Developing Social Cohesion in Halmahera
Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian
Universitas Gadjah Mada (PSKP UGM)
didirikan 1 Oktober 1996. Terletak di kota multikultural
Yogyakarta, PSKP muncul untuk memberikan tanggapan
kepada dua fenomena akhir 1990an, yaitu, pertama,
pergeseran pola politik dan konfigurasi di tingkat
internasional, dan kedua, peningkatan dramatis
ketidakstabilan nasional dan munculnya separatis
serta konflik komunal.
Berkaca pada isuisu tersebut, PSKP berupaya
mengembangkan konsep baru dalam menangani
masalah keamanan dan perdamaian, baik di tingkat lokal,
nasional dan regionalinternasional. Sejak kelahirannya
sampai sekarang PSKP berperan dalam menyebarkan
dan pengarusutamaan perdamaian dan masalah
keamanan, termasuk pembangunan, demokratisasi, hak
asasi manusia, dan multikulturalisme.
Keseluruhan kegiatan PSKP berfokus pada risetaksi
(action research), yang menggabungkan penyelidikan
kritis dan keterlibatan konkret dalam penelitian ilmiah,
mediasi, fasilitasi, pelatihan, dan lokakarya.
Selain itu, sebagai lembaga akademis, PSKP juga
mengembangkan Magister Perdamaian dan Resolusi
Konflik (MPRK). Program ini untuk menanggapi secara
komprehensif isuisu pembangunan, stabilitas politik,
dan fenomena desentralisasi (otonomi daerah).[]
Sekip K-9 Universitas Gadjah Mada
55281 Yogyakarta - Indonesia
Phone/Fax. 62 274 520733
E-mail: [email protected]
Website: csps.ugm.ac.id
Tentang Program
Berawal dari beberapa perjalanan para
peneliti PSKP yang diundang memfasilitasi
training Manajemen Konflik di Kabupaten
Halmahera
Barat
(Peace
Through
Development, West Halmahera). Training
yang diselenggarakan pada bulan Desember
2008 dan Juni 2009, ditujukan pada para
Kepala Desa serta sejumlah perwakilan dari
kelompok kelompok masyarakat. Melalui
kesempatan tersebut tim PSKP mengenali
kompleksitas masalah yang dihadapi di 6
desa di wilayah Halmahera Barat, yang sudah
beberapa saat menjadi sengketa dengan
Kabupaten Halmahera Utara.
Kedua kabupaten tersebut samasama
menerbitkan
Peraturan
Daerah
yang
mengklaim keenam desa tersebut masuk
dalam wilayahnya. Enam desa tersebut
adalah Dum Dum, Akesahu/Gamsungi,
Akelamo, Tetewang, Bobane Igo, dan Pasir
Putih. Dualisme pemerintahan yang berjalan
di
keenam
desa
tersebut
membuat
masyarakat di enam desa memiliki dua
Kepala Desa.
Dalam kondisi tersebut, tidak jarang konflik
muncul antar satu anggota masyarakat
dengan
anggota
masyarakat
lainnya.
Berbagai macam penyelesaian sudah coba
diupayakan, dengan menyampaikan aspirasi
baik di tingkat Kabupaten, Propinsi, maupun
di tingkat Nasional. Namun demikian,
dualisme pemerintahan yang ada di keenam
desa belum juga bisa diakhiri dan
menimbulkan keresahan di masyarakat dan
juga pamong desa.
Berangkat dari perbincangan dengan para
Kepala Desa, pemuka agama, perwakilan
dari pemuda, perempuan, serta kelompok
masyarakat lainnya yang hadir dalam dua kali
kesempatan training tersebut, tim PSKP
mulai berpikir tentang perlunya menyediakan
ruang dialog bagi warga 6 desa.
Sebagai
pemikiran
awal,
tim
PSKP
menitikberatkan perlunya kohesi sosial tetap
terjaga di masyarakat di tengah dualisme
pemerintahan yang ada di desa. Ide ini
mendapatkan support dari USAID, melalui
Program SERASI.
Sementara itu konsultasi SERASI dengan
Pemerintah
Propinsi
Maluku
Utara,
berkeinginan untuk menyelesaikan problem 6
desa hingga di tingkat nasional. Sehingga titik
berat program yang semula membangun
kohesi sosial, ditambahkan dengan program
advokasi kebijakan.
