Maksud dan Tujuan disusunnya Profil
BAB I P E N D A H U L U A N P E N D A H U L U A N 1 .
1 Latar Belakang 1 .
1 Kualitas Sistem Kesehatan Nasional dalam era desentralisasi atau otonomi daerah dibidang kesehatan, sangat ditentukan oleh kualitas sistem kesehatan dari masing-masing Kabupaten/Kota, maka guna pencapaian Visi
” MASYARAKAT METRO SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN
” dengan misi Dinas Kesehatan:
1. Membangun sistem dan manajemen kesehatan yang terintegrasi, efektif dan efisien.2. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat serta kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
3. Meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang merata, berkualitas, mandiri dan berkeadilan.
4. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat dan lingkungan.
Perlu adanya penataan dan pengembangan sistem informasi kesehatan Kabupaten/Kota sehingga dapat memberikan indikator - indikator derajat kesehatan dengan benar.
Sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang terdiri dari enam subsistem,
salah satunya adalah Sub sistem Manajemen Kesehatan dan informasi kesehatan, dan pada Rencana Strategis Departemen Kesehatan RI 2010- 2014 pada Bab III tentang Arah Kebijakan dan Strategi, pada strategi ke 6 yaitu “Meningkatkan Manajemen Kesehatan yang Akuntabel, transparan, Berdayaguna dan Berhasil guna untuk memantapkan Desentralisai Kesehatan yang Bertanggungjawab”. Untuk itu perlu adanya system informasi kesehatan yang baik untuk menggambarkan kondisi kesehatan yang ada di Kota Metro, salah satunya adalah dengan adanya Profil Kesehatan Kota Metro yang dibuat setiap tahun.Salah satu keluaran dari penyelenggaraan sistem informasi kesehatan adalah profil kesehatan yang merupakan salah satu penyajian data informasi kesehatan yang relative lengkap, berisi data/informasi derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumberdaya kesehatan, dan data/informasi terkait lainnya, serta terbit setiap tahun.
Buku Profil Kesehatan Kota Metro tahun 2013 ini, disusun dengan harapan dapat
memberikan gambaran situasi kesehatan Kota Metro secara menyeluruh, baik tentang
keadaan umum dan lingkungan, derajat kesehatan maupun sumber daya pembangunan
kesehatan. Buku Profil Kesehatan Kota Metro tahun 2013 ini merupakan penerbitan yang
Kesebelas.Data yang disajikan merupakan hasil kegiatan program kesehatan di Kota Metro
selama tahun 2013, sedangkan untuk jumlah penduduk dipakai dari hasil Proyeksi Sensus
Penduduk tahun 2013 (BPS). Cara pengolahan data melalui perhitungan statistik
sederhana dalam bentuk tabel dan disertai dengan sebagian analisa dan pemaparan dari
data yang ada pada tahun 2013 dan tahun-tahun sebelumnya sebagai perbandingan.
Maksud dan Tujuan disusunnya
1 .2 1 .
2 Profil
Maksud disusunnya Profil Kesehatan Kota Metro 2013 adalah untuk mengetahui kondisi
kesehatan di wilayah Kota Metro dalam mencapai derajat kesehatan Masyarakat yang
optimal dan untuk mengetahui potensi, menganalisa permasalahan serta pemecahannya
dalam bentuk narasi, tabel dan gambar untuk program pembangunan kesehatan di Kota
MetroTujuan utama diterbitkannya Profil Kesehatan Kota Metro 2013 ini adalah tersedianya
data/informasi yang dapat digunakan untuk merencanakan kegiatan-kegiatan tahunan dan
dalam rangka menyediakan sarana untuk mengevaluasi pencapaian program kesehatan
tahun 2013 dalam mencapai visi dan misi kesehatan.1 .
3 Sistematika Penyajian 1 .
3 Sistematika penyusunan profil kesehatan Kota Metro tahun 2013 adalah sebagaii berikut:
BAB I : Pendahuluan Bab ini menyajikan tentang maksud dan tujuan penulisan Profil Kesehatan Kota Metro serta sistematika penyajiannya.
BAB II : Gambaran Umum dan Perilaku Penduduk Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Kota Metro. Selain uraian tentang letak geografis, demografis, pendidikan, ekonomi dan informasi umum lainnya.
BAB III : Situasi Derajat Kesehatan Bab ini berisi uraian tentang indikator mengenai angka kematian, angka kesakitan, dan keadaan status gizi masyarakat. BAB IV : Situasi Upaya Kesehatan Bab ini berisi uraian tentang upaya-upaya kesehatan yang telah dilaksanakan oleh bidang kesehatan selama tahun 2013, yang menggambarkan tingkat pencapaian program pembangunan kesehatan. Gambaran tentang upaya kesehatan yang disajikan meliputi; cakupan pelayanan kesehatan dasar, cakupan pelayanan kesehatan rujukan, pemberantasan penyakit menular, pelayanan kefarmasian, jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin, pembinaan kesehatan lingkungan, dan pelayanan perbaikan gizi masyarakat.
