Identifikasi Kematangan Buah Jambu Biji Merah dengan Teknik Jaringan Syaraf Tiruan Metode Backpropagation
TINJUAN PUSTAKA
Jambu biji merah (Psidium guajava L.)
Jambu biji merah (Psidium guajava L.) merupakan tanaman impor, yakni
bukan tanaman asli dari Indonesia. Berbagai sumber menyebutkan bahwa jambu
biji merah berasal dari negara bagian Amerika yakni Meksiko Selatan, Amerika
Tengah yang memiliki iklim tropis. Salah satu manfaat buah jambu biji merah
yakni berfungsi dalam menambah trombosit pada penderita demam berdarah
(Mulato, 2015).
Jambu biji dikenal juga dengan nama lain Psidium aromaticum Blanco.
Tanaman ini asli dari daerah Amerika Tropik antara Mexico sampai dengan Peru,
menyebar ke daerah Asia oleh pedagang Spanyol dan Portugis. Jenis jambu biji
yang dikenal dan beredar di masyarakat dan pedagang buah bermacam-macam,
diantaranya jambu krikil, jambu biasa, jambu mawar, jambu sukun dan jambu
Bangkok (Yuliani, et. al., 2001).
Buah jambu biji merupakan tanaman semak yang memiliki ukuran yang
besar, atau merupakan tanaman pohon kecil yang selalu berdaun hijau yang pada
umumnya memiliki ketinggian 3-10 m, dan memiliki banyak ranting, batang yang
tidak lurus, kulit kayu berwarna cerah sampai dengan coklat gelap, ramping,
halus, dan terus-menerus dapat terkelupas, sistem perakaran pada umumnya
dangkal dan sangat luas. (Orwa, et. al., 2009)
Jambu biji merah merupakan jenis buah tropis yang keberadaannya sulit
digantikan dengan buah-buahan lainnya karena jambu biji memiliki kandungan
5
Universitas Sumatera Utara
6
yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Buah jambu biji merah merah merupakan
buah yang memiliki bentuk bulat yang berwana hijau jika belum matang, kuning
muda jika sudah matang dan kuning kemerahan apabila telah lewat matang. Dan
memiliki daging buah yang berwarna merah. (Mulato, 2015)
Jenis jambu biji yang dikenal dan beredar di masyarakat dan pedagang
buah bermacam-macam diantaranya buah jambu krikil, jambu biasa, jambu
mawar, jambu sukun, dan jambu bangkok. Buah jambu batu terutama dari jenis
berwarna merah sering digunakan untuk mengobati penyakit demam berdarah. Jus
hasil olahan buah ini dikatakan dapat meningkatkan nilai trombosit pada penderita
demam berdarah (Yuliani, et. al., 2001).
Klasifikasi botani tanaman jambu merah adalah sebagai berikut:
- Divisi
: Spermatophyta
- Sub divisi
: Magnoliophyta
- Kelas
: Magnoliopsida
- Keluarga
: Murtaceae
- Genus
: Psidium Linnaeus/Psidium L.
- Spesies
: Psidium guajava Linnaeus/Psidium guajava L.
(USDA, 2003).
Jambu biji termasuk komoditi yang mudah rusak sehingga tanpa
penanganan yang baik hanya dapat disimpan beberapa hari saja, apabila disimpan
dalam suhu kamar. Kerusakan yang terjadi pada buah-buahan diakibatkan proses
metabolisme seperti respirasi dan transparasi. Proses metabolisme tersebut akan
Universitas Sumatera Utara
7
terus berlangsung sehingga akan terjadi perubahan-perubahan yang dapat
mengakibatkan penurunan mutu bahan pangan tersebut. Disamping banyak
kerusakan yang terjadi disebabkan oleh perlakukan mekanis, fisis dan biologis
(Wahyuni, et. al., 2009)
Kematangan buah biasanya ditentukan oleh beberapa parameter,
diantaranya adalah parameter ukuran, berat, ciri warna, keharuman dari buah
tersebut dan sebagainya. Kematangan buah dari sisi warna kulit buah merupakan
salah satu faktor yang paling penting di dalam identifikasi kematangan buah.
Umumnya, klasifikasi kematangan buah dilakukan dengan cara manual yaitu
menggunakan
indra
penglihatan
untuk
membedakan
kematangan
buah
berdasarkan ciri warna kulit buah yang memiliki kelemahan seperti penilaian oleh
manusia yang bersifat subjektif dan tidak konsisten (Andri, et. al., 2014).
Kondisi buah jambu biji ditentukan oleh beberapa parameter, diantaranya
adalah parameter tingkat kematangan yang dilihat dari sisi warna dari buah jambu
biji tersebut. Umumnya klasifikasi kematangan buah jambu biji dilakukan dengan
cara manual yaitu menggunakan rabaan indera manusia dan juga indera
pengelihatan manusia. Proses identifikasi buah-buahan yang dilakukan secara
tradisional mengalami banyak kendala, hal ini disebabkan karena sifat manusia itu
sendiri yang mempunyai kelemahan yang akhirnya menyebabkan kurangnya
kualitas dalam penyortiran antara buah matang dan tidak matang. Pada penentuan
tingkat pematangan buah jambu biji merah dapat diklasifikan sebagai berikut
yakni berwarna hijau dengan kriteria keras dan belum matang. Pada kondisi
jambu matang, buah akan berwarna hijau kekuningan dan pada saat buah
Universitas Sumatera Utara
8
berwarna kuning muda buah berkriteria matang penuh sedangkan jika buah telah
berwarna kuning kemerahan maka buah telah lewat matang dan daging buah telah
lunak (Mulato, 2015).
Tabel 1. Tingkat kematangan buah jambu biji merah
No.
Warna Kulit
1 Hijau
2 Hijau kekuningan
3 Hijau
lebih
banyak
daripada kuning
4 Kuning lebih banyak
daripada hijau
5 Kuning muda
6 Kuning kemerahan
Kriteria
Keras, belum matang
Mulai terjadi pematangan
Matang penuh
Lewat matang, daging
buah lunak,
(Mulato, 2015)
Menurut Lestari (2015), menyatakan bahwa secara alami, buah jambu biji
dapat ditentukan tingkat kematangannya dari beberapa faktor, yakni melalui
warna buah, aroma buah, serta tekstur fisik buah. Jambu biji dasarnya memiliki
warna hijau. Jika jambu sudah menuju tingkat kematangan, maka warna hijau
terang akan perlahan berubah menjadi hijau kekuningan atau hijau yang lebih
muda. Warna hijau kekuningan ini terlihat merata di seluruh bagian kulit buah
jambu. Perhatikan juga bagian permukaan kulit buah jambu, jika terdapat cacat
atau berlubang bekas dimakan serangga maka beralihlah ke jambu lainnya.
