BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perancangan Sistem Informasi Manajemen Persediaan Obat Pada Gudang Farmasi Klinik Umum Rawat Inap Budi Sehat Purworejo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menguraikan gambaran umum perusahaan dan landasan yang memuat teori-teori relevan dan mendukung analisis serta pemecahan masalah yang terdapat pada penelitian ini.

2.1 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Gambaran umum perusahaan yang terdapat pada bagian ini meliputi sejarah dan struktur organisasi perusahaan.

2.1.1 Sejarah Perusahaan

Klinik Umum Rawat Inap Budi Sehat merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan yang memberikan jasa pelayanan medik dan non medik, pelayanan perawatan, pencegahan penyakit serta peningkatan mutu kesehatan masyarakat. Perusahaan ini didirikan pada bulan Oktober 2007 oleh Bapak Budiono CV. Lokasi perusahaan ini berada di kota Purworejo tepatnya di Jl. WR. Supratman No. 183 Cangkrep Lor. Pada awal berdiri Klinik ini hanya memiliki kapasitas 12 pasien, kemudian pada tahun 2010 dilakukan pembangunan di area belakang klinik sehingga kapasitasnya meningkat menjadi 26 orang pasien. Hingga saat ini perusahaan masih melakukan perbaikan di setiap bagiannya dengan harapan dapat tetap bersaing dengan klinik lain yang mulai bermunculan di kota tersebut.

2.1.2 Struktur Organisasi

Dalam suatu organisasi, tugas dan tanggung jawab dari setiap personil sangat diperlukan, agar tercipta suatu kejelasan arah dan koordinasi. Klinik Umum Rawat Inap Budi Sehat menggunakan bentuk organisasi garis. Dilihat dari struktur organisasinya, bentuk pelimpahan tugas dilakukan berdasarkan bagian dan fungsi masing-masing bagian, sehingga struktur pelaporan dan pertanggung jawaban hasil pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik. Adapun struktur organisasi Klinik Umum Rawat Inap Budi Sehat dapat digambarkan sebagai

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Klinik Umum Rawat Inap Budi Sehat

Sumber: Klinik Umum Rawat Inap Budi Sehat

2.2 LANDASAN TEORI

Landasan teori yang dijelaskan pada bab ini digunakan sebagai pendukung dan dasar teori mengenai tema yang dilakukan dalam penelitian.

2.2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi

Sebuah sistem informasi merupakan kumpulan dari perangkat keras dan perangkat lunak komputer serta perangkat manusia yang akan mengolah data menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak tersebut (Kristanto, 2003). Kumpulan data yang digunakan dalam sistem informasi ini akan diolah, kemudian disajikan dalam bentuk formulir-formulir, grafik, tabel, dan bentuk lainnya. Sehingga kumpulan data yang sebelumnya tidak mempunyai arti menjadi sebuah informasi yang berguna bagi pengguna setelah diolah dalam sistem informasi.

Sistem informasi dapat dibagi menjadi enam komponen. Komponen- komponen tersebut diuraikan oleh Kristanto (2003), sebagai berikut:

1. Masukan (input) Input adalah semua data yang dimasukkan ke dalam sebuah sistem informasi. Input dapat berupa sebuah data, atau sekumpulan data dan dokumen-dokumen yang kemudian membentuk formulir-formulir tertentu. Sekumpulan data mengalami proses pencatatan, pengkodean, pengeditan, dan lainnya.

2. Proses Proses adalah suatu tindakan yang mengolah data masukan menjadi data keluaran. Proses ini memiliki algoritma tertentu sehingga dapat mengolah data menjadi informasi yang beguna bagi pengguna.

3. Keluaran (output) Output adalah semua keluaran yang berasal dari input yang telah diolah dalam proses. Komponen ini adalah komponen yang akan diperoleh pengguan. Output berisi informasi yang berguna bagi pengguna sehingga pengguna dapat mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan informasi yang didapat.

4. Teknologi Teknologi adalah sebuah perangkat yang berfungsi untuk mengolah sistem informasi menjadi lebih handal. Teknologi dapat berupa perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan juga manusia. Perangkat keras berupa perangkat CPU, monitor, mouse, keyboard dan lain-lain. Perangkat lunak berupa aplikasi yang digunakan. Sedangkan manusia berfungsi sebagai programmer, analisis sistem, atau bekerja sebagai maintenance sistem.

5. Basis data (database) Basis data adalah suatu aplikasi terpisah yang menyimpan suatu koleksi data. Basis data ini disimpan dalam perangkat keras dan diolah oleh perangkat lunak. Basis data ini terdiri dari kumpulan file-file yang dikelompokkan berdasarkan kategori tertentu.

6. Kendali (control) Kendali adalah sebuah tindakan yang digunakan untuk menjaga sistem informasi agar tetap berjalan dengan baik. Kendali berperan sangat penting untuk sebuah sistem informasi. Jika sistem informasi ini tidak lagi berfungsi dengan baik, maka output yang diperoleh pun tidak lagi akurat dan relevan.

2.2.2 Sistem Informasi Manajemen

Menurut Pangestu (2009), SIM (Sistem Informasi Manajemen) dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari interaksi sistem-sistem informasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk menyediakan Menurut Pangestu (2009), SIM (Sistem Informasi Manajemen) dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari interaksi sistem-sistem informasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah data untuk menyediakan

Sistem informasi manajemen dapat digunakan secara efektif untuk mendukung setiap tindakan pada proses mengambil keputusan dan dapat digunakan juga untuk memperoleh dan menyimpan informasi yang berkaitan dengan masalah, standar situasi sekarang. Sistem informasi juga dapat memberikan cara yang sulit atau kompleks namun dapat menghasilkan dengan cepat dan akurat informasi yang diperoleh. Selain itu juga dapat mendukung berbagai gaya dan pilihan pengambilan keputusan serta memberikan kemungkinan bagi pengambilan keputusan kelompok (Kristanto, 2003).

