Critical Review Jurnal Analisis Lokasi d (2)

Critical
Review Jurnal
Analisis Lokasi
dan
Keruangan
Aplikasi Teori Weber
dalam Pembangunan
Agroindustri PT. Wina
Pohan di Banyuasin
Sumatera Selatan

Noerita Aulia Safira
3614100032

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
Fakultan Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................................................................... 5
2.1.

Konsep Dasar Teori Lokasi ...................................................................................................... 5

BAB III ANALISA ........................................................................................................................................ 8
3.1.

Alasan Pemilihan Lokasi ........................................................................................................... 8

3.2.

Faktor-Faktor Lokasi .................................................................................................................. 8

3.3.

Implikasi Teori terhadap Lokasi yang Dipilih .......................................................................... 9

BAB IV LESSON LEARNED .................................................................................................................. 11

4.1.

Kesimpulan ................................................................................................................................ 11

4.2.

Saran .......................................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 13

i|Page

BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan pelaksanaan pembangunan secara utuh merupakan indikasi dalam
percepatan pembangunan, pelaksanaan pembangunan pun harus melihat dari percepatan
perluasan peluang kerja dan pemanfaatan sumber daya alam. Provinsi Sumatera Selatan
dalam kebijakan pembangunannya baik wilayah, lokasi, dan kawasan turut menggunakan
potensi sumber daya alam. Sektor industri pertanian merupakan sektor pendukung utama
dalam pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan, sehingga keputusan kebijakan penentuan

lokasi terutama lokasi industri merupakan bagian penting dalam menciptakan situasi ekonomi
yang lebih maju dan terus maju.
Salah satu wujud pembangunan sektor industri pertanian adalah pengembangan
agroindusti dengan bahan baku pertanian seperti jagung untuk makanan ternak, kelapa sawit
untuk bahan baku minyak, karet, kopi, tebu, dan lain sebagainya. Konsep yang digunakan
dalam penentuan lokasi agroindstri didasarkan atas landasan teori lokasi dengan pertimbangan
beberapa unsur yaitu jarak, lokasi, bentuk, ukuran, dan skala. (Priyarsono, Sahara, & Firdaus,
2011).
Provinsi Sumatera Selatan memiliki luas wilayah 8.707.741 Ha dengan 15 kabupaten/kota,
OKI, Musi Banyuasin, dan Banyuasin merupakan 3 kabupaten/kota terluas di Sumatera Selatan
dengan angka kepadatan penduduk kurang dari angka rata-rata kepadatan penduduk sebesar
83,00 km2.
PT. Wina Pohan yang berlokasi di Banyuasin ini merupakan perusahaan yang bergerak
dalam sektor agroindustri, yaitu industri jagung untuk makan ternak. Pada jurnal akan dikaji
apakah penetapan lokasi agroindustri oleh PT. Wina Pohan mengaplikasikan Teori Weber
dengan penetapan zona komoditas berbentuk segitiga lokasional (Locational Triangle). Weber
mendasarkan teorinya bahwa pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya
yang bergantung pada total biaya transportasi dan upah tenaga kerja.
Selanjutnya, faktor penentu penetapan lokasi agroindustri terutama di Provinsi Sumatera
Selatan dikelompokkan menjadi dua jenis, diantaranya:

1. Faktor penentu utama yaitu jenis faktor secara mutlak yang diperlukan dalam proses
produksi antara lain faktor kewujuduan akan a) bahan mentah, b) tenaga kerja, c)
kemudahan sampai, d) kemudahan dalam semua aspek;
1|Page