BAB V : Situasi Sumber Daya Kesehatan Bab ini menguraikan tentang sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, khususnya untuk tahun 2013. Gambaran tentang keadaan sumber daya mencakup tentang keadaan sarana kesehatan, tenaga kesehatan dan pembiayaan kesehatan.
BAB VI : Kesimpulan Bab ini beerisi tentang hal-hal penting yang perlu disimak dan ditelaah lebih lanjut dari profil kesehatan, tentang keberhasilan dan hal-hal yang masih dianggap kurang dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan
Lampiran
BAB II G A M B A R A N U M U M D A N G A M B A R A N U M U M D A N P E R I L A K U P E N D U D U K P E R I L A K U P E N D U D U K Kota Metro yang berjarak 45 km dari Kota Bandar Lampung (Ibukota Provinsi Lampung)
2 meliputi areal daratan seluas 68,74 Km . Secara geografis Kota Metro terletak pada 5°6‟ - 5°8‟ LS dan 105°17‟-105°19‟ BT dengan batas wilayah sebagai berikut :
A. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung
Tengah dan Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.
B. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Metro Kibang Kabupaten Lampung
Timur dan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
C. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pekalongan dan Kecamatan Batanghari
Kabupaten Lampung Timur.
D. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung
Tengah.
Gambar 1
Peta Wilayah Kota Metro
Sumber: Bagian Administrasi Pembangunan Setda Kota Metro
Berdasarkan karakteristik topografi, Kota Metro merupakan wilayah yang relatif datar
dengan kemiringan <6. Wilayah Kota Metro beriklim humid tropis dengan kecepatan angin
rata-rata 70 Km/hari. Ketinggian wilayah berkisar antara 25-60 m dari permukaan laut (dpl),
suhu udara antara 26°C 29°C, kelembaban udara 80%-88%, dan rata-rata curah hujan
pertahun 2.264 sampai dengan 2.868 mm . Kota Metro secara administratif terbagi menjadi 5 Kecamatan dan 22 Kelurahan, yaitu:
Tabel 1
Jumlah Kecamatan dan Kelurahan Kota Metro
2 NO KECAMATAN JUMLAH LUAS (KM ) KELURAHAN
1 Metro Pusat 5 11,71
2 Metro Utara 4 19,64
3 Metro Barat 4 11,28
4 Metro Timur 5 11,78
5 Metro Selatan 4 14,33
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Metro
2 Kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Metro Utara (19,64 Km ),
2 sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Metro Barat (11,28 Km ).
2 .
1 Keadaan Penduduk 2 .
1 Berdasarkan Sensus penduduk tahun 2010 jumlah penduduk yang menetap di Kota Metro
diperkirakan mencapai 149.697 jiwa. Dan menurut hasil proyeksi penduduk Kota Metro
2
tahun 2013 yaitu 154.045 jiwa. Kepadatan penduduk Kota Metro sebesar 2,241 Jiwa/Km
dengan jumlah rumah tangga 39.436 KK. Tingkat kepadatan tertinggi berada di Kecamatan
2 Metro Pusat 4172,67 Jiwa/Km , sedangkan kepadatan terendah adalah di Kecamatan Metro
2 Selatan sebesar 1042,78 Jiwa/Km .
Tabel 2
Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Rasio Jenis Kelamin & Golongan Umur
Kota Metro Tahun 2009-2013
N O tahun Jumlah penduduk Laki-laki (%) Perempuan (%) Kepadatan Penduduk (km
2 ) Berdasarkan umur 0-14 th (%) 15-64 th (%) 65+ th (%) 1. 2009 137,392 50,47 49,53 1.999 28,55 67,65 3,8 2. 2010 145.471 50,2 49,8 2.116 26,9 68,6 4,5 3. 2011 147,050 73,92 73,13 2,139 26,9 68,6 4,5 4. 2012 149.697 49,9 50,1 2,1177 26,02
69.53
4.42 5. 2013 154.045 49,5 50,5 2,241 26,09 69,41 4,5
Sumber: BPS Kota Metro dan Subbag.Perencanaan & Informasi Kesehatan Dinkes
Berdasarkan hasil Proyeksi Sensus Penduduk tahun 2013 dapat diketahui bahwa laju
pertumbuhan penduduk Kota Metro sebesar 0,99%. Apabila melihat Rasio Jenis Kelamin,
jumlah penduduk laki-laki 76.307 jiwa (49,5 %) lebih banyak dari jumlah penduduk wanita
yang berjumlah 77.738 jiwa (50,5 %).
