Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kecelakaan Kerja pada Pekerja Produksi di PT. Jaya Beton Indonesia Medan Tahun 2017

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Kecelakaan Kerja.

2.1.1

Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan merupakan kejadian yang berlangsung secara tiba-tiba, tidak diduga
sebelumnya, tidak diharapkan terjadi, menimbulkan kerugian ringan sampai yang
berat, dan bisa menghentikan kegiatan pabrik secara total. Kecelakaan kerja
merupakan kecelakaan seseorang atau kelompok dalam rangka melaksanakan
kerja di lingkungan perusahaan. Kecelakaan kerja biasanya timbul sebagai
gabungan dari beberapa faktor, seperti faktor peralatan, lingkungan kerja, dan
pekerja itu sendiri. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak diinginkan dan
berpotensi terjadi dimana saja (Hadiguna, 2009).
Berdasarkan UU RI Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, kecelakaan
kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang

mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan
kerugian baik korban manusia maupun harta benda. Sedangkan menurut UU RI
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, kecelakaan kerja
adalah kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan sejak berangkat dari rumah
menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar
dilalui. Ruang lingkup kecelakaan kerja pada suatu unit kerja atau perusahaan
adalah :

10
Universitas Sumatera Utara

11

1. Kecelakaan akibat langsung dari suatu pekerjaan,
2. Kecelakaan yang terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (waktu kerja),
3. Kecelakaan yang terjadi di tempat kerja, yang ada kaitannya dengan
pekerjaan,
4. Kecelakaan kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transportasi ke dan
dari tempat kerja.
Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena

ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk
selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta
dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan
serupa tidak berulang kembali (Suma’mur, 2006).
2.1.2

Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Menurut International Labour Organization (ILO) tahun 1962 yang dikutip oleh
Suma’mur (2006), klasifikasi kecelakaan akibat kerja adalah sebagai berikut:
1. Klasifikasi menurut Jenis Kecelakaan
Menurut jenisnya, kecelakaan dapat dikategorikan sebagai berikut: (1)
Terjatuh, (2) Tertimpa benda jatuh, (3) Tertumbuk atau terkena benda,
terkecuali benda jatuh, (4) Terjepit oleh benda, (5) Gerakan yang melebihi
kemampuan, (6) Pengaruh suhu tinggi, (7) Terkena arus listrik, (8) Kontak
dengan bahan berbahaya atau radiasi, (9) Jenis lain termasuk kecelakaan yang
datanya tidak cukup atau kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi
tersebut.

Universitas Sumatera Utara


12

2. Klasifikasi menurut Penyebab
a. Mesin
Mesin yang dapat menjadi penyebab kecelakaan, diantaranya: (1)
Pembangkit tenaga terkecuali motor listrik, (2) Mesin penyalur (transmisi),
(3) Mesin-mesin untuk mengerjakan logam, (4) Mesin pengolah kayu, (5)
Mesin pertanian, (6) Mesin pertambangan, (7) Mesin lain yang tak
terkelompokkan.
b. Alat angkutan dan alat angkat
Klasifikasi ini terdiri dari: (1) Mesin pengangkat dan peralatannya, (2)
Alat angkutan yang menggunakan rel, (3) Alat angkutan lain yang beroda,
(4) Alat angkutan udara, (5) Alat angkutan air, (6) Alat angkutan lain.
c. Peralatan lain
Penyebab kecelakaan kerja oleh peralatan lain diklasifikasikan menjadi:
(1) Alat bertekanan tinggi, (2) Tanur, tungku dan kilang, (3) Alat
pendingin, (4) Instalasi listrik, termasuk motor listrik tetapi dikecualikan
alat listrik (tangan), (5) Perkakas tangan bertenaga listrik, (6) Perkakas,
instrumen dan peralatan, diluar peralatan tangan bertenaga listrik, (7)

Tangga, tangga berjalan, (8) Perancah (Scaffolding), (9) Peralatan lain
yang tidak terklasifikasikan.
d. Material, Bahan-bahan dan radiasi
Material, Bahan-bahan dan radiasi yang dapat menjadi penyebab
kecelakaan diklasifikasikan menjadi: (1) Bahan peledak, (2) Debu, gas,