2. Faktor pendukung lainnya adalah jenis faktor yang membantu menyokong sistem
aktivitas meliputi a) perundangan, pangsa pasar dan b) tanggapan penduduk.
Dalam analisa awal, ditetapkan beberapa lokasi alternatif pembangunan agroindustri
jagung untuk makanan ternak, alternatif lokasi pertama yaitu Kabupaten Musi BanyuasinBanyuasin, alternatif kedua OKUT-OKI-OKUS, dan alternatif lainnya yaitu Empat LawangLahat. Penetapan alternatif lokasi dipilih dengan dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Kawasan berada pada area yang berdekatan, sehingga mememiliki kesamaan dari segi
kesesuaian tanah, topografi, geografi, dan sumber potensi lainnya, atau sebagai
segitiga lokasional.
2. Terdapat kebijakan khusus sehingga lebih menguntungkan untuk berlokasi di tempat
lain, namun tidak akan mengurangi manfaat adanya industri dalam pembangunan
wilayah Privinsi Sumatera Selatan.
Agroindustri dalam kajian ini digolongkan kedalam aktivitas ekonomi yang berorientsikan
sumber bahan input (resources oriented) karena bahan mentah merupakan industri yang
mengurangi berat (weight losing material). Selain itu agroindistri berbahan baku jagung ini
memiliki dua karakteristik, pertama bahan baku memiliki sifat mudah rusak atau busuk, kedua
bahan baku akan mengalami pengurangan berat ketika sudah diolah. Dari dua karakter

tersebut, peletakan lokasi industri diperlukan untuk dekat dengan bahan baku untuk
meminimisasi biaya.
Berdasarkan analisa tersebut, PT. Wina Pohan menetapkan lokasi agroindustri pada
alternatif pertama yaitu Kabupaten Musi Banyuasin-Banyuasin dengan faktor-faktor sebagai
berikut:
1. Kewujudan bahan mentah sebagai sumber input.
2. Kewujudan tenaga kerja dan tanggapan penduduk.
3. Kemudahan dan mobilitas (aksesibilitas) atau kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi.
4. Kelengkapan dan kemudahan dengan perundangan yang dikuasakan.
Kewujudan bahan mentah sebagai sumber input merupakan satu faktor yang menjadikan
Kabupaten Musi Banyuasin-Banyuasin ditetapkan sebagai lokasi pengembangan agroindustri
jagung untuk makanan ternak. Dikutip dari data BPS Tanaman Pangan & Hortikultura 2010
Kabupaten Musi Banyuasin dan Banyuasin merupakan kabupaten/kota dengan jumlah produksi
jagung tertinggi di Provinsi Sumatera Selatan. Ditinjau dari letak dan keadaan geografi, kedua

2|Page

kabupaten memiliki kesamaan mengingat dahulunya kedua kabupaten merupakan satu
kesatuan kabupaten yang berada dalam satu jalur dengan ibukota provinsi yaitu Palembang.
Teknik


yang

digunakan

dalam

penentuan

pembangunan

agroindustri

adalah

menggunakan teori asal yaitu ekonomi yang berkaitan dengan input output, teori lokasi, teori
tempat pusat dan teori kutub pertumbuhan. Dalam menanggapi situasi ini Weber
mengemukakan konsep segitiga lokasi (locational triangle), bahwa pembangunan agroindustri
mempergunakan pengembangan material indeks (IM) yang diperoleh dari bobot bahan baku
(input) dibagi dengan berat produk akhir (output).

Pendapat lain dari Sasmita menyatakan bahwa material indeks (IM) adalah perbandingan
berat bahan baku dan berat hasil akhir. Jika material indeksnya (IM) > 1, maka industri akan
berlokasi dekat dengan bahan baku dan jika material indeksnya (IM) < 1 maka industri akan
berlokasi dekat dengan pasar. Dan jika unsur bobot tidak memegang peran penting, maka
lokasi industri diletakkan diantara sumber bahan baku dan pasar.
Faktor lain seperti biaya penanganan berperan penting terlepas dari keseluruhan biaya
transportasi, tidak hanya faktor biaya keuangan tetapi juga biaya untuk kerugian waktu,
ketidaknyamanan, dan sebagainya. Terbatasnya pelayanan transportasi pada beberapa rute
turut mempengaruhi terhadap pemilihan lokasi nodal (transhipment point, transportasi darat dan
laut bertemu sehingga menunjang terbentuknya pusat industri) yang akan berdampak terhadap
biaya transportasi antara inputI dan output
Konsep pembangunan agroindustri di Sumatera Selatan saat ini berlandaskan teori yang
dikemukakan

