BAB I PENDAHULUAN - BAB I

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika sebagai ilmu pengetahuan memiliki banyak definisi,
yang dirumuskan berbeda-beda oleh para matematikawan, hal ini didasari
dari sudut pandangmana matematika dilihat oleh para ilmuwan tersebut.
Para ilmuwan yang melihat dari perspektif bilangan maka akan
merumuskan matematika itu sesuai dengan sudut pandang bilangan,
namun ada ilmuwan lain melihat dari sisi pola maka ia akan merumuskan
definisi berdasarkan sudut pandang pola tersebut. Matematika itu dilihat
dan didefinisikan sesuai dengan sisi mana dipandang oleh para tokoh yang
memberikan definisi tentang matematika, sehingga masing-masing ahli
bebas mengemukakan pendapatnya tentang matematika berdasarkan sudut
pandang, kemampuan, pemahaman, dan pengalamannya masing-masing.
Oleh sebab itu matematika tidak akan pernah memiliki titik jenuh untuk
terus dibahas, diseminarkan, ataupun didiskusikan bahkan diperdebat,
sebab matematika akan terus mengalami perubahan dan penyesuaian
seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan zaman.
Untuk memahami definisi matematika, marilah kita mengikuti

rumusan-rumusan definisi yang dikemukakan para matematikawan,
diantaranya Nasution (dalam Fathani [1]) mengemukakan
bahwa
matematika berasal dari kata dalam bahasa yunani yaitu mathein atau
manthenein yang berarti mempelajari. Kata ini berhubungan erat dengan
bahasa sanksekerta, medha atau widya yang memiliki arti kepandaian,
ketahuan atau intelegensia. Sementara dari sisi abstraksi Newman (dalam
Fathani [1]) melihat tiga ciri utama matematika yaitu:1) matematika
disajikan dalam pola yang lebih ketat, 2) matematika berkembang dan
digunakan lebih luas dari ilmu-ilmu lain, 3) matematika lebih
terkonsentrasi pada konsep.
Menurut Jhonson dan Myklebust (Dalam Ehan [2]) matematika
adalah bahasa simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan
hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan. Sedangkan fungsi
teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.
Adapun Soejadi [3] mengatakan bahwa beberapa ciri-ciri
karakteristik matematika itu adalah: 1)memiliki kajian objek yang abstak,
2) bertumpu pada kesepakatan,3) berpola pikir deduktif, 4) memiliki
simbol yang kosong dari arti, 5) memperhatikan semesta pembicaraan, 6)
konsisten dalam sistemnya.

Hudoyo (Dalam Soejadi [3]) mengemukakan bahwa matematika
adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir matematika
berkaitan dengan gagasan berstruktur yang hubungannya diatur secara
logis.

1

2

Dari ungkapan-ungkapan para tokoh matematika di atas, dapat
didefinisikan matematika adalah ilmu yang mempelajari pola, aturan yang
ketat, memfokuskan pada pemahaman konsep, yang diperoleh berdasarkan
hasil percobaan dan pengamatan yang panjang serta memiliki tingkat
abstraksi yang sangat tinggi.
Pada dasarnya setiap manusia telah mempelajari matematika
semenjak terlahir ke permukaan bumi ini, dimana dapat dilihat dalam
setiap aspek kehidupan mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi akan
selalu mempergunakan matematika baik anak-anak maupun orang dewasa,
orang desa maupun kota, pejabat atau orang biasa, pengusaha ataupun
buruh, siswa atau pun guru terjun langsung dalam interaksi matematika,

namun yang membedakannya antara satu orang dengan yang lainnya
adalah tingkat kesulitan, kerumitan prosedur, abstraksi konsepsi
matematika, semakin tingggi tingkat kesulitan dan penalaran maka
semakin dibutuhkan skill atau kemampuan seseorang yang lebih dalam
menyelesaikannya.
Sekolah sebagai salah satu wahana untuk mengembangkan proses
daya berfikir anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti
jadi mengerti, dari berfikir kongkret ke abstrak dan segala perubahan yang
terjadi akibat proses pembelajaran yang terjadi baik dari aspek kognitif,
apektif dan psikomotornya di sekolah dinamakan belajar dan
pembelajaran. Taher [4] menjelaskan proses pembelajaran merupakan
suatu proses yang memerlukan perhatian khusus, keuletan, keteguhan,
ketekunan, kerajinan dan kedisiplinan. Oleh karena itu agar proses
pembelajaran yang diselenggarakan berdayaguna dan berhasil guna, maka
proses pembelajaran tersebut benar-benar harus dilaksanakan dengan baik
dan berdisiplin tinggi. Disiplin merupakan salah satu faktor penunjang
keberhasilan pembelajaran dan hal ini harus dilakukan oleh semua warga
yang terlibat dalam lembaga yang melaksanakan proses pendidikan.
Matematika sebagai bagian mata pelajaran yang harus dipelajari
disekolah merupakan salah satu mata pelajaran yang cukup sulit dirasakan