Dengan perkembangan tersebut kemudian
tim PSKP merumuskan program dalam 7
aktifitas yang dijalankan dalam jangka waktu
6 bulan. Dalam pelaksanaannya PSKP
bekerjasama dengan mitra lokal yaitu
Lembaga Mitra Lingkungan (LML) Maluku
Utara.
Dalam pelaksanaan aktifitas lapangan,
program ini sempat mengalami vacuum
selama 2 bulan. Hal ini disebabkan masalah
administrasi dan jeda kegiatan dimintakan
oleh mitra lokal saat memasuki bulan
Ramadhan. Dengan keterlambatan ini hanya
5 aktifitas yang terlaksana. []
Lembaga Mitra Lingkungan (LML) Maluku Utara bangan kewirausaahaan bagi kelompok marjinal di
didirikan pada tahun 1998, oleh sejumlah aktivis
mahasiswa asal Ternate yang kuliah di Makasar. Dengan
keinginan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat,
pada mulanya aktifitas difokuskan pada pengelolaan
lingkungan hidup. Pada tahapan berikutnya, aktifitas
LML Malut juga merambah berbagai isu seperti HAM,
Demokratisasi,
Gender
serta
Budaya.
Secara
keseluruhan, setelah lebih dari 10 tahun aktifitas LML
diwarnai dengan aktifitas studi, pelatihan dan advokasi.
Mulai dari survey sosial ekonomi masyarakat yang
dilakukan di Ake Ara pada tahun 1998, pelatihan trauma
konseling bagi korban kerusuhan Maluku Utara pada
tahun 2001, hingga yang terakhir dengan pengem
Kabupaten Halmahera Selatan pada tahun 2011.
Dalam menjalankan aktifitasnya LML Malut banyak
bekerjasama baik dengan mitra di tingkat lokal maupun
tingkat nasional, baik dengan pemerintah daerah,
Universitas maupun dengan NGO dan lembaga
internasional. Tercatat sebagai mitra kerja LML Malut
berbagai lembaga internasional seperti USAID, JICA,
UNICEF, UNDP, serta berbagai lembaga/NGO seperti
FIKORNOP Makassar dan Yayasan Nurani Dunia di
Jakarta. Kerjasama dengan PSKP UGM melengkapi
riwayat panjang LML Malut dalam upaya pemberdayaan
masyarakat, dalam bentuk studi dan advokasi. []
Metodologi
Program membangun kohesi sosial dan
advokasi kebijakan diwujudkan dalam tujuh
aktifitas:
1. Assessment di 6 desa,
2. Fasilitasi dialog antar warga 6 Desa,
3. Lokakarya menulis bagi guru dan siswa,
4. Pertandingan sepak bola,
5. Acara seni dan budaya,
6. Dialog dengan Pemerintah Daerah, dan
7. Dialog dengan Pemerintah Pusat.
Acara seni dan budaya serta dialog dengan
Pemerintah Pusat, karena masalah waktu
dan administrasi, tidak sempat dilaksanakan.
Aktifitas seni dan budaya, olahraga, serta
lokakarya menulis merupakan bagian dari
upaya membuka ruang ruang kebersamaan
di tengah masyarakat, yang telah diawali de
ngan dialog antara warga desa. Assessment
awal dilakukan untuk memberikan gambaran
yang lebih jelas terutama bagi tim PSKP.
Dialog dengan Pemerintah Daerah dan Pusat
untuk menyampaikan hasil dari dialog warga
sekaligus rekomendasi PSKP bagi penye
lesaian sengketa 6 desa.[]
Assessment di 6 Desa
25 April - 8 Mei 2010
Tim assessment berjumlah 12 orang, 6
orang dari PSKP dan 6 orang dari LML.
Yang kemudian dibagi menjadi tim yang
masingmasing beranggotakan 2 orang
untuk tinggal di satu desa dengan menginap
di rumah penduduk setempat. Tim menemui
narasumber, dari berbagai komponen mulai
dari aparat pemerintah desa, pemuka
masyarakat, perwakilan pemuda, guru,
petugas kesehatan, dan juga warga.
Kemudian tim dibagi menjadi 2 untuk
assessment di tingkat kabupaten. Masing
masing tim tinggal di ibukota Kabupaten. Di
tingkat Kabupaten ini wawancara juga
dilakukan dengan anggota Dewan, dan
beberapa pejabat yang mewakili instansi
pemerintahan.
