UJI KINETIKA PELURUHAN PUPUK AZOLLA COATED-N-SLOW RELEASE FERTILIZER MICRON COMPOUND BAHAN LOKAL

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

  

UJI KINETIKA PELURUHAN PUPUK AZOLLA COATED-N-SLOW

RELEASE FERTILIZER MICRON COMPOUND BAHAN LOKAL

Oleh

  

Purwandaru Widyasunu Tondokusuma, Ruly Eko Kusuma Kurniawan

Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman

Jl. Dr. Soeparno , Karangwangkal, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia,

  

ABSTRAK

Telah dilaksanakan penelitian yang mengkaji bahan local guna “mengcoated” pupuk urea N-46 % menggunakan biomassa Azolla microphylla (Am), bahan montmorillonite (mont) dari Vertisols

  Sulursari, Gabus, Kab. Grobogan, Jateng, gondorukem (gond) asal tanaman pinus/damar BKPH Baturraden, dan bahan humat asal sumatera.Pupuk diberikan nama Am Coated-N-Slow-Relase- Fertilizer Micron Compound dengan membuat formula terdiri dari FORMULA: (I) Am 10 % + mont 10 % + gond 10 % + humat 10 % + urea60 %, (II) Am10 % + mont 10 % + gond 10 % + urea 70 %, (III) Am 10 % + mont 10 % + humat 10 % + urea 70 %, (IV) mont 10 % + gond 10 % + humat 10 % + urea 70 %, dan (V) Am 10 % + mont 10 % + urea 70 %. Lima Formula tersebut dibuat menjadi pupuk berukuran micron dalam keadaan kering. Semua Formula kemudian dilakukan uji fisika dan kimia meliputi: (i) uji peluruhan pada suhu standar menggunakan penangasan air 28°C diperluaspada suhu 40°C, 50°C, dan 60°C, (ii) penangasan pada suhu peluruhan percepatan penangasan air 80°C diperluas pada suhu 70° C; sehingga diketahui kualitas uji fisik pupuk antara penangasan air suhu rendah s/d tinggi, dan (iii) uji leaching N pada kolom ekstraksi selama tujuh hari; dilakukan uji N-total harian pada semua leachate selama tujuh hari.

  Pada hari ke 7 diukur N-total pada larutan peluruhan uji penangasan 28°C s/d 70°C. Waktu peluruhan paling cepat pada hari ke-1 s/d ke-3 tercapai oleh semua Formula (I-V), namun demikian tiap Formula mempunyai sifat peluruhan fisik akibat penangasan air pada suhu 28°-70° C. Tata urutan peluruhan ketebalan endapan pupuk Formula yang muncul dari hasil peluruhan pada suhu penangasan air dari ketebalan asal 3,0 cm untuk: (i) Formula I 28°C > 40°C> 50°C> 60°C> 70° tebal endapan akhir berturut-turut (dalam cm) 2,50; 2,45; 2,40; 2,15; dan 1,70;(ii) Fomula II 28°C > 40°C > 50°C > 60°C > 70° tebal endapan akhir berturut-turut (dalam cm) 2,50; 2,50; 2,45; 2,30; dan 2,0; (iii) Formula III 28°C > 40°C > 50°C > 60°C > 70° tebal endapan akhir berturut-turut (dalam cm)3,0; 2,50; 2,35; 2,30; dan 2,25; (iv) Formula IV 40°C> 50°C> 60°C> 70°C> 28°tebal endapan akhir berturut-turut (dalam cm) 2,75; 2,60; 2,30; 2,10; dan 1,25; dan (v) Formula V > 40°C> 50°C> 60°C> 70°C> 28°Ctebal endapan akhir berturut-turut (dalam cm) 2,60; 2,15; 2,10; 1,80; dan 1,20.

