Teori dan Aplikasi Hasnawir

  Mitigasi Bencana Sedimen Teori dan Aplikasi

  Hasnawir Editor: Prof. Dr. Ir. Abdullah Syarief Mukhtar, M.S.

  Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Balai Penelitian Kehutanan Makassar

  Mitigasi Bencana Sedimen Teori dan Aplikasi

  Hak cipta dilindungi undang-undang Penulis : Hasnawir Editor : Prof. Dr. Ir. Abdullah SyariefMukhtar, M.S.

  Desain sampul : Tony Widianto

  ISBN : 978-602-95270-3-2

  Diterbitkan oleh:

  Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

  Balai Penelitian Kehutanan Makassar

  Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16 Makassar (90243) Tel/Fax: +62-411-554049/ +62-411-554058 Website: www.balithutmakassar.org, Emaildatinfo.bpkmks@gmail.com

  Cetakan Pertama : Makassar, Oktober 2012

  

PRAKATA

KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN

  Bencana sedimen seperti bencana tanah longsor dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik jumlah kejadian maupun jumlah korban jiwa yang ditimbulkan.Di Indonesia, bencana sedimen banyak dipengaruhi oleh kondisi hujan yang ekstrim dan juga aktivitas penggunaan lahan yang kurang sesuai.Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan telah menyikapi isu bencana sedimen sebagai salah satu isu penting sehingga berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan telah dilakukan dan direncanakan sebagaimanatermuat dalam Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2025.

  Disadari bahwa pendekatan ilmiah dan teknologi mitigasi,termasuk perencanaan penggunaan lahan dan pencegahan bencana harus terus dikembangkan untuk mencari solusi yang efektif menyikapi potensial bencana sedimen. Penggabungan ilmu dan teknologi terbaru dari perspektif lokal dan nasional diperlukan untuk meningkatkan prediksi bencana sedimen dan mengembangkan sistem peringatan bencana sedimen secara tepat. Buku dengan judul

  “Mitigasi Bencana

Sedimen: Teori dan Aplikasi” adalah sebuah buku yang memuat

dasar-dasar teori bencana sedimen dan aplikasi dari mitigasi bencana.

  Dengan membaca buku ini, kita akan semakin memahami beberapa hal seperti pemahaman terhadap proses kejadian bencana sedimen, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya bencana sedimen, konsep dan strategi mitigasi serta langkah pengendalian bencana sedimen.

  Buku yang ditulis oleh Saudara Hasnawir, S.Hut, M.Sc, Ph.D, salah seorang peneliti dari Balai Penelitian Kehutanan Makassar ini sekaligus membuka perspektif kita akan perlunya pengembangan sistem peringatan dan evakuasi melalui suatu aplikasi ambang batas curah hujan untuk peringatan dini dan contoh kasus evakuasi bencana sedimen yang telah sukses dilakukan. Ini tentu akan memberikan suatu pengetahuan penting dan dorongan dalam upaya-upaya menyikapi isu bencana sedimen saat ini dan di masa yang akan datang. Harapan saya, buku ini dapat memberikan wawasan bagi para pembaca sehingga jika mereka harus mengambil bagian dalam operasi penanganan bencana sedimen, apapun kapasitasnya, mereka tidak terlalu ketinggalan dari sisi teori dan aplikasi.

  Jakarta, Agustus 2012 Kepala Badan Dr. Ir. R. Iman Santoso, M.Sc.

  NIP. 1953 0922 198203 1 001

  

KATA SAMBUTAN

KEPALA PUSLITBANG KONSERVASI DAN REHABILITASI

  Sesuai dengan visi Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (PusKonseR) “menjadi lembaga penyedia IPTEK bidang

  

konservasi dan rehabilitasi sumberdaya alam yang terpercaya untuk

kepentingan kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat,

  ” PusKonseRbertekad untuk menjadi lembaga penyedia IPTEK yang mendapatkan kepercayaan publik sebagai lembaga yang kredibel dan mampu menjawab kebutuhan dan tantangan pembangunan kehutanan bidang konservasi dan rehabilitasi sumberdaya alam. Hal ini berimplikasi bahwa PusKonseRharus memiliki kemampuan mengemas dan mendesiminasikan teknologi yang dihasilkan.

  Sejalan dengan hal tersebut di atas PusKonseR sebagai unit esolon

  II Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan mendorong dan melakukan pembinaan kegiatan-kegiatan desiminasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan termasuk publikasi buku pada tingkat UPT Balai Penelitian Kehutanan.