Rincian penduduk Kota Metro berdasarkan kelompok umur dapat digambarkan melalui
piramida penduduk sebagai berikut :Gambar 2
Piramida Penduduk Kota Metro Tahun 2013
Sumber : BPS Kota Metro tahun 2012 Komposisi penduduk Kota Metro menurut kelompok umur menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 26,9 % Penduduk berusia produktif (15-64 tahun), sekitar 69,41 % dan penduduk pada usia tua (lebih dari 64 tahun) sebanyak 4,5 % Dengan demikian maka angka Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio) penduduk Kota Metro pada tahun 2013 sebesar 46%, artinya setiap 100 jiwa penduduk produktif menanggung beban 46 jiwa penduduk tidak produktif. Ratio beban tanggungan penduduk Kota Metro termasuk klasifikasi rendah (<50%).
2 .
2 Keadaan Ekonomi 2 .
2 Untuk mengukur kualitas dan kesejahteraan penduduk dapat digunakan
ukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development
Index (HDI). Lembaga UNDP tahun 1997 menyebutkan bahwa IPM merupakan nilai rata-rata dari tiga komponen indeks yaitu Indeks kelangsungan hidup, indeks pengetahuan, dan indeks daya beli. Berdasarkan hasil perhitungan BPS, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Metro sejak tahun 2005 nilai IPM Kota Metro merupakan tertinggi di antara kabupaten/Kota lainnya di Provinsi Lampung .Pencapaian nilaiIPM Kota Metro, yang diperbandingkan antara
Kabupaten/Kota lain serta perbandingan antar waktu, menunjukan bahwa
proses pembangunan yang dilaksanakan di Kota Metro terus dilaksanakan dengan berlandaskan pada titik pijak konsep pembangunan manusia seutuhnya, yang merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental, maupun spritual seiring dengan pertumbuhan ekonomi.Gambar 3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Metro Tahun Tahun 2008-2013 Sumber: BPS Kota Metro
BAB III S I T U A S I D E R A J A T K E S E H A T A N S I T U A S I D E R A J A T K E S E H A T A N Gambaran mengenai derajat kesehatan mencakup indikator umur harapan hidup waktu lahir (UHH), mortalitas berisi indikator-indikator angka kematian ibu & angka kematian bayi, morbiditas berisi indikator-indikator mengenai penyakit infeksi, penyakit non infeksi dan penyakit potensial. Sedangkan status gizi dilihat dari indikator berat badan lahir rendah (BBLR) dan status gizi balita.
Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan masyarakat melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya.
Angka Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Angka Harapan Hidup yang rendah di suatu
daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program
sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori
termasuk program pemberantasan kemiskinan .Estimasi umur harapan hidup waktu lahir untuk penduduk Indonesia berdasarkan BPS tahun 2008 sebesar 67,7. Sedangkan untuk Umur Harapan Hidup (UHH)
Kota Metro yaitu 72,89 tahun (BPS-2012)). Dengan demikian UHH penduduk
Kota Metro telah melampaui estimasi UHH provinsi Lampung (4,52) dan
Indonesia (4,51).3 .
1 Mortalitas 3 .
1 Kematian merupakan akumulasi akhir dari berbagai penyakit penyebab kematian. Angka
Kematian secara umum berkaitan erat dengan Angka Kesakitan dan Status Gizi. Indikator
untuk menilai keberhasilan program pembangunan Kesehatan juga dapat dilihat dari
perkembangan Angka Kematian. Gambaran kejadian kematian di Kota Metro dalam
rentang waktu 3 sampai 5 tahun terakhir dijelaskan dalam uraian di bawah ini:1. Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka kematian bayi (AKB) atau Infant Mortalitiy Rate (IMR) merupakan salah satu indikator penting yang sangat sensitif untuk mengetahui permasalahan kesehatan yang berkaitan dengan penyebab kematian dan tingkat keberhasilan program kesehatan. kelahiran hidup. Angka kematian Bayi (AKB) adalah proporsi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. AKB merupakan indicator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat> Oleh karena itu banyak upaya kesehatan yang dilakukan dalam rangka menurunkan AKB Dalam hal kematian, Indonesia mempunyai komitmen untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals (MDG) untuk menurunkan Angka Kematian Anak sebesar dua per tiga dari angka di tahun 1990 atau menjadi 20 per 1000 kelahiran bayi pada tahun 2015, Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosiall ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus.