  Kata Kunci : Pupuk urea, Azolla microphylla

ABSTRACT

  Research on Azolla Coated Urea-N Slow Release Fertilizer Micron Compound Decayed was done; materials used of coated i.e. Azolla microphylla (Am) biomass, humic acid (humat), Monmorilonite of Vertisols Sulursari (mont), and Gum Rossis (gondorukem “gond” from BKPH Baturraden). The Five Formula were created i.e.: (I) Am 10 % + mont 10 % + gond 10 % + humat 10 % + urea 60 %, (II) Am10 % + mont 10 % + gond 10 % + urea 70 %, (III) Am 10 % + mont 10 % + humat 10 % + urea 70 %, (IV) mont 10 % + gond 10 % + humat 10 % + urea 70 %, dan (V) Am 20 % + mont 10 % + urea 70 %. All five Formula were dried under room temperature for a month. Those of five Formula were then decayed-tested physically (water bath kinetics). Water bathing kinetics was done at 28°C and was widely water temperature increased on 40°C, 50°C, 60°C, and 70 °C. The time of water bathing was seven days; “the thick” of each Formula decay was measure at every half hour during the three early days, then at day fourth until the seventh those were of every hour measurement. The result of research was: (1) the ordinary of Formula “thick” start at 4,0 cm decayed for Fomula I 28°C > 40°C > 50°C > 60°C > 70°, the thick was into (cm) 2,50; 2,45; 2,40; 2,15; and 1,70; for Fomula II 28°C > 40°C > 50°C > 60°C > 70°, the thick was into (cm) 2,50; 2,50; 2,45; 2,30; and 2,0; for Formula III 28°C > 40°C > 50°C > 60°C > 70°, the thick was into (cm) 3,0; 2,50; 2,35; 2,30; dan 2,25; for Formula IV 40°C > 50°C > 60°C > 70°C > 28° the thick was into (cm) 2,75; 2,60; 2,30; 2,10; and 1,25; and for Formula V > 40°C > 50°C > 60°C > 70°C > 28°C; the thick was into (cm) 2,60; 2,15; 2,10; 1,80; and 1,20.

  Keywords: Azolla microphylla, Am coated N, slow release, decay, formula.

PENDAHULUAN

  Perkiraan perkembangan jumlah populasi masyarakat yang besar pada tahun 2050 (> 300 juta jiwa), akan menyebabkan lahan pertanian aktual siap budidaya semakin menyempit karena konversi lahan, sedangkan perluasan lahan potensial diperkirakan sulit meningkat luasnya. Di lain pihak perubahan iklim ditengarai akan berdampak terhadap inefisiensi pemupukan karena penguapan dan pencucian pupuk N, dan inefisiensi pemupukan mengandung hara P dan K juga bisa makin menurun akibat persoalan perubahan iklim, kemasaman tanah tropika, dan manajemen pupuk dan pemupukan P dan K. Mengurai permasalahan pupuk bisa satu persatu dilakukan melalui penelitian, salah satu cara adalah mengatasi dahulu masalah pupuk N yang klasikal tersebut di atas. Terobosan menggunakan teknologi pupuk nitrogen moderen yang efisien dalam budidaya tanaman pangan sangat urgensial.

  Peneliti sejak tahun 1996 telah meneliti efisiensi penggunaan pupuk urea dengan + penerapan budidaya dual-crops padi dan Azolla microphylla dengan keberhasilan pengurangan perubahan kadar N tersedia dari spesies ammoniacal-N (N-NH 4 /NH 3 ) menuju spesies-N amoniak

  (NH 3 ) dalam air dan lumpur sehingga selama 20 hari pertama N-pupuk urea lebih aman tidak tervolatilisasi di bawah inokulasi dan perkembangan Azolla microphylla (Widyasunu et al., 1998). Biomassa Am dapat dijadikan bahan Coating sangat potensial bersama dengan mineral (monmorillonite

  ) membentuk “AmCoated-N-Slow Release Fertilizer”. Ke masa depan “AmCoated-N-Slow Release Fertilizer”akan sangat men-janjikan karena pupuk N (urea dan ZA) bahannya adalah hanya dari proses fisiko- kimia “Harber-Bosch Reaction” karena belum pernah dan tidak akan pernah didapatkan sumber N dari N-mineral alam. Jadi masa depan penggunaan pupuk N Urea/ZA masih akan massif untuk budidaya tanaman pangan dan perkebunan mengingat pertumbuhan penduduk dunia sangat cepat. Agar efisien penggunaan pupuk Urea/ZA,maka

  

AmCoated-N-Slow Release Fertilizersangat beralasan teknis dan tepat guna. Produksi Urea/ZA

  idealnya tetap ha rus melalui produksi pupuk oleh Negara, sedangkan “coatingnya” menggunakan biomassa Am agar menjadi Am-MonmorilloniteCoated-N-Slow Release Fertilizer bisa dilakukan oleh masyarakat industri kecil + Perguruan Tinggi menggunakan TTG hasil rencana riset ini.

  Pupuk N-lambat-tersedia (coated-slow-release-N-fertilizer), merupakan salah satu teknologi pupuk N moderen dengan karakter: (i) efisien dan memenuhi kebutuhan agronomis tanaman, (ii) rendah emisi gas, (iii) rendah polutan ke lingkungan lahan, dan (iv) murah dan memberikan keuntungan bagi petani. Agar berhasil maka pupuk N-urea memerlukan per- lindungan menggunakan polimer organik dan mineral, agar efisien penggunaannya.Dalam rencana riset ini polymer organikakan dicoba digunakan bubuk halus biomassa Am, humat, dan resin yang dibuat sekala (ukuran) mikron (1/1000 m atau 1000 nm) yang dicampur de-ngan bubuk halus monmorillonite ukuran mikron pula. Dengan demikian proses pembuatan coated-slow-release-N-