  Dengan dasar tersebut di atas,PusKonseRmenyambut baik penerbitan buku dengan judul

  “Mitigasi Bencana Sedimen: Teori

dan Aplikasi” sebuah karyailmiah ditulis oleh Hasnawir, S.Hut, M.Sc,

  Ph.D salah seorang peneliti dari Balai Penelitian Kehutanan Makassar.Buku ini memuat dasar-dasar teori bencana sedimen dan aplikasi dari mitigasi bencana. Teori dan aplikasi dari mitigasi bencana sedimen ini diharapkan dapat memberikan konstribusi penting dalam menetapkan strategi dan upaya mengurangi dan mencegah dampak dari bencana sedimen di Indonesia. Hal ini sangat mendasar mengingat bencana sedimen khususnya tanah longsor adalah salah satu tipe bencana yang paling sering terjadi setelah banjir di Indonesia. Kejadian bencana tanah longsor mencapai 18% dari total kejadian berbagai macam tipe bencana di Indonesia setiap tahunnya dengan puluhan jumlah korban jiwa bahkan ratusan. Hal ini mengisyaratkan akan pentingnya kebutuhan pengetahuan dan informasi terhadap masalah bencana sedimen secara tepat.

  Buku ini telah menambah khasanah bacaan dan semoga dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Kepada Balai Penelitian Kehutanan Makassar dan kepada penulis kami menyampaikan selamat dan mengapresiasi atas terbitnya buku ini.

  Bogor, Agustus 2012

  

KATA SAMBUTAN

KEPALA BALAI PENELITIAN KEHUTANANMAKASSAR

  Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, buku dengan judul

  

“Mitigasi Bencana Sedimen: Teori dan Aplikasi” yang ditulis oleh

  Hasnawir, S.Hut, M.Sc, Ph.D, salah seorang peneliti dari Balai Penelitian Kehutanan Makassar dapat diterbitkan. Buku ini ditulis berdasarkan tinjuan pustaka dan hasil penelitian yang dilakukan terkait bencana sedimen. Buku ini memuat dasar-dasar teori bencana sedimen dan aplikasi dari mitigasi bencana.

  Balai Penelitian Kehutanan Makassar yang memiliki tugas pokok melaksanakan penelitian di bidang konservasi dan rehabilitasi, peningkatan produktivitas hutan, keteknikan kehutanan dan pengolahan hasil hutan, serta perubahan iklim dan kebijakan kehutanan sesuai peraturan perundang-undangan dengan wilayah kerja meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Provinsi Sulawesi Tengah serta Provinsi Maluku senantiasa berusaha memberikan sumbangan hasil pemikiran, penelitian dan pengembangan melalui tulisan publikasi termasuk pubikasi buku ini.

  Semoga buku ini dapat dimanfaatkan, memberikan informasi dan petunjuk terkait bencana sedimen.

  Makassar, Agustus 2012 Kepala Balai Ir. Muh. Abidin, M.Si.

  NIP. 19600611 198802 1 001

  

KATA PENGANTAR

Indonesia diberkati dengan lingkungan alam yang sangat kaya.

  Namun demikian, lingkungan alam dengan wilayah Indonesia yang terletak di daerah iklim tropis dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim dan digabungkan dengan kondisi topografi dan batuan, memiliki resiko tinggi terhadap bencana. Bencana sedimen di Indonesia seperti tanah longsor, aliran debris dan kegagalan lereng menjadi ancaman yang serius. Ini disebabkan oleh karena jumlah kejadian dan dampak yang diakibatkan oleh bencana ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan akhir-akhir ini. Bahkan bencana sedimen khususnya bencana tanah longsor menjadi bencana yang paling sering terjadi di Indonesia setelah banjir.

  Berdasarkan isu yang berkembang seperti dikemukakan di atas, buku ini disusun dengan maksud untuk memberikan pemahaman kepada pembaca sekaligus sebagai petunjuk menyikapi isu terkait bencana sedimen di Indonesia. Buku ini memuat dasar-dasar teori bencana sedimen seperti faktor mekanis dan faktor pendorong yang mengakibatkan bencana sedimen, konsep dan strategi mitigasi bencana sedimen serta langkah pengendalian bencana sedimen. Dalam buku ini pula memuat pengembangan sistem peringatan dan evakuasi dari bencana sedimen.

  Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada banyak pihak yang memungkinkan diterbitkannya buku ini. Pertama kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan yang telah memberikan dukungan penelitian dan apresiasi yang tinggi terhadap penulisan buku ini. Kepada Kepala Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi atas dukungan dan masukan terhadap penulisan buku ini. Kepada Kepala Balai Penelitian Kehutanan Makassar atas dukungan, masukan dan kerjasama yang sangat baik dalam penyusunan buku ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya saya sampaikan pula kepada editor buku ini, Prof. Dr. Ir. Abdullah Syarief Mukhtar, M.S. atas saran dan komentar yang sangat berguna dalam penulisan buku ini. Saya sampaikan pula terima kasih dan penghargaan kepada Prof. Dr. Ir. M. Nurdin Abdullah, M.Agr, Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, M.S., Ir. Paimin, M.Sc. dan Prof. Dr. Ir. H. Baharuddin Mappangaja, M.Sc. atas masukan dan komentar yang sangat berguna dalam buku ini. Pada kesempatan ini pula saya sampaikan terima kasih kepada Kepala Seksi Data, Informasi dan Kerjasama BPK Makassar, Drs. Baharuddin atas kerjasama yang baik sehingga buku ini dapat diterbitkan. Tidak terkecuali terima kasih dan penghargaan saya kepada teman-teman peneliti dan staf BPK Makassar atas dukungan dan kerjasama yang diberikan.

  Penulis berharap buku ini dapat menambah wawasan pembaca sekaligus menjadi referensi untuk memperluas khasanah ilmiah dan pengetahuan untuk masalah bencana sedimen di Indonesia.

  Makassar,Agustus 2012 Penulis Hasnawir, S.Hut, M.Sc, Ph.D .

  

DAFTAR ISI

  Hal Halaman Judul ......................................................................................... i Prakata Kepala Badan Litbang Kehutanan ............................................. iii Kata Sambutan Kepala Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi .......... v Kata Sambutan Kepala Balai Penelitian Kehutanan Makassar ............ vii Kata Pengantar.......................................................................................... ix Daftar Isi .................................................................................................... xi Daftar Tabel............................................................................................... xii Daftar Gambar .......................................................................................... xiii 1. PENDAHULUAN ...............................................................................

  1 1.1. Bencana Sedimen .....................................................................

  2 1.2. Faktor Mekanis dan Faktor Pendorong Bencana Sedimen ..

  10 1.3. MekanismeTerjadinyaBencanaSedimen ................................

  16 2. BENCANA SEDIMEN DI INDONESIA ...........................................

  19 3. MITIGASI BENCANA SEDIMEN ....................................................

  27 3.1. Konsep Mitigasi Bencana Sedimen .........................................

  27 3.2. Strategi Mitigasi Bencana Sedimen ........................................

  28 3.3. Langkah Pengendalian Bencana Sedimen .............................

  31 4. PENGEMBANGAN SISTEM PERINGATAN & EVAKUASI ..........

  39

  4.1. Aplikasi Ambang Batas Curah Hujan untuk PeringatanDini

  41 4.2. Kasus-Kasus Evakuasi .............................................................

  49 5. PENUTUP...........................................................................................

  51 Daftar Pustaka...........................................................................................

  52 Singkatan-Singkatan ................................................................................

  55 Tentang Penulis ........................................................................................

  56

  

DAFTAR TABEL

  Hal Tabel 1: Fenomena yang dapat menyebabkan bencana langsung: tanah longsor, aliran debris dan kegagalan lereng ............. 6 Tabel 2: Perbedaan antara tanah longsor dan kegagalan lereng...... 8 Tabel 3: Tipe aliran debris berdasarkan penyebabnya ..................... 9 Tabel 4: Faktor mekanis dan faktor pendorong bencana sedimen .. 11 Tabel 5: Bencana alam besar di Indonesia ......................................... 20 Tabel 6: Bencana tanah longsor di Indonesia 1 tahun terakhir

  (13-8-2011 sampai 16-7-2012) .............................................. 23 Tabel 7: Pendekatan struktural terhadap pencengahan kegagalan lereng ...................................................................................... 37 Tabel 8: Evakuasi dari aliran debris di Misugi, Jepang pada tanggal

  1-8-1982 .................................................................................. 50 Tabel 9: Evakuasi dari tanah longsor di Nagasaki, Jepang pada bulan Juli 1997 ....................................................................... 50

  

DAFTAR GAMBAR

  Hal Gambar 1: Proses kejadian bencana........................................................ 1 Gambar 2: Proses kejadian bencana sedimen ........................................ 5 Gambar 3: Bencana langsungdari bencana sedimen :tanah longsor, aliran debris dan kegagalan lereng ....................................... 7 Gambar 4: Hubungan antara bencana sedimen dan jenis geologi ....... 10 Gambar 5: Jenis-jenis tanah longsor: a) Longsoran translasi, b)

  Longsoran rotasi: c) Pergerakan blok, d) Runtuhan batu:

  e) Rayapan tanah, f) Aliran bahan rombakan ...................... 13 Gambar 6: Kelongsoran lereng ................................................................ 17 Gambar 7: Kekuatan geser tanah/batuan ............................................... 18 Gambar 8: Distribusi bencana berdasarkan tipe bencana, korban dan jumlah kejadian dari tahun 1815 hingga 2012 .............. 21 Gambar 9: Distribusi kejadian bencana tanah longsor satu tahun terakhir (13-8-2011 sampai 16-7-2012) di berbagai provinsi di Indonesia ............................................................. 22