Buah jambu biji merah memiliki keterbatasan umur simpan, yakni antara
1-2 minggu setelah pascapanen. Daya simpan buah jambu biji merah yang relattif
singkat mengharuskan pemanenan jambu biji merah dilakukan pada saat jambu
Universitas Sumatera Utara
9
biji merah masih dalam kondisi mentah untuk keperluan industri lokal maupun
ekspor. (Mulato, 2015)
Dalam melakukan identifikasi kematangan buah jambu biji merah dapat
dilakukan secara destruktif dan nondestruktif. Kematangan buah jambu biji merah
secara destruktif dilakukan dengan membuka buah jambu biji merah untuk
mengetahui tingkat kematangannya. Penentuan tahap kematangan buah jambu biji
merah berdasarkan komponen warna diperlukan teknik klasifikasi yang tepat.
Teknik yang dapat memisahkan tahap kematangan buah jambu biji merah. Hal ini
sangat
penting
karena
kesalahan
klasifikasi
tahap
kematangan
akan
mempengaruhi mutu buah tersebut.
Perencanaan prinsip kerja program identifikasi kematangan buah ini
adalah dengan melakukan pengambilan citra dari buah yang akan diiidentifikasi
kematangan buahnya guna ekstrasi gambar sehingga dapat menghasilkan olahan
berupa nilai yang dapat menentukan tingkat kematangan buah tersebut
berdasarkan pada pernyataan Mulato (2015) yang menyatakan bahwa jambu biji
merah merupakan jenis buah tropis yang keberadaannya sulit digantikan dengan
buah-buahan lainnya karena jambu biji memiliki kandungan yang sangat
dibutuhkan oleh manusia. Buah jambu biji merah merah merupakan buah yang
memiliki bentuk bulat yang berwana hijau jika belum matang, kuning muda jika
sudah matang dan kuning kemerahan apabila telah lewat matang dan memiliki
daging buah yang berwarna merah.
Universitas Sumatera Utara
10
Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan syaraf tiruan adalah paradigma pemrosesan suatu informasi yang
terinspirasi oleh sistem sel syaraf biologi, sama seperti otak yang memproses
suatu informasi. Elemen mendasar dari paradigma tersebut adalah struktur baru
dari sistem pemrosesan informasi. Jaringan syaraf tiruan seperti manusia yakni
belajar dari contoh. Jaringan syaraf tiruan dibentuk untuk memecahkan suatu
masalah tertentu seperti pengenalan pola atau klasifikasi karena proses
pembelajaran (Yani, 2005).
Menurut Pandjaitan (2007) dalam melakukan komputasi jaringan syaraf
tiruan memberikan keuntungan-keuntungan yakni (1) bersifat adaptif terhadap
perubahan parameter yang mempengaruhi karakteristik sistem sehingga pada
proses belajar dan melaksanakan tugas berbasis pada data yang diberikan saat
pelatihan, (2) memiliki kekebalan atau toleran terhadap kesalahan yang artinya
jaringan syaraf tiruan tetap berfingsi walaupun ada ketidaklengkapan data yang
dimasukkan dan mempunyai kemampuan mengisi bagian masukan yang kurang
lengkap sedemikian rupa sehingga tetap diperoleh keluaran yang lengkap, (3)
sistem dapat dilatih dengan memberikan keputusan yang memberikan set
pelatihan sebelumnya untuk mencapai target tertentu sehingga sistem mampu
membangun dan memberikan jawaban sesuai dengan informasi yang diterima
pada proses pelatihan, (4) mempunyai struktur paralel dan terdistribusi yang
artinya komputasi dapat dilakukan oleh lebih dari satu elemen pemroses yang
bekerja secara simultan. (5) mampu mengklasifikasi pola masukan dan pola
keluaran melalui proses penyesuaian, yang dimana pola keluaran dihubungkan
Universitas Sumatera Utara
11
dengan masukan yang diberikan oleh sistem, (6) mengurangi derau sehingga
dihasilkan keluaran yang lebih bersih, (7) dapat dimanfaatkan pada proses
optimisasi penyelesaian suatu masalah, dan (8) dapat digunakan pada proses
pengendalian sistem agar masukan memperoleh tanggapan yang diinginkan.
Maru’ao (2010) berpendapat bahwa, jaringan syaraf tiruan dibentuk
sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi dengan asumsi
sebagai berikut:
a. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neurons)
b. Sinyal
dikirimkan
diantara
neuron-neuron
melalui
penghubung-
penghubung.
c. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau
memperlemah sinyal.
d. Untuk menentukan keluaran (output), setiap neuron menggunakan fungsi
aktivasi yang dikenakan pada penumlahan masukan (input) yang diterima.
Besarnya keluaran (output) ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu
batas ambang.
Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan
Struktur jaringan umumnya terdiri dari beberapa kelompok neuron yang
disebut lapisan (layer). Lapisan-lapisan akan dihubungkan dengan aturan tertentu
yang membentuk arsitektur dasar jaringan sebagai berikut:
1.
Jaringan Lapis Tunggal (Single Layer Network)
Pada jaringan ini, sekumpulan masukan neuron dihubungkan langsung
dengan sekumpulan keluarannya. Sinyal mengalir searah dari lapisan
Universitas Sumatera Utara
12
masukan sampai lapisan keluaran. Setiap simpul dihubungkan dengan simpul
lainnya yang berada diatas dan dibawahnya, tetapi tidak dengan simpul yang
berada pada lapisan yang sama. Model yang masuk kategori ini antara lain:
Adaline, Hopfield, Perceptron, LVQ, dan lain-lain.
2.
Jaringan Lapis Jamak (Multiple Layer Network)
Jaringan ini merupakan perluasan dari jaringan lapisan tunggal. Dalam
jaringan ini, selain unit masukan dan keluaran, ada unit-unit lain (sering
disebut lapisan tersembunyi). Model yang termasuk kategori ini antara lain:
Madaline, backpropagation.
3.