Berdasarkan laporan dari Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Metro, pada tahun 2013 terdapat kematian bayi 12 bayi dari 3.365 kelahiran hidup (diperkirakan 3,6 per 1000 KH), dan tahun 2012 yaitu terdapat kematian bayi sebanyak 27 orang dari 3.251 kelahiran hidup
(diperkirakan 8,3 per 1000 kelahiran hidup) sedangkan pada tahun 2011 terdapat
kematian bayi sebanyak 26 orang dari 3.239 kelahiran hidup, pada tahun 2010
terdapat kematian bayi sebanyak 31 orang dari 3039 kelahiran hidup ( diperkirakan
10,2 per 1000 kelahiran hidup),Adapun kasus kematian bayi pada tahun 2009
sebanyak 29 orang dari 2.999 kelahiran hidup (diperkirakan 9,7 per 1000 kelahiran
hidup). Kecenderungan angka kematian bayi di Kota Metro selama 5 tahun terakhir
tergambar seperti pada gambar berikut:Gambar 4 Perkiraan Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Kota Metro tahun 2009-2013 Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Metro
Penyebab kematian yang terjadi pada tahun 2013 yaitu BBLR, asfeksia, Pneumonia,
dan penyebab lainnya pada neonatus sedangkan pada bayi disebabkan karena
jantung bawaan, aspirasi, atresiaani.Target Mdgs 2015 Angka kematian Bayi 20 per 1000 kelahiran hidup. Dari grafik dii
atas AKB di Kota Metro sudah mencapai target Mdgs, namun angka tersebut tidak
mutlak menjadi patokan evaluasi karena AKB seharusnya didapatkan melalui survey.
Adapun proporsi penyebab Kematian bayi selama tahun 2012 seperti tampak pada
gambar berikut:Gambar 5 Prosentase Penyebab Kematian Bayi Kota Metro tahun 2013 Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Metro
Asfeksia merupakan penyebab terbesar kasus kematian bayi di Kota Metro (51%)..
Asfiksia ( kesulitan bernafas sesaat setelah lahir. Menurut NICEF, Kejadian Asfiksia
bisa dicegah dengan meningkatkan kualitas proses persalinan dan perawatan
terhadap bayi baru lahir. Petugas Kesehatan (terutama bidan) dituntut untuk bisa
mendeteksi asfiksia dan dapat melakukan resusitasi terhadap bayi baru lahir apabila
terjadi asfiksia (UNICEF REPORT, 2009). Urutan kedua adalah BBLR (42%) .Menurut
WHO, kejadian BBLR terkait erat dengan kekurangan gizi ataupun kejadian sakit ada
saat kehamilan. Untuk mencegah terjadinya BBLR, identifikasi dini terhadap ibu hamil
KEK (kurang energi kalori) kemudian diikuti dengan pemberian suplemen gizi kepada
bu pada masa kehamilan mutlak dilakukan (Bang, Abhay et al, 2009).Sedangkan (8
%) pada penyebab lain,jantung bawaa, aspirasi, atresiaani. Penyebab kematian bayi <
1 tahun adalah penyakit infeksi dan penyebab lain .Dari penyebab kematian bayi di
atas, dapat disimpulkan bahwa upaya menurunkan angka kematian bayi (AKB) perlu
difokuskan pada kegiatan pemeriksaan neonatus pada saat bayi baru lahir, terutama
bayi Aspeksia dan BBLR.
Jika dilihat dari proporsi kematian bayi berdasarkan umur, maka didapatkan grafik
sebagai berikut:
Gambar 6
Proporsi Kematian Bayi Berdasarkan Umur
Kota Metro tahun 2013
Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Metro
Kematian bayi di Kota Metro umumnya terjadi pada masa neonatal (0-28 hari). Hampir 75 % dari seluruh angka kematian bayi di Kota Metro terjadi pada masa neonatal. sedangkan 25 % pada umur 1 bl – 1th. Kemampuan tenaga kesehatan dan adanya fasilitas dalam hal perawatan neonatal esensial adalah suatu keharusan dalam upaya penurunan angka kematian bayi (AKB). Kemampuan dan fasilitas tersebut meliputi persalinan yang bersih dan aman, stabilitas suhu, inisiasi pernapasan spontan, inisiasi menyusui ASI dini, dan pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi.Angka Kematian Balita (AKABA) 2.
Angka Kematian Balita (1-<5 tahun) menggambarkan peluang untuk meninggal pada fase antara umur 1 tahun dan sebelum umur 5 tahun. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi penyakit infeksi dan kecelakaan.Hasil SDKI 2007 menunjukan bahwa angka kematian balita 55 per 1000 kelahiran hidup Berdasarkan laporan dari Puskesmas pada tahun 2013, di Kota Metro kematiananak balita 2 kasus dari 3.365 kelahiran hidup(diperkirakan 0,6 per 1000 kelahiran hidup). Hasil ini tidak bisa dibandingkan dengan target Nasional AKABA sebesar 23 per 1000 KH karena data di atas belum menggambarkan AKABA sebenarnya. Kematian balita yang dimaksud yaitu kematian pada masa > 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun.
3. Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)
Kematian Ibu adalah kematian yang terjadi pada ibu karena peristiwa kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Angka kematian ibu merupakan cermin status kesehatan masyarakat terutama kesehatan wanita. Angka kematian ibu dapat menggambarkan status gizi, keterjangkauan dan mutu pelayanan kesehatan, serta menunjukkan rendahnya keadaan sosial ekonomi. Jumlah kasus kematian ibu melahirkan di Kota Metro pada tahun kelahiran hidup, tahun 2009 kasus kematian ibu meningkat menjadi 5 orang dari 2.999 kelahiran hidup.Dan pada tahun 2010 menurun menjadi 4 orang dari 3.039 kelahiran hidup, pada tahun 2011 menjadi 5 dari 3.239 kelahiran hidup dan tahun 2012 ada 5 kematian dari 3.251 kelahiran hidup, dan pada tahun 2013 terdapat 5 kematian ibu dari 3.365 kelahiran hidup. Adapun gambaran kasus kematian ibu dalam beberapa tahun terakhir terlihat pada gambar berikut:
Gambar 7
Kasus Kematian Ibu Kota Metro tahun 2009-2013
Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Metro
Sangat sulit menganalis kecenderungan kasus kematian ibu di Kota Metro karena kejadian kematian ibu berfluktuatif. Namun dari grafik di atas dapat diketahui bahwa kasus kematian ibu di Kota Metro stabil di angka 5 kematian ibu. Angka kematian ibu
secara riil di Kota Metro tidak bisa diperoleh karena Angka Kematian Ibu (AKI) didisain
untuk tingkat nasional melalui kegiatan survey, namun sebagai bahan evaluasi Angka
Kematian Ibu (AKI) di Kota Metro diperkirakan sebesar 148 kematian per 100.000
kelahiran hidup. Adapun perkiraan Angka Kematian Ibu di Kota Metro tergambar di
bawah ini:
Gambar 8
Perkiraan Angka Kematian Ibu Kota Metro tahun 2009-2013
Sumber: Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Metro
Penyebab kematian ibu di Kota Metro disebabkan oleh pendarahan sebanyak 2
kasus, gangguan sistem peredaran darah(penyakit jantung) 2 kasus dan 1 kasus
karena lain-lain(carsinoma payudara).Kasus kematian ibu akibat perdarahan karena kurangnya pengetahuan petugas
dalam penanganan kegawatdaruratan maternal, kurangnya kepedulian keluarga dan
masyarakat terhadap ibu hamil dengan merasa kehamilan merupakan hal yang biasa
bagi wanita, status kesehatan ibu kurang baik, terlambat mendapatkan pelayanan di
tempat rujukan seta belum maksimalnya pelayanan untuk Puskesmas PONED dan
RS mampu PONEK. Sedangkan penyebab kematian lainnya merupakan penyakit
bawaan ibu hamil.Peningkatan keterampilan tenaga persalinan, peningkatan manajemen PONED
dan PONEK, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas kesehatan adalah cara
yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu di Kota Metro. Dan kasus lainnya diSekitar 80-90% kematian dapat dicegah dengan teknologi sederhana yang
tersedia tingkat Puskesmas dan jaringannya, untuk itu perlupeningkatan pengetahuan SDM dalam menggunakan tehnologi yang ada
serta pengetahuan masyarakat terutama bumil tentang pelayanan kesehatan
yang ada.3 .
2 Morbiditas 3 .
2 Morbiditas/ Angka kesakitan dapat diartikan sebagai keadaan sakit yaitu adanya penyimpangan dari keadaan kesehatan yang normal (BKKBN, 2009). Angka kesakitan mencerminkan situasi derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah dan berkaitan erat dengan kejadian kematian. Pada bagian ini akan disajikan gambaran kejadian penyakit yang dapat menjelaskan keadaan derajat kesehatan masyarakat Kota Metro sepanjang tahun 2012.
1. Sepuluh Besar Penyakit di Puskesmas
Meningkatnya umur harapan hidup dan perubahan struktur umur penduduk ke arah usia tua menyebabkan terjadinya transisi epidemiologis, yang ditandai
dengan masih tingginya penyakit infeksi dan meningkatnya penyakit non
infeksi. Penyakit infeksi akut lainnya pada saluran pernafasan bagian atas
tetap menduduki peringkat pertama pada pola penyakit rawat jalan di
puskesmas.Gambaran sepuluh besar penyakit pada pasien rawat jalan di puskesmas pada tahun 2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 3
Sepuluh Penyakit Terbanyak pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas
Kota Metro Tahun 2013
6.36
Penyakit ISPA khususnya Pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan balita. Di Dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena Pneumonia (1 balita/15 detik) dari 9 juta total kematia Balita, 1 diantaranya disebabkan oleh Pneumonia. Karena besarnya kematian ISPA ini, ISPA Pneumonia disebut sebagai Pandemi yang terlupakan atau the Forgotten Pandemic. Namun, tidak banyak perhatian
Tabel di atas menunjukkan bahwa penyakit terbanyak yang diderita oleh pasien rawat jalan di puskesmas didominasi oleh penyakit Infeksi. Penyakit infeksi akut lainnya merupakan penyakit yang menempati urutan teratas pada 10 penyakit terbanyak yang diderita oleh pasien rawat jalan puskesmas dengan prosentase sebanyak 26.25 %. Meskipun penyakit infeksi masih mendominasi, namun penyakit non-infeksi juga perlu diperhatikan mengingat penyakit tekanan darah tinggi yang berhubungan dengan faktor perilaku menempati urutan 4 terbesar pasien rawat jalan puskesmas.