  fertilizer

  tinggal melaksanakan “perendaman” pupuk urea prill dalam bak berisi bubuk mikron Am + Montmorillonite (+ humat + resin). Disebabkan oleh semakin menyempitnya areal lahan pertanian produktif untuk budidaya tanaman pangan, juga semakin berkurangnya sumberdaya air untuk irigasi karena persoalan menciutnya areal tangkapan air, makin mahalnya harga pupuk pabrikan dengan tingkat efisiensi penggunaan yang rendah terutama pupuk N, maka diperlukan terobosan baru budidaya tanaman pangan menggunakan teknologi pupuk moderen. Pemupukan N yang rendah efisiensinya perlu sentuhan teknologi moderen sehingga efisiensinya meningkat, sedangkan dampak polusinya dan sumbangan emisi gas N 2 dan NOx ke atmosfer dikurangi, demikian pula pencucian nitrat ke dalam tanah dan akhirnya ke perairan menjadi semakin berkurang.

  Produksi biomassa Azolla microphylla (Am) dalam teknologi budidaya dual-crops padi-Am sangat strategis bagi masa depan produksi pupuk N. Biomassa Ambisa dimanfaatkan sebagai materi/bahan pelindung/coated pupuk smart slow release yang selanjutnya disebutkan popular sebagai pupuk Coated-N-Slow Release Fertilizers. Dengan demikian biomassa Am merupakan sumber bio-prospek yang renewable/terbarukan sebagai bahan pelindung/coated dari Coated-N-

  

Slow Release Fertilizersyang perlu diperbandingkan dengan polymer alam dan diperkuat dengan

mineral montmorillonite.

  Diantara jenis pupuk N berteknologi moderen maka pupuk N-pintar (smart-slow-release-

  

N-fertilizer ) bisa dijadikan andalan, namun di Indonesia riset menggunakan bahan pelindung N-

  urea lokal masih belum banyak dilakukan.Keuntungan potensial dari pupuk lambat tersedia, yang oleh Wang et al. (2011) disebut sebagai controlled release fertilizer adalah: adanya potensi (kemampuan) dari pupuk untuk memungkinkan dikelola sebagai pupuk tahunan karena kemampuannya melepaskan hara yang terkontrol dengan durasi pelepasan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.

  Pupuk smart-Nitrogen dapat berteknologi nano, namun juga bisa berteknologi non-nano

  yaitu berukuran mikro (1.000 nm) sampai sedang. Pupuk smart-Nitrogen tidak seperti pupuk teknologi nano namun kemanfaatannya bisa serupa yaitu mengefisienkan penggunaan pupuk N, mengurangi dampak polusi dan emisi gas N ke atmosfer. Menurut Royal Society, teknologi nano adalah desain, karakterisasi, produksi dan aplikasi dari struktur, devices dan sistem dengan cara pengontrolan bentuk dan ukuran pada skala nano (Chinnamuthu dan Boopathi, 2009 in Suppan,

  • -9 2013). Pupuk teknologi nano adalah pupuk berstruktur dan ukuran skala nano, yaitu 10 meter, namun umumnya bahan pupuk nano bilamana bahannya telah berukuran < 100 nm sudah bersifat bahan pupuk nano (Suppan, 2013). Pupuk jenis ini sulit dikembangkan oleh perusahaan kecil, termasuk bila akan dikembangkan sebagai TTG (teknologi tepat guna). Sebagai pembanding (Suppan, 2013): lembaran koran berukuran tebal 100.000 nm; bacterium berukuran panjang 25.000 nm atau 2,5 mikro meter (micron); pupuk konvensional berukuran molekul 10 mikron (satu micron -6

  = 10 meter). Oleh karena itu untuk Negara Indonesia yang sedang mengadakan modernisasi teknologi, lebih baik dikembangkan teknologi pupuk moderen berskala normal/ konvensional namun yang haranya terbebaskan lambat (smart slow-release fertilizer), sehingga sesuai dan memenuhi kebutuhan agronomik tanaman. Inti sukses pengembangan pupuk smart slow-release adalah terletak pada karakter bahan polimer pelindungnya, baik dari bahan organik maupun bahan inorganik (mineral) (Suppan, 2013). Karakter pelindung ini dikatakan oleh Zou et al. (2015) mempengaruhi keefisiensian pelepasan hara pupuk terutama N. Dengan demikian pengembangan pupuk N lambat tersedia yang berpelindung polimer/mineral sangat baik dilakukan di Indonesia,selain disebabkan masih banyak faktor kesulitan produksi dan penggunaan pupuk berskala nano, pupuk N lambar tersedia berpelindung polimer/mineral relatif mudah dilaksanakan dengan bahan lokalrelatif murah dan mudah diperoleh.