Jaringan Recurrent
Model jaringan recurrent (recurrent network) mirip dengan jaringan lapisan
tunggal ataupun jamak. Hanya saja, ada simpul keluaran yang memberikan
sinyal pada unit masukan (sering disebut feedback loop). Dengan kata lain
sinyal mengalir dua arah, yaitu maju dan mundur. Contoh: Hopfield network,
Jordan network, Elmal network (Maru'ao, 2010).
Aplikasi jaringan syaraf tiruan untuk memecahkan persoalan sistem visual
terus meningkat yang dapat dilihat pada dekade terakhir ini penerapan jaringan
syaraf tiruan adalah untuk mengolah berbagai data yang dihasilkan oleh sistem
visual dalam upaya pengambilan keputusan yang tepat berdasarkan data-data yang
sebelumnya telah dimasukkan dan hubungannya satu sama yang lainnya
(Ahmad, 2005)
Universitas Sumatera Utara
13
Metode Backpropagation
Metode backpropagation menurut Pandjaitan (2007) dapat disebut dengan
jaringan propagasi balik yang memiliki pengertian berupa jaringan lapis banyak
yang dibuat dari unit-unit yang nonlinier yang memiliki tujuan untuk belajar
ketidaklinieran pemetaan-pemetaan antar pasangan pola masukan-pengeluaran
dimana dapat digunakan sebagai pengklasifikasi pola, umumnya untuk
menyelesaikan persoalan yang nonlinier.
Menurut Deswari et. al., (2013) menyatakan bahwa untuk melakukan
pelatihan Backpropagation meliputi 3 tahap. Tahap pertama adalah tahap maju.
Pola masukan dihitung maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran
menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Tahap kedua adalah tahap mundur.
Selisih antara keluaran yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi.
Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang berhubungan
langsung dengan unit-unit di layar keluaran. Tahap ketiga adalah modifikasi bobot
untuk menurunkan nilai kesalahan yang terjadi.
Menurut
Maru’ao
(2010)
dalam
melakukan
pelatihan
metode
backpropagation meliputi 3 fase yang dapat dijabarkan sebagai berikut.
1.
Fase 1, yaitu propagasi maju, yakni selama propagasi maju, sinyal masukan
(xi) dipropagasikan ke lapisan tersembunyi menggunakan fungsi aktivitasi
yang ditentukan. Keluaran dari setiap unit lapisan tersembunyi (zj) tersebut
selanjutnya dipropagasikan maju lagi ke lapisan tersembunyi di atasnya
menggunakan fungsi aktivitas yang ditentukan. Demikian seterusnya hingga
menghasilkan keluaran jaringan (yk). Berikutnya, keluaran jaringan (yk)
Universitas Sumatera Utara
14
dibandingkan dengan target yang harus dicapai (tk). Selisih tk–yk adalah
kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan ini lebih kecil dari batas toleransi yang
ditentukan, maka iterasi dihentikan. Akan tetapi apabila kesalahan masih
lebih besar dari batas toleransinya, maka bobot setiap garis dalam jaringan
akan dimodifikasi untuk mengurangi kesalahan yang terjadi.
2.
Fase 2, yaitu propagasi mundur, yakni berdasarkan kesalahan tk–yk, dihitung
faktor δk (k = 1,2,..., m) yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di
unit yk ke semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan yk. δk
juga dipakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan
unit keluaran. Dengan cara yang sama, dihitung faktor δj di setiap unit lapisan
tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari
unit tersembunyi di lapisan dibawahnya. Demikian seterusnya hingga semua
faktor δ di unit tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit
masukan dihitung.
3.
Fase 3, yaitu perubahan bobot, yakni setelah semua faktor δ dihitung, bobot
semua garis dimodifikasi bersamaan. Perubahan bobot suatu garis didasarkan
atas faktor δ neuron di lapisan atasnya. Sebagai contoh, perubahan bobot
garis yang menuju ke lapisan keluaran didasarkan atas δk yang ada di unit
keluaran.
Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian
dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah
iterasi atau kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
15
sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan, atau jika kesalahan
yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan.
Menurut Warman, et. al (2014), dalam melakukan model perhitungan
pelatihan dengan metode backpropagatio terhadap data pelatihan tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yakni:
a) Gambar subjek penelitian tiap klasifikasi (mentah, matang dan lewat matang)
dijadikan data masukan dengan target disesuaikan dengan kematangan dari
subjek tersebut.
b) Dilakukan pengubahan nilai target kedalam bentuk angka biner, dimana target
yang digunakan, disimbolkan sebagai m, dimana nilai m= 10 dalam bilangan
biner, sehingga sistem ini mampu mengenali sebanyak 1024 data gambar.
c) Dilakukan penentuan nilai maksimum perulangan, error minimum, dan rasio
pelatihan.
d) Dilakukan penginisialisasian bobot awal dengan nilai acak.
e) Perulangan dilakukan selama nilai perulangan lebih kecil dari maksimal
perulangan dan nilai kuadrat error lebih besar dari nilai error minimum.
f) Melakukan perhitungan pada operasi pada hidden layer yang dapat dihitung
dengen menggunakan rumus:
...........................................................................(1)
..….......................................................................................(2)
Lalu kemudian dilakukan perhitungan operasi pada output layer menggunakan
rumus:
Universitas Sumatera Utara
16
..............................................................................(3)
Sehingga di dapatkan rumus:
...........................................................................................(4)
Kemudian dilakukan penghitungan nilai error menggunakan rumus:
error = Tik – yk ...............................................................................................(5)
g) Melakukan perhitungan terhadap alur mundur dengan cara:
Melakukan penghitungan faktor unit kesalahan (�) dengan menggunakan
rumus
�� =
..........................................(6)
Melakukan penghitungan suku perubahan bobot w ( �i), dengan rumus:
�jk =
...........................................................................................(7)
Dimana:
� = rasio
� = faktor unit kesalahan
Melakukan penghitungan faktor unit kesalahan pada layer tersembunyi dengan
rumus:
�_���= � *��� .................................................................................................(8)
Melakukan penghitungan suku perubahan bobot v dengan menggunakan rumus
��,�=
..........................................................................................(9)
h) Melakukan perhitungan terhadap perubahan bobot dengan cara:
Melakukan penghitungan bobot w baru dengan menggunakan rumus:
� �� = � �� + � �� ......................................................................................(10)
Universitas Sumatera Utara
17
Lalu dilakukan penghitungan bobot v baru dengan menggunakan rumus
............................................................................................(11)
Pengolahan Citra Digital
Sebagaimana layaknya mata dan otak, sistem visual buatan adalah suatu
sistem yang mempunyai kemampuan untuk menganalisis obyek secara visual,
setelah data obyek yang bersangkutan dimasukkan dalam bentuk citra (image)
yang secara umum bertujuan untuk membuat model nyata dari sebuah citra. Citra
adalah berupa citra digital hasil konversi suatu obyek menjadi citra melalui suatu
sensor yang prosesnya disebut digitasi (Ahmad, 2005)
Citra merupakan fungsi kontiniu dari intensitas cahaya pada bidang dua
dimensi yang dimana secara matematika fungsi intensitas cahaya pada bidang dua
dimensi disimbolkan dengan f(x,y) dengan ketentuan berupa (x,y) merupakan
koordinat pada bidang dua dimensi, dan f(x,y) merupakan intensitas cahaya pada
titik (x,y). (Sitorus, et. al., 2006).