Universitas Sumatera Utara

13

cairan, dan zat kimia, diluar peledak , (3) Kepingan terbang, (4) Radiasi,
(5) Material dan bahan lainnya yang tak terkelompokkan.
e. Lingkungan kerja
Faktor dari Lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan
diantaranya berupa: (1) Di luar bangunan, (2) Di dalam bangunan, (3) Di
bawah tanah.
f. Perantara lain yang tidak terkelompakkan
Penyebab

kecelakaan


berdasarkan

perantara

lain

yang

tidak

kecelakaan,

dapat

terkelompokkan terbagi atas: (1) Hewan, (2) Penyebab lain.
g. Perantara yang tidak terklasifikan karena kurangnya data.
Kurangnya

data


penunjang

dari

penyebab

diklasifikasikan tersendiri dalam satu kelompok.
3. Klasifikasi menurut Sifat Luka
Menurut sifat luka atau kelainan, kecelakaan dapat dikelompokkan menjadi:
(1) Patah tulang, (2) Dislokasi atau keseleo, (3) Regang otot atau urat, (4)
Memar dan luka yang lain, (5) Amputasi, (6) Luka lain-lain, (7) Luka di
permukaan, (8) Gegar dan remuk, (9) Luka bakar, (10) Keracunan-keracunan
mendadak, (11) Akibat cuaca dan lain-lain, (12) Mati lemas, (13) Pengaruh
arus listrik, (14) Pengaruh radiasi, (15) Luka yang banyak dan berlainan
sifatnya.
4. Klasifikasi menurut Letak Kelainan
Berdasarkan letak kelainannya, jenis kecelakaan dapat dikelompokkan pada:
(1) Kepala, (2) Leher, (3) Badan, (4) Anggota atas, (5) Anggota bawah, (6)


Universitas Sumatera Utara

14

Banyak tempat, (7) Kelainan umum, (8) Letak lain yang tidak dapat
dimasukkan klasifikasi tersebut.
Sedangkan menurut Silalahi (1995) dalam analisa sejumlah kecelakaan,
kecelakaan-kecelakaan tersebut dapat dikelompokkan kedalam pembagian
kelompok yang jenis dan macam kelompoknya ditentukan sesuai dengan
kebutuhannya.
2.1.3

Teori Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh banyak faktor dan sering diakibatkan
oleh berbagai penyebab (Budiono, 2003). Teori tentang terjadinya kecelakaan
banyak dikemukakan, antara lain: (1) Teori Kebetulan Murni (Pure Chance
Theory). Merupakan teori yang menyatakan bahwa kecelakaan terjadi atas
“Kehendak Tuhan” sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwa.
Karena itu kecelakaan terjadi secara kebetulan, (2) Teori Kecenderungan

Kecelakaan (Accident Prone Theory). Pada pekerja tertentu lebih sering tertimpa
kecelakaan karena sifat-sifat pribadinya yang cenderung mengalami kecelakaan,
(3) Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factor Theory) yang menyebutkan
bahwa suatu penyebab kecelakaan adalah peralatan, lingkungan, dan faktor
manusia pekerja itu sendiri, (4) Teori Dua faktor (Two Factor Theory). Dimana
kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya (Unsafe Condition) dan tindakan
atau perbuatan yang berbahaya (Unsafe Act), (5) Teori faktor Manusia (Human
Factor Theory). Menekankan bahwa akhirnya semua kecelakaan kerja langsung
atau tidak langsung disebabkan karena kesalahan manusia (Budiono, 2003).

Universitas Sumatera Utara

15

2.1.4

Faktor yang Berhubungan dengan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada
penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk

selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta
dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan
serupa tidak berulang kembali.
Beberapa teori menyebutkan tentang penyebab kecelakaan kerja yaitu sebagai
berikut :
2.1.4.1 Teori Loss Causation Model
Teori Loss Causation Model berisi petunjuk yang memudahkan untuk
memahami bagaimana faktor penting dalam rangka mengendalikan meluasnya
kecelakaan dan kerugian termasuk persoalan manajemen. Bird dan Germain yang
dikutip oleh Budiono (2003), menjelaskan bahwa suatu kerugian (loss)
disebabkan oleh serangkaian faktor yang berurutan yang terdiri dari :
a. Lack of Control (kurang kendali)
Penyebab lack of control yaitu :
i.

Inadequate programme, yaitu program yang tidak bervariasi yang
berhubungan dengan ruang lingkup.

ii.