oleh anak. Dalam proses pembelajaran matematika banyak ditemukan
kesulitan baik dari peserta didik maupun pendidik itu sendiri. Kenyataan
yang dapat kita jumpai adalah tidak semua peserta didik mampu
menguasai bahan pelajaran yang disampaikan oleh pendidik dengan baik.
Kegiatan belajar bagi siswa tidak selamanya dapat berlangsung sesuai
dengan harapan, kadang-kadang lancar, kadang- kadang tidak. Kadangkadang dapat dengan cepat menangkap apa yang dipelajari, kadangkadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat, terkadang semangatnya
tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk berkonsentrasi. Karena setiap
individu memang tidak ada yang sama.
Perbedaan individual inilah yang menyebabkan perbedaan tingkah
laku dan gejala kejiwaan dalam belajar dikalangan siswa. Gejala-gejala

1

3

jiwa dalam diri individu juga dapat mempengaruhi kesulitan mereka dalam
belajar. Banyak dari mereka mengalami kesulitan dalam belajar
matematika dan bahkan cenderung menghindari matematika. Simorangkir
[5] menjelaskan pembelajaran matematika adalah suatu upaya/kegiatan
dalam membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran

matematika yaitu belajar bernalar secara matematik, penguasaan konsep
dan terampil memecahkan masalah.
Sementara Triyono [6] mengatakan matematika telah menjadi mata
pelajaran yang dianggap sulit bagi siswa sehingga ditakuti beserta
gurunya. Buxton (dalam Taher[4]) menyatakan bahwa ada rasa takut akan
matematika, rasa takut tersebut mendekam dalam pikiran yaitu suatu kesan
negatif yang dibiarkan terjadi sejak mereka masih kecil bahwa matematika
itu sulit yang pada akhirnya menjadikan mereka sampai dewasa berpikiran
bahwa matematika sulit dan menakutkan.
Abdurahman (dalam Tanjungsari [7]) mengatakan
Kesulitan
merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris learning artinya belajar
dan disability artinya ketidak mampuan, sehingga terjemahan yang benar
seharusnya adalah ketidakmampuan belajar. Kesulitan belajar tidak hanya
dialami oleh siswa yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata, namun
juga dialami oleh siswa yang memiliki kemampuan manapun yang hanya
membedakannya adalah jenis dan tingkat kesulitan yang beragam.
Brueckner dan Bond, Cooney, Davis, dan Handerson (dalam Simorangkir
[5]) kesulitan belajar yaitu:1) Faktor intelektual, siswa yang mengalami
kesulitan belajar disebabkan oleh faktor intelektual, umumnya kurang

berhasil dalam menguasai konsep, prinsip atau algoritma walaupun telah
berusaha mempelajarinya 2) faktor paedagogis, diantara penyebabnya
adalah faktor kurang tepatnya mengelola dan menerapkan metodologi
pembelajaran.
Rahajeng [8] Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan oleh faktor
intelegensi yang rendah, akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor
selain intelegensi. Hal tersebut berarti bahwa IQ tinggi belum tentu
menjamin keberhasilan belajar. Sulit belajar matematika tidak berarti anak
tersebut tidak mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang
menjadikannya tidak siap belajar. Kesulitan belajar matematika pada
umumnya berkaitan dengan ketidakmampuan anak dalam membaca,
imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan dan pengalaman, terutama dalam
memahami soal-soal.
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, khususnya mata
pelajaran matematika, para pendidik atau guru dituntut untuk selalu
meningkatkan diri baik dalam pengetahuan matematika maupun
pengelolaan proses belajar mengajar. Hal ini dimaksudkan agar para siswa
dapat mempelajari matematika dengan baik dan benar sehingga mereka
mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta


1

4

dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Depdiknas (dalam
Santoso [9]) menjelaskan tujuan pembelajaran matematika disekolah
diantaranya adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik
kesimpulan, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, serta
mengembangkan
kemampuan
menyampaikan
informasi
atau
mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan, gambar, grafik, peta,
diagram, dan sebagainya.
Dalam proses pembelajaran matematika kemampuan memecahkan
masalah merupakan hal yang menjadi inti yang sangat penting, sebab
apapun yang dipelajari dalam bermatematika akan bermuara pada
bagaimana memecahkan masalah yang dimiliki. Namun dewasa ini
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih berada pada