Image processing atau sering disebut pengolahan citra digital merupakan
suatu proses filter gambar asli menjadi gambar lain sesuai dengan keinginan kita.
Misalnya, kita mendapatkan suatu gambar yang terlalu gelap. Dengan image
processing, kita dapat memprosesnya agar mendapatkan gambar yang jelas
(Sigit, et. al., 2005)
Menurut Warman (2014) mengatakan bahwa pada pengolahan gambar
atau image processing biasanya memiliki dasar warna berupa Red, Green, dan
Blue (RGB). Tingkat RGB dikonversi dalam pola bit, dari ketiga warna tersebut
Universitas Sumatera Utara
18
digunakan sistem 32 bit. Bentuk indeks warna RGB dinormalisasi setiap
komponen warna dengan persamaan sebagai berikut
.............................................................................(12)
.............................................................................(13)
.............................................................................(14)
Dalam melakukan pengambilan gambar menggunakan kamera, cahaya
sangat mempengaruhi dalam melakukan proses pengambilan gambar tersebut, hal
ini disebabkan karena cahaya memiliki beberapa sifat. Menurut Mundaryati, et. al.
(2015), pencahayaan ditentukan dari beberapa sifat, yakni:
1. Kuantitas cahaya, berupa banyaknya cahaya yang jatuh pada suatu
permukaan yang menyebabkan terangnya permukaan tersebut dan
sekitarnya yang di pengaruhi faktor ukuran obyek, derajat kontras di
antara obyek dan sekelilingnya, luminensi yakni suatu ukuran tingkat
terangnya suatu permukaan sehingga sesuai dengan yang dipantulkan atau
disinarkan oleh permukaan, serta lamanya melihat.
2. Kualitas cahaya, menyangkut warna, arah sinar, difusi cahaya yakni
pembaruan cahaya yang memberikan penerangan lembut merata pada
obyek sekitarnya, sehingga akan mengurangi detail dan kesan tiga
dimensional obyek karena ketiadaan bayangan, jenis cahaya, serta tingkat
kesilauan
Universitas Sumatera Utara
19
Analisis Sistem
Menurut Warman et. al (2015) berpendapat bahwa proses untuk
membedakan kematangan buah jambu biji merah dalam kebutuhan sortasi buah
saat ini dilakukan dalam perbedaan diameter buah dan juga tekstur fisik buah
berupa tingkat kelunakan buah. Penglasifikasian tingkat kematangan buah jambu
biji merah saat ini digunakan dengan cara membedakan warna buah yang
dilakukan secara manual. Buah dilihat secara visual oleh mata lalu direspon oleh
otak untuk membedakan tingkat kematangannya. Selain melalui dari warna buah,
jambu biji merah dapat juga dilihat melalui tingkat kelunakan buah.
Selama ini para petani jambu biji merah membedakan buah hanyak tertuju
berdasarkan sortasi ukuran. Namun, dalam keperluan industri buah harus
memiliki kualitas dan grade yang baik. Tingkat kematangan buah sangat
berpengaruh bagi industri untuk menentukan bahan atau buah jambu biji merah
mana yang tepat untuk diolah menjadi produk mereka. Selain itu, konsumen yang
menikmati buah secara langsung tanpa diolah tentu variatif. Ketika konsumen
menginginkan buah yang akan dimakannya memiliki rasa manis, tentu akan sulit
bagi penjualnya untuk menjamin rasa buah tanpa mencobanya (Mulato, 2015).
Dalam hal menentukan kematangan buah yang dilakukan dengan
visualisasi mata, hal ini bersifat subjektif tergantung pada operatornya. Dalam hal
panen raya, maka operator akan sulit untuk menjaga kinerjanya, karena
berlangsung terus menerus maka mata dan otak akan lelah sehingga akurasi dalam
penglasifikasian akan rawan terhadap kesalahan. Tentu hal ini akan membuat
kerugian baik hilangnya kepercayaan dari konsumen dan menghabiskan banyak
Universitas Sumatera Utara
20
tenaga. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu metode yang dapat
menjamin keseragaman tingkat kematangan dari buah jambu biji merah.
Perkembangan teknologi informasi memungkinkan identifikasi buah berdasarkan
ciri warna dengan bantuan komputer. Metode pengukurannya non-konvensional
yaitu menggunakan pengolahan citra digital (image processing) menghasilkan
data yang akan diproses secara pelatihan dengan jaringan syaraf tiruan (Artificial
Neural Network), kemudian data diolah dengan menggunakan perangkat lunak
komputer sehingga dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan buah
jambu biji merah (Warman, et. al., 2015).
Perencanaan prinsip kerja program identifikasi kematangan buah ini
adalah dengan melakukan pengambilan citra dari buah yang akan diiidentifikasi
kematangan buahnya guna ekstrasi gambar sehingga dapat menghasilkan olahan
berupa nilai yang dapat menentukan tingkat kematangan buah tersebut
berdasarkan pada pernyataan Mulato (2015) yang menyatakan bahwa jambu biji
merah merupakan jenis buah tropis yang keberadaannya sulit digantikan dengan
buah-buahan lainnya karena jambu biji memiliki kandungan yang sangat
dibutuhkan oleh manusia. Buah jambu biji merah merah merupakan buah yang
memiliki bentuk bulat yang berwana hijau jika belum matang, kuning muda jika
sudah matang dan kuning kemerahan apabila telah lewat matang dan memiliki
daging buah yang berwarna merah.