  Faktor penting dalam memulai penerapan pupuk lambat tersedia adalah bagaimana pembuatannya berskala kecil yang dapat dilakukan kelompok/lembaga yang terakreditasi, bahan pelindung mudah diperoleh lokal dan relatif murah, dan aplikasi mengingat kondisi yang mempengaruhi pelepasan unsur hara yang ada pada pupuk.Untuk pupuk N lambar tersedia berpelindung polimer organik/mineral, faktor yang berpengaruh terutama adalah temperatur media (tanah) dan otomatis kelembabannya. Hasil studi Zou et al. (2015) menunjuk padapengaruh temperatur media terhadap perubahan laju kelarutan N yang didahului oleh “efek perusakan” struktur polimer pelindungnya. Kurva pelepasan N dari granul pupuk urea, menunjukkan kurva reaksi kinetic orde-1.Hal tersebut merujuk adanya pengaruh perlindungan lapisan pelindung dari polimer dan mineral.Ada fase “reaksi peluruhan tajam” pada hari ke-1 s/d hari ke-15, yang disusul kemudian “reaksi peluruhan gradual” dengan sudut pelepasan yang tidak tajam. Pada saat pergantian ketajaman pelepasan N- urea, hal tersebut menunjukkan adanya “lag phase” yang merujuk adanya “coating” yang sangat lekat dengan urea granular yang memperlambat laju infiltrasi air ke dalam coating sehingga berfenomena menunda waktu pelarutan hara N (Zou et al., 2015). Iklim tropika ke depan akan diwarnai dengan perubahan kelembaban tanah yang bisa semakin lembab disebabkan oleh ketersediaan penguapan air dan menimbulkan hujan walaupun pada saat kemarau (tergantung kecepatan angin saat itu). Kondisi yang selalu hangat di tropika menyebabkan suhu tanah relatif tinggi namun lembab, sehingga berpeluang akan menjadi pemicu pelarutan urea dengan cepat. Perkiraan teoritik inilah yang menjadi dasar perhatian kita mengapa pupuk urea harus diberikan pelapisan polimer organik/mineral atau kombinasinya.

METODE PENELITIAN Penelitian ini berupa riset yang dilakukan di laboratorium dan chamber house

  1. Bahan humat, resin, monmorillonite Bahan lokal yang digunakan meliputi: (i) biomassa Azolla microphylla (Am), (ii) mineral monmorillonite dari tanah Vertisols Sulursari, Kec. Gabus, Kab. Grobogan, Jateng, (iii) resin dari kayu damar dan pinus dari kayu hutan produksi Perhutani BKPH Baturraden, dan (iv) humat sumatera. Biomassa Am selanjutnya diuji kandungan N, P, K nya, selain itu diuji fisika bubuk Am sekala mikron (Lab. Kimia Tanah Faperta Unsoed). Bahan tanah Vertisols dipersiapkan sedemikian rupa sebagai sampel bahan yang akan dibuat menjadi bubuk mikron mineral monmorillonite di Soil Chamber Laboratorium Tanah Faperta Unsoed. Semua bahan diuji sifat kimia dan fisika lengkap sesuai keperluan riset pupuk, maka bahan-bahan tersebut dibuat bubuk berukuran micron dengan

  • -4 lolos uji saringan mesh setara 0,1 mikron (0,1 mikron = 10 m atau 0,1 mm).

  2. Pembuatan pupuk Coated-N-Slow-Release micron compound Bahan: (i) bubuk halus 0,1 mikron biomassa Azolla microphylla (Am) yang telah kering dari sawah, (ii) bubuk mineral monmorillonite (mont) bahan tanah Vertisols Tegal, (iii) bubuk resin damar dan pinus dari BKPH Barturraden lolos saring 0,1 mikron, dan (iv) bahan pupuk urea prill dihaluskan. Alat: kotak plastic tray segiempat, mesin penumbuk oto-matis / blender, pengayak bermata saringan 0,1 mikron, oven listrik, plastic penampung bahan, mesin pencampur (shaker + plastic tray).

  Formula pupuk Am Coated-N-Slow-Relase-Fertilizer Micron Compound: (I) Am 10 % + mont 10 % + gond 10 % + humat 10 % + urea60 %, (II) Am10 % + mont 10 % + gond 10 % + urea 70 %, (III) Am 10 % + mont 10 % + humat 10 % + urea 70 %, dan (IV) mont 10 % + gond 10 % + humat 10 % + urea 70 %.