Sistem informasi manajemen telah berkembang pesat dalam waktu singkat dan sistem informasi manajemen berbasis komputer telah digunakan pada hampir semua organisasi besar. Menurut Kristanto (2003), ada empat fokus utama yang akan ditekankan pada perkembangan sistem informasi berbasis komputer yaitu fokus pada data, fokus pada informasi, fokus kepada pendukung keputusan, dan fokus pada komunikasi.

2.2.3 Pengembangan Sistem Informasi

Pengembangan sistem informasi dibagi menjadi dua tahap yaitu identifikasi sistem awal dan pengembangan kriteria evaluasi.

2.2.3.1 Identifikasi Sistem Awal

Identifikasi sistem merupakan suatu tindakan yang dilakukan peniliti untuk mengetahui sejauh mana sistem lama berjalan, Kristanto (2003). Identifikasi sistem ditujukan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan sistem lama. Dalam identifikasi sistem lama dilakukan pengumpulan informasi yang digunakan dalam proses identifikasi dan analis sistem. Teknik pengumpulan data penurut Krisanto (2003) dibagi menjadi tiga yaitu dengan pengamatan, teknik wawancara langsung dan teknik kuisoner.

1. Pengamatan Teknik pengumpulan informasi melalui observasi atau pengamatan mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya data yang dikumpulkan mempunyai keandalan 1. Pengamatan Teknik pengumpulan informasi melalui observasi atau pengamatan mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya data yang dikumpulkan mempunyai keandalan

2. Teknik Wawancara Langsung Teknik wawancara melibatkan dua sisi antara user dengan pengembang sistem informasi. Teknik wawancara ini memiliki kelebihan diantaranya memberi kesempatan pada pewawancara untuk memberikan motivasi agar yang diwawancarai dapat menjawab secara bebas terbuka memungkinkan pewawancara mengembangkan pernyataan sesuai dengan situasi yang berkembang, kebenaran hasil wawancara dapat dinilai dari sikap yang diwawancarai dan lain-lain. Kelemahan teknik ini adalah membutuhkan waktu lama.

3. Teknik Kuisoner Teknik kuisoner memungkinkan untuk mendapatkan informasi dari sejumlah besar orang dengan biaya yang wajar. Isi dari kuisoner berupa pertanyaan tertruktur yang dapat dijawab tanpa harus bertatap muka. Kelebihan teknik ini adalah kuisoner dapat tersebar banyak dan responden tidak merasa terganggu. Sedangkan kekurangannya adalah tidak diketahui 100% responden menjawab dengan jujur atau tidak.

2.2.3.2 Pengembangan Kriteria Evaluasi

Kriteria-kriteria evaluasi menurut Kristanto (2003) dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pencarian tujuan Sudahkah sistem mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan, dan memenuhi tujuan utama yang ditetapkan, maupun tujuan tambahan yang ditetapkan.

2. Tepat pada waktunya Tepat pada waktunya dapat dalam bentuk waktu transaksi, waktu pengolahan secara keseluruhan waktu jawab (response time) atau waktu operasional lainnya.

3. Biaya yang diperlukan Biaya yang diperlukan dapat meliputi biaya tahunan sistem, biaya per unit, biaya pemeliharaan, atau biaya lain seperti biaya operasional, investasi dan implementasi.

4. Kualitas yang diperoleh Kriteria dalam hal kualitas adalah dihasilkannya produk/pelayanan yang lebih baik dari sebelumnya dan sudahkah data/informasi diperbaiki.

5. Kapasitas produk Yang termasuk dalam kapasitas sistem adalah penanganan beban kerja, kapasitas jangka panjang yang mungkin dicapai oleh suatu organisasi dalam beberapa dekade mendatang.

6. Efisiensi dan produktifitas Kriterianya yaitu apakah sistem lebih efisien daripada sebelumnya. Dan sudahkah produktifitas pemakai dari manajemen lebih ditingkatkan dari sebelumnya, termasuk pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat karena informasi yang dihasilkan oleh sistem baru.

7. Ketelitian/validitas Yang termasuk dalam kriteria ketelitian yaitu sudahkah kesalahan-kesalahan yang sebelumnya terjadi dapat diatasi atau ditangani atau berkurang volumenya.

8. Keandalan/reabilitas Apakah sistem baru yang dipakai lebih konsisten disbanding dengan sistem sebelumnya.

2.2.4 Konsep Database

Basis data adalah suatu aplikasi terpisah yang menyimpan suatu koleksi data (Simarmata, 2007). Basis data ini tersimpan di perangkat keras komputer dan digunakan perangkat lunak untuk memanipulasinya. Basis data merupakan salah Basis data adalah suatu aplikasi terpisah yang menyimpan suatu koleksi data (Simarmata, 2007). Basis data ini tersimpan di perangkat keras komputer dan digunakan perangkat lunak untuk memanipulasinya. Basis data merupakan salah

Tujuan basis data yaitu untuk mengatur data sehingga diperoleh kemudahan, ketepatan, dan kecepatan dalam pengambilan kembali. Untuk mecapai tujuannya terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat tersebut yaitu tidak adanya redundansi dan inkonsistensi data, mudah dalam pengaksesan data dan dapat digunakan oleh beberapa user dalam waktu bersama.

Dengan basis data ini setiap orang atau bagian dapat memahami data sebagai suatu hal yang berguna. Karena basis data memberikan informasi kompleks terhadap sebuah permasalahan. Sumber data untuk basis data ini ditangani oleh sebuah aplikasi sendiri. Jadi, sumber data untuk basis data akurat dan terpercaya.