Universitas Sumatera Utara
Jambu biji merah (Psidium guajava L.)
Jambu biji merah (Psidium guajava L.) merupakan tanaman impor, yakni
bukan tanaman asli dari Indonesia. Berbagai sumber menyebutkan bahwa jambu
biji merah berasal dari negara bagian Amerika yakni Meksiko Selatan, Amerika
Tengah yang memiliki iklim tropis. Salah satu manfaat buah jambu biji merah
yakni berfungsi dalam menambah trombosit pada penderita demam berdarah
(Mulato, 2015).
Jambu biji dikenal juga dengan nama lain Psidium aromaticum Blanco.
Tanaman ini asli dari daerah Amerika Tropik antara Mexico sampai dengan Peru,
menyebar ke daerah Asia oleh pedagang Spanyol dan Portugis. Jenis jambu biji
yang dikenal dan beredar di masyarakat dan pedagang buah bermacam-macam,
diantaranya jambu krikil, jambu biasa, jambu mawar, jambu sukun dan jambu
Bangkok (Yuliani, et. al., 2001).
Buah jambu biji merupakan tanaman semak yang memiliki ukuran yang
besar, atau merupakan tanaman pohon kecil yang selalu berdaun hijau yang pada
umumnya memiliki ketinggian 3-10 m, dan memiliki banyak ranting, batang yang
tidak lurus, kulit kayu berwarna cerah sampai dengan coklat gelap, ramping,
halus, dan terus-menerus dapat terkelupas, sistem perakaran pada umumnya
dangkal dan sangat luas. (Orwa, et. al., 2009)
Jambu biji merah merupakan jenis buah tropis yang keberadaannya sulit
digantikan dengan buah-buahan lainnya karena jambu biji memiliki kandungan
5
Universitas Sumatera Utara
6
yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Buah jambu biji merah merah merupakan
buah yang memiliki bentuk bulat yang berwana hijau jika belum matang, kuning
muda jika sudah matang dan kuning kemerahan apabila telah lewat matang. Dan
memiliki daging buah yang berwarna merah. (Mulato, 2015)
Jenis jambu biji yang dikenal dan beredar di masyarakat dan pedagang
buah bermacam-macam diantaranya buah jambu krikil, jambu biasa, jambu
mawar, jambu sukun, dan jambu bangkok. Buah jambu batu terutama dari jenis
berwarna merah sering digunakan untuk mengobati penyakit demam berdarah. Jus
hasil olahan buah ini dikatakan dapat meningkatkan nilai trombosit pada penderita
demam berdarah (Yuliani, et. al., 2001).
Klasifikasi botani tanaman jambu merah adalah sebagai berikut:
- Divisi
: Spermatophyta
- Sub divisi
: Magnoliophyta
- Kelas
: Magnoliopsida
- Keluarga
: Murtaceae
- Genus
: Psidium Linnaeus/Psidium L.
- Spesies
: Psidium guajava Linnaeus/Psidium guajava L.
(USDA, 2003).
Jambu biji termasuk komoditi yang mudah rusak sehingga tanpa
penanganan yang baik hanya dapat disimpan beberapa hari saja, apabila disimpan
dalam suhu kamar. Kerusakan yang terjadi pada buah-buahan diakibatkan proses
metabolisme seperti respirasi dan transparasi. Proses metabolisme tersebut akan
Universitas Sumatera Utara
7
terus berlangsung sehingga akan terjadi perubahan-perubahan yang dapat
mengakibatkan penurunan mutu bahan pangan tersebut. Disamping banyak
kerusakan yang terjadi disebabkan oleh perlakukan mekanis, fisis dan biologis
(Wahyuni, et. al., 2009)
Kematangan buah biasanya ditentukan oleh beberapa parameter,
diantaranya adalah parameter ukuran, berat, ciri warna, keharuman dari buah
tersebut dan sebagainya. Kematangan buah dari sisi warna kulit buah merupakan
salah satu faktor yang paling penting di dalam identifikasi kematangan buah.
Umumnya, klasifikasi kematangan buah dilakukan dengan cara manual yaitu
menggunakan
indra
penglihatan
untuk
membedakan
kematangan
buah
berdasarkan ciri warna kulit buah yang memiliki kelemahan seperti penilaian oleh
manusia yang bersifat subjektif dan tidak konsisten (Andri, et. al., 2014).
Kondisi buah jambu biji ditentukan oleh beberapa parameter, diantaranya
adalah parameter tingkat kematangan yang dilihat dari sisi warna dari buah jambu
biji tersebut. Umumnya klasifikasi kematangan buah jambu biji dilakukan dengan
cara manual yaitu menggunakan rabaan indera manusia dan juga indera
pengelihatan manusia. Proses identifikasi buah-buahan yang dilakukan secara
tradisional mengalami banyak kendala, hal ini disebabkan karena sifat manusia itu
sendiri yang mempunyai kelemahan yang akhirnya menyebabkan kurangnya
kualitas dalam penyortiran antara buah matang dan tidak matang. Pada penentuan
tingkat pematangan buah jambu biji merah dapat diklasifikan sebagai berikut
yakni berwarna hijau dengan kriteria keras dan belum matang. Pada kondisi
jambu matang, buah akan berwarna hijau kekuningan dan pada saat buah
Universitas Sumatera Utara
8
berwarna kuning muda buah berkriteria matang penuh sedangkan jika buah telah
berwarna kuning kemerahan maka buah telah lewat matang dan daging buah telah
lunak (Mulato, 2015).
Tabel 1. Tingkat kematangan buah jambu biji merah
No.
Warna Kulit
1 Hijau
2 Hijau kekuningan
3 Hijau
lebih
banyak
daripada kuning
4 Kuning lebih banyak
daripada hijau
5 Kuning muda
6 Kuning kemerahan
Kriteria
Keras, belum matang
Mulai terjadi pematangan
Matang penuh
Lewat matang, daging
buah lunak,
(Mulato, 2015)
Menurut Lestari (2015), menyatakan bahwa secara alami, buah jambu biji
dapat ditentukan tingkat kematangannya dari beberapa faktor, yakni melalui
warna buah, aroma buah, serta tekstur fisik buah. Jambu biji dasarnya memiliki
warna hijau. Jika jambu sudah menuju tingkat kematangan, maka warna hijau
terang akan perlahan berubah menjadi hijau kekuningan atau hijau yang lebih
muda. Warna hijau kekuningan ini terlihat merata di seluruh bagian kulit buah
jambu. Perhatikan juga bagian permukaan kulit buah jambu, jika terdapat cacat
atau berlubang bekas dimakan serangga maka beralihlah ke jambu lainnya.