  Prosedur: (i) semua bahan sesuai perlakuan dicampurkan ke dalam pengaduk dan diberikan air 20 % dari berat bahan total kemudian diaduk dan dishaker selama satu jam, (ii) bahan dikeringkan dalam mesin oven otomatis pada suhu 60 % C sampai kandungan air se-suai ketentuan kelengasan pupuk minimal 3 %, (iii) pupuk dikeluarkan dari oven kemudian ditumbuk halus menggunakan mesin grinder sampai halus masuk kelas saringan 0,1 mikron, (iv) kemudian disaring menggunakan mata saring 0,1 mikron; pupuk yang lolos saringan di-masukkan ke dalam container untuk pengujian uji kelambat-lepasan Am-Coated-N-Slow-Release-Fertilizer-micro compound formula I, II, III, dan IV, dan (v) yang belum lolos saringan ditumbuk lagi sehingga lolos saringan 0,1 mikron dan dikumpulkan dalam simpanan masing-masing formula pupuk. Berat pupuk masing- masing formula dibuat 25 kg pupuk Am-Coated-N-Slow-Release-Fertilizer-micro compound formula I, II, III, dan IV jadi.

  3. Metode uji I: Metode uji di laboratorium menggunakan metode Inkubasi dengan temperatur terkendali (Standart Method) (Dai et al., 2008) dimodifikasi ke suhu 28ºC, 40ºC, 50ºC, dan 60ºC.

  Prosedur pengujian I: (i) empat formula uji pupuk Am Coated-N-Slow-Relase-Fertilizer Micron Compound disiapkan ordinary dan dimasukkan ke dalam bejana beaker, (ii) bejana bernampung air diberi air secukupnya sampai ¾ ketinggian bejana beaker, (iii) bejana yang ke sudah siap diprogram inkubasi suhu dimasukkan dalam oven dan disetel dengan temperature adjusment pada suhu 28ºC, 40ºC, dan 50ºCsampai dihasilkan seluruh pupuk 70-100 % meleleh (Dai et al., 2008; Ko et al., 1996), atau sampai endapan pupuk stabil dalam air beaker glass penangasan, (iv) hari ke-1 s/d ke-3 diamati rigid tuap 30 menit dan dicatat prosentase peluruhan/pelelehan tiap formula pupuk; hari ke-4 s/d ke-7 diamati tiap jam sampai dengan tiap 30 menit sekali sekali. Metode pengamatan dengan mengukur ketebalan peluruhan endapan pupuk.Tiap formula diulang pengujiannya sebanyak empat kali.

  4. Metode uji II: Metode uji di laboratorium menggunakan metode Inkubasi dengan temperatur terkendali pada 70ºC (Accelerated Method) (Dai et al., 2008; modifikasi menggunakan oven listrik).

  Prosedur pengujian II: (i) (i) empat formula uji pupuk Am Coated-N-Slow-Relase-Fertilizer Micron Compound disiapkan ordinary dan dimasukkan ke dalam bejana beaker, (ii) bejana bernampung air diberi air secukupnya sampai ¾ ketinggian bejana beaker, (iii) bejana yang ke sudah siap diprogram inkubasi suhu dimasukkan dalam oven dan disetel dengan temperatur 60ºC dan 80ºC selama sekitar 7 hari sampai dihasilkan seluruh pupuk (100 % meleleh) (Dai et al., 2008; Wang et al., 2011; Ko et al., 1996), (iv) tiap hari diamati dan dicatat prosentase peluruhan/pelelehan tiap formula pupuk. Menurut Wang et al. (2011), titik kritik perubahan pertumbuhan kurva terjadi pada hari ke-4 s/d ke-5 (reaksi peluruhan fisik eksponensial), disusul reaksi peluruhan meningkat dengan arah sudut rendah-sedang (15-25º). Tiap formula diulang pengujiannya sebanyak empat kali.

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Kadar air bahan pembuatan pupuk Azolla Coated –N- Slow Release

  4. Formula IV kering udara 32,12

  15 Formula V open 50°C 33,98 Dengan demikian setelah semua bahan diformulakan sesuai dengan desain formula, kemudian diperlakukan dengan menguapkan airnya menggunakan metode kering angin, pengeringan dengan oven 30° C dan 50° C. Angka penurunan N dari 46 % (urea) (setelah dicampur bahan dan diperlakukan pengering-anginan dan pengovenan) menjadi kisaran N-total 21,94-35,24 % atau tersisa sebesar 47,69-76,61 % (kisaran penurunan sebesar 23,39-52,30 %). Penurunan karena fenomena volatilisasi (sawah) saja menurunkan bisa N-total urea bisa sebesar 50-60 %

  14. Formula IV open 50°C 31,00

  13. Formula III open 50°C 29,32

  12. Formula II open 50°C 33,61

  11. Formula I open 50°C 26,77

  10. Formula V open 30°C 34,46

  9. Formula IV open 30°C 33,09

  8. Formula III open 30°C 35,24

  7. Formila II open 30°C 32,43

  6. Formula I open 30°C 26,36

  5. Formula V kering udara 30,27

  I II

  III Rerata k.a (%) Biomassa Am 54,77 74,99 56,73 90,30

  2. Formila II kering udara 31,11

  1. Formula I kering udara 21,94

  No. Perlakuan Formula N-Total (%) (Kjeldahl)