10 Penyakit kulit infeksi 3843 2,.25
Sumber: Seksi Yankesdas, Laporan LB1 tahun 20133.31
9 Penyakit kulit alergi 5646
5.99
8 Penyakit lainnya pd saluran pernapasan bagian atas 10216
6.14
7 Penyakit Tekanan Darah Tinggi 10471
6 Penyakit kulit dan jaringan sub kutan 10849
NO JENIS PENYAKIT JUMLAH %
6.86
5 Gastritis 11697
6.91
4 Penyakit pd system otot & jaringan pengikat 11785
17.12
3 Penyakit lainnya 29201
18.77
2 Infeksi akut lainnya 32008
26.25
1 Penyakit saluran pernapasan bagian atas 44675
2. Penyakit Menular
a. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pneumonia
terhadap penyakit ini, sehingga Pneumonia disebut juga pembunuh Balita yang
terlupakan atau The Forgotten Killer of Children (Unicef/WHO,2006).Pneumonia
menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia, dan merupakan 30
% dari seluruh kematian yang ada.Di Negara Berkembang 60 % kasus
Pneumonia disebabkan oleh Bakteri, sementara di Negara maju umumnya
disebabkan Virus.
Pneumonia masih menjadi penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia.
kematian balita akibat pneumonia pada akhir tahun 2000 di Indonesia
diperkirakan sekitar 4,9/1000 balita. (Depkes, 2004). Adapun angka kesakitan
diperkirakan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya.
Pneumonia juga sering berada dalam daftar 10 penyakit terbanyak baik di
puskesmas maupun rumah sakit.Sebanyak 40- – 60 % kunjungan berobat di Puskesmas dan 15
- – 30 % kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat
inap di Rumah Sakit disebabkan oleh ISPA.Episode penyakit batuk pilek pada
balita di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali per tahun. Berdasarkan
laporan Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit, temuan kasus
Pneumonia pada balita selama periode waktu - – 2013 terjadi penurunan
yang signifikan pada tahun 2010 dan meningkat sampai tahun 2013, seperti
tergambar dalam grafik sebagai berikut:
Gambar 9 Kasus Pneumonia pada Balita Kota Metro tahun 2009-2013
Sumber: Seksi Pencegahan & Pemberantasan Penyakit
Pada tahun 2013 penderita pneumonia balita yang ditemukan sebanyak 138
penderita, namun penemuan kasus pneumonia pada balita di Kota Metro masih
jauh dari target yang diharapkan sebanyak 1.811 penderita (10% dari jumlah
balita). Hal tersebut dapat disebabkan karena tenaga kesehatan yang telah dilatih
MTBS tidak melakukan Desinfo kepada petugas lain di Puskesmas dalam rangka
penjaringan kasus ISPA pneumonia di Puskesmas.
Upaya pengendalian penyakit ISPA Pneumonia difokuskan pada upaya
penemuan kasus secara dini dan tata laksana kasus yang cepat dan tepat melalui
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).Jumlah populasi balita untuk Program P2 ISPA Kota Metro tahun 2013 sebanyak
18.116 jiwa. Sasaran penemuan penderita Pneumonia balita Kota Metro tahun
2013 adalah 1.812 kasus (10% dari jumlah balita). Target penemuan penderita
pneumonia balita sebesar 76% dari jumlah sasaran (13.768 kasus). Adapun
Realisasi temuan penderita pneumonia pada balita tahun 2013 adalah sebanyak
138 kasus, yang artinya realisasi penemuan dan penanganan penderita
pneumonia hanya sebesar 7,62 % dari jumlah sasaran. Cakupan penemuan
penderita pneumonia pada balita paling banyak terdapat di Puskesmas Metro
sebesar 16,99 % dan terendah di Puskesmas Ganjar Agung sebesar 0%.
Realisasi penemuan penderita pneumonia pada balita per-puskesmas dapat
dilihat dari grafik sebagai berikut:Gambar 10 Cakupan Penemuan Penderita Pneumonia Balita Menurut Puskesmas Kota Metro Tahun 2013 Sumber: Seksi Pencegahan & Pemberantasan Penyakit Secara umum realisasi penemuan penderita pneumonia pada balita di Kota
Metro masih jauh dari target. Di Tingkat nasional cakupan penemuan
penderita juga rendah yaitu sekitar 25- –35% (Ditjen PP&PL, 2007). Tidak semua tenaga kesehatan yang telah dilatih MTBS melaksanakan pemeriksaan terhadap balita sakit yang datang berobat ke puskesmas sehingga ada kemungkinan kasus Pneumonia.
b. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui Nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus ini berpotensi menimbulkan kepanikan karena penyebarannya yang cepat dan
beresiko kematian. Kota Metro merupakan daerah endemis DHF atau
Demam Berdarah (DBD). Setiap tahun jumlah kasus selalu tinggi dimana Incidence rate Pada tahun 2009 kasus DBD di Kota Metrodengan jumlah penderita sebanyak 118 orang dan pada tahun 2010
sebanyak 117 orang dan terjadi penurunan yang sangat tajam pada tahun
2011 sebanyak 26 kasus, tetapi pada tahun 2012 terjadi peningkatanyang sangat tinggi yaitu 390 kasus dan meningkat lagi pada tahun 2013
dengan 470 kasus. Adapun Incidence Rate ( IR ) DBD pada tahun
2009 adalah 86 per 100.000 penduduk dan tahun 2010 adalah 83,06 per 100.000 penduduk, tahun 2011 menurun menjadi 17,68 per 100.000 penduduk dan tahun 2012 meningkat menjadi 260,5 per100.000 penduduk, dan meningkat lagi tahun 2013 menjadi 305 per
100.000 penduduk. Perkembangan jumlah kasus DBD di Kota Metro selama periode waktu 2009–2013 tergambar dalam grafik berikut:
Gambar 11
Incidence Rate DBD per 100.000 penduduk & Case Fatality Rate DBD
Kota Metro tahun 2009-2013
Sumber: Seksi Pencegahan & Pemberantasan Penyakit
Incidence rate DBD dan case fatality rate (CFR) tahun 2013 meningkat. Case
fatality Rate (CFR) menunjukkan keganasan suatu penyakit juga untuk menilai
kualitas penanganan yang dilakukan (Roestam, A UI 2009). Pada tahun-tahun
sebelumnya CFR akibat penyakit DBD di Kota Metro selalu di bawah target
nasional yaitu <2,5%. Namun pada tahun 2009 angka CFR di atas target nasional
sebesar 3,4% dan terjadi peningkatan lagi pada tahun 2010 yaitu 9,1 % dan
menurun 0% pada tahun 2011 dan meningkat 9,9 % pada tahun 2012 dan tahun
2013 menurun sebesar 2.2%. Hal ini perlu penanganan yang intensif dalam
penanggulangan penyakit DBD ini, perlu penggerakan masyarakat untuk rutin
melakukan PSN DBD melakukan 3M plus yang bisa dilaksanakan dengan
mengoptimalkan pokjanal DBDJumlah kelurahan yang terkena DBD selama tahun 2009-2013 cenderung
mengalami penurunan tahun 2009 sampai 2010. penyakit DBD tersebar di 22
kelurahan dari 5 kecamatan yang ada di Kota Metro. Pada tahun 2013,
kecamatan yang mempunyai kasus DBD terbanyak adalah Kecamatan Metro
pusat dengan 143 kasus, dan kecamatan dengan jumlah kasus terkecil adalah
Kecamatan Metro Selatan 17 kasus. Berikut ini adalah gambaran distribusi kasus
DBD per kecamatan:Gambar 12 Distribusi Kasus DBD Kota Metro per Kecamatan Tahun 2013 Sumber: Seksi Pencegahan & Pemberantasan Penyakit
Banyak faktor yang menyebabkan semakin tingginya jumlah penderita DBD antara lain karena kepadatan rumah, mobilitas penduduk, kesadaran masyarakat untuk melakukan PSN DBD, pokjanal DBD di tingkat Kota dan kecamatan tidak berjalan maksimal. Dengan demikian perlu kerjasama antara berbagai elemen baik masyarakat, pemerintah maupun swasta untuk melakukan upaya agar jumlah kasus DBD di Kota Metro dapat ditekan.
Trend terjadinya penyakit DBD naik turun, untuk itu perlu adanya kewaspadaan dini pada saat terjadi perubahan musim dari musim panas ke musim hujan, baik pada pemerintah daerah khususnya dinas kesehatan melalui jaringannya yaitu Puskesmas dan poskeskel serta masyarakat itu sendiri.
Jumlah kasus penyakit DBD cenderung meningkat tajam dalam 5 tahun
terakhir. Diperlukan penanganan yang efektif untuk mencegah dan
memberantas penyakit DBD. Upaya pemberantasan DBD di Kota Metro
antara lain dilakukan dengan pembentukan tim pokjanal DBD tingkat kota dan tingkat kecamatan, fogging fokus, dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD.Metode yang tepat guna untuk mencegah DBD adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui 3 M plus (Menguras, Menutup dan Mengubur) plus menabur larvasida, penyebaran ikan pada tempat penampungan air serta kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat mencegah/memberantas nyamuk Aedes berkembang biak. Angka Bebas Jentik (ABJ) merupakan tolok ukur tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Oleh karena itu pendekatan pemberantasan DBD yang berwawasan kepedulian masyarakat merupakan salah satu alternatif pendekatan baru. Surveilans vektor dilakukan melalui kegiatan pemantauan jentik oleh
petugas kesehatan maupun juru/kader pemantau jentik (Jumantik/Kamantik).