Inadequate programme standards, yaitu standar tidak spesifik, standar
tidak jelas atau tidak baik.

iii.

Inadequate compliance-with standards, yaitu kurangnya oemenuhan
standar.

Universitas Sumatera Utara

16

b. Basic Causes, yaitu penyebab dasar terjadinya kecelakaan disebabkan oleh
personal factor seperti kondisi pekerja, dan job factor seperti unit kerja.
c. Immediate Causes, yaitu penyebab langsung terjadinya kecelakaan, meliputi
faktor sub-standardn dan faktor kondisi. Faktor sub-standard diantaranya
tindakan tidak aman seperti tidak mematuhi standar operasional prosedur, dan
faktor kondisi seperti kebisingan, ventilasi dan pencahayaan.
d. Accident, yaitu kecelakaan yang ditimbulkan.
e. Loss, yaitu kerugian yang ditimbulkan dari terjadinya kecelakaan.

2.1.4.2 International Labour Organization (ILO)
Menurut ILO (1998) faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu :
1. Faktor pekerja yaitu : usia, jenis kelamin, masa kerja, pendidikan,
pengetahuan, ketrampilan, jam kerja, sikap, perilaku, kelalahan, dan kondisi
fisik pekerja.
2. Faktor manajemen yaitu : kebijakan organisasi atau manajemen, sosialisasi
K3, SOP, pelatihan, dan pengawasan.
3. Faktor lingkungan kerja yaitu : housekeeping, pencahayaan, ventilasi,
kebisingan, dan warna peringatan, tanda, label.
2.1.4.3 Faktor Pekerja
1. Usia
Faktor usia mempunyai hubungan langsung dengan daya nalar dan pengetahuan
seseorang. Semakin matang usia seseorang, biasanya cenderung bertambah
pengetahuan dan tingkat kedewasaannya. Memang diakui bahwa pada usia muda
seseorang lebih produktif dibandingkan ketika usia tua. Karyawan muda

Universitas Sumatera Utara

17

umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi cepat
bosan, kurang bertanggung jawab, cenderung absensi, dan turnover-nya rendah
(Hasibuan, 2003).
Menurut Munira yang dikutip oleh Hikmawan (2013), mengemukakan bahwa
umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas kerjanya, umur 25 tahun
dianggap sebagai umur puncak, dan pada rentang umur 25-60 tahun terdapat
penurunan kapasitas fisik sejumlah 25% untuk kekuatan otot dan 60% untuk
kemampuan sensoris motoris. Hal ini sebagai akibat dari bermacam-macam
perubahan biologis sebagai konsekuensi pertambahan umur.
Usia identik dengan tingkatan kemampuan fisik seseorang. Proses menjadi tua
akan disertai dengan kurangnya kemampuan kerja oleh perubahan-perubahan
pada alat-alat tubuh, sistem kardiovaskuler dan hormonal. Beberapa kapasitas
fisik seperti penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi menurun sesudah usia
30 tahun atau lebih. Terdapat kecenderungan bahwa beberapa jenis kecelakaan
seperti terjatuh lebih sering terjadi pada tenaga kerja umur tua dibanding tenaga
kerja berusia muda. Tidak hanya peluang terjadi kecelakaan yang lebih besar pada
tenaga kerja usia tua, tetapi juga didikuti dengan angka beratnya kecelakaan lebih
meningkat mengikuti perkembangan usia (Suma’mur, 2006).
2. Masa Kerja
Masa kerja adalah sesuatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja disuatu
tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif.
Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja
personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya,