Informasi yang digali mencakup aspek
Governance,
Kohesi
Sosial,
Sumberdaya, serta Kewargaan. Catatan
dari assessment ini kemudian menjadi
pijakan bagi Tim dalam merumuskan
strategi bagi Dialog yang diselenggarakan
satu bulan kemudian.[]
Dialog Antar Warga 6 Desa
8 - 10 Juni 2010
Dialog dikemas dalam sebuah Lokakarya
yang diselenggarakan di Sofifi, dihadiri oleh
perwakilan dari 6 desa: aparat pemerintah,
tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda,
wanita, dan guru. Dialog ini difasilitasi oleh
Tim gabungan dari PSKP dan LML.
Namun satu hari menjelang acara
diselenggarakan, para Kepala Desa versi
Halmahera Utara mendapatkan surat
edaran yang membuat mereka secara
mendadak
membatalkan
konfirmasi
kehadiran. Dari keenam Kepala Desa versi
Halmahera Utara ini akhirnya hanya satu
yang bergabung yaitu Kepala Desa
Akesahu.
Lokakarya ini menghasilkan sebuah
dokumen peta masalah di 6 desa,
sekaligus langkahlangkah yang akan
ditempuh
dalam
penyelesaiannya.
Prosiding ini kemudian disampaikan dalam
pertemuan dengan Pemerintah Propinsi,
sebagai aktifitas akhir program.[]
Eksibisi Sepakbola
20 Juli 2010
Dalam penyelenggaraan acara ini, masing
masing desa diundang untuk mengirimkan
wakilnya
untuk
bertanding
bersama.
Sejumlah 24 pemuda kemudian berkumpul
dan dibagi dalam 2 tim.
dengan meriah, dengan sebelumnya secara
resmi dibuka oleh Camat Jailolo Timur.
Dalam kesempatan tersebut hadir juga
Kepala Desa dari Bobane Igo, Pasir Putih,
Akelamo, dan Akesahu.
Di masing masing tim terdapat perwakilan
pemuda dari 6 desa. Acara yang
berlangsung pada sore hari ini berjalan
Di Ternate sendiri, hingga di pelosok
pelosok desa di Halmahera sepakbola
merupakan olahraga yang sangat popular. []
Lokakarya Menulis
untuk Guru dan Siswa SMP
7-9 Oktober 2010
Peserta dari 4 SMP yaitu SMP Satap 2
Tetewang, SMP Makugawane Gamsungi/
Akesahu, SMP Satap 1 Akelamo, serta dari
MTs Nurul Hidayah Bobane Igo sebagai
tuan rumah.
Pada hari pertama, 10 guru yang berasal
dari 4 SMP diberikan materi mengenai
menulis dan perdamaian serta teknik
penulisan. Pada 2 hari berikutnya, para guru
bersama dengan tim PSKP memberikan
pelatihan kepada 25 siswa. Pada hari
terakhir diberikan apresiasi kepada 5 siswa
yang dinilai menghasilkan tulisan yang baik,
setelah
proses
pelatihan
selesai
dilaksanakan. []
Dialog dengan
Pemerintah Daerah
12 Oktober 2010
Tim PSKP dan LML bertemu dengan unsur
pimpinan DPRD. Tim menyampaikan
rekomendasi kebijakan berkenaan dengan
penyelesaian sengketa di 6 desa. Selain
rekomendasi kebijakan dalam kesempatan
tersebut disampaikan juga prosiding hasil
Dialog antar warga 6 desa.
Pimpinan DPRD menyambut terbuka
diskusi yang muncul dalam pertemuan
tersebut, yang tidak saja mendiskusikan
mengenai penyelesaian sengketa adminis
trasi namun juga berbagai hal menyangkut
pendidikan, kesehatan, serta pengelolaan
sumberdaya alam di 6 desa.