2.2.5 Entity Relationship Diagram (ERD)

ERD adalah suatu diagram yang digunakan untuk menggambarkan data dalam bentuk entitas, atribut, dan hubungan antar entitas (Kadir, 2009). ERD tidak mencerminkan bentuk fisik yang nantinya akan disimpan dalam database, melainkan hanya bersifat konseptual. ERD merupakan alat yang cukup popular sekarang, karena dapat menggambarkan arus data di dalam suatu sistem dengan terstruktur dan jelas.

2.2.5.1 Simbol –Simbol yang Digunakan dalam ERD

Dalam menggambarkan sistem perlu dilakukan pembentukan simbol, berikut ini simbol-simbol yang sering digunakan dalam ERD:

1. Entitas Menurut Kadir (2009), entitas adalah sesuatu dalam dunia nyata yang keberadaannya tidak bergantung pada yang lain. Entitas dapat berupa sesuatu yang nyata ataupun abstrak (berupa suatu konsep), jadi entitas dapat berupa seseorang, sebuah tempat, sebuah objek, seuah kejadian atau suatu konsep.

Sebuah entitas dinyatakan dengan kata benda dan ditulis dengan huruf kapital. Beberapa contoh entitas ditunjukkan di bawah ini. Orang

: MAHASISWA, DOSEN, PEGAWAI

Tempat

: SEKOLAH, KANTOR, GUDANG

Objek

: MESIN, GEDUNG, MOBIL

Kejadian : REGRISTRASI, PEMBELIAN Konsep

: REKENING, KURSUS

Gambar 2.2 Simbol Entitas di ERD

Sumber: Kadir, 2009

2. Atribut Setiap entitas dinyatakan oleh sejumlah atribut. Menurut Kadir (2009), atribut adalah property atau karakteristik yang terdapat pada setiap entitas. Setiap atribut dinyatakan dengan kata benda dengan menggunakan huruf kapital untuk setiap awal kata dan huruf kecil untuk yang lain. Jika atribut menggunakan lebih dari satu kata maka dipisahkan oleh karakter garis bawah (_). Beberapa contoh nama atribut: Harga Harga_Barang Nomor_Induk_Mahasiswa

Gambar 2.3 Simbol Atribut di ERD Sumber: Kadir, 2009

3. Hubungan Hubungan (relationship) menyatakan keterkaitan antara beberapa tipe entitas. Contoh penggambaran simbol hubungan ditunjukkan pada gambar 2.4.

Harga

Nama Entitas

Harga_Barang

Gambar 2.4 Simbol Hubungan di ERD

Sumber: Kadir, 2009

Jenis-jenis hubungan:

a. Hubungan one-to-one (1:1) Menyatakan bahwa setiap entitas pada tipe entitas A paling banyak berpasangan dengan satu entitas pada tipe entitas B. Begitu pula sebaliknya.

b. Hubungan one-to-many (1:M) Menyatakan bahwa setiap entitas pada tipe entitas A bisa berpasangan dengan banyak entitas pada tipe entitas B, sedangkan setiap entitas pada B hanya bisa berpasangan dengan satu entitas pada tipe entitas B.

c. Hubungan many-to-one (M:1) Menyatakan bahwa setiap entitas pada tipe entitas A paling banyak berpasangan dengan satu entitas pada tipe entitas B dan setiap entitas pada tipe entitas B bisa banyak entitas pada tipe entitas A.

d. Hubungan many-to-many (M:M) Menyatakan bahwa setiap entitas pada tipe entitas A bisa berpasangan dengan banyak entitas pada tipe entitas B dan begitu pula sebaliknya.

2.2.6 Desain Interface

Interface (antarmuka) pengguna merupakan tampilan dimana pengguna berinteraksi dengan sistem (Al Fatta, 2007). Tujuan dari antarmuka pengguna adalah untuk memungkinkan pengguna menjalankan setiap tugas dalam kebutuhan pengguna (user requirement). Jadi dalam membangun sebuah antarmuka pengguna harus berdasar pada kebutuhan pengguna.

Dalam mengembangkan antarmuka pengguna perlu diingat beberapa prinsip antarmuka pengguna yang lain, yaitu:

1. Antarmuka yang baik tidak mengharuskan pengguna untuk mengingat tampilan

Membimbing

2. Antarmuka pengguna menampilkan apa yang dimengerti oleh pengguna atau visualisasi keadaan dari sistem yang sekarang. Ada beberapa hal yang harus dihindari dalam merancang interface (antarmuka), yaitu:

1. Menampilkan terlalu banyak informasi dan terlalu banyak pilihan.

2. Menampilkan terlalu sedikit informasi, terlalu sedikit pilihan dan tanpa konteks.

3. Eksploitasi struktur menu standar yang sudah familiar dengan perangkat lunak yang sering digunakan pengguna.

Menurut Al Fatta (2007), tahapan merancang interface terdiri dari:

1. Desain perangkat lunak/menu.

2. Desain antarmuka, meliputi:

a. Desain form masukan

b. Desain aplikasi server

c. Desain aplikasi client

d. Desain form keluaran

2.2.7 Manajemen Persediaan

Persediaan adalah semua barang dan material yang digunakan dalam proses produksi dan distribusi (Fogarty dkk., 1991). Persediaan digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali dan untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin (Herjanto, 1999). Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi ataupun suku cadang. Perencanaan dan pengendalian persediaan merupakan suatu kegiatan penting yang harus mendapat perhatian dari perusahaan karena mempunyai nilai yang cukup besar dan mempunyai pengaruh terhadap besar kecil biaya operasi.

2.2.7.1 Penyebab Persediaan

Persediaan merupakan suatu aset penting. Penyebab terjadinya persediaan adalah sebagai berikut:

1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan. Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya. Penyiapan barang ini memerlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit dihindarkan.

