Analisis Artikel Jurnal Ekonomi Pembangu
MK. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut-MMPO5104.01
Program Pascasarjana Universitas Terbuka
Oleh : RIDHO KARYA DONGORAN
(500785812)
Analisis Artikel Jurnal Ekonomi Pembangunan
Prospek Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Berbasis Ekosistem:
Studi Empiris Di Karimunjawa
I. Pendahuluan
Sumber Daya Perikanan di Indonesia merupakan sumber nutrisi
hewani dan penghasil devisa negara. Hal tersebut merupakan fakta yang
tidak dapat dipungkiri. Besarnya potensi sumber daya perikanan di Indonesia
menjadikannya
penting
untuk
dilakukan
pengelolaan
dalam
upaya
pemanfaatan yang optimal.
Paradigma tentang metode pengelolaan sumber daya perikanan
banyak disampaikan oleh para ahli. Terdapat dua paradigma terkait model
pengelolaan tersebut. Paradigma lama mengedepankan asumsi bahwa
ekosistem alam ini dapat diprediksi dan dikontrol. Model pengelolaan tersebut
diharapkan dapat mengatasi pola pemanfaatan sumber daya yang berbasis
pada pemikiran bahwa sumber daya perikanan bersifat open access. Namun
ternyata seiiring dengan yang disampaikan oleh penulis, bahwa metode
pengelolaan konvesnsional tersebut cenderung tidak dapat mencegah
dampak negatif pada kelestarian sumber daya itu sendiri.
Disisi lain, paradigma baru yang mengedepankan keberlanjutan dan
kelestarian wilayah pesisir dan laut sebagai kesatuan ekosistem, walaupun
lebih
kompleks
dalam
pendekatannya,
dirasa
dapat
memecahkan
permasalahan yang terjadi dalam pemanfaatan ekosistem pesisir dan laut.
Pendekatan Ecosystem based Fisheries Management
(EBFM), yang
mencakup keseluruhan ekosistem termasuk aspek stakeholders dan dampak
yang terjadi pada setiap sektor yang terkait pada perikanan, dapat
digolongkan sebagai model pengelolan terintegrasi yang dipandang tepat
dalam mengatasi permasalahan yang kompleks di wilayah pesisir dan laut.
Pemerintah
dianggap
memegang
peranan
penting
dalam
hal
pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Urusan pengelolaan dalam kelautan
yang telah didesentralisasikan kepada pemerintah daerah meliputi eksplorasi,
konservasi dan pengelolaan kekayaan laut, tata ruang dan administrasi serta
penegakan hukum. Namun peraturan terkait dengan pengaturan dasar dan
pokok-pokok penyelenggaraan pengelolaan wilayah pesisir dan laut tetap
menjadi ranah pemerintah pusat.
II. Metode Penelitian
Dalam artikel disampaikan bahwa belum terdapat metodologi yang
dapat dijadikan acuan untuk memformulasikan EFBM, namun manfaat dari
penerapannya lebih banyak daripada resikonya. Hal tersebut yang ingin
dibuktikan melalui kajian yang telah dilakukan dan membandingkannya
dengan penerapan pengelolaan yang berbasis pada paradigma lama di
lapangan.
Pendekatan analisis penelitian ini adalah metode campuran antara
kualitatif dan kuantitatif (mixed-method) yaitu dengan mengaplikasikan
statistik deskriptif, Meta-Analysis dan AHP (Analysis Hierarchy Proccess).
Meta-Analysis adalah metode me-review laporan, jurnal dan bahan lain yang
terkait untuk menjawab suatu permasalahan (Pomeroy et. al, 1994 dalam
Suslilowati, 2013). Metode ini digunakan untuk mengevaluasi model
pengelolaan perikanan secara konvensional versus paradigma baru serta
mengeksplorasi tingkat keberhasilan model pengelolaan perikanan dengan
paradigma baru. Metode AHP (Saaty, 1993dalam Suslilowati, 2013) dipakai
untuk menyusun strategi pengelolaan sumber daya perikanan yang berbasis
pada ekosistem secara kuantitatif.