Selain dengan DPRD, sebenarnya Tim
PSKP juga merencanakan untuk melaku
kan pertemuan dengan Gubernur Kepala
Daerah Maluku Utara. Namun demikian,
aktifitas terakhir ini secara teknis banyak
sekali menemukan kendala.[]
Catatan Perjalanan
Perjalanan
dari Jogjakarta menuju Ternate bisa
ditempuh dengan beberapa rute penerbangan. Dengan
mempertimbangkan pada riwayat ketepatan waktu dari rute
penerbangan yang ditawarkan, tim PSKP memilih jalur
penerbangan ke Ternate via Jakarta dengan menumpang
pesawat Batavia Air dan Garuda Indonesia. Biasanya
perjalanan berangkat dilakukan dengan menumpang
Batavia Air dari Jakarta. Dengan pilihan ini, tim PSKP
berangkat dari Jogjakarta ke Jakarta dengan penerbangan
terakhir di sore/malam hari. Sementara perjalanan pulang,
menumpang penerbangan Garuda Indonesia hingga ke
Jogjakarta.
Setelah menempuh perjalanan udara dari Jogjakarta
menuju Jakarta dan kemudian Ternate, tim masih harus
menempuh perjalanan laut menuju 6 desa tempat program
dilaksanakan. Perjalanan dari Ternate ke Sofifi ditempuh
dalam waktu 30 menit dengan memakai speedboat,
dengan ongkos tiap orang sebesar 50 ribu rupiah. Satu
buah speed berukuran sedang bisa memuat kurang lebih
10 orang.
Sesampai di Sofifi, tim harus meneruskan perjalanan
dengan menyewa mobil yang tersedia di pelabuhan speed.
Jarak dari Sofifi ke desa terjauh yaitu Dum Dum bisa
ditempuh dalam 2 jam perjalanan darat, dengan jalanan
yang relatif baik, beraspal. Secara umum, akses menuju
desa cukup mudah dengan banyak kendaraan umum
maupun sewa yang tersedia.
Secara keseluruhan, perjalanan laut dengan speedboat
menjadi bagian paling menantang bagi anggota tim dari
PSKP. Karena moda perjalanan laut bukan menjadi moda
perjalanan yang setiap hari ditempuh oleh para anggota
tim. Biasanya perjalanan ditempuh pada pagi hari, sebelum
pukul 10 siang untuk menghindari ombak yang tinggi.
Pada aktifitas yang pertama yaitu assessment tim PSKP
dan LML menyempatkan diri tinggal di rumah penduduk di
enam desa. Dalam aktifitas aktifitas lainnya, tim PSKP dan
LML tinggal di sebuah penginapan di Sofifi.
Satu kenangan manis bagi anggota tim ditemui dalam
perjalanan terakhir dari program ini. Setelah selesai dengan
proses dialog di DPRD Propinsi, tim memutuskan singgah
di Tidore. Kemudian menyewa kendaraan untuk berkeliling
pulau, serta singgah di Kasultanan Tidore. Tanpa dinyana
saat itu Sultan ada di kediaman dan mengundang tim untuk
berbincang bincang di teras istana. Pertemuan dengan
Sultan ini mengakhiri kisah perjalanan tim di bumi Kie
Raha, dan membawa pulang harapan tentang perubahan di
propinsi ini. []
Tim Kerja
Tim Ahli
Prof. Dr. Mohtar Mas’oed, MA
Prof. Dr. Purwo Santoso, MA
Muhadi Sugiono, MA
Pengelola Program
Tri Susdinarjanti
Nurul Aini
Anggoro Wasthi
Wulan Kurniati
Tim Lapangan
Zuly Qodir
Ucu Martanto
Tri Susdinarjanti
Frans de Djalong
M. Faried Cahyono
Retno Agustin
Rahmat Hidayat
Muhadi Sugiono
Dody Wibowo
Masduki
Syarafuddin
Suparman
Tim LML
Maluku Utara
Dr. Husen Alting, SH,MH
Roesly Joisangadji
Ismet Sahupala
Rosdiana Ahmad
Hasby Yusuf
Suratman Sudjud
Muhammad Asikin
Bambang Daud
M. Halman Muhdar
Nuryati Buramali
Buletin Program
Building Peace within Community
Developing Sosial Cohesion in Halmahera, North Maluku
Teks: Tri Susdinarjanti, Syarafuddin
Foto: Anggoro Wasthi, Dody Wibowo, Suparman,
Syarafuddin, Tri Susdinarjanti, Wulan Kurniati
Tata Letak: Syarafuddin
Aplikasi: Scribus 1.4.0.rc3, GIMP 2.6.11,
Inkscape 0.4.8, LibreOffice 3.3.1, openSUSE 11.4
© 2011 PSKP UGM
Universitas Gadjah Mada (PSKP UGM)
didirikan 1 Oktober 1996. Terletak di kota multikultural
Yogyakarta, PSKP muncul untuk memberikan tanggapan
kepada dua fenomena akhir 1990an, yaitu, pertama,
pergeseran pola politik dan konfigurasi di tingkat
internasional, dan kedua, peningkatan dramatis
ketidakstabilan nasional dan munculnya separatis
serta konflik komunal.