oleh

Weber,

yaitu


penekanan

pentingnya

biaya

transportasi

sebagai

pertimbangan lokasi dan orientasi tenaga kerja. Yang digambarkan pada gambar berikut ini.
P
Keterangan:
P (Pasar) = Palembang
T (Industri) = Banyuasin
M1 (Bahan Baku) = Musi
Banyuasin dan OKUT
M2 (Bahan Baku) = Empat
Lawang, OKI, dan OKUS
a, b, c = Jarak


a

T
c

M1

b

M2

3|Page

Dari gambar tersebut dimisalkan terdapat dua sumber bahan baku yang berbeda, yaitu M1
dan M2. Penetapan lokasi sumber bahan baku diasarkan atas tingginya produksi jagung yang
dihasikan di masing-masing kabupaten di M1 maupun M2. Lokasi PT. Wina Pohan Banyuasin
memiliki input sebesar 22.740 ton jagung pada titik T. Sedangkan pada titik M1 memiliki input
sebesar 49.006 ton dan pada titik M2 memiliki input sebesar 27.389 ton. Adapun a, b, c
merupakan jarak lokasi dengan penjelasan jarak dari Banyuasin (T) ke pusat pasar sejauh 60

km, ke Musi Banyuasin sejauh 60 km, OKUT sejauh 217 km, Empat Lawang sejauh 258 km,
OKI sejauh 108 km, dan OKUS sejauh 251 km.
Pabrik PT. Wina Pohan tergolong dalam industri primer karena olahan pabrik
menghasilkan barang-barang tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga bentuk bahan baku masih
tampak, dan industri primer ini aktivitasnya lebih banyak menggunakan bahan baku sehingga
menurut teori Weber peletakan industri yang tepat adalah dekat dengan bahan baku.
Dalam aktivitas pertanian masalah analisa komoditas menjadi perhatian yang penting,
karena komoditas berperan sebagai pemacu dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu,
kajian komoditas sebagai faktor utama penentuan lokasi pembangunan agroindustri dalam
kebijakan pembangunan sangatlah tepat. Namun usaha untuk menggunakan kebijakan dengan
model District Locatioal Area (DLA) kepada perusahaan pertanian masih belum menunjukkan
prestasi. Dari data potensi komoditas utama pertanian sebagai salah satu faktor penetapan
perencanaan pembangunan agroindustri di Sumatera Selatan menunjukan kebijakan yang tidak
diterapkan, dengan alasan biaya transportasi yang tinggi baik dari segi input maupun output.

4|Page

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Konsep Dasar Teori Lokasi

1. Teori Weber: Industrial Location Theory
Alfred Weber mengemukakan teorinya yang berkaitan dengan least cost location. Teori
ini mengatakan dalam penentuan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya,
dalam analisis ini lokasi yang terbaik (optimal) adalah tempat dimana biaya produksi dan
ongkos angkut adalah yang paling kecil. Jika hal tersebut tercapai, maka tingkat
keuntungan perusahaan akan menjadi maksimum. Terdapat 3 faktor utama dalam Teori
Weber:
a. Biaya Transportasi
Biaya transportasi disini tergantung pada bobot barang yang dipindahkan serta
jarak yang harus ditempuh baik dari sumber bahan baku menuju lokasi industri
ataupun dari lokasi industri menuju pasar.
b. Biaya Tenaga Kerja
Upah atau biaya untuk tenaga kerja dalam hal ini bersifat mutlak, dalam arti
harus ada dalam industri yakni untuk membayar para tenaga kerja.
c. Efisiensi Biaya akibat Aglomerasi Ekonomi
Aglomerasi adalah pengelompokkan beberapa perusahaan dalam suatu daerah
atau wilayah sehingga membentuk daerah khusus industri, dengan dilakukannya
aglomerasi ini akan menghemat biaya baik pra produksi, produksi, dan paska
produksi oleh perusahaan yang berada pada kawasan aglomerasi.


Konsep Isotim dan Isodopane

a. Isotim  biaya transportasi dari bahan baku ke industri atau dari industri ke pasar.
b. Isodopane  biaya transportasi dari bahan baku ke industri dan industri ke pasar.