2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk lain, waktu tenggang (lead time) yang cendrung tidak pasti karena banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diantisipasi dengan adanya persediaan.

3. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang.

2.2.7.2 Fungsi Persediaan

Masalah pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi oleh perusahaan. Kekurangan bahan baku akan mengakibatkan adanya hambatan-hambatan pada proses produksi. Kekurangan persediaan barang jadi di pasaran akan menimbulkan kekecewaan pada pelanggan dan akan mengakibatkan perusahaan kehilangan mereka, sedangkan kelebihan persediaan akan menimbulkan biaya ekstra (biaya penyimpanan dan lain-lain), di samping resiko kerusakan karena penyimpanan barang yang terlalu lama. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengendalian persediaan yang efektif sangat diperlukan oleh suatu perusahaan.

Oleh karena itu pengendalian persediaan pada hakikatnya mencakup dua fungsi yang berhubungan sangat erat yaitu:

1. Perencanaan Persediaan Aspek perencanaan harus dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang akan disediakan atau diproduksi dan sumber terbaik pengadaan barang-barang.

2. Pengawasan Persediaan Aspek pengawasan yaitu:

a. Bilamana dan berapa kali pesanan atau produksi dilaksanakan.

b. Berapa banyak pesanan atau produksi tersebut.

Fungsi pengendalian persediaan ditentukan oleh berbagai kondisi yaitu:

1. Bila jangka waktu pengiriman relatif lama maka perusahaan perlu persediaan bahan baku yang cukup untuk memenuhi kebutuhan perusahaan selama jangka waktu pengiriman. Atau pada perusahaan dagang, persediaan barang dagangan harus cukup untuk melayani permintaan langganan selama jangka waktu pengiriman barang dari penyedia atau produsen.

2. Seringkali jumlah yang dibeli atau diproduksi lebih besar daripada yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena membeli dan memproduksi dalam jumlah yang besar pada umumnya lebih ekonomis. Karena sebagian barang/bahan yang belum digunakan disimpan sebagai persediaan.

3. Apabila permintaan barang bersifat musiman sedangkan tingkat produksi setiap saat adalah konstan maka perusahaan dapat melayani permintaan tersebut dengan membuat tingkat persediaannya berfluktuasi mengikuti fluktuasi permintaan. Tingkat produksi yang konstan umumnya lebih disukai karena biaya-biaya untuk mencari dan melatih tenaga kerja baru, upah lembur, dan sebagainya (bila tingkat produksi berfluktuasi) akan lebih besar daripada biaya penyimpanan barang di gudang (bila tingkat persediaan berfluktuasi).

4. Selain untuk memenuhi permintaan pelanggan, persediaan juga diperlukan apabila biaya untuk mencari barang/bahan pengganti atau biaya kehabisan barang/bahan (stock out cost) relatif besar.

2.2.7.3 Tujuan Persediaan

Pengendalian persediaan dijalankan untuk menjaga tingkat persediaan pada tingkat yang optimal sehingga diperoleh penghematan-penghematan pada persediaan tersebut yaitu untuk menunjukkan tingkat persediaan yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat menjaga kontonuitas produksi dengan biaya yang ekonomis. Dari pengertian di atas, maka tujuan pengendalian persediaan adalah sebagai berikut:

1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat.

2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang berakibat terhentinya proses produksi.

3. Untuk mempertahankan dan meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.

4. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat mengakibatkan biaya pemesanan menjadi lebih besar.

5. Menjaga agar persediaan di gudang tidak berlebihan, karena dapat mengakibatkan meningkatnya resiko dan juga biaya penyimpanan di gudang.

2.2.8 Komponen-Komponen Biaya Persediaan

Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya system persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Biaya sistem persediaan terdiri dari:

2.2.8.1 Biaya Pembelian ( Purchasing Cost)

Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang. Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika harga barang yang dibeli tergantung pada ukuran pembelian. Situasi ini bias disebut sebagai quantity discount atau price break dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah barang yang dibeli banyak.

Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan ke dalam total biaya sistem persediaan karena diasumsikan bahwa harga barang per unit dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga komponen biaya pembelian untuk periode waktu tertentu (misalnya 1 tahun) konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi berapa banyak barang yang harus dipesan.

2.2.8.2 Biaya Pengadaan ( Procurement Cost)

Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai asal usul barang, yaitu:

1. Biaya pemesanan (ordering cost) Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pengetikan pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya. Biaya ini diasumsikan konstan untuk sekali pesan.

2. Biaya pembuatan (setup cost) Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya.

2.2.8.3 Biaya Penyimpanan ( Holding Cost)

Biaya penyimpanan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya ini meliputi:

1. Biaya Modal Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan memiliki ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suatu bunga bank. Oleh karena itu biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus diperhitungkan dalam suatu biaya sistem persediaan. Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.

2. Biaya Gudang Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.

3. Biaya Kerusakan dan Penyusutan Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai persentasenya.

4. Biaya Kadaluarsa (Absolence) Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model sepeti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.

5. Biaya Asuransi Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.

6. Biaya Administrasi dan Pemindahan Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan handling.

2.2.8.4 Biaya Kekurangan Persediaan ( Shortage Cost)

Bila perusahaan kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka akan terjadi keadaan kekurangan persediaan. Keadaan ini akan menimbulkan kerugian karena proses produksi akan terganggu dan kehilangan kesempatan mendapat keuntungan atau kehilangan konsumen pelanggan karena kecewa sehingga beralih ke tempat lain. Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari:

1. Kuantitas tidak dapat dipenuhi Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya penalti atau hukuman kerugian bagi perusahaan.

2. Waktu Pemenuhan Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapat keuntungan, sehingga waktu menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang.