Berkaca pada isuisu tersebut, PSKP berupaya
mengembangkan konsep baru dalam menangani
masalah keamanan dan perdamaian, baik di tingkat lokal,
nasional dan regionalinternasional. Sejak kelahirannya
sampai sekarang PSKP berperan dalam menyebarkan
dan pengarusutamaan perdamaian dan masalah
keamanan, termasuk pembangunan, demokratisasi, hak
asasi manusia, dan multikulturalisme.
Keseluruhan kegiatan PSKP berfokus pada risetaksi
(action research), yang menggabungkan penyelidikan
kritis dan keterlibatan konkret dalam penelitian ilmiah,
mediasi, fasilitasi, pelatihan, dan lokakarya.
Selain itu, sebagai lembaga akademis, PSKP juga
mengembangkan Magister Perdamaian dan Resolusi
Konflik (MPRK). Program ini untuk menanggapi secara
komprehensif isuisu pembangunan, stabilitas politik,
dan fenomena desentralisasi (otonomi daerah).[]
Sekip K-9 Universitas Gadjah Mada
55281 Yogyakarta - Indonesia
Phone/Fax. 62 274 520733
E-mail: [email protected]
Website: csps.ugm.ac.id
Tentang Program
Berawal dari beberapa perjalanan para
peneliti PSKP yang diundang memfasilitasi
training Manajemen Konflik di Kabupaten
Halmahera
Barat
(Peace
Through
Development, West Halmahera). Training
yang diselenggarakan pada bulan Desember
2008 dan Juni 2009, ditujukan pada para
Kepala Desa serta sejumlah perwakilan dari
kelompok kelompok masyarakat. Melalui
kesempatan tersebut tim PSKP mengenali
kompleksitas masalah yang dihadapi di 6
desa di wilayah Halmahera Barat, yang sudah
beberapa saat menjadi sengketa dengan
Kabupaten Halmahera Utara.
Kedua kabupaten tersebut samasama
menerbitkan
Peraturan
Daerah
yang
mengklaim keenam desa tersebut masuk
dalam wilayahnya. Enam desa tersebut
adalah Dum Dum, Akesahu/Gamsungi,
Akelamo, Tetewang, Bobane Igo, dan Pasir
Putih. Dualisme pemerintahan yang berjalan
di
keenam
desa
tersebut
membuat
masyarakat di enam desa memiliki dua
Kepala Desa.
Dalam kondisi tersebut, tidak jarang konflik
muncul antar satu anggota masyarakat
dengan
anggota
masyarakat
lainnya.
Berbagai macam penyelesaian sudah coba
diupayakan, dengan menyampaikan aspirasi
baik di tingkat Kabupaten, Propinsi, maupun
di tingkat Nasional. Namun demikian,
dualisme pemerintahan yang ada di keenam
desa belum juga bisa diakhiri dan
menimbulkan keresahan di masyarakat dan
juga pamong desa.
Berangkat dari perbincangan dengan para
Kepala Desa, pemuka agama, perwakilan
dari pemuda, perempuan, serta kelompok
masyarakat lainnya yang hadir dalam dua kali
kesempatan training tersebut, tim PSKP
mulai berpikir tentang perlunya menyediakan
ruang dialog bagi warga 6 desa.
Sebagai
pemikiran
awal,
tim
PSKP
menitikberatkan perlunya kohesi sosial tetap
terjaga di masyarakat di tengah dualisme
pemerintahan yang ada di desa. Ide ini
mendapatkan support dari USAID, melalui
Program SERASI.
Sementara itu konsultasi SERASI dengan
Pemerintah
Propinsi
Maluku
Utara,
berkeinginan untuk menyelesaikan problem 6
desa hingga di tingkat nasional. Sehingga titik
berat program yang semula membangun
kohesi sosial, ditambahkan dengan program
advokasi kebijakan.