Buah jambu biji merah memiliki keterbatasan umur simpan, yakni antara
1-2 minggu setelah pascapanen. Daya simpan buah jambu biji merah yang relattif
singkat mengharuskan pemanenan jambu biji merah dilakukan pada saat jambu
Universitas Sumatera Utara
9
biji merah masih dalam kondisi mentah untuk keperluan industri lokal maupun
ekspor. (Mulato, 2015)
Dalam melakukan identifikasi kematangan buah jambu biji merah dapat
dilakukan secara destruktif dan nondestruktif. Kematangan buah jambu biji merah
secara destruktif dilakukan dengan membuka buah jambu biji merah untuk
mengetahui tingkat kematangannya. Penentuan tahap kematangan buah jambu biji
merah berdasarkan komponen warna diperlukan teknik klasifikasi yang tepat.
Teknik yang dapat memisahkan tahap kematangan buah jambu biji merah. Hal ini
sangat
penting
karena
kesalahan
klasifikasi
tahap
kematangan
akan
mempengaruhi mutu buah tersebut.
Perencanaan prinsip kerja program identifikasi kematangan buah ini
adalah dengan melakukan pengambilan citra dari buah yang akan diiidentifikasi
kematangan buahnya guna ekstrasi gambar sehingga dapat menghasilkan olahan
berupa nilai yang dapat menentukan tingkat kematangan buah tersebut
berdasarkan pada pernyataan Mulato (2015) yang menyatakan bahwa jambu biji
merah merupakan jenis buah tropis yang keberadaannya sulit digantikan dengan
buah-buahan lainnya karena jambu biji memiliki kandungan yang sangat
dibutuhkan oleh manusia. Buah jambu biji merah merah merupakan buah yang
memiliki bentuk bulat yang berwana hijau jika belum matang, kuning muda jika
sudah matang dan kuning kemerahan apabila telah lewat matang dan memiliki
daging buah yang berwarna merah.
Universitas Sumatera Utara
10
Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan syaraf tiruan adalah paradigma pemrosesan suatu informasi yang
terinspirasi oleh sistem sel syaraf biologi, sama seperti otak yang memproses
suatu informasi. Elemen mendasar dari paradigma tersebut adalah struktur baru
dari sistem pemrosesan informasi. Jaringan syaraf tiruan seperti manusia yakni
belajar dari contoh. Jaringan syaraf tiruan dibentuk untuk memecahkan suatu
masalah tertentu seperti pengenalan pola atau klasifikasi karena proses
pembelajaran (Yani, 2005).
Menurut Pandjaitan (2007) dalam melakukan komputasi jaringan syaraf
tiruan memberikan keuntungan-keuntungan yakni (1) bersifat adaptif terhadap
perubahan parameter yang mempengaruhi karakteristik sistem sehingga pada
proses belajar dan melaksanakan tugas berbasis pada data yang diberikan saat
pelatihan, (2) memiliki kekebalan atau toleran terhadap kesalahan yang artinya
jaringan syaraf tiruan tetap berfingsi walaupun ada ketidaklengkapan data yang
dimasukkan dan mempunyai kemampuan mengisi bagian masukan yang kurang
lengkap sedemikian rupa sehingga tetap diperoleh keluaran yang lengkap, (3)
sistem dapat dilatih dengan memberikan keputusan yang memberikan set
pelatihan sebelumnya untuk mencapai target tertentu sehingga sistem mampu
membangun dan memberikan jawaban sesuai dengan informasi yang diterima
pada proses pelatihan, (4) mempunyai struktur paralel dan terdistribusi yang
artinya komputasi dapat dilakukan oleh lebih dari satu elemen pemroses yang
bekerja secara simultan. (5) mampu mengklasifikasi pola masukan dan pola
keluaran melalui proses penyesuaian, yang dimana pola keluaran dihubungkan
Universitas Sumatera Utara
11
dengan masukan yang diberikan oleh sistem, (6) mengurangi derau sehingga
dihasilkan keluaran yang lebih bersih, (7) dapat dimanfaatkan pada proses
optimisasi penyelesaian suatu masalah, dan (8) dapat digunakan pada proses
pengendalian sistem agar masukan memperoleh tanggapan yang diinginkan.
Maru’ao (2010) berpendapat bahwa, jaringan syaraf tiruan dibentuk
sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi dengan asumsi
sebagai berikut:
a. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neurons)
b. Sinyal
dikirimkan
diantara
neuron-neuron
melalui
penghubung-
penghubung.
c. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau
memperlemah sinyal.
d. Untuk menentukan keluaran (output), setiap neuron menggunakan fungsi
aktivasi yang dikenakan pada penumlahan masukan (input) yang diterima.
Besarnya keluaran (output) ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu
batas ambang.
Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan
Struktur jaringan umumnya terdiri dari beberapa kelompok neuron yang
disebut lapisan (layer). Lapisan-lapisan akan dihubungkan dengan aturan tertentu
yang membentuk arsitektur dasar jaringan sebagai berikut:
1.
Jaringan Lapis Tunggal (Single Layer Network)
Pada jaringan ini, sekumpulan masukan neuron dihubungkan langsung
dengan sekumpulan keluarannya. Sinyal mengalir searah dari lapisan
Universitas Sumatera Utara
12
masukan sampai lapisan keluaran. Setiap simpul dihubungkan dengan simpul
lainnya yang berada diatas dan dibawahnya, tetapi tidak dengan simpul yang
berada pada lapisan yang sama. Model yang masuk kategori ini antara lain:
Adaline, Hopfield, Perceptron, LVQ, dan lain-lain.
2.
Jaringan Lapis Jamak (Multiple Layer Network)
Jaringan ini merupakan perluasan dari jaringan lapisan tunggal. Dalam
jaringan ini, selain unit masukan dan keluaran, ada unit-unit lain (sering
disebut lapisan tersembunyi). Model yang termasuk kategori ini antara lain:
Madaline, backpropagation.
3.
Jaringan Recurrent
Model jaringan recurrent (recurrent network) mirip dengan jaringan lapisan
tunggal ataupun jamak. Hanya saja, ada simpul keluaran yang memberikan
sinyal pada unit masukan (sering disebut feedback loop). Dengan kata lain
sinyal mengalir dua arah, yaitu maju dan mundur. Contoh: Hopfield network,
Jordan network, Elmal network (Maru'ao, 2010).
Aplikasi jaringan syaraf tiruan untuk memecahkan persoalan sistem visual
terus meningkat yang dapat dilihat pada dekade terakhir ini penerapan jaringan
syaraf tiruan adalah untuk mengolah berbagai data yang dihasilkan oleh sistem
visual dalam upaya pengambilan keputusan yang tepat berdasarkan data-data yang
sebelumnya telah dimasukkan dan hubungannya satu sama yang lainnya
(Ahmad, 2005)
Universitas Sumatera Utara
13
Metode Backpropagation
Metode backpropagation menurut Pandjaitan (2007) dapat disebut dengan
jaringan propagasi balik yang memiliki pengertian berupa jaringan lapis banyak
yang dibuat dari unit-unit yang nonlinier yang memiliki tujuan untuk belajar
ketidaklinieran pemetaan-pemetaan antar pasangan pola masukan-pengeluaran
dimana dapat digunakan sebagai pengklasifikasi pola, umumnya untuk
menyelesaikan persoalan yang nonlinier.
Menurut Deswari et. al., (2013) menyatakan bahwa untuk melakukan
pelatihan Backpropagation meliputi 3 tahap. Tahap pertama adalah tahap maju.
Pola masukan dihitung maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran
menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Tahap kedua adalah tahap mundur.
Selisih antara keluaran yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi.
Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang berhubungan
langsung dengan unit-unit di layar keluaran. Tahap ketiga adalah modifikasi bobot
untuk menurunkan nilai kesalahan yang terjadi.
Menurut
Maru’ao
(2010)
dalam
melakukan
pelatihan
metode
backpropagation meliputi 3 fase yang dapat dijabarkan sebagai berikut.
1.
Fase 1, yaitu propagasi maju, yakni selama propagasi maju, sinyal masukan
(xi) dipropagasikan ke lapisan tersembunyi menggunakan fungsi aktivitasi
yang ditentukan. Keluaran dari setiap unit lapisan tersembunyi (zj) tersebut
selanjutnya dipropagasikan maju lagi ke lapisan tersembunyi di atasnya
menggunakan fungsi aktivitas yang ditentukan. Demikian seterusnya hingga
menghasilkan keluaran jaringan (yk). Berikutnya, keluaran jaringan (yk)
Universitas Sumatera Utara
14
dibandingkan dengan target yang harus dicapai (tk). Selisih tk–yk adalah
kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan ini lebih kecil dari batas toleransi yang
ditentukan, maka iterasi dihentikan. Akan tetapi apabila kesalahan masih
lebih besar dari batas toleransinya, maka bobot setiap garis dalam jaringan
akan dimodifikasi untuk mengurangi kesalahan yang terjadi.
2.
Fase 2, yaitu propagasi mundur, yakni berdasarkan kesalahan tk–yk, dihitung
faktor δk (k = 1,2,..., m) yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di
unit yk ke semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan yk. δk
juga dipakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan
unit keluaran. Dengan cara yang sama, dihitung faktor δj di setiap unit lapisan
tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari
unit tersembunyi di lapisan dibawahnya. Demikian seterusnya hingga semua
faktor δ di unit tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit
masukan dihitung.
3.
Fase 3, yaitu perubahan bobot, yakni setelah semua faktor δ dihitung, bobot
semua garis dimodifikasi bersamaan. Perubahan bobot suatu garis didasarkan
atas faktor δ neuron di lapisan atasnya. Sebagai contoh, perubahan bobot
garis yang menuju ke lapisan keluaran didasarkan atas δk yang ada di unit
keluaran.
Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian
dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah
iterasi atau kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
15
sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan, atau jika kesalahan
yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan.
Menurut Warman, et. al (2014), dalam melakukan model perhitungan
pelatihan dengan metode backpropagatio terhadap data pelatihan tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yakni:
a) Gambar subjek penelitian tiap klasifikasi (mentah, matang dan lewat matang)
dijadikan data masukan dengan target disesuaikan dengan kematangan dari
subjek tersebut.
b) Dilakukan pengubahan nilai target kedalam bentuk angka biner, dimana target
yang digunakan, disimbolkan sebagai m, dimana nilai m= 10 dalam bilangan
biner, sehingga sistem ini mampu mengenali sebanyak 1024 data gambar.
c) Dilakukan penentuan nilai maksimum perulangan, error minimum, dan rasio
pelatihan.
d) Dilakukan penginisialisasian bobot awal dengan nilai acak.
e) Perulangan dilakukan selama nilai perulangan lebih kecil dari maksimal
perulangan dan nilai kuadrat error lebih besar dari nilai error minimum.
f) Melakukan perhitungan pada operasi pada hidden layer yang dapat dihitung
dengen menggunakan rumus:
...........................................................................(1)
..….......................................................................................(2)
Lalu kemudian dilakukan perhitungan operasi pada output layer menggunakan
rumus:
Universitas Sumatera Utara
16
..............................................................................(3)
Sehingga di dapatkan rumus:
...........................................................................................(4)
Kemudian dilakukan penghitungan nilai error menggunakan rumus:
error = Tik – yk ...............................................................................................(5)
g) Melakukan perhitungan terhadap alur mundur dengan cara:
Melakukan penghitungan faktor unit kesalahan (�) dengan menggunakan
rumus
�� =
..........................................(6)
Melakukan penghitungan suku perubahan bobot w ( �i), dengan rumus:
�jk =
...........................................................................................(7)
Dimana:
� = rasio
� = faktor unit kesalahan
Melakukan penghitungan faktor unit kesalahan pada layer tersembunyi dengan
rumus:
�_���= � *��� .................................................................................................(8)
Melakukan penghitungan suku perubahan bobot v dengan menggunakan rumus
��,�=
..........................................................................................(9)
h) Melakukan perhitungan terhadap perubahan bobot dengan cara:
Melakukan penghitungan bobot w baru dengan menggunakan rumus:
� �� = � �� + � �� ......................................................................................(10)
Universitas Sumatera Utara
17
Lalu dilakukan penghitungan bobot v baru dengan menggunakan rumus
............................................................................................(11)
Pengolahan Citra Digital
Sebagaimana layaknya mata dan otak, sistem visual buatan adalah suatu
sistem yang mempunyai kemampuan untuk menganalisis obyek secara visual,
setelah data obyek yang bersangkutan dimasukkan dalam bentuk citra (image)
yang secara umum bertujuan untuk membuat model nyata dari sebuah citra. Citra
adalah berupa citra digital hasil konversi suatu obyek menjadi citra melalui suatu
sensor yang prosesnya disebut digitasi (Ahmad, 2005)
Citra merupakan fungsi kontiniu dari intensitas cahaya pada bidang dua
dimensi yang dimana secara matematika fungsi intensitas cahaya pada bidang dua
dimensi disimbolkan dengan f(x,y) dengan ketentuan berupa (x,y) merupakan
koordinat pada bidang dua dimensi, dan f(x,y) merupakan intensitas cahaya pada
titik (x,y). (Sitorus, et. al., 2006).