3. Biaya Pengadaan Darurat Supaya konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan.

2.2.9 Sistem Persediaan ABC

Menurut Herjanto (1999), metode pengendalian persediaan ABC didasarkan pada hubungan distribusi pendapatan yang dikemukakan oleh Pareto bahwa distribusi sebagian pendapatan (85%) terpusat pada sebagian kecil individu (15%) dari total populasi. Hubungan serupa juga terjadi dalam persediaan. Sebagian kecil item persediaan dapat berdampak pada besarnya ongkos persediaan keseluruhan. Pengendalian atas item-item dengan biaya tinggi akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas atas seluruh biaya persediaan. Metode pengendalian persediaan untuk menangani hal ini dikenal sebagai metode ABC, menurut klasifikasi persediaan. Persediaan yang bernilai tinggi digolongkan kedalam kelas

A, persediaan yang bernilai sedang digolongkan kedalam kelas B, dan persediaan yang bernilai rendah digolongkan ke dalam kelas C. Ketiga kelas tersebut memiliki perbedaan dalam kebijaksanaan persediaan. Persediaan kelas A dan B harus diminimasi karena memiliki beban biaya persediaan yang tinggi. Berbeda dengan persediaan kelas C, item dengan kelas ini dapat disediakan agak berlebih karena beban biaya persediaan yang rendah dan mengurangi resiko kehabisan persediaan. Menurut Fogarty dkk. (1991) penggunaan analisis ABC adalah:

1. Frekuensi penghitungan inventory (cycle counting), dimana material-material kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan inventori dibandingkan material-material kelas B dan C.

2. Prioritas rekayasa (engineering), dimana material-material kelas A dan B memberikan petunjuk pada bagian rekayasa dalam peningkatan program reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu difokuskan.

3. Prioritas pembelian (perolehan), dimana aktifitas pembelian seharusnya difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi (high cost) dan penggunaan dalam jumlah tinggi (high usage). Fokus pada material-material kelas A untuk pemasokan (sourcing) dan negosiasi.

4. Keamanan: meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC boleh digunakan sebagai indikator dari material-material mana (kelas A dan B) yang seharusnya lebih aman disimpan dalam ruangan terkunci untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau pencurian.

5. Sistem pengisian kembali (replenishment system), dimana klasifikasi ABC akan membantu mengidentifikasikan metode pengendalian yang digunakan. Akan lebih ekonomis apabila mengendalikan material-material kelas C dengan simple two-bin system of replenishment (sinonim : bin reserve system or visual review system ) dan metode-metode yang lebih canggih untuk material-material kelas A dan B.

6. Keputusan investasi, karena material-material kelas A menggambarkan investasi yang lebih besar dalam inventori, maka perlu lebih berhati-hati dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stok pengaman terhadap material-material kelas A dibandingkan terhadap material-material kelas B dan

C. Langkah-langkah untuk melakukan analisis ABC adalah sebagai berikut:

a. Penentuan nilai pemakaian barang. Dengan rumus : b g =R g xC g ................................................................... (2-1) Dimana :

b g = Nilai pemakaian barang g (rupiah) R g = Jumlah pemakaian barang g (unit)

C g = Harga barang g (rupiah)

b. Penentuan persentase nilai pemakaian dari setiap obat. Dengan rumus :

…………................................................................................. (2-2)

…………....................................................................... (2-3) Dimana :

b g = Nilai pemakaian barang g (rupiah)

h = Jumlah barang

B = Total nilai pemakaian barang (rupiah)

B g = Persentase nilai pemakaian barang g (%)

c. Mengurutkan persentase nilai pemakaian barang dari terbesar hingga terkecil.

d. Mengklasifikasikan barang dalam kelas A, B, dan C. Menurut Herjanto (1999), kriteria masing-masing kelas adalah:

1. Kelas A adalah persediaan yang memiliki nilai volume tahunan rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sedikit, bisa hanya 20% dari seluruh item.

2. Kelas B adalah persediaan dengan nilai volume tahunan rupiah yang menengah. Kelompok ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan tahunan, dan sekitar 30% dari jumlah item.

3. Kelas C adalah barang yang nilai volume tahunan rupiahnya rendah, yang hanya mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari 50% dari jumlah item persediaan.

2.2.10 Analisis Vital, Essential, Desirable (VED)

Menurut Thawani dkk. (2004), klasifikasi obat menggunakan analisis VED bertujuan untuk mengklasifikasikan obat berdasarkan kekritisan waktu pemberian obat kepada pasien. Kategori obat tersebut adalah:

1. Obat kategori Vital adalah obat yang sangat dibutuhkan pasien dengan segera untuk menyelamatkan hidup, obat kategori mutlak tersedia sepanjang waktu dalam persediaan ruangan.

2. Obat kategori Essential adalah obat yang dibutuhkan pasien, kekritisan waktu pemberian obat lebih rendah daripada kategori Vital, masih ada toleransi kekosongan selama tidak lebih dari 24 jam.

3. Obat kategori Desirable adalah obat yang dibutuhkan oleh pasien, kekritisan waktu pemberian obat paling rendah daripada Vital dan Essential. Obat ini biasanya dalam sediaan oral untuk penanganan pasien lebih lanjut, masih ada toleransi kekosongan selama tidak lebih dari 48 jam.