Dengan perkembangan tersebut kemudian
tim PSKP merumuskan program dalam 7
aktifitas yang dijalankan dalam jangka waktu
6 bulan. Dalam pelaksanaannya PSKP
bekerjasama dengan mitra lokal yaitu
Lembaga Mitra Lingkungan (LML) Maluku
Utara.
Dalam pelaksanaan aktifitas lapangan,
program ini sempat mengalami vacuum
selama 2 bulan. Hal ini disebabkan masalah
administrasi dan jeda kegiatan dimintakan
oleh mitra lokal saat memasuki bulan
Ramadhan. Dengan keterlambatan ini hanya
5 aktifitas yang terlaksana. []
Lembaga Mitra Lingkungan (LML) Maluku Utara bangan kewirausaahaan bagi kelompok marjinal di
didirikan pada tahun 1998, oleh sejumlah aktivis
mahasiswa asal Ternate yang kuliah di Makasar. Dengan
keinginan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat,
pada mulanya aktifitas difokuskan pada pengelolaan
lingkungan hidup. Pada tahapan berikutnya, aktifitas
LML Malut juga merambah berbagai isu seperti HAM,
Demokratisasi,
Gender
serta
Budaya.
Secara
keseluruhan, setelah lebih dari 10 tahun aktifitas LML
diwarnai dengan aktifitas studi, pelatihan dan advokasi.
Mulai dari survey sosial ekonomi masyarakat yang
dilakukan di Ake Ara pada tahun 1998, pelatihan trauma
konseling bagi korban kerusuhan Maluku Utara pada
tahun 2001, hingga yang terakhir dengan pengem
Kabupaten Halmahera Selatan pada tahun 2011.
Dalam menjalankan aktifitasnya LML Malut banyak
bekerjasama baik dengan mitra di tingkat lokal maupun
tingkat nasional, baik dengan pemerintah daerah,
Universitas maupun dengan NGO dan lembaga
internasional. Tercatat sebagai mitra kerja LML Malut
berbagai lembaga internasional seperti USAID, JICA,
UNICEF, UNDP, serta berbagai lembaga/NGO seperti
FIKORNOP Makassar dan Yayasan Nurani Dunia di
Jakarta. Kerjasama dengan PSKP UGM melengkapi
riwayat panjang LML Malut dalam upaya pemberdayaan
masyarakat, dalam bentuk studi dan advokasi. []
Metodologi
Program membangun kohesi sosial dan
advokasi kebijakan diwujudkan dalam tujuh
aktifitas:
1. Assessment di 6 desa,
2. Fasilitasi dialog antar warga 6 Desa,
3. Lokakarya menulis bagi guru dan siswa,
4. Pertandingan sepak bola,
5. Acara seni dan budaya,
6. Dialog dengan Pemerintah Daerah, dan
7. Dialog dengan Pemerintah Pusat.
Acara seni dan budaya serta dialog dengan
Pemerintah Pusat, karena masalah waktu
dan administrasi, tidak sempat dilaksanakan.
Aktifitas seni dan budaya, olahraga, serta
lokakarya menulis merupakan bagian dari
upaya membuka ruang ruang kebersamaan
di tengah masyarakat, yang telah diawali de
ngan dialog antara warga desa. Assessment
awal dilakukan untuk memberikan gambaran
yang lebih jelas terutama bagi tim PSKP.
Dialog dengan Pemerintah Daerah dan Pusat
untuk menyampaikan hasil dari dialog warga
sekaligus rekomendasi PSKP bagi penye
lesaian sengketa 6 desa.[]
Assessment di 6 Desa
25 April - 8 Mei 2010
Tim assessment berjumlah 12 orang, 6
orang dari PSKP dan 6 orang dari LML.
Yang kemudian dibagi menjadi tim yang
masingmasing beranggotakan 2 orang
untuk tinggal di satu desa dengan menginap
di rumah penduduk setempat. Tim menemui
narasumber, dari berbagai komponen mulai
dari aparat pemerintah desa, pemuka
masyarakat, perwakilan pemuda, guru,
petugas kesehatan, dan juga warga.
Kemudian tim dibagi menjadi 2 untuk
assessment di tingkat kabupaten. Masing
masing tim tinggal di ibukota Kabupaten. Di
tingkat Kabupaten ini wawancara juga
dilakukan dengan anggota Dewan, dan
beberapa pejabat yang mewakili instansi
pemerintahan.