Universitas Sumatera Utara

18

akan memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan
timbul kebiasaan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan
yang bersifat monoton atau berulang-ulang (Tulus, 1992).
Pekerjaan monoton adalah suatu kerja yang berhubungan dengan hal yang sama
dalam periode waktu yang tertentu dan dalam jangka waktu yang lama dan
biasanya dilakukan oleh suatu produksi yang besar. Sikap psikologis dan dan fisik
dari seseorang terhadap pekerjaan monoton akan sangat berpengaruh dimana
pekerja yang bersikap negatif dan acuh pada pekerjaannya dapat mengalami
bosan, apatis dan mengantuk. Akibat dari kepenatan atau keletihan dari pekerjaan
yang terlalu keras, orang yang melakukan pekerjaan monoton akan berkurang
tingkat kewaspadaannya setelah melakukan pekerjaan tersebut dengan jangka
waktu tertentu (Budiono, 2003).
Masa kerja berhubungan langsung dengan pengalaman kerja, semakin lama masa
kerja seseorang maka semakin tinggi pengalaman dan jam terbang pekerja
tersebut, sehingga pekerja akan mampu lebih memahami tentang bagaimana
bekerja dengan aman untuk menghindarkan diri mereka dari kecelakaan kerja.
Tenaga kerja yang baru umumnya belum mengetahui secara mendalam seluk
beluk pekerjaan. Sebaliknya dengan bertambahnya masa kerja seseorang tenaga
kerja maka bertambah pula pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pekerja
dan aspek keselamatan dari pekerjaan yang dilakukan (Suma’mur, 2009).

Universitas Sumatera Utara

19

3. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia,
yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.

Universitas Sumatera Utara

20

c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan

kata

kerja,

seperti

dapat

menggambarkan,

membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis

menunjuk

kepada

suatu

kemampuan

untuk

meletakkan

atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Universitas Sumatera Utara

21

Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap
mengambil keputusan dan dalam berperilaku. Perilaku yang baru diadopsi oleh
individu akan bisa bertahan lama dan langgeng jika individu menerima perilaku
tersebut dengan penuh kesadaran, didasari atas pengetahuan yang jelas dan
keyakinan (Setiawati dan Dermawan, 2008).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden . Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatannya.
4. Sikap
Menurut Azwar (2007), sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan
antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara
sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2007), sikap itu terdiri dari 3 komponen
pokok, yaitu :
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya
bagaimana keyakinan dan pendapat seseorang terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana
penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap merupakan
komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam

menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan,

Universitas Sumatera Utara

22

pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting dalam melaksanakan
suatu aktivitas (pekerjaan).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan :
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan.
b. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari
pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (Valving)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat
dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan
bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.
5. Kepatuhan terhadap Prosedur
Menurut Icek Ajzen dan Martin Fishbein dalam Azwar (2013), kepatuhan
didefinisikan sebagai suatu respon terhadap suatu perintah, anjuran atau ketetapan

Universitas Sumatera Utara

23

yang ditunjukan melalui suatu aktifitas konkrit. Kepatuhan juga merupakan
bentuk ketaatan pada aturan atau disiplin dalam menjalankan prosedur yang telah
ditetapkan. Kepatuhan dapat diartikan sebagai suatu bentuk respon terhadap suatu
perintah,anjuran, atau ketetapan melalui suatu aktifitas konkrit. Teori ini
didasarkan pada asumsi: (1) bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan
cara yang masuk akal, (2) manusia mempertimbangkan semua informasi yang
ada, (3) bahwa secara eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan
implikasi tindakan mereka.
Menurut Geller yang dikutip oleh Siregar (2014), kepatuhan merupakan
salah satu bentuk perilaku yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor
eksternal yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berbagai contoh perilaku
(tindakan) tidak aman yang sering ditemukan di tempat kerja pada dasarnya
adalah perilaku tidak patuh terhadap prosedur kerja/operasi, seperti menjalankan
mesin atau peralatan tanpa wewenang, mengabaikan peringatan dan keamanan,
kesalahan kecepatan pada saat mengoperasikan peralatan, tidak menggunakan
Alat Pelindung Diri dan memperbaiki peralatan yang sedang bergerak atau dengan
kata lain tidak mengikuti prosedur kerja yang benar.
2.1.4.4 Faktor Manajemen
1. Pengawasan
Kelemahan dari peraturan keselamatan adalah hanya berupa tulisan yang
menyebutkan bagaimana seseorang bisa selamat, tetapi tidak mengawasi tindakan
aktivitasnya. Pekerja akan cenderung melupakan kewajibannya dalam beberapa
hari atau minggu. Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasan untuk menegakkan