2.2.11 Analisis ABC-VED

Klasifikasi obat dengan menggunakan menggunakan analisis ABC dan analisis VED menurut V.R. Thawani dkk. (2004) yaitu dari analisis ABC dan VED diperoleh matrik, berdasarkan matrik tersebut obat dibedakan dalam 2 prioritas. Prioritas I merupakan obat yang membutuhkan prioritas manajemen Klasifikasi obat dengan menggunakan menggunakan analisis ABC dan analisis VED menurut V.R. Thawani dkk. (2004) yaitu dari analisis ABC dan VED diperoleh matrik, berdasarkan matrik tersebut obat dibedakan dalam 2 prioritas. Prioritas I merupakan obat yang membutuhkan prioritas manajemen

Tabel 2.1 Tabel Matrik Analisis ABC dan Analisis VED

Kategori Obat

Sumber: V.R. Thawani dkk. (2004)

2.2.12 Peramalan

Peramalan (forecasting) merupakan bagian vital bagi setiap organisasi bisnis dan untuk setiap pengambilan keputusan manajemen yang sangat signifikan. Peramalan menjadi dasar bagi perencanaan jangka panjang perusahaan. Dalam area fungsional keuangan, peramalan memberikan dasar dalam menentukan anggaran dan pengendalian biaya. Pada bagian pemasaran, peramalan penjualan dibutuhkan untuk merencanakan produk baru, kompensasi tenaga penjual, dan beberapa keputusan penting lainnya. Selanjutnya, pada bagian produksi dan operasi menggunakan data-data peramalan untuk perencanaan kapasitas, fasilitas, produksi, penjadwalan, dan pengendalian persedian (inventory control) . Untuk menetapkan kebijakan ekonomi seperti tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, tingkat inflasi, dan lain sebagainya dapat pula dilakukan dengan metode peramalan.

Peramalan adalah penggunaan data masa lalu dari sebuah variabel atau kumpulan variabel untuk mengestimasi nilainya di masa yang akan datang. Asumsi dasar dalam penerapan teknik-teknik peramalan adalah: “If we can predict what the future will be like we can modify our behaviour now to be in a better position, than we otherwise would have been, when the future arrives.” Artinya, jika kita dapat memprediksi apa yang terjadi di masa depan maka kita dapat mengubah kebiasaan kita saat ini menjadi lebih baik dan akan jauh lebih berbeda di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan kinerja di masa lalu akan

2.2.13 Metode-Metode Peramalan

Secara garis besar ada 2 macam metode peramalan yang dapat digunakan (Sipper dan Bulfin, 1997):

1. Peramalan dengan menggunakan metode kualitatif. Peramalan dengan metode kualitatif dilakukan dengan beberapa alasan sebagai berikut: · Data masa lalu belum pernah ada atau susah diperoleh. · Trend data masa lalu diperkirakan berbeda dengan trend masa yang akan

datang.

2. Peramalan dengan menggunakan metode kuantitatif. Peramalan dengan kuantitatif dapat dilakukan dengan beberapa persyaratan sebagai berikut: · Data masa lalu bisa diperoleh dan dapat dikuantifikasi. · Data masa lalu diperkirakan memiliki trend yang sama dengan data yang

akan datang. Menurut Gasperz (1998), metode peramalan kuantitatif dapat digolongkan pada dua bagian, yaitu:

a. Teknik deret berkala (time series), yaitu memperlakukan proses untuk memperoleh output/ taksiran sebagai sistem yang tidak bisa diketahui (black box ) dan tidak perlu dilakukan usaha untuk menelusurinya. Berdasar pola datanya, metode time series terdiri dari empat tipe yaitu: pola horizontal atau stasioner, musiman (seasonal), siklik, trend. Gambar 2.5 merupakan gambar dari masing-masing pola data time series:

Gambar 2.5 Pola Data Time Series Sumber: Gasperz, 1998

Keterangan gambar: · Pola data stationer (horizontal):

Suatu data runtut waktu yang bersifat stationer atau horizontal, dimana serial data nilai rata-ratanya tidak berubah sepanjang waktu (data berfluktuasi konstan pada nilai tertentu).

· Pola data musiman: Suatu data runtut waktu yang bersifat musiman, dimana data mempunyai perubahan yang berulang (sekumpulan data dipengaruhi faktor musiman).

· Pola data siklis: Terjadi bilamana datanya dipengruhi oleh fluktuasi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis.

· Pola data trend: Suatu data runtut waktu yang bersifat tren. Suatu data runtut waktu dikatakan mempunyai trend jika nilai harapannya beubah sepanjang waktu sehingga data tersebut diharapkan akan meningkat atau menurun selama periode dimana peramalan diinginkan.

b. Teknik explanatory atau kausal, yaitu metode yang mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan suatu hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih variabel bebas. Tujuannya adalah menemukan bentuk

Pola data stationer Pola data musiman

Pola data siklis

Pola data trend

hubungan tersebut dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari variabel bebas.

2.2.14 Metode-Metode Peramalan Kuantitatif Time Series

Persamaan matematis yang digunakan dalam masing-masing metode peramalan kuantitatif tersebut adalah sebagai berikut (Sipper dan Bulfin,1997).

1. Simple Average Metode Simple Average menghitung rataan dari data yang tersedia (sejumlah T periode), yaitu:

f(t + 1 ) = å

....................................................................................... (2-4) Keterangan:

f (t+1) = Hasil peramalan untuk periode berikutnya

A t = Data aktual pada periode t n = Jumlah periode Metode ini tepat digunakan jika datanya tidak memiliki trend dan tidak ada faktor musiman.

2. Moving Average Metode rata-rata bergerak akan efektif diterapkan apabila kita dapat mengasumsikan bahwa permintaan pasar terhadap produk akan tetap stabil sepanjang waktu. Moving average diperoleh dengan merata-rata permintaan berdasarkan beberapa data masa lalu yang terbaru, seperti pada persamaan 2-5.