Informasi yang digali mencakup aspek
Governance,
Kohesi
Sosial,
Sumberdaya, serta Kewargaan. Catatan
dari assessment ini kemudian menjadi
pijakan bagi Tim dalam merumuskan
strategi bagi Dialog yang diselenggarakan
satu bulan kemudian.[]
Dialog Antar Warga 6 Desa
8 - 10 Juni 2010
Dialog dikemas dalam sebuah Lokakarya
yang diselenggarakan di Sofifi, dihadiri oleh
perwakilan dari 6 desa: aparat pemerintah,
tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda,
wanita, dan guru. Dialog ini difasilitasi oleh
Tim gabungan dari PSKP dan LML.
Namun satu hari menjelang acara
diselenggarakan, para Kepala Desa versi
Halmahera Utara mendapatkan surat
edaran yang membuat mereka secara
mendadak
membatalkan
konfirmasi
kehadiran. Dari keenam Kepala Desa versi
Halmahera Utara ini akhirnya hanya satu
yang bergabung yaitu Kepala Desa
Akesahu.
Lokakarya ini menghasilkan sebuah
dokumen peta masalah di 6 desa,
sekaligus langkahlangkah yang akan
ditempuh
dalam
penyelesaiannya.
Prosiding ini kemudian disampaikan dalam
pertemuan dengan Pemerintah Propinsi,
sebagai aktifitas akhir program.[]
Eksibisi Sepakbola
20 Juli 2010
Dalam penyelenggaraan acara ini, masing
masing desa diundang untuk mengirimkan
wakilnya
untuk
bertanding
bersama.
Sejumlah 24 pemuda kemudian berkumpul
dan dibagi dalam 2 tim.
dengan meriah, dengan sebelumnya secara
resmi dibuka oleh Camat Jailolo Timur.
Dalam kesempatan tersebut hadir juga
Kepala Desa dari Bobane Igo, Pasir Putih,
Akelamo, dan Akesahu.
Di masing masing tim terdapat perwakilan
pemuda dari 6 desa. Acara yang
berlangsung pada sore hari ini berjalan
Di Ternate sendiri, hingga di pelosok
pelosok desa di Halmahera sepakbola
merupakan olahraga yang sangat popular. []
Lokakarya Menulis
untuk Guru dan Siswa SMP
7-9 Oktober 2010
Peserta dari 4 SMP yaitu SMP Satap 2
Tetewang, SMP Makugawane Gamsungi/
Akesahu, SMP Satap 1 Akelamo, serta dari
MTs Nurul Hidayah Bobane Igo sebagai
tuan rumah.
Pada hari pertama, 10 guru yang berasal
dari 4 SMP diberikan materi mengenai
menulis dan perdamaian serta teknik
penulisan. Pada 2 hari berikutnya, para guru
bersama dengan tim PSKP memberikan
pelatihan kepada 25 siswa. Pada hari
terakhir diberikan apresiasi kepada 5 siswa
yang dinilai menghasilkan tulisan yang baik,
setelah
proses
pelatihan
selesai
dilaksanakan. []
Dialog dengan
Pemerintah Daerah
12 Oktober 2010
Tim PSKP dan LML bertemu dengan unsur
pimpinan DPRD. Tim menyampaikan
rekomendasi kebijakan berkenaan dengan
penyelesaian sengketa di 6 desa. Selain
rekomendasi kebijakan dalam kesempatan
tersebut disampaikan juga prosiding hasil
Dialog antar warga 6 desa.
Pimpinan DPRD menyambut terbuka
diskusi yang muncul dalam pertemuan
tersebut, yang tidak saja mendiskusikan
mengenai penyelesaian sengketa adminis
trasi namun juga berbagai hal menyangkut
pendidikan, kesehatan, serta pengelolaan
sumberdaya alam di 6 desa.