Semakin besar biaya
transportasi dari bahan baku
ke industri maka biaya
transportasi dari industri ke
pasar akan semakin kecil
Begitu juga sebaliknya

5|Page



Konsep Segitiga Lokasional

Pada konsep ini, lokasi optimum (P) adalah keseimbangan antara kekuatan yang
ditimbulkan oleh sumber bahan baku (input 1 dan input 2) dan titik pasar (market). Untuk
mengetahui apakah lokasi optimum lebih dekat ke sumber input atau pasar, digunakan
perhitungan indeks bahan baku (IB), yaitu perbandingan bobot bahan lokal dengan berat
produk akhir. Jika hasil IB > 1 maka industri berada dekat dengan sumber bahan baku,
sedangkan jika hasil IB < 1 maka industri berada dekat dengan pasar.
Dari perhitungan indeks bahan baku dihasilkan tiga lokasi, diantaranya:
1. Resource Oriented, penetapan lokasi optimum (P) dekat dengan bahan baku ini
didasari atas pertimbangan bobot bahan baku lebih besar dibandingkan bobot
produksi akhir.
2. Market Oriented, penetapan lokasi optimum (P) dekat dengan pasar ini didasari
atas pertimbangan bobot bahan baku lebih kecil dibandingkat bobot produksi akhir.
3. Footloose Industries, penetapan lokasi optimum (P) berada diantara sumber bahan
baku dan pasar terjadi ketika unsur bobot tidak diperhitungkan disini.
Pertimbangan lain dalam penentuan lokasi berdasarkan bobot, diantaranya:
1. The Weight Losing Case, penetapan lokasi dekat dengan bahan baku dikarenakan
bobot dari komoditas akan berkurang ketika telah mengalami proses produksi.
Mudahnya bobot bahan baku lebih besar dibandingkan bobot produk akhir.
2. The Weight Cleaning Case, penetapan lokasi dekat dengan pasar dikarenakan
bobot dari komoditas akan bertambah ketika telah mengalami proses produksi.
Mudahnya bobot bahan baku lebih kecil dibandingkan bobot produk akhir.

6|Page



Asumsi Teori Weber
1. Unit studi terisolasi, homogen, konsumen terpusat di titik tertentu, semua unit
perusahaan dapat memasuki pasar yang tidak terbatas (persaingan sempurna).
2. Sumber daya alam: air, pasir, lempung, tersedia di mana-mana (ubiquitous).
3. Bahan lainnya seperti mineral dan biji besi tersedia terbatas pada sejumlah tempat
(sporadis).
4. Tenaga kerja tidak tersedia secara luas, mengelompok pada beberapa loksi dan
mobilitasnya terbatas.

2. Teori Lokasi Industri Optimal
Teori ini dikemukakan oleh Losch. Analisis pada teori ini didasarkan atas permintaan
(demand), sehingga diasumsikan bahwa lokasi optimal dari suatu pabrik atau industri
adalah yang dapat menguasai wilayah pemasaran yang luas.
Dalam membangun teori ini, Losch memandang bahwa suatu permukaan lahan yang
datar dan homogen, jika disuplai oleh pusat (industri) maka volume penjualan akan
membentuk kerucut. Artinya, semakin jauh keberadaan industri dengan pusat akan
mengurangi pendapatan, karena harga produk akan semakin tinggi akibat tingginya biaya
transportasi yang dibutuhkan.
Pandangan teori ini tentu akan mendorong pabrik setiap tahunnya mencari lokasi yang
dapat menguasai wilayah pasar dengan seluas-luasnya. Dalam hal ini, diusahakan pula
tidak adanya pabrik lain dalam wilayah sama menghasilkan barang produk yang sama,
karena akan berdampak pada minimnya pendapatan. Oleh sebab itu, dalam teori ini ada
kecenderungan bahwa pabrik dibangun merata dan saling bersinambungan membentuk
heksagonal.