kategori rendah sebagaimana Mullis (dalam Minarni [10]) mengatakan
salah satu ukuran yang dapat dijadikan rujukan tentang hasil capaian
belajar matematika siswa SMP Indonesia khususnya tentang pemecahan
masalah matematis ialah hasil evaluasi yang dilakukan TIMSS. Rata-rata
internasional untuk soal pemecahan masalah bidang geometri ialah 32%,
capaian tertinggi diraih siswa Singapura yaitu 75%, sedangkan siswa
Indonesia hanya 19%. Untuk soal pemecahan masalah bidang aljabar, ratarata internasionalnya 18%, hanya 8% untuk siswa Indonesia. Ini
menunjukkan betapa rendahnya siswa Indonesia dalam penguasaan
kemampuan pemecahan masalah matematis.
Hasil survey TIMSS 2007 (dalam Simorangkir [5]) menempatkan
Indonesia pada peringkat ke-35 di antara 46 negara peserta, 14 tingkat di
bawah Malaysia.Nilai rata-rata yang didapat siswa Indonesia pun sangat
jelek, yakni hanya 397. Sedangkan rata-rata nilai seluruh negara yang
disurvei 452, selain itu, prestasi siswa secara nasional juga masih rendah
Guru sebagai ujung tombak pendidikan harus mampu mengamati,
memahami, dan menganalisa masalah peserta didik dalam proses belajar
mengajar di kelas, karena siswa yang masih dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan sehingga diperlukan pengamatan dari semua aspeknya.
Makmun [11] mengatakan bahwa lajunya proses perkembangan prilaku
pribadi anak itu dipengaruhi oleh faktor dominan bawaan (heredity),

kematangan (maturation), dan lingkungan (environment) termasuk belajar
dan latihan (Training dan learning).
Salah satu aspek yang dianggap perlu menjadi pengamatan dalam
proses belajar mengajar matematika didalam kelas adalah perbedaan siswa
dalam hal jenis kelamin, sebab dengan memahami perbedaan jenis
kelamin tersebut seorang guru akan memahami bagaimana memberi
perlakuan,menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat,mengetahui
kelebihan dan kekurangan masing-masing anak, mampu memberikan
solusi dari kesulitan yang dihadapi sesuai dengan jenis kelamin masingmasing, yang pada akhirnya akan bermuara hasil belajar yang ideal.

1

5

Berdasakan uraian di atas, maka penulis tertarik mengangkat judul
dalam makalah ini yaitu: Profil Kesulitan Belajar Siswa SMP Dalam
Memecahkan masalah matematika ditinjau dari gender.
B. Pertanyaan Penelitian
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.

Apa kesulitan belajar siswa SMP dalam memecahkan masalah
matematika bagi siswa laki-laki ?
2.
Apa kesulitan belajar siswa SMP dalam memecahkan masalah
matematika bagi siswi perempuan?
3.
Bagaimana mengatasi kesulitan belajar siswa SMP dalam
memecahkan masalah matematika ?
C. Tujuan Penelitian
1.
Mendeskripsikan kesulitan belajar siswa SMP dalam memecahkan
masalah matematika bagi siswa laki-laki
2.
Mendeskripsikan kesulitan belajar siswa SMP dalam memecahkan
masalah matematika bagi siswi perempuan
3.
Mendeskripsikan langkah mengatasi kesulitan belajar siswa SMP
dalam memecahkan masalah matematika
D. Definisi Operasional
1.

Kesulitan adalah suatu keadaan dimana siswa tidak dapat
memahami, menganalisa, dan menyelesaikan permasalahan matematika
yang diberikan oleh guru pada saat pelaksanaan pembelajaran terjadi di
dalam atau di luar kelas.
2.
Belajar adalah suatu interaksi yang terjadi di sekolah dan didalam
kelas agar siswa yang tadinya belum tahu menjadi tahu dan dari tidak
paham menjadi paham tentang materi matematika yang diajarkan oleh
guru.
3.
Memecahkan masalah Matematika adalah kemampuan siswa
dalam menyelesaikan soal matematika dengan cara penyelesaian yang
berbeda-beda dengan menitik beratkan pada proses untuk mendapatkan
suatu penyelesaian.
4.
Gender perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari
aspek bawaan berupa sifat, cara berbicara,cara bertindak dll

1

Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12

SOAL ULANGAN HARIAN IPS KELAS 2 BAB KEHIDUPAN BERTETANGGA SEMESTER 2

12 263 2

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

BAB IV HASIL PENELITIAN - Pengaruh Dosis Ragi Terhadap Kualitas Fisik Tempe Berbahan Dasar Biji Cempedak (Arthocarpus champeden) Melalui Uji Organoleptik - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 2 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Uji Kualitas Mikrobiologi Minuman Olahan Berdasarkan Metode Nilai MPN Coliform di Lingkungan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kelurahan Pahandut Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 2 12

The effect of personal vocabulary notes on vocabulary knowledge at the seventh grade students of SMP Muhammadiyah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 20

BAB IV HASIL PENELITIAN - Penerapan model pembelajaran inquiry training untuk meningkatkan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan gerak lurus - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 1 23

CHAPTER I INTRODUCTION - The effectiveness of anagram on students’ vocabulary size at the eight grade of MTs islamiyah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 10

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Penelitian Sebelumnya - Perbedaan penerapan metode iqro’ di TKQ/TPQ Al-Hakam dan TKQ/TPQ Nurul Hikmah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 26