  Gambar 10: Situasi tanah longsor disertai aliran debris di Kaldera Bawakaraeng, Provinsi Sulawesi Selatan, 26 Maret 2004, mengakibatkan 32 jiwa meninggal dunia ............................ 26

  Gambar 11: Situasi tanah longsor di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, 24 Mei 2012, mengakibatkan 8 jiwa meninggal dunia........................................................................................ 26

  Gambar 12: Ilustrasi suatu tindakan yang bijaksana sebagai implementasi konsep mitigasi bencana ............................... 28 Gambar 13: Soil retaining works di Kathmanhu, Nepal (a) dan

  Groundsill di Jawa, Indonesia (b) ........................................ 34

  Gambar 14: Sabo dam (a) dan sand pocket (b) di Sungai Jeneberang, Sulawesi Selatan ..................................................................... 35

  Gambar 15: Revetment works di kali Jenes, Solo (a) dan dam works di sungai Jeneberang, Sulawesi Selatan (b) ......................... 36 Gambar 16: Tindakan pencegahan terhadap kegagalan lereng .............. 38 Gambar 17: Sistem peringatan dan evakuasi yang dapat diadopsi di

  Indonesia ................................................................................ 41 Gambar 18: Kurva peringatan bencana sedimen berdasarkan ambang batas curah hujan. Kurva peringatan didefinisikan sebagai batas di mana jika terlampaui maka prosedur keadaan darurat segera dilakukan (modifikasi dari Aleotti, 2004) .. 43

  Gambar 19: Diagram alir proses pengeluaran peringatan dini terhadap tanah longsor (dimodifikasi dari Aleotti, 2004) .................. 44 Gambar 20: Tanah longsor dangkal di Provinsi Sulawesi Selatan .......... 45 Gambar 21: Ambang batas curah hujan untuk tanah longsor dangkal di Provinsi Sulawesi Selatan, di atas garis peringatan kemungkinan tanah longsor dangkal terjadi ....................... 45

  Gambar 22: Distribusi tanah longsor dangkal dengan kondisi: a) curah hujan, b) elevasi, c) geologi dan d) tipe tanah di Sulawesi Selatan ..................................................................................... 46

  Gambar 23: Penakar curah hujan sederhana dengan botol plastik dan desain alat sederhana penakar hujan hasil rekayasa Balai Penelitian Kehutanan Makassar yang dapat digunakan untuk aplikasi peringatan bencana sedimen ....................... 47

  Gambar 24: Alat sensor peringatan tanah longsor hasil rekayasa Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Alat ini mendeteksi tanah longsor yang ditempatkan pada daerah yang berisiko tinggi untuk runtuh ................................................................ 48

1. PENDAHULUAN

  Bencana merupakan fenomena yang menimbulkan kerusakan atau kerugian pada kehidupan, baik secara individu ataupun publik oleh beberapa penyebab atau faktor (Ikeya, 1976). DiIndonesia berdasarkan Undang-undang No.24 tahun 2007 mendefenisikan bencana sebagai suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

  Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu; ancaman bencana, kerentanan dan kemampuan yang dipicu oleh suatu kejadian yang prosesnya sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 1 di bawah ini. PEMICU

  ANCAMAN BAHAYA RESIKO KERENTANAN BENCANA BENCANA Gambar 1: Proses kejadian bencana.

  Secara garis besar faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lainadalah sebagai berikut:  Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia

  (man-made hazards) yang menurut United Nations International

  Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan

  menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation). 

  Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana.  Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat.

  Berbagai macam fenomena bencana diklasifikasikan berdasarkan penyebab utamanya. Secara umum bencana dibagi dalam dua kategori yaitu bencana alam (natural disaster) dan bencana buatan (artificial

  

disaster). Kebanyakan bencana alam disebabkan oleh kondisi anomali

  cuaca. Beberapa penyebab bencana alam seperti hujan ekstrim, angin kencang, gempa bumi, gunung berapi, gelombang air pasang dan sebagainya. Sedangkan bencana buatan umumnya disebabkan oleh aktivitas manusia (Ikeya, 1976). Dalam buku ini secara spesifik akan membahas tentang bencana sedimen seperti tanah longsor, aliran debris dan kegagalan lereng.

1.1 Bencana Sedimen

  Sedimen diartikan sebagai hasil dari proses pelapukan secara alami terhadap suatu tubuh batuan, yang kemudian mengalami erosi, tertansportasi oleh air, angin dan lainnya, dan pada akhirnya terendapkan atau tersedimentasikan.