  Tabel 2. Hasil analisis N-total kering oven FORMULA I s/d V sbb:

  56,01

  54,09 86,48 68,35 55,98 53,77 82,27 66,34 53,89

  0,62 Bahan humat 54,21 82,56 66,64 56,16

  15,88 20,03 20,02 0,240 15,71 19,86 19,83 0,728 15,68 20,20 20,16 0,892

  14,99 Gondorukem (Gum rossis)

  15,51 27,13 25,62 14,93 15,87 27,58 26,03 15,25

  88,69 Vertisol 16,04 28,75 27,11 14,81

  57,73 74,75 59,41 90,56 58,90 77,31 61,60 85,22

  3. Formula III kering udara 26,42

  (Vlek et al., 1983). Setelah jadi bahan berbentuk bubuk halus (mikron), maka telah siap guna diuji peluruhan pupuknya. Uji ke arah kinetika fisik peluruhan pupuk dan kinetika penurunan N-total.

  Uji Peluruhan Formula pada Penangasan Air Suhu 28°C, 40°C, 50°C, 60°C, dan 70°C Uji penangasan air menggunakan water bath di Laboratorium Tanah Faperta Unsoed berlangsung selama tujuh hari. Pada hari ke-1 s/d ke-3 diamati sangat rigid tiap 30 menit sekali, pada hari ke-4 mulai satu jam sekali, hari ke-5 s/d ke-7 tiap 3-4 jam sekali. Pada menit pertama hari pertama, semua pupuk formula dimasukkan setebal 3 cm, fenomena yang kemudian terjadi adalah bertambah tebal sedikit dana tau lambat sampai cepat endapan pupuk mengalami peluruhan karena pelarutan kinetic fisik pupuk Am Coated Slow Fertilizer Micron Compound.

  Gambar 1. Kinetika peluruhaan Formula I pupuk Am coated slow release fertilizer micron compound Peluruhan pupuk Formula I sangat cepat pada suhu 70 °C, pada suhu yang lebih rendah

  Formula I lebih lambat meluruh. Peluruhan pada temperatur tanah dan udara (20-30 °C)tidak menyebabkan pupuk ini meluruh cepat. Namun demikian pembuatan Formula ini menyebabkan kandungan N-total hanya tinggal pada kisaran 21-27 %.

  Gambar 2. Kurva kinetika fisik peluruhan pupuk Formula II Pupuk Formula II dengan kisaran kandungan N-total 31-34 % meluruh cepat pada suhu penangas air pada suhu ruangan, meluruh cepat hingga menyisakan endapan setebal 1 cm saja dengan warna peluruhan dalam beaker gelap. Hal tersebut menunjukkan kinetika luruh fisik sangat cepat begitu menyentuh air dengan suhu ruangan. Formula III tanpa campuran asam humat, sehingga bersifat lebih mudah buyar partikel mikronnya dibandingkan dengan menggunakan humat.

  Gambar 3. Kurva kinetika fisik peluruhan pupuk Formula III Ada fenomena sangat menarik pada Formula III yang ditangasi pada suhu air waterbath 70° C, yaitu terjadi penggelembungan endapan mulai hari ke-1 s/d hari ke-2 dan drastic menurun dari hari ke-2 ke hari ke-3. Fenomena menarik lainnya adalah Formula III ini dituangkan ke dasar beaker glass berisi air tidak langsung larut; pada kasus Formula lain begitu dituang langsung larut dan membuat warna air berubah menjadi gelap atau gradasi ke agak terang. Formula III ini dibuat tanpa menambahkan gondorukem. Peniadaan gondorukem dalam formula, melalui fenomen Formula III ini dapat dikatakan tidak mempengaruhi kecepatan peluruhan pupuk micron- compound. Namun bilamana gondorukem dipadukan dengan bahan humat, maka terjadi peningkatan ketahanan pupuk Formula IV untuk lama menjadi larut dalam waterbath yang ditingkatkan ke suhu 40-70° C (Gambar 4).

  Gambar 4. Kurva kinetika fisik peluruhan pupuk Formula IV Formula III dan IV sama-sama ada nilai advantageousnya. Formula III lebih rendah biayanya karena tanpa gondorukem, sedangkan Formula IV tanpa mineral monmorillonite. Pada

  Formula I (Gambar 1), dimana semua material coated lengkap, malahan menunjukkan penurunan endapan yang cepat pada pengujian peluruhan pada suhu 60° dan 70° C. Mineral monmorillonite dan asam humat merupakan binding agent (Havlin et al., 2005 dan Susic, 2012).Inti sukses pengembangan pupuk smart slow-release adalah terletak pada karakter bahan polimer pelindungnya, baik dari bahan organik maupun bahan inorganik (mineral) (Suppan, 2013).

