Analisis Pasal yang Berkaitan Langsung d
Analisis Pasal yang Berkaitan Langsung dengan hukum Adat
Masyarakat Hukum adat merupakan istilah terjemaah dari rechtsgemeenchappen.
Dalam perkembanganya pembahasan mengenai masyarakat hukum adat, penggunaan istilah
Masyarakat Hukum Adat menjurus kepada pembahasan Sumber Daya Alam. Dimana dalam
pembahasan tentang Sumber daya alam dibahas pertemuan antara dua kepentingan yaitu
kepentingan masyarakat adat berhadapan dengan Negara.
Dalam peraturan perundang-undangan ada beberapa yang berkaitan dengan hukum
adat. Salah satunya adalah UUD 1945 Pasal 18 B Ayat 2 yang sudah di amandemen pada
tahun 2000. Adapun bunyi pasal 18 B Ayat 2 adalah sebagai berikut :
Pasal 18 B Ayat (2) :
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang”
Redaksi dalam pasal tersebut yang menyangkut masyarakat adat menggunakan istilah “
kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat”. Sebelum istilah Masyarakat Hukum Adat
dalam UUD tersebut terdapat istilah lain. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok –pokok Dasar Agraia menggunakan istilah “daerah-daerah
Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat.” Lain lagi, redaksi pada Undang-Undang
No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menggunakan istilah “masyarakat hukum adat”. Bunyi
lengkap dari kedua pasal tersebut adalah sebagai berikut :
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 2 Ayat (4):
“Hak Menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada
daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekadar diperlukan dan
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.”
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 4 ayat (3) :
“Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat,
sepanjang kenyataanya masih ada dan diakui keberadaanya, serta tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional.”
Kedua Undang-Undang tersebut tidak menjelaskan secara rinci apa yang dimaksud
‘masyarakat hukum adat’ tersebut. Bahkan dalam Undang-Undnag Nomor 41 Tahun 1999
disebutkan (masyarakat hukum adat) “sepanjang kenyataanya masih ada”, “diakui
keberadaanya”. Kalimat tersebut menimbulkan multi tafsir dan menjadi potensi adanya
konflik, terutama dalam konteks hubungan antara kekuasaan, pengakuan, dan penghormatan.
Potensi multi tafsir pada kalimat diatas adalah “siapa yang dimaksud Masyarakat Hukum
Adat”. Diakui oleh siapa?.
Dalam UUD 1945 Pasal 18 B Ayat (2) menggunkan istilah Kesatuan-kesatuan Masyarakat
Hukum Adat. Berbagai aturan lain yang berkaitan dengan hukum adat menggunakan istilahistilah yang berbeda-beda, misalnya Masyarakat Adat, Masyarakat Hukum Adat dan
Masyarakat Tradisional. Bergamnya istilah tersebut berdampak pada keberagaman
pemaknaan atas masyarakat adat yang berkorelasi dengan pengakuan dan perlindungan.
Sumber Tulisan
Undang-Undang Dasar 1945;
Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
https://zalirais.wordpress.com/2013/09/12/eksistensi-hukum-adat-dalam-bidang-pertanahan/
di akses 1 Mei 2017 Pukul 17:04
Masyarakat Hukum adat merupakan istilah terjemaah dari rechtsgemeenchappen.
Dalam perkembanganya pembahasan mengenai masyarakat hukum adat, penggunaan istilah
Masyarakat Hukum Adat menjurus kepada pembahasan Sumber Daya Alam. Dimana dalam
pembahasan tentang Sumber daya alam dibahas pertemuan antara dua kepentingan yaitu
kepentingan masyarakat adat berhadapan dengan Negara.
Dalam peraturan perundang-undangan ada beberapa yang berkaitan dengan hukum
adat. Salah satunya adalah UUD 1945 Pasal 18 B Ayat 2 yang sudah di amandemen pada
tahun 2000. Adapun bunyi pasal 18 B Ayat 2 adalah sebagai berikut :
Pasal 18 B Ayat (2) :
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang”
Redaksi dalam pasal tersebut yang menyangkut masyarakat adat menggunakan istilah “
kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat”. Sebelum istilah Masyarakat Hukum Adat
dalam UUD tersebut terdapat istilah lain. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok –pokok Dasar Agraia menggunakan istilah “daerah-daerah
Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat.” Lain lagi, redaksi pada Undang-Undang
No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menggunakan istilah “masyarakat hukum adat”. Bunyi
lengkap dari kedua pasal tersebut adalah sebagai berikut :
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 2 Ayat (4):
“Hak Menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada
daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekadar diperlukan dan
tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.”
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 4 ayat (3) :
“Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat,
sepanjang kenyataanya masih ada dan diakui keberadaanya, serta tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional.”
Kedua Undang-Undang tersebut tidak menjelaskan secara rinci apa yang dimaksud
‘masyarakat hukum adat’ tersebut. Bahkan dalam Undang-Undnag Nomor 41 Tahun 1999
disebutkan (masyarakat hukum adat) “sepanjang kenyataanya masih ada”, “diakui
keberadaanya”. Kalimat tersebut menimbulkan multi tafsir dan menjadi potensi adanya
konflik, terutama dalam konteks hubungan antara kekuasaan, pengakuan, dan penghormatan.
Potensi multi tafsir pada kalimat diatas adalah “siapa yang dimaksud Masyarakat Hukum
Adat”. Diakui oleh siapa?.
Dalam UUD 1945 Pasal 18 B Ayat (2) menggunkan istilah Kesatuan-kesatuan Masyarakat
Hukum Adat. Berbagai aturan lain yang berkaitan dengan hukum adat menggunakan istilahistilah yang berbeda-beda, misalnya Masyarakat Adat, Masyarakat Hukum Adat dan
Masyarakat Tradisional. Bergamnya istilah tersebut berdampak pada keberagaman
pemaknaan atas masyarakat adat yang berkorelasi dengan pengakuan dan perlindungan.
Sumber Tulisan
Undang-Undang Dasar 1945;
Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
https://zalirais.wordpress.com/2013/09/12/eksistensi-hukum-adat-dalam-bidang-pertanahan/
di akses 1 Mei 2017 Pukul 17:04