  Bencana sedimen didefinisikan sebagai fenomena yang menyebabkan kerusakan baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kehidupan manusia danharta benda, ketidaknyamanan bagi kehidupan masyarakat, dan atau kerusakan lingkungan, melalui suatuskala besar pergerakan tanah dan batuan.

  Kerusakan akibat bencana ini dapat terjadi dalam 4 bentuk: 1) bangunandan lahan pertanian hilang akibat tanah longsor atau erosi, 2) rumah-rumah hancur olehdaya rusak tanah dan batuan selama pergerakan tanah atau batuan, 3) rumah dan lahan pertanian terkubur di bawah tanah oleh akumulasi skala besar sedimen, dan 4)peningkatan endapan pada dasar sungai dan penguburan waduk disebabkan oleh sedimen sepanjangsungai yang dapat mengundang datangnya banjir, gangguan fungsi penggunaan air, dankerusakan lingkungan (Ministry of

  Land, Infrastructure and Transport-Japan, 2004).

  Beberapa ciri-ciri umum dari bencana sedimen adalah:  Adanya aliran material massa.  Adanya media pencampur air atau fluida.  Melaju dari posisi yang tinggi ke daerah yang lebih rendah.  Adanya pengaruh gravitasi terhadap material massa.  Membentuk perlapisan atau sedimen terhadap lingkungan yang dilalui.  Membentuk morfologi baru pada daerah yang mengalami bencana.  Mengakibatkan kerusakan dan kerugian nyawa, materil dan infrastruktur.

  Bencana sedimen merupakan salah satu bentuk hasil dari daya rusak air, dimana bencana sedimen memiliki potensi daya rusak yang besar dan bersifat masif secara langsung atau tidak langsung yang memiliki tingkat kerusakan, kerugian dan fatalitas tinggi. Menilik dari pengalaman bencana sedimen berpotensi merusak strukturdan infrastruktur serta memiliki potensi kerugian ekonomi tinggi. Tingkat fatalitas bencana sedimen cukup tinggi dimana potensi timbulnya korban jiwa dan kerusakan sangat tinggi.

  Bencana sedimen dapat dibedakan berdasarkan sumber sedimen (onsite) dan tempat deposisi sedimen (off site). Sumber sedimen meliputi tanah longsor akibat gempa, tanah longsor akibat aktifitas vulkanik, tanah longsor akibat hujan, gunung runtuh, kegagalan, lahar panas dan lahar dingin. Sedangkan tempat deposisi sedimen meliputi sedimentasi dam/waduk, sedimentasi sungai, sedimentasi danau, erosi dan abrasi pantai.

  Pada Gambar 2 menjelaskan diagram proses terjadinya bencana sedimen. Volume besar tanah dan pasir dapat dihasilkan oleh erosi, akan tetapi tidak selalu akan menimbulkan bencana dari erosi tersebut. Misalkan, jika jumlah tanah dan pasir(A) lebih kecil dibanding dengan sedimen yang diperkenankan atau sedimen tidak berbahaya(B), maka bencana tidak terjadi. Bahkan dalam kasus seperti jika (A) lebih besar dari(B), hasilnya tidak disebut bencana jika tidak ada rumah, masyarakat, atau fasilitas umum yang terlibat.

  Gambar 2:Proses kejadian bencana sedimen. Bencana sedimen secara umum dapat dibagi dua tipe 1) tipe sedimen bencana langsung, tipe sedimen ini menyebabkan kerusakan langsung sebagai akibat dari gerakan sedimen, 2) tipe sedimen bencana tidak langsung, tipe sedimen yang mengakibatkan banjir atau genangan air melalui peningkatan endapan dari dasar sungaiatau penutupan aliran sungai (Ministry of Land, Infrastructure and Transport-Japan, 2004). Fenomena yang dapat menyebabkan bencana langsungadalah termasuk tanah longsor, aliran debris, dan kegagalan lereng sebagaimana didefinisikan pada Tabel 1 dan ditunjukkan pada Gambar 3. Sedangkan tipe sedimen bencana tidak langsung tidak dibahas dalam buku ini.

  Tabel 1: Fenomena yang dapat menyebabkan bencana langsung: tanah longsor, aliran debris dan kegagalan lereng.

  Tanah longsor Ini adalah fenomenadi mana sebagian atau seluruhtanah pada lereng bergerak ke bawah secara perlahan-lahan akibat pengaruhair tanahdan gravitasi. Jumlah volume massa tanah yang bergerak biasanya besar, kerusakan yang serius dapat terjadi. Jika longsor telah bergerak, maka akan sangat sulit untuk menghentikan longsoran tersebut. Aliran debris Ini adalah fenomena dimana tanah dan batuan pada lereng bukit atau di dasar sungai terjadi akibat pengaruh hujan deras atau hujan yang terus menerus. Kecepatan aliran debris berbeda-beda, kadang-kadang mencapai 20-40 km/jamsehingga terkadang dapat merusak rumah dan lahan pertanian dalam waktu sekejap. Kegagalan lereng Dalam fenomena ini, lereng tiba-tiba ambruk ketika tanah telah kehilangan stabilitas akibat pengaruh hujan atau gempa bumi. Karena keruntuhan tiba-tiba dan mungkin terjadi di daerah sekitar pemukiman, banyak orang tidak sempat melarikan diri. Hal ini akan menyebabkan tingginya tingkat kematian.

  Aliran debris Kegagalan lereng

  Gambar3: Bencana langsungdari bencana sedimen:tanah longsor, aliran debris dan kegagalan lereng.

  Komite untuk inventarisasitanah longsordunia yang didirikan oleh UNESCO bekerjasama dengan masyarakat akademik internasionalterkait

  Pohon tumbang Tanah retak dan menjadi tidak rata

  Pasokan listrik dihentikan Air menggenang di daerah hulu menenggelamkan rumah

  Sawah, ladang, dan kebun rusak Sekolah dan rumah sakit rusak Rumah rusak

  Jalan terpotong memblokir lalu lintas Bendungan penahan sedimen runtuh, menyebabkan banjir di hilir

  Jembatan hancur Tanah longsor memblokir sungai Pabrik rusak

  Tanah longsor yayasan keteknikan mendefinisikan tanah longsor sebagai “gerakan dari massa batuan, debris atau tanah yang tergelincir dari lereng”. Dalam istilah kinematika, klasifikasi pergerakan tanah longsor tidak hanya tergelincir tetapi juga runtuh, roboh, menyebardan mengalir (Ministry of Land, Infrastructure and Transport-Japan, 2004).

  Untuk memudahkan perbedaan antara tanah longsor dan kegagalan lereng dapat dilihat pada Tabel2 di bawah ini.

  Tabel 2: Perbedaan antara tanah longsor dan kegagalanlereng.

  Uraian Tanah longsor Kegagalan lereng

  Geologi Terjadi pada tipe dan struktur geologi tertentu Hampir tidak ada hubungannya dengan geologi

  Topografi Dapat terjadi pada lereng yang sedang Terjadi pada lereng curam

  Kedalam pergerakan Beberapa lebih dari 10 meter Antara 1 s.d. 2 meter

  Besaran pergerakan Besar Kecil Kecepatan pergerakan

  Umumnya lambat, kadang tiba-tiba Tiba-tiba

  Faktor pemicu Air tanah Hujan deras Tanda-tanda pergerakan

  Pohon miring, retak tanah permukaan Hampir tidak ada

  Penggunaan tanah Digunakan sebagai lahan pertanian Tidak digunakan

  Kemungkinan terjadi kembali Mungkin terjadi Tidak mungkin terjadi untuk beberapa tahun

  Aliran debris terjadi dalam berbagai bentuk tergantung pada kondisi daerah danfaktor penyebabnya. Aliran debris dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe berdasarkan faktor penyebabnya, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.

  Tabel 3: Tipe aliran debris berdasarkan penyebabnya.

  

Tipe Uraian

  Tipe pergerakan sedimen dasar Massa aliran sedimen dipicu ketika sungai akumulasi sedimen pada dasar sungai melebihi gradien oleh transportasi sedimen dasar sungai. Tipe kegagalan lereng Kegagalan lereng langsung berubah menjadi aliran debris. Tipe bendungan alam Aliran debris ini disebabkan karena runtuhnya sebuah bendungan alam yang dibentuk oleh tanah longsor atau kegagalan lereng. Tipe tanah longsor Aliran debris terjadi sebagai fenomena tahap terakhir dari tanah longsor. Ini terjadi karena tanah mencair akibat perubahan tanah liat yang cepat. Tipe aktivitas vulkanik Dalam arti sempit, aliran debris disebabkan oleh letusan gunung berapi atau gempa bumi. Namun dalam arti luas, aliran debris terjadi di daerah gunung berapi aktif. Suatu semburan lumpur vulkanik termasuk dalam tipe ini.

  Beberapa kasus bencana sedimen telah dilakukan penelitian untuk melihat hubungan antara bencana sedimen dan jenis geologi. Ikeya (1976) menuliskan hubungan ini sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4 di bawah ini.

  21% i g

  Lain-lain lo eo

  50% i g

  13% ar d i g en

  

Batuan metamorf

lo im

  11% eo g sed a an g

  Produk vulkanik 7% can en d en

  20% b rah

  5% lah

  

Batuan tersier

m Dae ju e

  20% tas

  35% sen er

  

Batuan granit

P

  18% Gambar 4: Hubungan antara bencana sedimen dan jenis geologi.

1.2 Faktor Mekanis dan Faktor Pendorong BencanaSedimen

  Faktor mekanis dan faktor pendorong adalah faktor yang memberikan kontribusi terhadap terjadinya bencana sedimen. Faktor mekanis adalah kondisi internal suatu tempat yang dapat menyebabkan bencana sedimen terjadi, sedangkan faktor pendorong adalah kekuatan dari luar yang dapat menyebabkan bencana sedimen terjadi. Pada Tabel 4 diuraikan faktor mekanis dan faktor pendorong terjadinya bencana sedimen. Tabel 4:Faktor mekanis dan faktor pendorong bencana sedimen.

  Uraian Aliran debris Kegagalan lereng Tanah Longsor Faktor Mekanis

  Curah hujan: peningkatan mendadak debit air dan intensitas air hujan yang tinggi.

  Faktor pendorong menyebabkan tanah longsor adalah air. Air dari hujan meresap ke dalam tanah. Air yang meresap menghasilkan tekanan air pori dan kemudian menurunkan kekuatan geser tanah. Oleh karena itu, tanah longsor cenderung terjadi pada musim hujan.

  Aktifitas buatan: deforestasi dan mengubah lereng alami dengan pemotongan dan

penimbunan lereng.

  

Air tanah: peningkatan

tekanan air pori tanah

disebabkan karena aliran bawah permukaan oleh curah hujan menyebabkan kegagalan lereng.

  Aktivitas gempa, vulkanik: tanah menjadi tidak stabil ketika lereng stress akibat gempa bumi atau letusan gunung berapi.

  

Curah hujan: jumlah

kegagalan lereng meningkat

jika curah hujan dengan

intensitas tinggi terjadi ketika tanah dalam keadaan lembab.

  Aktivitas gempa, vulkanik: jumlah sedimen yang tidak stabil dihasilkan oleh kegagalan lereng (faktor mekanis), runtuhnya sebuah kawah disebabkan oleh letusan vulkanik.

  Faktor Pendorong

  Topografi DAS: keberadaan dalam lereng bukit yang tidak stabil dan curam, adanya air tanah dan mata air.

  Tanah longsor terjadi paling sering pada lapisan yang disebut formasi tersier yang terbentuk sekitar 2 sampai 6 juta tahun yang lalu. Ini disebabkan karena formasi ini relatif baru, batuan rendah dengan tingkat pemadatan dan kurang tahan terhadap pelapukan. Pelapukan dari formasi ini adalah khas dalam tanah dan batuan dengan cepat menjadi butiran dan menjadi lempung. Dua jenis batu berupa batu pasir dan batu lempung, memiliki properti pembengkakan yang merupakan salah satu penyebab tanah longsor.

  Vegetasi: hutan memiliki efek untuk mencengah keruntuhan berkaitan dengan kegagalan disebabkan oleh infiltrasi curah hujan.

  Topografi: kegagalan lereng cenderung terjadi pada lereng 40-50 o , dan pada lereng atau

daerah mudah untuk

menampung air, seperti lereng

yang cekung.

  Geologi: selain dari kekuatan batuan, faktor dominan adalah tingkat pelapukan, perubahan, retak dan patah, arah lapisan, kondisi pori lapisan, dan distribusi lapisan yang hilang seperti lapisan permukaan.

  Sedimen yang tidak stabil: lapisan tanah lapuk yang tebal pada sisi bukit dengan kemiringan, ketebalan dan jumlah sedimen sungai, konsentrasi volumetrik dan distribusi ukuran butir dari sedimen yang terakumulasi.

  Topografi sungai: longitudinal gradien dasar sungai dan longitudinal konfigurasi arah sungai.

  Sementara itu, tanah longsor yang disebabkan oleh aktivitas manusia dikelompokkan menjadi dua jenis: tanah longsor yang terjadi akibat pemotongan lereng di daerah longsor dan tanah longsor yang terjadi akibat pemotongan atau penimbunan pada lereng bukan daerah longsor. Tanah longsor dapat di bagi enam berdasarkan proses kejadiannya, yaitu: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan (Highland dan

  

Bobrowsky, 2008). Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak

  terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Penjelasan terhadap tipe tanah longsor diuraikan di bawah ini dan juga ditunjukkan pada Gambar 5. 1) Longsoran translasi: bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2) Longsoran rotasi: bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. 3) Pergerakan blok: perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu. 4) Runtuhan batu: runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas.

  Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah. 5) Rayapan tanah: jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama, longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah. 6) Aliran bahan rombakan: jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

  Gambar 5: Jenis-jenis tanah longsor: a) Longsoran translasi, b) Longsoran rotasi, c) Pergerakan blok, d) Runtuhan batu, e) Rayapan tanah, f) Aliran bahan rombakan.

  Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kejadian bencana tanah longsor di Indonesia diuraikan di bawah ini.  Hujan:ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan

  November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan.Ketika hujan, air akan menyusup ke

  a)

  

b)

  c)

  d)

  e)

  Lereng asli f) Massa tanah yang bergerak Lereng asli Massa tanah yang bergerak Posisi awal Blok yang bergerak Posisi awal Jatuhan batu Material longsoran berasal dari lereng bagian atas, melanda alur dan meluas Lipatan pada daerah landai batuan dasar di bawah tanah Sebagian jalan tertutup material longsoran bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.  Lereng terjal: lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang o menyebabkan longsor adalah 20 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.  Tanah yang kurang padat dan tebal: jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih o dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 22 . Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.  Batuan yang kurang kuat: batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.  Jenis tata lahan: tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk

daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.  Getaran: terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.  Susut muka air danau atau bendungan: akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi o hilang, dengan sudut kemiringan waduk 22 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.  Adanya beban tambahan: adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.  Pengikisan/erosi: pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.  Adanya material timbunan pada tebing: untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang ada di bawahnya, sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.  Bekas longsoran lama: longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memiliki ciri: adanya tebing terjal yang

panjang melengkung membentuk tapal kuda, umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur, daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai, dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah, dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama, dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil, longsoran lama ini cukup luas.  Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung): memiliki ciri-ciri; bidang perlapisan batuan, bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar, bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat, bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air), bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat, bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.  Penggundulan hutan: tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.  Daerah pembuangan sampah: penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan.

1.3 MekanismeTerjadinyaBencanaSedimen

  Suatu permukaan tanah yang miring yang membentuk sudut tertentu terhadap bidang horisontal disebut sebagai lereng (slope). Lereng dapat terjadi secara alamiah atau dibentuk oleh manusia dengan tujuan tertentu. Jika permukaan membentuk suatu kemiringan maka komponen massa tanah di atas bidang gelincir cenderung akan bergerak ke arah bawah akibat gravitasi. Jika komponen gaya berat yang terjadi cukup besar, dapat mengakibatkan longsor pada lereng tersebut. Kondisi ini dapat dicegah jika gaya dorong (driving force) tidak melampaui gaya perlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6 di bawah ini.

  Keadaan tanah setelah longsor Bidang gelincir Gambar 6:Kelongsoran lereng.

  Kegagalan lereng dapat terjadi dalam setiap lereng yang curam. Faktor pendorong kegagalan lereng terutama yang bersifat mengurangi resistensi geser tanah pada lereng, seperti curah hujan dan meningkatnya tingkat air tanah.

  Di sisi lain, tanah longsor dari tipe akumulasi sedimen sungai (sediment gradien type) dipicu ketika massa tanah kehilangan stabilitas akibat pengaruh kejenuhan. Mekanisme terjadinya tipe longsoran pada prinsipnya sama dengan penggunaan dalam analisis stabilitas lereng. Secara sederhana, kegagalan lereng dan aliran debris terjadi ketika gaya untuk memindahkan massa tanah menjadi lebih besar dari perlawanan geser yang diperoleh dari persamaan Mohr-Coulomb di bawah ini dan ditunjukkan pada Gambar 7.

  

Tegangan Normal efektif

K ek u a ta n g es er

  τ = c + (δ − u) tanφ (1) dimana :

  τ = tegangan total pada bidang geserc= kohesi efektif

  u= tegangan air pori

  φ= sudut geser dalam efektif Gambar 7: Kekuatan geser tanah/batuan.

  Untuk menilai potensi terjadinya tanah longsor atau kegagalan lereng faktor keamanan (Fs) harus dimasukkan. Faktor Keamanan yang menunjukkan stabilitas lereng ditentukan oleh rasio kekuatan geser dengan tegangan geser, yang dinyatakan dengan rumus:

  Fs= τL/τ

  (2) dimana: Fs= faktor keamanan τL = kekuatan geser

  τ = tegangan geser Sedangkan stabilitas lereng dinilai dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

  Fs >1 : kegagalan lereng tidak mungkin terjadi Fs<1 : kegagalan lereng mungkin terjadi Fs= 1 : lereng dalam kondisi kritis

2. BENCANA SEDIMEN DI INDONESIA

  Indonesia merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard

  

potency) yang sangat tinggi. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat

  dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir dan lain-lain. Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama (main hazard potency) yang tinggi.

  Di samping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan (collateral hazard

  

potency) ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki

  kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan indikator di atas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi bencana yang sangat tinggi.