Guna mendukung metode AHP, maka dilakukan penentuan sampel
secara kuota (quoted purposive sampling) yang terdiri dari responden yang
mewakili unsur (1) Akademisi(2) Pebisnis/Swasta (3) Pemerintah dan (4)
Komunitas Masyarakat setempat, Nelayan, Pengolah Ikan, dan sebagainya.
Penentuan responden dianggap sudah mewakili kaidah-kaidah sampling
secara kuota. Unsur akademisi untuk memberikan kajian teknis terkait
dengan materi penelitian. Unsur swasta/pebisnis untuk memberikan muatan
terkait dengan kajian ekonomi. Unsur pemerintah untuk menambah muatan
terkait dengan regulasi yang telah ditetapkan. Unsur Komunitas untuk
memberikan muatan terkait dengan kajian sosial.
Pengumpulan data dilakukan pula melaluiwawancara dengan panduan
kuesioner sebagai data primer. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka
dan dokumentasi dari dinas/institusi terkait.
III.Hasil dan Pembahasan
Evaluasi dilakukan pada 3 (tiga) bentuk model pengelolaan perikanan
dan telah dilaksanakan di Indonesia, yaitu Traditional Based Fisheries
Management,
Community
Based
Fisheries
Management
dan
Co-
Management. Selain itu, dilakukan pula prediksi evaluasi apabila diterapkan
bentuk model pengelolaan berbasis ekosistem.
Community Based Fisheries Management (CBFM) adalah konsep
pengelolaan sumberdaya produktif oleh masyarakat. Konsep pengelolaan
(CBFM) ini termasuk pola yang efektif dalam mengatasi konflik di masyarakat.
Sementara Co–management adalah konsep pengelolaan yang mampu
menampung kepentingan masyarakat maupun kepentingan pengguna
lainnya. Co-management dapat pula didefinisikan sebagai pembagian
tanggung jawab dan wewenang antara pemerintah dengan pengguna
sumberdaya alam lokal (masyarakat) dalam hal pengelolaan sumberdaya
alam seperti perikanan, terumbu karang, mangrove dan lain sebagainya.
Dalam konsep co-management, masyarakat lokal merupakan partner penting
yang bersama dengan pemerintah dan stakeholders lainnya mengelola
sumberdaya alam di suatu kawasan. Jadi, dalam konsep pengelolaan
berbasis co-management,model pengelolaan sumberdaya alam merupakan
gabungan dari dua pendekatan yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh
pemerintah (Goverment Centralized Management) dan pengelolaan yang
dilakukan oleh masyarakat (Community Based Management).
Model pengelolaan berbasis ekosistem (EFBM) adalah suatu kegiatan
pengelolaanyang
berkelanjutan
dengan
mempertahankan
integritas
ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumber
daya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity). termasuk pula
berkelanjutan secara sosial politik yang mensyaratkan bahwa suatu kegiatan
pengelolaan dapat menciptakan pemerataan hasil, mobilitas sosial, kohesi
sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat (dekratisasi),
identitas sosial, serta pengembangan kelembagaan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa di Indonesia berpotensi
untuk diterapkan pola pengelolaan yang berbasis pada paradigma baru, yaitu
pengelolaan wilayah pesisir dan laut berbasis pada pengelolaan ekosistem
(EBFM). Pola pengelolaan EBFM ini dipandang dapat menyesuaikan dengan
karakteristik
masyarakat
pesisir
di
Indonesia,
terkait
dengan
aspek
pengelolaan sumberdaya. Penilaian tersebut sudah berdasarkan pada aspek
– aspek ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan lingkungan.
Dengan mengacu pada kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan laut
yang di atur melalui UU RI No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan telah diperbaruhui melalui UU RI No. 1
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, maka strategi
yang ditawarkan penulis dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dapat
dilakukan dengan urutan prioritas sebagai berikut
a) melakukan pemulihan dan menjaga kondisi tempat hidup (habitat) ikan;
b) membuat kebijakan pengelolaan perikanan yang disesuaikan dengan
nilai budaya masyarakat; dan
c) membuat basis data tentang keterangan jenis-jenis ikan yang
ditangkap.