  Karakter pelindung ini dikatakan oleh Zou et al. (2015) mempengaruhi keefisiensian pelepasan hara pupuk terutama N.

  Gambar 5. Kurva kinetika fisik peluruhan pupuk Formula V Kinetika peluruhan pupuk Formula V hamper sama dengan peluruhan pada Formula IV. Baik Formula III maupun IV, endapan sangat lemah pada suhu ruang (28-30° C). Sedangkan peluruhan pada suhu yang lebih tinggi yaitu 40-

  70° C malahan “seperti” mendapatkan energi guna bertahan tidak mudah meluruh, artinya pupuk micron compound slow release menguat partikelnya pada suhu dinaikkan sampai 40° C, namun meluruh lebih cepat pada suhu di bawahnya. Formula V adalah pupuk micron compound tanpa bahan gondorukem dan humat. Melihat fenomena ini maka bahan biomassa Azolla microphylla dan Monmorillonite merupakan bahan baik untuk membuat pupuk N-slow release skala mikron. Formula yang menganding bahan humat baik dikembangkan untuk tanah-tanah yang pHnya kurang netral atau masam. Pada riset ini kelemahan pengunaan bahan humat apabila dipupukkan pada medan berenergi tinggi (analog suhu 70° C) mudah larut, namun demikian jarang diketemukan lahan dnegan suhu demikian kecuali di gurun pasir yang memang bisa melebihi 40° C.Di negara lain (Wang et al. 2011), titik kritik perubahan pertumbuhan kurva peluruhan pupuk N-slow release terjadi pada hari ke-4 s/d ke-5 (reaksi peluruhan fisik eksponensial), disusul reaksi peluruhan meningkat dengan arah sudut rendah-sedang (15-25º). Metode peluruhan dalam oven dan disetel dengan temperatur 80ºC selama sekitar 10-12 hari telah dihasilkan seluruh pupuk (100 %) meleleh (Dai et al., 2008; Wang et al., 2011; Ko et al., 1996).

  Hasil studi Zou et al. (2015) menunjuk padapengaruh temperatur media terhadap perubahan laju kelarutan N yang didahului oleh “efek perusakan” struktur polimer pelindungnya. Kurva pelepasan N dari granul pupuk urea, menunjukkan kurva reaksi kinetic orde-1. Hal tersebut merujuk adanya pengaruh perlindungan lapisan pelindung dari polimer dan mineral. Ada fase “reaksi peluruhan tajam” pada hari ke-1 s/d hari ke-15, yang disusul kemudian “reaksi peluruhan gradual” dengan sudut pelepasan yang tidak tajam. Pada penelitian ini diperoleh hasil peluruhan tajam terdapat pada hari ke-1 s/d hari ke-3. Pada saat pergantian ketajaman pelepasan N-urea, hal tersebut menunjukkan adanya “lag phase” yang merujuk adanya “coating” yang sangat lekat dengan urea granular yang memperlambat laju infiltrasi air ke dalam coating sehingga berfenomena menunda waktu pelarutan hara N (Zou et al., 2015). Iklim tropika ke depan akan diwarnai dengan perubahan kelembaban tanah yang bisa semakin lembab disebabkan oleh ketersediaan penguapan air dan menimbulkan hujan walaupun pada saat kemarau (tergantung kecepatan angin saat itu). Kondisi yang selalu hangat di tropika menyebabkan suhu tanah relatif tinggi namun lembab, sehingga berpeluang akan menjadi pemicu pelarutan urea dengan cepat. Perkiraan teoritik inilah yang menjadi dasar perhatian kita mengapa pupuk urea harus diberikan pelapisan polimer organik/mineral atau kombinasinya. Zou et al. (2015) juga mendapatkan hasil penelitian, bahwa semakin tinggi temperatur inkubasi media maka semakin cepat N-urea terlepas, , sedangkan material mengandung polimer organik dapat meningkatkan kemampuan tanah mempertahankan kelembabannya. Arti praktikalnya adalah pupuk Formula I-V mengandung bahan organic (polimer dan non polimer) yang mampu mempertahankan kelembaban tanah, namun bilamana dalam tanah di mana akar tanaman berkembang jenuh dengan air maka pupuk micron- compound N slow fertilizer akan cepat mengalami perusakan lapisan “coated”nya/pelapisannya.

  Periode tengah dari pengujian Formula I-V dari pupuk Am-coated micron-compound N slow fertilizer ini akan tercapai bilamana telah dilakukan pelindian pupuk, sehingga akan dihasilkan data set puncak pelindian N pupuk; puncaknya akan terjadi bilamana telah diujikam agronomic untuk tanaman semusim (tahun ke-2 penelitian).

  KESIMPULAN 1.