7|Page

BAB III
ANALISA
3.1. Alasan Pemilihan Lokasi
Berdasarkan faktor-faktor yang digunakan dalam penetapan lokasi agroindustri di
Provinsi Sumatera Selatan dihasilkan tiga alternatif lokasi agroindustri jagung untuk
makanan ternak. Dari tiga alternatif tersebut dipilihlah alternatif pertama yaitu Kabupaten
Musi Banyuasin, Banyuasin. Dengan dasar pertimbangan sebagai berikut:
1. Kewujudan bahan mentah sebagai sumber input.
Pada tiga alternatif lokasi awal ditetapkan kabupaten-kabupaten yang memiliki
produksi jagung tinggi diantaranya

Musi Banyuasin, Banyuasin, OKI, OKUT, OKUS,

Empat Lawang dan Lahat. Dari ketiga alternatif tersebut Kabupaten Musi Banyuasin
merupakan kabupaten dengan produksi jagung tertinggi dibandingkan dengan
kabupaten pada pilihan alternatif lokasi lain, dengan peletakkan industri di Kabupaten
Banyuasin maka memenuhi faktor kewujudan bahan mentah sebagai sumber input dari
Kabupaten Musi Banyuasi dan kabupaten pada pilihan alternatif lain.
2. Kewujudan tenaga kerja dan tanggapan penduduk.
Kabupaten Banyuasin memiliki jumlah penduduk terbesar kedua setelah ibukota
Palembang, hal ini menunjukkan akan kewujudan tenaga kerja dan tingginya supply
akan tenaga kerja.
3. Kemudahan dan mobilitas (aksesibilitas) atau kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi.
Penetapan

lokasi

industri

di

Kabupaten

Banyuasin

akan

memberikan

kemudahan dari aksesibilitas baik dari sumber bahan baku maupun aksesibilitas menuju
pasar.
4. Kelengkapan dan kemudahan dengan perundangan yang dikuasakan.
Terdapat kebijakan khusus terkait sektor agroindustri merupakan sektor
pendukung utama dalam pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan. Aspek kebijakan
ini yang mempegaruhi terhadap penetapan lokasi agroindustri.
3.2. Faktor-Faktor Lokasi
Faktor penentu yang digunakan dalam penetapan lokasi agroindustri di Provinsi
Sumatera Selatan di kelompokkan sebagai berikut:
1. Faktor penentu utama yaitu jenis faktor secara mutlak yang diperlukan dalam proses
produksi antara lain faktor kewujudan:
a) bahan mentah,
8|Page

b) tenaga kerja,
c) kemudahan sampai,
d) kemudahan dalam semua aspek;
2. Faktor pendukung lainnya adalah jenis faktor yang membantu menyokong sistem
aktivitas antara lain meliputi:
a) perundangan, pangsa pasar,
b) tanggapan penduduk.
3.3. Implikasi Teori terhadap Lokasi yang Dipilih
Dalam Teori Weber terdapat tiga faktor utama, diantaranya terdapat biaya
transportasi, biaya tenaga kerja, dan efisiensi biaya aglomerasi. Ketiga faktor utama ini
jelas terimplikasi dalam penetapan lokasi agroindustri oleh PT. Wina Pohan di Banyuasin.
Pada sub bab alasan pemiliha lokasi dijelaskan bahwasannya lokasi optimal
Banyuasin dipilih dengan dasar pertimbangan kewujudan bahan baku dan kemudahan
aksesibilitas yang berarti terdapat bobot bahan baku yang mengimplikasikan faktor biaya
transportasi.

Selain

itu,

kewujudan tingginya

supply

akan tenaga kerja

sudah

mengimplikasikan faktor biaya tenaga kerja. Dan faktor ketiga yaitu efisiensi biaya
aglomerasi juga sudah terimplikasi oleh dasaran bahwa Kabupaten Bayuasin memiliki
kekuatan untuk aglomerasi.
Peletakan lokasi agroindustri PT. Wina Pohan di Banyuasin jelas mengaplikasikan dari
Teori Weber dengan konsep segitiga lokasional (locational triangle). Pada konsep segitiga
lokasional mempertimbangkan nilai indeks bahan baku (IB) yang didapatkan dari
perbandingan bobot bahan baku (input) dengan bahan produk akhir. Industri akan
berlokasi dekat dengan sumber bahan baku ketika hasil IB > 1 dan akan berlokasi dekat
dengan pasar ketika hasil IB < 1.
Sebelum mengimplikasikan konsep segitiga lokasional pada lokasi agroindustri, perlu
diingat bahwa agroindustri yang akan dikembangkan digolongkan kedalam aktivitas
ekonomi yang berorientasi pada sumber bahan baku (resource oriented) selain karena
bahan baku mudah rusak atau busuk, bahan baku akan mengalami pengurangan berat
setelah mengalami proses produksi (weight losing case).

9|Page

Dari segitiga lokasional tersebut dijelaskan bahwa sumber bahan baku berada pada
dua titik, yaitu M1 dan M2. Dimana titik M1 adalah Kabupaten Musi Banyuasin dan Okut
dan titik M2 adalah Kabupaten OKUS, OKI, dan Empat Lawang. Dengan demikian
terbentuklah tiga arah lokasi dan didapatkan titik T sebagai lokasi optimum PT. Wina
Pohan di Banyuasin.
Pada titik T bobot yang dimiliki adalah 22.740 ton jagung, sedangkan pada titik M1
bobot yang dimiliki adalah 49.006 dan titik M2 dengan bobot 27.479. Dengan jarak titik T ke
titik P adalah 60 Km, ke Musi Banyuasin sejauh 60 Km, OKUT sejauh 217 Km, Empat
Lawang sejauh 258 Km, OKI sejauh 108 Km, dan OKUS sejauh 251 Km.
Dari perhitungan nilai indeks bahan baku (IB) yang diperoleh dari perbandingan jumlah
bobot di titik M1 dan M2 dengan bobot di titik T (Kabupaten Banyuasin) didapatkan hasil IB
> 1 yang berarti lokasi industri berada di dekat sumber bahan baku (resource oriented).
Serta pertimbangan bahwa bahan baku jagung akan mengalami pengurangan berat
setelah produksi maka benar dikatakan bahwa peletakan agroindustri PT. Wina Pohan di
Banyuasin adalah dekat dengan sumber bahan baku (resource oriented).
Sesuai dengan tujuan dari penelitian jurnal adalah untuk mengkaji apakah PT. Wina
Pohan mengaplikasikan Teori Weber untuk lokasi agroindustrinya. PT. Wina Pohan
memang mengaplikasikan Teori Weber dalam penentuan lokasi agroindustrinya dengan
konsep segitika lokasional dan hasil pemilihan lokasi berupa market oriented, hal itu dapat
dipengaruhi karena terdapat variabel kebijakan yang turut mempengaruhi hasil penentuan
lokasi agroindustri oleh PT. Wina Pohan.

10 | P a g e

BAB IV
LESSON LEARNED
4.1. Kesimpulan
Pekaksanaan pembangunan secara utuh merupakan indikasi dalam percepatan
pembangunan, Provinsi Sumatera Selatan menetapkan sektor industri pertanian atau
sebagai sektor pendukung utama dalam pembangunan Sumatera Selatan. Salah satu
wujud pembangunan sektor industri pertanian adalah pengembangan agroindusti yang
dalam penentuan lokasinya dilandaskan atas teori lokasi dengan pertimbangan beberapa
unsur seperti jaraj, lokasi, bentuk, ukuran, dan skala. (Priyarsono, Sahara, & Firdaus, 2011).
Alternatif

teori

lokasi yang

digunakan

dalam

penentuan

lokasi

industri

dengan

mengaplikasikan Teori Weber.
PT.

Wina

Pohan

di

Banyuasin

dalam

penetapan

lokasi

industrinya

telah

mengaplikasikan Teori Weber dengan prinsip penetapan lokasi industri diletakkan ditempat
yang memiliki total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimal untuk kemudian
mendapatkan keuntungan yang maksimal. Adapun konsep yang digunakan dalam analisis
ini adalah konsep segitiga lokasional, yang menghasilkan analisa penempatan lokasi
agroindustri untuk berada dekat dengan sumber bahan baku (resource oriented)
dikarenakan berbahan baku jagung yang akan cepat mengalami rusak atau busuk dan
akan mengalami pengurangan berat setelah mengalami proses produksi. Hasil
perbandingan nilai indeks bahan juga menunjukkan hasil IB > 1 yang berarti untuk
peletakan industri dekat dengan sumber bahan baku.
Namun pada kenyataannya penetapan lokasi agroindustri oleh PT. Wina Pohan
berlokasi di Banyuasin yang secara jarak lebih dekat dengan pasar dibandingkan titik titik
sumber bahan baku. Hal ini menunjukkan hasil