Dalam hal strategi pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut,
tidak lepas dari memadukan tujuan dari tiga unsur utamanya, yakni dimensi
ekonomi, ekologi dan sosial. Pertama, tujuan pembangunan perikanan secara
ekonomis dianggap berkelanjutan, jika sektor perikanan tersebut mampu
menghasilkan produk perikanan secara berkesinambungan (on continuing
basis), memberikan kesejahteraan finansial bagi para pelakunya, dan
memberikan sumbangan devisa serta pajak yang signifikan bagi negara.
Kedua,
tujuan
pembangunan
perikanan
dikatakan
secara
ekologis
berkelanjutan, manakala basis ketersediaan stok atau sumber daya ikannya
dapat dipelihara secara stabil, tidak terjadi eksploitasi berlebihan, dan tidak
terjadi pembuangan limbah melampaui kapasitas asimilasi lingkungan yang
dapat mengakibatkan kondisi tercemar. Dan Ketiga, tujuan pembangunan
perikanan dianggap secara sosial berkelanjutan, apabila kebutuhan dasar
(pangan, sandang, kesehatan, dan pendidikan) seluruh penduduknya
terpenuhi; terjadi distribusi pendapatan dan kesempatan berusaha secara
adil; ada kesetaraan gender (gender equity), dan minim atau tidak ada konflik
sosial.
Sehingga sejalan dengan paparan di atas, maka pengelolaan
sumberdaya perikanan berbasis ekosistem (EBFM) memberikan indikasi yang
prospektif. Namun, disarankan perlu diujicoba penerapannya dengan
melibatkan semua stakeholders yang mungkin terkait.
Sumber
Kementerian PPN/BAPPENAS, 2014. Kajian Strategi Pengelolaan Perikanan
Berkelanjutan. Jakarta.
Susilowati, 2013. Prospek Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Berbasis
Ekosistem
Studi
Empiris
Di
Karimunjawa.
JurnalEkonomi
Pembangunan olume 14, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 16-37
Program Pascasarjana Universitas Terbuka
Oleh : RIDHO KARYA DONGORAN
(500785812)
Analisis Artikel Jurnal Ekonomi Pembangunan
Prospek Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Berbasis Ekosistem:
Studi Empiris Di Karimunjawa
I. Pendahuluan
Sumber Daya Perikanan di Indonesia merupakan sumber nutrisi
hewani dan penghasil devisa negara. Hal tersebut merupakan fakta yang
tidak dapat dipungkiri. Besarnya potensi sumber daya perikanan di Indonesia
menjadikannya
penting
untuk
dilakukan
pengelolaan
dalam
upaya
pemanfaatan yang optimal.
Paradigma tentang metode pengelolaan sumber daya perikanan
banyak disampaikan oleh para ahli. Terdapat dua paradigma terkait model
pengelolaan tersebut. Paradigma lama mengedepankan asumsi bahwa
ekosistem alam ini dapat diprediksi dan dikontrol. Model pengelolaan tersebut
diharapkan dapat mengatasi pola pemanfaatan sumber daya yang berbasis
pada pemikiran bahwa sumber daya perikanan bersifat open access. Namun
ternyata seiiring dengan yang disampaikan oleh penulis, bahwa metode
pengelolaan konvesnsional tersebut cenderung tidak dapat mencegah
dampak negatif pada kelestarian sumber daya itu sendiri.
Disisi lain, paradigma baru yang mengedepankan keberlanjutan dan
kelestarian wilayah pesisir dan laut sebagai kesatuan ekosistem, walaupun
lebih
kompleks
dalam
pendekatannya,
dirasa
dapat
memecahkan
permasalahan yang terjadi dalam pemanfaatan ekosistem pesisir dan laut.
Pendekatan Ecosystem based Fisheries Management
(EBFM), yang
mencakup keseluruhan ekosistem termasuk aspek stakeholders dan dampak
yang terjadi pada setiap sektor yang terkait pada perikanan, dapat
digolongkan sebagai model pengelolan terintegrasi yang dipandang tepat
dalam mengatasi permasalahan yang kompleks di wilayah pesisir dan laut.