Tata urutan peluruhan ketebalan endapan pupuk Formula yang muncul dari hasil peluruhan pada suhu penangasan air dari ketebalan asal 4,0 cm untuk: (i) Formula I 28°C > 40°C >

  50°C > 60°C > 70° tebal endapan akhir berturut-turut (dalam cm) 2,50; 2,45; 2,40; 2,15; dan 1,70; (ii) Fomula II 28°C > 40°C > 50°C > 60°C > 70° tebal endapan akhir berturut- turut (dalam cm) 2,50; 2,50; 2,45; 2,30; dan 2,0; (iii) Formula III 28°C > 40°C > 50°C > 60°C > 70° tebal endapan akhir berturut-turut (dalam cm) 3,0; 2,50; 2,35; 2,30; dan 2,25;

  (iv) Formula IV 40°C > 50°C > 60°C > 70°C > 28° tebal endapan akhir berturut-turut (dalam cm) 2,75; 2,60; 2,30; 2,10; dan 1,25; dan (v) Formula V 40°C > 50°C > 60°C > 70°C > 28°C tebal endapan akhir berturut-turut (dalam cm) 2,60; 2,15; 2,10; 1,80; dan 1,20.

  2. Semua pupuk Formula luruh dari 4,0 cm ke kisaran ketebalan 1,20 – 3,0 cm; berarti luruh 25 - 70 %.

  3. Formula I, II, dan III meluruh cepat dengan meningkatnya suhu penangasan air; Formula

  IV dan V konsisten cepat meluruh pada kisaran peningkatandari suhu 40° C ke 70° C. Pada suhu ruangan tropika 28° C cenderung tidak meluruh.

DAFTAR PUSTAKA

  Dai, J., X. Fan, J. Fu, and Q. Zhang. 2008. Study on The Rapid Method to Predict Longevity of Controlled Release Fertilizer Coated by Water Soluble Resin. Agriculture Science China 7: 1127-1132.

  Havlin, J.L, Samuel L. Tisdale, James D. Beaton, and Werner L. Nelton. 2005. Soil fertility and

  fertilizers, An Introduction to Nutrient management . Sevent edition. Pearson education, Inc.,Upper Saddle river , New Jersey.

  Ko, B.S., Y.S. Cho, and H.K. Rhee. 1996. Controlled Release of Urea from Resin-Coated Fertilizer. Ind. Eng. Chem. Res. 35: 250-257. Suppan, S. 2013. Nanomaterials in Soil: Our Future Food Chain?. Institute For Agriculture and Trade Policy. 16 p. Wang, S., A.K. Alva, Y. Li, and M. Zhang. 2011. A Rapid Technique for Prediction of Nutrient

  Release from Polymer Coated Controlled Release Fertilizers. Open Journal of Soil Sceience, 2011. Vol. 1: 40-44. Doi: 10.4236/ojss.2011.12005. Published Online September

  Widyasunu, P., P.L.G. Vlek, A.M. Moawad, and I. Anas. 1998. Ability of Azolla in Reducing Ammonia Volatilization in Waterfed Rice Field. Agrin

  • – Jurnal Penelitian Pertanian Faperta Unsoed Vol. 2 No. 4, April 1998.

  Widyasunu, P. 1997. The Role of Azolla Microphylla in Reducing The Ammonia Volatilization in Flooded Rice Fertilized with Urea. Thesis (1997) in Goettingen University, Germany. Zhang, M, B. Gao, J. Chen, Y. Li, A.E. Creamer, and H. Chen. 2014. Slow-Release Fertilizer

  Encapsulated by Graphene Oxide Films. Chemical Engineering Journal. Vol. 255, No. 1: 107-113. Wang, S., A.K. Alva, Y. Li, and M. Zhang. 2011. A Rapid Technique for Prediction of Nutrient

  Release from Polymer Coated Controlled Release Fertilizers. Open Journal of Soil Sceience, 2011. Vol. 1: 40-44. Doi: 10.4236/ojss.2011.12005. Published Online September

  Wang, X., S. Lu, and C. Gao. 2014. Highly Efficient Adsorption of Ammonium onto Palygorskite Nanocomposite and Evaluation of Its Recovery as a Multifunctional Slow-Release Fertilizer. Chemical Engineering Journal. Vol. 252: 404-414. (2).

  Xiaoyu, N., W. Yuejin, W. Zhengyan, W. Lin, Q. Guannan, and Y. Lixiang. 2013. A Novel Zou, H. Y. Ling, X. Dang, N. Yu, Y. Ling Zhang, Y, Long Zhang, and J. Dong. 2015. Solubility

  Characteristics and Slow-Release Mechanism of Nitrogen from Organik-Inorganik

  Compound Coated Urea. Hindawi Publishing Corporation International Journal of Photoenergy.Volume 2015, Article

  ID 705471, 6 pages,