Pengembangan sistem surveilans vektor secara berkala perlu terus dilakukan terutama dalam kaitannya dengan perubahan iklim dan pola penyebaran kasus. Penemuan penderita secara dini dengan penegakan diagnosa yang tepat juga harus dilakukan untuk memastikan penanganan penderita sehingga dapat menekan angka kematian akibat penyakit DBD.
Tabel 4
Realisasi Program P2DBD Kota Metro Tahun 2013
TAHUN 2013 NOINDIKATOR TARGET REALISASI
1 Prosentase Kejadian DBD ditangani 100% 100 %
sesuai Standard (%)2 Angka Kesakitan DBD (per 100.000 40 298,6% pddk)
3 Angka Kematian DBD (%) <1% 2,2%
Sumber: Seksi Pencegahan & Pemberantasan Penyakit,Seksi Kesehatan Lingkungan
c. Penyakit TB. Paru
Untuk mengatasi masalah TB di Indonesia, pemerintah telah melaksanakan program penanggulangan penyakit TB dengan strategi DOTS (directly observe treatment shortcource) atau pengobatan TB Paru dengan pengawasan langsung oleh PMO (Pengawas Minum Obat). Kegiatan ini meliputi upaya penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak di sarana pelayanan kesehatan yang ditindaklanjuti dengan paket pengobatan.
Strategi program P2 TB Paru di Kota Metro juga mengacu kepada strategi DOTS
yang mencakup ; upaya penemuan dan pengobatan penderita TB Paru BTA+
minimal 80% yang di ikuti angka konversi sebesar 80% serta angka kesembuhan
minimal 85% yang dilakukan melalui unit pelayanan puskesmas dan unit
pelayanan kesehatan lainnya. Pelaksanaan program penanggulangan TB Paru di
Kota Metro dilakukan pada 1 puskesmas rujukan mikroskopis (PRM), dan 4
puskesmas pelaksana mandiri (PPM) dan 6 puskesmas satelit.Cakupan penemuan penderita baru (CDR) TB BTA+ menunjukkan
kecenderungan naik turun yaitu dari 44,09 % pada tahun 2009 dan meningkat
pada tahun 2013 menjadi 41,09 %. Namun pencapaian ini masih di bawah target
nasional sebesar 85% tahun 2013. Namun peningkatan cakupan penemuan
penderita baru TB BTA+ tidak diikuti dengan keberhasilan pengobatan. Angka
keberhasilan pengobatan adalah angka yang menunjukkan presentase pasien TB
BTA+ yang menyelesaikan pengobatan. Angka kesembuhan penyakit TB Paru
dengan BTA+ (cure rate) tahun 2011 sebesar 76,19 %, meningkat menjadi 76,63
% pada tahun 2012 dan terjadi penurunan tahun 2013 menjadi 82,61 %. Angka
keberhasilan pengobatan TB BTA+ di Kota Metro hampir mencapai target
nasional sebesar 85%. Perkembangan cakupan penemuan penderita baru (CDR)
dan angka kesembuhan (CR) TB BTA + selama tahun 2009-2013tergambar
dalam grafik berikut.
Gambar 13
Cakupan Case Detection Rate (CDR) dan Cure Rate (CR) TB BTA +
Kota Metro Tahun 2009-2013
Sumber: Seksi Pencegahan & Pemberantasan Penyakit Dari data di atas harus diwaspadai karena angka angka tersebut masih belum memenuhi target nasional artinya dari kasus TB yang ditemukan dan diobati telah dilakukan manajemen kasus dengan baik tetapi perlu diupayakan lebih maksimal dalam rangka peningkatan mutu pelayanan pengobatan penderita TB. Dalam rangka menyukseskan pelaksanaanaan penanggulangan TBC, prioritas
ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, penggunaan obat yang
rasional dan paduan obat yang sesuai dengan strategi DOTS.Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Kematian wanita karena TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas (WHO). Angka kasus baru TB paru selama tahun 2009 - 2013 cenderung mengalami peningkatan. CNR sebesar 215,44 per 100.000 penduduk pada tahun 2009. Dan pada tahun 2010 menjadi 121,34 per 100.000 penduduk. Sedangkan pada tahun 2011 terjadi peningkatan dalam temuan kasus mencapai 134,98 per 100.000 penduduk, dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan kasus yaitu 151,64 per 100.000 penduduk dan tahun 2013 menjadi 178,52 per 100.000 penduduk.Gambaran lebih lengkap dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 14 CNR TB Paru (per 100.000 penduduk) Kota Metro Tahun 2009-2013 Sumber: Seksi Pencegahan & Pemberantasan Penyakit