Selain dengan DPRD, sebenarnya Tim
PSKP juga merencanakan untuk melaku
kan pertemuan dengan Gubernur Kepala
Daerah Maluku Utara. Namun demikian,
aktifitas terakhir ini secara teknis banyak
sekali menemukan kendala.[]
Catatan Perjalanan
Perjalanan
dari Jogjakarta menuju Ternate bisa
ditempuh dengan beberapa rute penerbangan. Dengan
mempertimbangkan pada riwayat ketepatan waktu dari rute
penerbangan yang ditawarkan, tim PSKP memilih jalur
penerbangan ke Ternate via Jakarta dengan menumpang
pesawat Batavia Air dan Garuda Indonesia. Biasanya
perjalanan berangkat dilakukan dengan menumpang
Batavia Air dari Jakarta. Dengan pilihan ini, tim PSKP
berangkat dari Jogjakarta ke Jakarta dengan penerbangan
terakhir di sore/malam hari. Sementara perjalanan pulang,
menumpang penerbangan Garuda Indonesia hingga ke
Jogjakarta.
Setelah menempuh perjalanan udara dari Jogjakarta
menuju Jakarta dan kemudian Ternate, tim masih harus
menempuh perjalanan laut menuju 6 desa tempat program
dilaksanakan. Perjalanan dari Ternate ke Sofifi ditempuh
dalam waktu 30 menit dengan memakai speedboat,
dengan ongkos tiap orang sebesar 50 ribu rupiah. Satu
buah speed berukuran sedang bisa memuat kurang lebih
10 orang.
Sesampai di Sofifi, tim harus meneruskan perjalanan
dengan menyewa mobil yang tersedia di pelabuhan speed.
Jarak dari Sofifi ke desa terjauh yaitu Dum Dum bisa
ditempuh dalam 2 jam perjalanan darat, dengan jalanan
yang relatif baik, beraspal. Secara umum, akses menuju
desa cukup mudah dengan banyak kendaraan umum
maupun sewa yang tersedia.
Secara keseluruhan, perjalanan laut dengan speedboat
menjadi bagian paling menantang bagi anggota tim dari
PSKP. Karena moda perjalanan laut bukan menjadi moda
perjalanan yang setiap hari ditempuh oleh para anggota
tim. Biasanya perjalanan ditempuh pada pagi hari, sebelum
pukul 10 siang untuk menghindari ombak yang tinggi.
Pada aktifitas yang pertama yaitu assessment tim PSKP
dan LML menyempatkan diri tinggal di rumah penduduk di
enam desa. Dalam aktifitas aktifitas lainnya, tim PSKP dan
LML tinggal di sebuah penginapan di Sofifi.
Satu kenangan manis bagi anggota tim ditemui dalam
perjalanan terakhir dari program ini. Setelah selesai dengan
proses dialog di DPRD Propinsi, tim memutuskan singgah
di Tidore. Kemudian menyewa kendaraan untuk berkeliling
pulau, serta singgah di Kasultanan Tidore. Tanpa dinyana
saat itu Sultan ada di kediaman dan mengundang tim untuk
berbincang bincang di teras istana. Pertemuan dengan
Sultan ini mengakhiri kisah perjalanan tim di bumi Kie
Raha, dan membawa pulang harapan tentang perubahan di
propinsi ini. []
Tim Kerja
Tim Ahli
Prof. Dr. Mohtar Mas’oed, MA
Prof. Dr. Purwo Santoso, MA
Muhadi Sugiono, MA
Pengelola Program
Tri Susdinarjanti
Nurul Aini
Anggoro Wasthi
Wulan Kurniati
Tim Lapangan
Zuly Qodir
Ucu Martanto
Tri Susdinarjanti
Frans de Djalong
M. Faried Cahyono
Retno Agustin
Rahmat Hidayat
Muhadi Sugiono
Dody Wibowo
Masduki
Syarafuddin
Suparman
Tim LML
Maluku Utara
Dr. Husen Alting, SH,MH
Roesly Joisangadji
Ismet Sahupala
Rosdiana Ahmad
Hasby Yusuf
Suratman Sudjud
Muhammad Asikin
Bambang Daud
M. Halman Muhdar
Nuryati Buramali
Buletin Program
Building Peace within Community
Developing Sosial Cohesion in Halmahera, North Maluku
Teks: Tri Susdinarjanti, Syarafuddin
Foto: Anggoro Wasthi, Dody Wibowo, Suparman,
Syarafuddin, Tri Susdinarjanti, Wulan Kurniati
Tata Letak: Syarafuddin
Aplikasi: Scribus 1.4.0.rc3, GIMP 2.6.11,
Inkscape 0.4.8, LibreOffice 3.3.1, openSUSE 11.4
© 2011 PSKP UGM