Pemerintah
dianggap
memegang
peranan
penting
dalam
hal
pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Urusan pengelolaan dalam kelautan
yang telah didesentralisasikan kepada pemerintah daerah meliputi eksplorasi,
konservasi dan pengelolaan kekayaan laut, tata ruang dan administrasi serta
penegakan hukum. Namun peraturan terkait dengan pengaturan dasar dan
pokok-pokok penyelenggaraan pengelolaan wilayah pesisir dan laut tetap
menjadi ranah pemerintah pusat.
II. Metode Penelitian
Dalam artikel disampaikan bahwa belum terdapat metodologi yang
dapat dijadikan acuan untuk memformulasikan EFBM, namun manfaat dari
penerapannya lebih banyak daripada resikonya. Hal tersebut yang ingin
dibuktikan melalui kajian yang telah dilakukan dan membandingkannya
dengan penerapan pengelolaan yang berbasis pada paradigma lama di
lapangan.
Pendekatan analisis penelitian ini adalah metode campuran antara
kualitatif dan kuantitatif (mixed-method) yaitu dengan mengaplikasikan
statistik deskriptif, Meta-Analysis dan AHP (Analysis Hierarchy Proccess).
Meta-Analysis adalah metode me-review laporan, jurnal dan bahan lain yang
terkait untuk menjawab suatu permasalahan (Pomeroy et. al, 1994 dalam
Suslilowati, 2013). Metode ini digunakan untuk mengevaluasi model
pengelolaan perikanan secara konvensional versus paradigma baru serta
mengeksplorasi tingkat keberhasilan model pengelolaan perikanan dengan
paradigma baru. Metode AHP (Saaty, 1993dalam Suslilowati, 2013) dipakai
untuk menyusun strategi pengelolaan sumber daya perikanan yang berbasis
pada ekosistem secara kuantitatif.
Guna mendukung metode AHP, maka dilakukan penentuan sampel
secara kuota (quoted purposive sampling) yang terdiri dari responden yang
mewakili unsur (1) Akademisi(2) Pebisnis/Swasta (3) Pemerintah dan (4)
Komunitas Masyarakat setempat, Nelayan, Pengolah Ikan, dan sebagainya.
Penentuan responden dianggap sudah mewakili kaidah-kaidah sampling
secara kuota. Unsur akademisi untuk memberikan kajian teknis terkait
dengan materi penelitian. Unsur swasta/pebisnis untuk memberikan muatan
terkait dengan kajian ekonomi. Unsur pemerintah untuk menambah muatan
terkait dengan regulasi yang telah ditetapkan. Unsur Komunitas untuk
memberikan muatan terkait dengan kajian sosial.
Pengumpulan data dilakukan pula melaluiwawancara dengan panduan
kuesioner sebagai data primer. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka
dan dokumentasi dari dinas/institusi terkait.
III.Hasil dan Pembahasan
Evaluasi dilakukan pada 3 (tiga) bentuk model pengelolaan perikanan
dan telah dilaksanakan di Indonesia, yaitu Traditional Based Fisheries
Management,
Community
Based
Fisheries
Management
dan
Co-
Management. Selain itu, dilakukan pula prediksi evaluasi apabila diterapkan
bentuk model pengelolaan berbasis ekosistem.
Community Based Fisheries Management (CBFM) adalah konsep
pengelolaan sumberdaya produktif oleh masyarakat. Konsep pengelolaan
(CBFM) ini termasuk pola yang efektif dalam mengatasi konflik di masyarakat.
Sementara Co–management adalah konsep pengelolaan yang mampu
menampung kepentingan masyarakat maupun kepentingan pengguna
lainnya. Co-management dapat pula didefinisikan sebagai pembagian
tanggung jawab dan wewenang antara pemerintah dengan pengguna
sumberdaya alam lokal (masyarakat) dalam hal pengelolaan sumberdaya
alam seperti perikanan, terumbu karang, mangrove dan lain sebagainya.