kajian bahwa PT.Wina Pohan

mengapliksikan Teori Weber berupa market oriented atau dekat dengan pasar, penentuan
lokasi ini bisa dipengaruhi oleh variabel lain selain biaya transportasi dan tenaga kerja, juga
dipengaruhi oleh kebijakan di Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan penjelasan tersebut
makan kebijakan khusus juga mempunyai peran dalam penentuan lokasi, selain
pertimbangan faktot-faktor yang dikemukakan oleh Teori Weber.
4.2. Saran
Pengaplikasian Teori Weber masih dapat dilakukan dengan turut mempertimbangkan
aspek kekinian. Seperti

kemajuan teknologi, dapat menjadi pertimbangan lain dalam
11 | P a g e

penetapan lokasi agroindustri. Penerapan teknologi sendiri dalam mendukung analisis
lokasi dapat menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis), dalam kasus ini dapat
membantu dalam menentukan lokasi mana di Sumatera Selatan yang jangkauannya baik
untuk diletakkan industri. SIG membantu kitta dalam memilih lokasi industri yang strategis
ditinjau dari sumber bahan baku mapun pasar, serta dapat memberikan informasi apakah
lokasi atau alternatif lokasi yang kita pilih sudah sesuai atau belum peruntukannya untuk
kegiatan industri.
Penerapann teknologi selain dalam hal penentuan lokasi juga dapat diterapkan dalam
proses produksi. Dalam kasus ini penerapan teknologi dapat digunakan untuk
menghasilkan output produksi yang lebih beragam, dari yang sebelumnya bahan baku
jagung digunakan untuk makan ternak, dengan teknologi dapat diproduksi seperti kemasan
cereal berbahan baku jagung, kripik jagung, dan lain sebagainya. Penerapan teknologi
disini

dapat

mengingkatkan

pendapatan

guna

menyeimbangkan

tingginya

biaya

transportasi bahan baku ke industri maupun industri ke pasar.
Pada Teori Weber penetapan lokasi dititik beratkan pada biaya transportasi yang
dipengaruhi oleh bobot dan biaya tenaga kerja serta efisiensi aglomerasi, namun dalam
jurnal juga dipaparkan kebijakan khusus terkait kentungan yang akan didapatkan jika
berlokasi di lokasi tertentu. Kebijakan juga merupakan aspek yang perlu dikaji atau
diperimbangkan dalam pemilihan suatu lokasi terutama untuk kita, para planner. Pada
Provinsi Sumatera Selatan sendiri, sektor industri telah dijadikan sektor pendukung utama
dalam pembangunan Sumatera Selatan. Kebijakan ini tentu berperan terhadap penetapan
lokasi agroindustri terutama di Sumatera Selatan.

12 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono, Fauzi Guspradana. 2014. Faktor-Faktor Penentu Lokasi Sentra Industri
Gula Kelapa (Studi Kasus: Di Wilayah Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar). Jurnal Ilmiah
Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya, Malang.
Rini, Listia. 2011. Teori Alfred Weber dan August Losch. Tugas Mata Kuliah Analisis
Lokasi dan Pola Ruang Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Aulia, Belinda Ulfa, dkk. 2012. Diktat Analisis Lokasi dan Keruangan (RPO9 – 1209).
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. ITS,
Surabaya.
Siswanto, Veli Kukinul. 2016. PPT tentang Teori Weber. Surabaya
Lokasi

Industri

dan

Pertanian.

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121BAGJA_WALUYA/GEOGRAFI_EKONOMI/Geografi_Industri.pdf
Ridjal, Julian Adam. Nilai Sewa Lahan - Von Thunen dan Analisis Lokasi Industri
berorientasi Bahan Baku – Weber. PS Agribisnis Universitas Jember. http://adamjulian.net/wpcontent/uploads/2014/04/pertemuan_5_Nilai-sewa-Lahan_Thunen-Berbasis-BB_Weber.pdf

13 | P a g e

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63