Xi

..……….................................................................................. (2-5) Keterangan:

Ft = Peramalan untuk periode t T = Jumlah periode dalam rata-rata bergerak Xi = Data aktual pada periode i

3. Weighted Moving Average Pada metode ini, setiap data diberikan bobot yang sama. Aktualnya hal ini mustahil karena data yang lebih baru akan mempunyai bobot yang lebih tinggi 3. Weighted Moving Average Pada metode ini, setiap data diberikan bobot yang sama. Aktualnya hal ini mustahil karena data yang lebih baru akan mempunyai bobot yang lebih tinggi

..………....................................................................... (2-6)

Keterangan:

F (t+1) = Hasil peramalan untuk periode berikutnya

A i = Data aktual pada periode i W i = Bobot pada periode i m

= Jumlah periode dalam rata-rata bergerak

4. Exponential Smoothing Metode exponential smoothing adalah suatu prosedur yang secara terus menerus memperbaiki peramalan dengan merata-rata (menghaluskan = smoothing) nilai masa lalu dari suatu data runtut waktu dengan cara menurun (exponential). Menurut Trihendradi (2005) analisis exponential smoothing merupakan salah satu analisis deret waktu, dan merupakan metode peramalan dengan memberi nilai pembobot pada serangkaian pengamatan sebelumnya untuk memprediksi nilai masa depan. Ada empat model dari metode exponential smoothing yang mengakomodasi asumsi mengenai trend dan musiman:

a. Single Exponential Smoothing

F (0) =A (1)

F (t+1) =aA (t) + (1 - a )F (t) ….…............……............................... (2-7)

f (t + t ) =F (t) Keterangan:

F (t+1) = Hasil peramalan untuk periode berikutnya

A (t) = Data aktual pada periode sekarang

= Bobot atau konstanta penghalus antara 0 dan 1

F (t) = Hasil peramalan yang telah ditentukan sebelumnya (periode sekarang)

Pengaruh smoothing α pada metode ini yaitu semakin besar α, smoothing yang dilakukan semakin kecil, d an sebaliknya. Karena α berupa variabel, masalah pada peramalan metode ini dalah mencari nilai α yang optimal.

b. Double Exponential Smoothing Metode ini digunakan ketika data menunjukkan adanya trend. Exponential smoothing dengan adanya trend seperti pemulusan sederhana kecuali bahwa dua komponen harus diupdate setiap periode-level dan trendnya. Level adalah estimasi yang dimuluskan dari nilai data pada akhir masing-masing periode. Trend adalah estimasi yang dihaluskan dari pertumbuhan rata-rata

pada akhir masing-masing periode. (Makridakis, 1991).

=aF (t) + (1 - a ) 1 F (t - 1) ….…............................................... (2-8)

f (t + t ) = 1 F (t)

Keterangan:

F¹ (t) = Hasil peramalan untuk periode saat ini

= Bobot atau konstanta penghalus antara 0 dan 1

F (t) = Hasil peramalan metode SES (Single exponential smoothing ) pada periode saat ini F¹ (t-1) = Hasil peramalan untuk periode sebelumnya

c. Holt’s Linear Exponential Smoothing Metode ini digunakan untuk menyelesaikan trend linier. Pada metode Holt nilai trend tidak dimuluskan dengan pemulusan ganda secara langsung, tetapi proses pemulusan trend dilakukan dengan menggunakan parameter yang berbeda dengan parameter yang digunakan pada pemulusan data asli. Metode Holt memberikan banyak kefleksibelan dalam menseleksi komponen trend. Metode Holt secara matematis ditulis pada tiga persamaan berikut: Pemulusan total: S t =aX t + (1- a )(S t-1 +T t-1 ) ….…............................ (2-9)

Pemulusan trend: T t = β(S t –S t-1 ) + (1 – β)T t-1 ….…............................. (2-10) Peramalan metode Holt: F t+m =S t + (T t . m) ….…............................... (2-11)

….…...................... (2-13) Keterangan:

S t = Nilai pemulusan tunggal

X t = Data sebenarnya pada periode t T t = Pemulusan trend

F t+m = Nilai ramalan m = Periode masa mendatang

a , β = Konstanta dengan nilai antara 0 dan1

d. Winter’s Seasonal Exponential Smoothing Metode ini digunakan untuk menyelesaikan data yang memiliki faktor musiman. Metode ini serupa dengan metode Holt dengan ditambah sebuah persamaan untuk mengatasi variasi musim (faktor musiman). Metode Holt secara matematis ditulis pada empat persamaan berikut:

Pemulusan total:

)( 1 ( 1 1 1 - -

a a .…................................. (2-14) Pemulusan trend:

1 1 1 ( ) ( ) - - - + = - t t t t T S T S b b .….................................... (2-15) Pemulusan musiman:

I - + = + ) 1 ( g g ….….................................... (2-16) Peramalan metode Winter: F t+m =S t + (T t . m)I t-L+m ….............…....... (2-17)

Inisaialisasi: S L+1 =X L+1 ….….............................................................. (2-18)

….…................................................................... (2-19)

L L L l L ) ( ... ) ( 1 ( 2 1 1 1 ............... (2-20)

Keterangan:

S t = Nilai pemulusan tunggal

X t = Data sebenarnya pada periode t T t = Pemulusan trend

I t = Pemulusan musiman

F t+m = Nilai ramalan L = Panjang musiman F t+m = Nilai ramalan L = Panjang musiman

a semakin besar efek smoothing yang diberikan, dan sebaliknya.

β = Parameter smoothing trend yang berfungsi untuk menghaluskan efek komponen trend. Semakin kecil nilai parameter b semakin

besar efek smoothing yang diberikan, dan sebaliknya. ϒ

= Parameter untuk mengontrol pembobotan relatif pada pengamatan baru untuk mengestimasi kemunculan pola musiman. Nilai g berkisar dari 0 sampai 1. Semakin besar menunjukkan pemberian bobot yang semakin besar pada pengamatan terbaru.

