) dan permen non kristalin
(amorphous). Permen kristalin biasanya mempunyai rasa yang khas dan apabila
dimakan terdapat rasa krim yang mencolok. Contoh permen kristalin adalah
fondant, dan fudge, penuche dan divinity. Sedangkan permen non kristalin
(amorphous) terkenal dengan sebutan “without form”. Contoh permen jenis ini
adalah butterscotch, hard candy, lollypop, marshmallow dan gum drops.
Umumnya orang mengkonsumsi karena menyukai permen tersebut. Karena itu
permen dan produk-produk sejenisnya sering disebut sebagai fun food (Koswara,
2013).
Permen hard candy adalah jenis permen yang mempunyai tekstur keras dan
penampakan bening serta mengkilap (glossy), bahan utama dalam pembuatan hard

candy adalah sukrosa, sirup glukosa dan air (Ramadhan, 2012). Secara teknis,
istilah boiled sweet (Hard candy) mengacu pada campuran dari sukrosa dan dan
sirup glukosa yang dimasak pada temperatur tinggi sehingga menjadi massa yang
memenuhi beberapa karakteristik sebagai berikut (Lakshmi, 2013):
5

1. Memiliki penampakan jernih non-kristalin dan licin dan setelah melalui
proses pemasakan dan adonan tidak terlihat keruh saat dilakukan
penarikan.
2. Memiliki kadar air yang sangat rendah (1-3%) dengan kelembaban
relatif ekuilibrium atmosfer.
3. Setelah melalui pemasakan 2 komponen utama dari permen yaitu
sukrosa dan sirup glukosa juga menghasilkan sejumlah gula invert
sebagai hasil dari inversi sebagian dari sukrosa yang terjadi pada saat
proses pemasakan.
Sukrosa merupakan bahan utama dalam pembuatan permen. Sukrosa murni
mudah mengalami kristalisasi (Fabri, 1990). Sukrosa merupakan salah satu
pemanis alami yang sering digunakan dalam aplikasi produk pangan, seperti
permen, roti manis, sirup dan lain-lain. Sukrosa memiliki tingkat kemanisan
paling tinggi dan memiliki dampak negatif bagi tubuh bila dikonsumsi dalam

jumlah berlebih, misalnya kegemukan atau karies gigi ( Ramadhan, 2012).
Konsentrasi sukrosa dalam formula harus diatur secara tepat. Konsentrasi yang
terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya kristalisasi yang terlalu rendah
(