Universitas Sumatera Utara

24

peraturan di tempat kerja. Menurut Roughton dalam Syaaf (2008), beberapa tipe
individu yang harus terlibat dalam mengawasi tempat kerja yaitu :
a. Pengawas (Supervisor)
Setiap pengawas yang ditunjuk harus mendapatkan pelatihan terlebih dahulu
mengenai bahaya yang mungkin akan ditemui dan juga pengendaliannya.
b. Pekerja
Ini merupakan salah satu cara untuk melibatkan pekerja dalam proses
keselamatan. Setiap pekerja harus mengerti mengenai potensi bahaya dan cara
melindungi diri dan rekan kerjanya dari bahaya tersebut. Mereka yang terlibat
dalam

pengawasan

membutuhkan

pelatihan

dalam

mengenali

dan

mengendalikan potensi bahaya.
c. Safety Professional
Safety Professional harus menyediakan bimbingan dan petunjuk tentang
metode inspeksi. Safety Professional dapat diandalkan untuk bertanggung
jawab terhadap kesuksesan atau permasalahan dalam program pencegahan dan
pengendalian bahaya.
2.1.4.5 Faktor Lingkungan
1. Lingkungan Kerja
Salah satu penyebab dasar kecelakaan kerja yaitu faktor kerja / lingkungan
kerja. Faktor kerja / lingkungan kerja ini meliputi: kebisingan, ventilasi, suhu,
pencahayaan, dan warna peringatan, tanda, label.
Keadaan dan alat-alat dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Kesehatan
letak mesin, tidak dilengkapi alat pelindung, alat pelindung diri tidak dipakai, alat-

Universitas Sumatera Utara

25

alat kerja yang telah rusak. Lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan
kerja terdiri dari pemeliharaan rumah tangga (housekeeping), kesalahan disini
terletak pada rencana tempat kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja
tidak pada tempatnya, lantai yang licin dan kotor (Hikmawan, 2013).
2.1.5

Akibat Kecelakaan Kerja

Menurut Suma’mur (2006), kecelakaan kerja dapat menimbulkan lima jenis
kerugian, yaitu : kerusakan; kekacauan organisasi; keluhan dan kesedihan;
kelainan dan cacat; dan kematian.
Kerugian ini tidak hanya terjadi pada pelaku kecelakaan kerja, tetapi orang lain
yang berada di sekitarnya. Kerugian bisa dipandang dari dua sisi, yaitu sisi
pekerja dan sisi ekonomi. Kerugian dari sisi pekerja adalah hilangnya kesempatan
pekerja

untuk

mencapai

kinerja

yang

maksimal

karena

tidak

dapat

melaksanakannya sebagai akibat kecelakaan tersebut. Sisi ekonomis berupa
kerusakan mesin, kehilangan produksi, penurunan perolehan pendapatan, dan
sebagainya. Pada akhirnya, bagi perusahaan, kecelakaan kerja berdampak pada
penurunan kinerja dan produktivitas (Hadiguna, 2009).
Adapun penggolongan dampak kecelakaan kerja bagi karyawan atau pekerja
menurut Rosid (2012), yaitu :

Universitas Sumatera Utara

26

1. Meninggal dunia
Dalam hal ini termasuk kecelakaan yang paling fatal yang menyebabkan penderita
meninggal dunia walaupun telah mendapatkan pertolongan dan perawatan
sebelumnya.
2. Cacat permanen total
Merupakan cacat yang mengakibatkan penderita secara permanen tidak mampu
lagi sepenuhnya melakukan pekerjaan produktif karena kehilangan atau tidak
berfungsinya lagi bagian-bagian tubuh seperti: kedua mata, satu mata dan satu
tangan atau satu lengan atau satu kaki. Dua bagian tubuh yang tidak terletak pada
satu ruas tubuh.
3. Cacat permanen sebagian
Cacat yang mengakibatkan astu bagian tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau
sama sekali tidak berfungsi.
Penelitian lain menunjukkan bahwa kecelakaan kerja memberikan dampak
ekonomis dan dampak non ekonomis (Rajagukguk, 2009) :
a. Kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain :
1. Kerusakan/kehancuran mesin, peralatan dan bahan bangunan
2. Biaya pengobatan dan perawatan korban
3. Tunjangan kecelakaan
4. Hilangnya waktu kerja
5. Menurunnya jumlah dan waktu produksi, dan lain-lain

Universitas Sumatera Utara

27

b. Kerusakan yang bersifat non ekonomis
Pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang
bersangkutan, baik itu berupa luka, cidera berat maupun kematian.
2.1.6