5. Linear Regression Dalam pendekatan ini, ada satu variabel produksi yang tidak bebas (dependent

atau y) & satu atau lebih variabel bebas (independent atau x). Atau dengan kata lain, diasumsikan nilai produksi yang akan diramalkan , besar kecilnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Anggap saja ada dugaan bahwa nilai produksi selama ini dipengaruhi oleh harga bahan baku, jumlah mesin yang rusak, dan jumlah tenaga kerja yang tersedia,

Y(t) = A N +B N (t) ......................................................................................... (2-23) Keterangan: N = Jumlah periode data historis Y i = Jumlah pemakaian periode i

X i = Periode i Y t = Variabel dependen

B N = Koefisien variabel t t = Variabel independen

2.2.15 Pemilihan Teknik Peramalan

Sebelum memilih suatu model peramalan tertentu, sebaiknya kita mengidentifikasi pola historis dari data aktual permintaannya. Aturan pemilihan berdasarkan pola data terdapat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Pemilihan Teknik Peramalan

Pattern of

Time

Type of

Naïve

ST, T, S

TS

Simple averages

Moving averages

Exponential smoothing

ST

TS

Linear exponential smoothing Quadratic exponential smoothing Seasonal exponential smoothing Adaptive filtering

TS

5xs Simple regression

I C 10

Multiple regression

C, S

I C 10 x V

Classical decomposition

TS

5xs Exponential trend model

S-curve fitting

Gompertz model

Growth curves

Census X-12

TS

6xs Box-Jenkins

ST, T, C, S

TS

24 3xs Leading indicators

C 24

Econometric model

C 30

Time series regression

Method Minimal data requirements

TS

TS

Sumber : Makridakis dkk. (1991)

Keterangan: · Pola data : ST = Stasioner; T = Trend; S = Musiman; C = Siklis · Jangka waktu : S = singkat; I = menengah; L = panjang · Tipe model : TS = runtun waktu; C = kausal · Musiman : s = panjang musiman · Variabel : V = jumlah variable

2.2.16 Pengukuran Kesalahan Peramalan

Peramalan yang baik mempunyai berbagai kriteria yang penting antara lain akurasi, biaya dan kemudahan. Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan bias dan konsistensi peramalan. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten jika besar kesalahan peramalan relatif kecil. Ukuran akurasi hasil peramalan merupakan tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. (Sipper dan Bulfin, 1997). Ukuran akurasi peramalan yang biasa digunakan yaitu:

1. X e X i i i - = ….………................................................................................... (2-24) Keterangan:

X t = Data aktual pada periode t

F t = Hasil forecasting pada periode t

e t = Kesalahan (error) pada periode t

2. Mean Error

ME

…….………......................................................................... (2-25) Keterangan:

n = Jumlah periode

3. Mean Absolut Deviation

MAD

…….………..................................................................... (2-26)

4. Sum Of Square Error

n t SSE e

2 ............................................................................................ (2-27)

5. Mean Squared Error

MSE

.......................................................................................... (2-28)

6. Standard Deviation of Error

SDE

..................................................................................... (2-29)

7. Percentage Error

100 x 100

e PE

t = ....................................................................................... (2-30) Keterangan:

A t = Data aktual periode t

8. Mean Percentage Error

9. Mean Absolute Percentage Error

2.2.17 Metode Economic Order Quantity (EOQ)

Model ini diarahkan untuk menemukan jumlah pesanan yang memenuhi total biaya persediaan minimal dengan mempertimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, sehingga diharapkan tidak ada kekurangan persediaan. Metode ini dapat digunakan baik untuk barang yang dibeli maupun untuk barang yang diproduksi sendiri. Model persediaan ini memakai asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Hanya satu barang yang diperhitungkan.

2. Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui, relatif tetap dan terus menerus.

3. Barang yang dipesan diasumsikan langsung dapat tersedia atau berlimpah.

4. Waktu tenggang (lead time) bersifat konstan.

5. Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat digunakan.

6. Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaan.

7. Tidak ada quantity discount. Secara grafis, model dasar persediaan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.6 Grafik Model Persediaan EOQ Sumber: Herjanto, 1999

Dalam metode EOQ digunakan beberapa notasi sebagai berikut:

D = Jumlah pemesanan barang suatu periode (unit/tahun)

d = Tingkat kebutuhan per unit waktu (unit/tahun)

= Biaya pemesanan (rupiah)

= Periode/waktu pemesanan (tahun)

= Waktu satu putaran produksi (tahun)

C = Harga barang (rupiah)

H = Biaya penyimpanan (rupiah/unit/tahun)

= Jumlah pemesanan (unit)

F = Frekuensi pemesanan (kali/tahun)

= Waktu tenggang atau lead time (hari)

TC

= Total biaya persediaan (rupiah/tahun)

Dirumuskan: Frekuensi Pesanan

= Jumlah pemesanan barang suatu periode / jumlah

pemesanan

Biaya Pemesanan Pertahun = Frekuensi pesanan x biaya pesanan

Biaya Penyimpanan Pertahun = Persediaan rata-rata x biaya penyimpanan

Total Biaya Pertahun (TC) = Biaya pemesanan pertahun + biaya penyimpanan pertahun

EOQ terjadi bila biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan, maka

Q* adalah EOQ yaitu jumlah pemesanan yang memberikan total biaya persediaan yang optimal.

2.2.18 Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Safety Stock berfungsi untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang, misalnya karena penggunaan barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau keterlambatan dalam penerimaan barang yang dipesan. Makin besar persediaan ini maka semakin besar resiko dalam bentuk dana yang terikat dalam persediaan, kemungkinan kerusakan barang dan kemungkinan penambahan biaya lainnya. Dalam hal ini harus diupayakan untuk

Dengan rumus: q q SS Z s ´ = ............................................................ (2-34) Sedangkan menurut Chopra dan Meindl (2001), untuk menentukan

besarnya standar deviasi bedasarkan hasil peramalan, maka dilakakuan perkalian sebesar 1,25 dari nilai MAD peramalan terpilih.

Dengan rumus: q MAD ´ = 25 . s 1 .....................................................(2-35) Keterangan: