Insidensi dan Faktor Risiko Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) di RSUP HAM Medan Tahun 2011-2014

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian NAFLD
Hati (hepar , liver ) merupakan organ yang berfungsi sebagai pusat
metabolisme tubuh. Apabila terjadi gangguan dalam metabolisme, maka hati
adalah organ yang berpotensi besar mengalami gangguan. Salah satu gangguan
hati yang sering terjadi adalah Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD).
(Arciello et al, 2013)
NAFLD merupakan gangguan hati yang disebabkan karena abnormalitas
metabolis melemak. Penyakit ini ditandai dengan adanya infiltrasi lemak
khususnya trigliserida (TG) yang menyerang lebih dari 5% dari total sel-sel hati
(hepatocyte) tanpa disertai adanya konsumsi alkohol yang berlebihan (diatas 20
g/hari bagi pria dan 10g/hari bagi wanita) dan kerusakan hati yang disebabkan
oleh virus ataupun penyakit hati lainnya. (Durazzo et al, 2014 ; Lankarani et al,
2013)

2.2. Spektrum NAFLD
Rentangan NAFLD dimulai dari simple steatosis hingga Non Alcoholic

Steato Hepatitis (NASH) yang ditandai dengan adanya degenerasi lemak

(steatosis), kerusakan hepatocellular , dan inflamasi lobular . Kerusakan ini
nantinya akan berakhir menjadi fibrosis, sirosis (cirrhocis), atau hepatocellular
carcinoma . Penentuan spektrum ini, hanya dapat dilakukan melalui pemeriksaan

biopsi. (Durazzo et al, 2014 ; Fruci et al, 2013 ; Liao et al, 2013 ; Schwenger et al,
2014)

2.3. Epidemiologi NAFLD
Berdasarkan pemeriksaan ultrasonography (USG) dan fungsi hati,
prevalensi NAFLD berkisar antara 17-33% dan NASH sekitar 5.7-16.5%.

Universitas Sumatera Utara

6

Sementara itu, kelainan hati lebih lanjut berupa sirosis ditemukan pada 25%
pasien yang memiliki NASH. (Alvina, 2010)


2.4. Faktor Risiko NAFLD
Gaya hidup merupakan faktor risiko utama terjadinya NAFLD meskipun
penyakit ini akan dapat didahului oleh kelainan-kelainan sindrom metabolik
(Tabel 2.1). Studi dari Saudi Arabia melaporkan bahwa terjadinya sindrom
metabolik berkaitan erat dengan faktor gaya hidup. Pada individu pre-diabetes,
faktor gaya hidup ini (sedentary dan hypercaloric) dipercaya sebagai penyebab
utama terjadinya NAFLD. (Lankarani et al, 2013 ; Al-Jiffri et al, 2013 ; Berardis
et al, 2013 ; Liu et al, 2014)
Ternyata, sindrom metabolik tidak hanya menjadi penyebab NAFLD tetapi
juga dapat menjadi faktor risiko yang memperburuk NAFLD. Studi dari
Yogyakarta melaporkan bahwa pasien yang mengalami obesitas disertai dengan
hypertriglyceridemia berisiko 3-4 kali lipat berkembang menjadi NASH.

Sedangkan, pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 cenderung terkena
NAFLD dalam waktu 7 tahun dan lebih berisiko 10 kali lipat terkena NAFLD
dibandingkan dengan pasien NAFLD tanpa disertai diabetes mellitus tipe 2.
(Ratnasari et al, 2012)
Dari

segi


jenis

kelamin,

kecenderungan

NAFLD

masih

belum

menghasilkan data yang sama. Sebagian studi melaporkan bahwa NAFLD
cenderung terjadi pada wanita karena wanita lebih cenderung terkena sindrom
metabolik. Hal ini disebabkan karena penimbunan visceral adiposa wanita lebih
banyak dibandingkan pria. Penimbunan ini juga dipengaruhi oleh faktor usia.
Pada wanita, kecenderungan NAFLD meningkat setelah menopause karena
penurunan fungsi protektif estrogen. Selain itu, menopause menyebabkan
perubahan distribusi lemak tubuh wanita menjadi visceral adiposa . Sedangkan

pada pria, kecenderungan terjadinya NAFLD dipengaruhi oleh peningkatan berat
badan. Namun, studi lainnya melaporkan bahwa jenis kelamin tidak menjadi
faktor

risiko

NAFLD

karena

kedua

jenis

kelamin

tersebut

memiliki


kecenderungan yang sama. (Schwenger et al, 2014)

Universitas Sumatera Utara

7

Dari segi umur, studi dari Semarang melaporkan bahwa NAFLD memiliki
kecenderungan pada usia antara 23–74 tahun dengan rata-rata terjadi pada usia 48
tahun. Sekitar 58,3% pasien berada dalam kelompok usia 41-60 tahun.
Sedangkan, pasien lainnya (33,3%) berada dalam kelompok usia 21-40 tahun.
(Sari, 2012)

2.5. Penyebab NAFLD
Sampai saat ini, terjadinya NAFLD dipercaya berkaitan dengan sindrom
metabolik. Menurut International Diabetes Federation (IDF) tahun 2005, kriteria
sindrom metabolik terdiri dari lima komponen yang tercantum dalam tabel 2.1.
Apabila tiga/lebih diantara lima kriteria tersebut terpenuhi, maka diagnosis
sindrom metabolik dapat ditegakkan. Namun, sumber lain mengatakan bahwa
diagnosis sindrom metabolik ditegakkan apabila ditemukannya obesitas sentral
yang disertai minimal dua kriteria berikut. (Chalasani et al, 2012 ; Ratnasari et al,

2012)
Tabel 2.1. Kriteria Sindrom Metabolik Menurut IDF 2005
No

1

Kriteria

Nilai

Obesitas

≥94 cm (Pria Eropa), ≥80 cm (Wanita
Eropa) ;
≥90 cm (Pria Asia), ≥80 (Wanita Asia)

2

Trigliserida


≥150 mg/dL (1.7 mmol/L) atau sedang
dalam terapi