Pencegahan Kecelakaan

Pada masa lalu, usaha keselamatan kerja ditujukan untuk “Unsafe Acts” dan
“Unsafe Condition” yang hanya merupakan gejala dari sebab utama, yaitu
ketimpangan unsur utama produksi. Akibatnya kecelakaan dan insiden tetap
terjadi. Tetapi saat ini telah terjadi perubahan pola sasaran keselamatan kerja,
dimana usaha keselamatan kerja ditujukan untuk mencegah atau mengatasi
terjadinya ketimpangan pada unsur utama produksi. Usaha ini akan membuahkan
hasil yang lebih permanen dan juga meningkatkan produksi serta efisiensi
perusahaan (Budiono, 2003).
Pencegahan kecelakaan kerja berdasarkan pengetahuan tentang penyebab
kecelakaan. Sebab-sebab kecelakaan pada suatu perusahaan diketahui dengan
mengadakan analisis setiap kecelakaan yang terjadi. Metoda analisi penyebab
kecelakaan harus betul-betul diketahui dan diterapkan sebagaimana mestinya.
Selain analisis mengenai peyebab terjadinya suatu peristiwa kecelakaan, untuk
pencegahan kecelakaan kerja sangat penting artinya dilakukan identifikasi bahaya
yang terdapat dan mungkin menimbulkan insiden kecelakaan di perusahaan serta
mengases (assessment) besarnya risiko bahaya.
Pencegahan kecelakaan kerja menurut Silalahi (1995) dilakukan melalui dua
aspek pendekatan, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

28

1. Aspek perangkat keras (hardware) seperti peralatan, perlengkapan mesin, tata
letak.
2. Aspek perangkat lunak (software) seperti manusia dan segala unsur yang
berkaitan.
Peningkatan usaha keselamatan dan kesehatan kerja dapat ditujukan pada
(Budino, 2003) :
1.

Lingkungan Mikro (Micro System), yang merupakan tugas masing-masing
perusahaan beserta sistem manajemennya. Pada tingkat ini, usaha pertama
dapat diarahkan pada lingkungan fisik, antara lain yaitu :
a. Melalui perencanaan mesin/peralatan dengan memerhatikan segi-segi
keselamatan dan kesehatan kerjanya.
b. Merancang peralatan/lingkungan kerja yang sesuai dengan batas
kemampuan pekerja agar tercipta “The Right Design of Humans”.
c. Pada tingkat pembelian harus diperhatikan mutu dan syarat keselamatan
dan kesehatan dari barang yang dibeli.
d. Pengelolaan (misalnya : penyusunan) bahan-bahan produksi harus secara
benar.
e. Cara pembuangan bahan bangunan memperhitungkan kemungkinan
bahayanya, baik bagi masyarakat maupun lingkungan. Usaha kedua
diarahkan pada manusia, dimana dilakukan pengamatan terhadap
pemilihan, penempatan, pembinaan pegawai yang benar, agar dapat
terwujud “The Right Man In The Right Job” dengan kesadaran yang tinggi
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

Universitas Sumatera Utara

29

Usaha kedua diarahkan pada sistem manajemen dari perusahaan atau unit
kerja yang bersangkutan, yang meliputi :
a. Penyebaran “Health & Safety Policy Statement”, yang diikuti dengan
pelaksanaan dan pengawasannya.
b. Penentuan struktur, pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dalam
segi keselamtana dan kesehatn kerja yang jelas dan tegas, dan petugas
operasi dinilai berdasar atas keberhasilannya dalam melaksanakan “Safe
Production” (Keselamatan kerja terpadu dalam produksi).
c. Menentukan, melaksanakan, dan mengawasi sistem / prosedur kerja yang
benar.
d. Membuat suatu sistem untuk menentukan dan mengatasi bahaya yang
mungkin timbul di tempat kerja.
e. Menciptakan sistem pendidikan (termasuk dalam segi K3 yang terpadu).
f. Penggunaan standar dan kode yang up to date (mutakhir) dan dapat
diandalkan.
g. Menciptakan sistem pengamat (misalnya : sistem audit, inspeksi, dll) yang
dapat menciptakan adanya ketimpangan pada sistem manajemen yang ada.
Jenis usaha yang akan kita pergunakan, tergantung dari keadaan dan
kondisi setempat.
Usaha ketiga adalah berdasarkan “Modern Safety Management” yaitu yang
disebut ILCI Causation Model dimana perusahaan harus mempunyai Program K3.
Standar program K3 dan harus dilaksanakan serta dikontrol, seperti yang telah
dibahas diatas.