Dalam konsep co-management, masyarakat lokal merupakan partner penting
yang bersama dengan pemerintah dan stakeholders lainnya mengelola
sumberdaya alam di suatu kawasan. Jadi, dalam konsep pengelolaan
berbasis co-management,model pengelolaan sumberdaya alam merupakan
gabungan dari dua pendekatan yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh
pemerintah (Goverment Centralized Management) dan pengelolaan yang
dilakukan oleh masyarakat (Community Based Management).
Model pengelolaan berbasis ekosistem (EFBM) adalah suatu kegiatan
pengelolaanyang
berkelanjutan
dengan
mempertahankan
integritas
ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumber
daya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity). termasuk pula
berkelanjutan secara sosial politik yang mensyaratkan bahwa suatu kegiatan
pengelolaan dapat menciptakan pemerataan hasil, mobilitas sosial, kohesi
sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat (dekratisasi),
identitas sosial, serta pengembangan kelembagaan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa di Indonesia berpotensi
untuk diterapkan pola pengelolaan yang berbasis pada paradigma baru, yaitu
pengelolaan wilayah pesisir dan laut berbasis pada pengelolaan ekosistem
(EBFM). Pola pengelolaan EBFM ini dipandang dapat menyesuaikan dengan
karakteristik
masyarakat
pesisir
di
Indonesia,
terkait
dengan
aspek
pengelolaan sumberdaya. Penilaian tersebut sudah berdasarkan pada aspek
– aspek ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan lingkungan.
Dengan mengacu pada kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan laut
yang di atur melalui UU RI No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan telah diperbaruhui melalui UU RI No. 1
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, maka strategi
yang ditawarkan penulis dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dapat
dilakukan dengan urutan prioritas sebagai berikut
a) melakukan pemulihan dan menjaga kondisi tempat hidup (habitat) ikan;
b) membuat kebijakan pengelolaan perikanan yang disesuaikan dengan
nilai budaya masyarakat; dan
c) membuat basis data tentang keterangan jenis-jenis ikan yang
ditangkap.
Dalam hal strategi pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut,
tidak lepas dari memadukan tujuan dari tiga unsur utamanya, yakni dimensi
ekonomi, ekologi dan sosial. Pertama, tujuan pembangunan perikanan secara
ekonomis dianggap berkelanjutan, jika sektor perikanan tersebut mampu
menghasilkan produk perikanan secara berkesinambungan (on continuing
basis), memberikan kesejahteraan finansial bagi para pelakunya, dan
memberikan sumbangan devisa serta pajak yang signifikan bagi negara.
Kedua,
tujuan
pembangunan
perikanan
dikatakan
secara
ekologis
berkelanjutan, manakala basis ketersediaan stok atau sumber daya ikannya
dapat dipelihara secara stabil, tidak terjadi eksploitasi berlebihan, dan tidak
terjadi pembuangan limbah melampaui kapasitas asimilasi lingkungan yang
dapat mengakibatkan kondisi tercemar. Dan Ketiga, tujuan pembangunan
perikanan dianggap secara sosial berkelanjutan, apabila kebutuhan dasar
(pangan, sandang, kesehatan, dan pendidikan) seluruh penduduknya
terpenuhi; terjadi distribusi pendapatan dan kesempatan berusaha secara
adil; ada kesetaraan gender (gender equity), dan minim atau tidak ada konflik
sosial.
Sehingga sejalan dengan paparan di atas, maka pengelolaan
sumberdaya perikanan berbasis ekosistem (EBFM) memberikan indikasi yang
prospektif. Namun, disarankan perlu diujicoba penerapannya dengan
melibatkan semua stakeholders yang mungkin terkait.
Sumber
Kementerian PPN/BAPPENAS, 2014. Kajian Strategi Pengelolaan Perikanan
Berkelanjutan. Jakarta.
Susilowati, 2013. Prospek Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Berbasis
Ekosistem
Studi
Empiris
Di
Karimunjawa.
JurnalEkonomi
Pembangunan olume 14, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 16-37