Image processing atau sering disebut pengolahan citra digital merupakan
suatu proses filter gambar asli menjadi gambar lain sesuai dengan keinginan kita.
Misalnya, kita mendapatkan suatu gambar yang terlalu gelap. Dengan image
processing, kita dapat memprosesnya agar mendapatkan gambar yang jelas
(Sigit, et. al., 2005)
Menurut Warman (2014) mengatakan bahwa pada pengolahan gambar
atau image processing biasanya memiliki dasar warna berupa Red, Green, dan
Blue (RGB). Tingkat RGB dikonversi dalam pola bit, dari ketiga warna tersebut
Universitas Sumatera Utara
18
digunakan sistem 32 bit. Bentuk indeks warna RGB dinormalisasi setiap
komponen warna dengan persamaan sebagai berikut
.............................................................................(12)
.............................................................................(13)
.............................................................................(14)
Dalam melakukan pengambilan gambar menggunakan kamera, cahaya
sangat mempengaruhi dalam melakukan proses pengambilan gambar tersebut, hal
ini disebabkan karena cahaya memiliki beberapa sifat. Menurut Mundaryati, et. al.
(2015), pencahayaan ditentukan dari beberapa sifat, yakni:
1. Kuantitas cahaya, berupa banyaknya cahaya yang jatuh pada suatu
permukaan yang menyebabkan terangnya permukaan tersebut dan
sekitarnya yang di pengaruhi faktor ukuran obyek, derajat kontras di
antara obyek dan sekelilingnya, luminensi yakni suatu ukuran tingkat
terangnya suatu permukaan sehingga sesuai dengan yang dipantulkan atau
disinarkan oleh permukaan, serta lamanya melihat.
2. Kualitas cahaya, menyangkut warna, arah sinar, difusi cahaya yakni
pembaruan cahaya yang memberikan penerangan lembut merata pada
obyek sekitarnya, sehingga akan mengurangi detail dan kesan tiga
dimensional obyek karena ketiadaan bayangan, jenis cahaya, serta tingkat
kesilauan
Universitas Sumatera Utara
19
Analisis Sistem
Menurut Warman et. al (2015) berpendapat bahwa proses untuk
membedakan kematangan buah jambu biji merah dalam kebutuhan sortasi buah
saat ini dilakukan dalam perbedaan diameter buah dan juga tekstur fisik buah
berupa tingkat kelunakan buah. Penglasifikasian tingkat kematangan buah jambu
biji merah saat ini digunakan dengan cara membedakan warna buah yang
dilakukan secara manual. Buah dilihat secara visual oleh mata lalu direspon oleh
otak untuk membedakan tingkat kematangannya. Selain melalui dari warna buah,
jambu biji merah dapat juga dilihat melalui tingkat kelunakan buah.
Selama ini para petani jambu biji merah membedakan buah hanyak tertuju
berdasarkan sortasi ukuran. Namun, dalam keperluan industri buah harus
memiliki kualitas dan grade yang baik. Tingkat kematangan buah sangat
berpengaruh bagi industri untuk menentukan bahan atau buah jambu biji merah
mana yang tepat untuk diolah menjadi produk mereka. Selain itu, konsumen yang
menikmati buah secara langsung tanpa diolah tentu variatif. Ketika konsumen
menginginkan buah yang akan dimakannya memiliki rasa manis, tentu akan sulit
bagi penjualnya untuk menjamin rasa buah tanpa mencobanya (Mulato, 2015).
Dalam hal menentukan kematangan buah yang dilakukan dengan
visualisasi mata, hal ini bersifat subjektif tergantung pada operatornya. Dalam hal
panen raya, maka operator akan sulit untuk menjaga kinerjanya, karena
berlangsung terus menerus maka mata dan otak akan lelah sehingga akurasi dalam
penglasifikasian akan rawan terhadap kesalahan. Tentu hal ini akan membuat
kerugian baik hilangnya kepercayaan dari konsumen dan menghabiskan banyak
Universitas Sumatera Utara
20
tenaga. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu metode yang dapat
menjamin keseragaman tingkat kematangan dari buah jambu biji merah.
Perkembangan teknologi informasi memungkinkan identifikasi buah berdasarkan
ciri warna dengan bantuan komputer. Metode pengukurannya non-konvensional
yaitu menggunakan pengolahan citra digital (image processing) menghasilkan
data yang akan diproses secara pelatihan dengan jaringan syaraf tiruan (Artificial
Neural Network), kemudian data diolah dengan menggunakan perangkat lunak
komputer sehingga dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan buah
jambu biji merah (Warman, et. al., 2015).
Perencanaan prinsip kerja program identifikasi kematangan buah ini
adalah dengan melakukan pengambilan citra dari buah yang akan diiidentifikasi
kematangan buahnya guna ekstrasi gambar sehingga dapat menghasilkan olahan
berupa nilai yang dapat menentukan tingkat kematangan buah tersebut
berdasarkan pada pernyataan Mulato (2015) yang menyatakan bahwa jambu biji
merah merupakan jenis buah tropis yang keberadaannya sulit digantikan dengan
buah-buahan lainnya karena jambu biji memiliki kandungan yang sangat
dibutuhkan oleh manusia. Buah jambu biji merah merah merupakan buah yang
memiliki bentuk bulat yang berwana hijau jika belum matang, kuning muda jika
sudah matang dan kuning kemerahan apabila telah lewat matang dan memiliki
daging buah yang berwarna merah.
Universitas Sumatera Utara