Universitas Sumatera Utara

30

2. Lingkungan Makro (Macro System), yang merupakan tugas Pemerintah
beserta aparat pelaksananya. Perbaikan yang perlu dilakukan antara lain :
memasukkan materi manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagai
salah satu mata pelajaran di Perguruan Tinggi (terutama jurusan sosial dan
teknik) dan Lembaga Pembinaan Manajemen lainnya; mengawasi pelaksanaan
Undang-Undang Keselamatan Kerja beserta peraturan pelaksanaannya dan
menindak tegas setiap pelanggarannya; memasukkan segi keselamatan dan
kesehatan kerja ke dalam program Litbang Teknologi Tinggi (Research &
Development of Advanced Technology); dan usaha lain yang ada kaitannya
dengan unsur lingkungan makro.
Pencegahan kecelakaan kerja menurut Suma’mur (2006) ditujukan kepada
lingkungan, mesin, peralatan kerja, perlengkapan kerja dan terutama faktor
manusia.
1. Lingkungan
Syarat lingkungan kerja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Memenuhi syarat aman, meliputi higiene umum, sanitasi, ventilasi
udara, pencahayaan dan penerangan di tempat kerja dan pengaturan
suhu udara ruang kerja.
b. Memenuhi syarat keselamatan, meliputi kondisi gedung dan tempat
kerja yang dapat menjamin keselamatan.
c. Memenuhi

penyelenggaraan

ketatarumahtanggaan,

meliputi

pengaturan penyimpanan barang, penempatan dan pemasangan mesin,
penggunaan tempat dan ruangan.

Universitas Sumatera Utara

31

2. Mesin dan peralatan kerja
Mesin dan peralatan kerja harus didasarkan pada perencanaan yang baik
dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku. Perencanaan yang baik terlihat
dari baiknya pagar atau tutup pengaman pada bagian-bagian mesin atau perkakas
yang bergerak, antara lain bagian yang berputar. Bila pagar atau tutup pengaman
telah terpasang, harus diketahui dengan pasti efektif tidaknya pagar atau tutup
pengaman tersebut yang dilihat dari bentuk dan ukurannya yang sesuai terhadap
mesin atau alat serta perkakas yang terhadapnya keselamatan pekerja dilindungi.
3. Perlengkapan kerja
Alat pelindung diri merupakan perlengkapan kerja yang harus terpenuhi
bagi pekerja. Alat pelindung diri berupa pakaian kerja, kacamata, sarung tangan,
yang kesemuanya harus cocok ukurannya sehingga menimbulkan kenyamanan
dalam penggunaannya.
4. Faktor manusia
Pencegahan kecelakaan terhadap faktor manusia meliputi peraturan kerja,
mempertimbangkan batas kemampuan dan ketrampilan pekerja, meniadakan halhal yang mengurangi konsentrasi kerja, menegakkan disiplin kerja, menghindari
perbuatan yang mendatangkan kecelakaan serta

menghilangkan adanya

ketidakcocokan fisik dan mental.
3.2

Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan dasar pemikiran pada penelitian yang dirumuskan
dari fakta-fakta, observasi, dan tinjauan pustaka (Saryono dan Setiawan, 2010).

Universitas Sumatera Utara

32

Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Teori Loss
Causation Models oleh Bird dan Germain (1996) dan ILO (1998). Penyebab
kecelakaan adalah faktor pekerja, faktor manajemen dan faktor lingkungan.
Kerangka konsep pada penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independen) dan
variabel terikat (dependen). Variabel independen meliputi faktor pekerja (usia,
masa kerja, pengetahuan, sikap dan kepatuhan terhadap prosedur), faktor
manajemen (pengawasan), dan faktor lingkungan (lingkungan kerja). Variabel
dependen yaitu kecelakaan kerja. Dalam skema kerangka konsep dapat
digambarkan sebagai berikut :

Faktor Pekerja
-

Usia
Masa Kerja
Pengetahuan
Sikap
Kepatuhan terhadap
prosedur
Kejadian
Kecelakaan Kerja

Faktor Manajemen
-

Pengawasan
Faktor Lingkungan

-

Lingkungan kerja

Gambar 2.1
Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara