Produk Hukum – DTRB RPP_2010-11-12

RANCANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR

TAHUN 2010

TENTANG

TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK RENCANA TATA RUANG
WILAYAH

BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL
(BAKOSURTANAL)

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

ii

DAFTAR LAMPIRAN I


iv

DAFTAR LAMPIRAN II

iv

DAFTAR LAMPIRAN III

iv

BAB I KETENTUAN UMUM

1

BAB II TUJUAN DAN LINGKUP

3

BAB III KETELITIAN PETA LUARAN


4

Bagian Pertama Umum

4

Bagian Kedua Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN)

4

Paragraf 1 Umum

4

Paragraf 2 Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional

5


Paragraf 3 Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional

6

Paragraf 4 Peta Rencana Penetapan Kawasan Strategis Nasional

6

Bagian Ketiga Tingkat Ketelitian Peta Peta Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi

……..7

Paragraf 1 Umum

7

Paragraf 3 Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi

8


Paragraf 4 Peta Rencana Penetapan Kawasan Strategis Provinsi

9

Bagian Keempat Tingkat Ketelitian Peta Peta Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten

10

Paragraf 1 Umum

10

Paragraf 2 Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten

10

Paragraf 3 Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten


12

Paragraf 4 Peta Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten

13

Bagian Kelima Tingkat Ketelitian Peta Peta Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota

13

Paragraf 2 Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota

14

Paragraf 3 Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kota

15

Paragraf 4 Peta Sebaran Kawasan Strategis Kota


16

Bagian Keenam Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang
Pulau/Kepulauan

17

Bagian Ketujuh Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Nasional

17

Bagian Kedelapan Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Provinsi

18

Bagian Kesembilan Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan


18

Bagian Kesepuluh Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan
Perdesaan

19

Bagian Kesebelas Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Kabupaten

19
ii

Bagian Ketigabelas Tingkat Ketelitian Peta Rencana Detail Tata Ruang
Kabupaten

20

Bagian Keempatbelas Tingkat Ketelitian Peta Rencana Detail Tata Ruang

Wilayah Kota
BAB IV KETELITIAN PETA MASUKAN

20
21

Bagian Pertama Umum

21

Bagian Kedua Tingkat Ketelitian Peta Dasar

22

Bagian Kedua Tingkat Ketelitian Peta Tematik

24

BAB V METODE PROSES SPASIAL


26

BAB VI PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL

29

BAB VII PENGADAAN DAN PEMBINAAN TEKNIS

30

BAB VIII PERAN SERTA MASYARAKAT

31

BAB IX KETENTUAN PERALIHAN

31

BAB X KETENTUAN PENUTUP


31

iii

DAFTAR LAMPIRAN I
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Simbol,
Simbol,
Simbol,
Simbol,
Simbol,

Simbol,
Simbol,
Simbol,
Simbol,

Notasi
Notasi
Notasi
Notasi
Notasi
Notasi
Notasi
Notasi
Notasi

dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan

Kode
Kode
Kode
Kode
Kode
Kode
Kode
Kode
Kode

Unsur,
Unsur,
Unsur,
Unsur,
Unsur,
Unsur,
Unsur,
Unsur,
Unsur,

Unsur-unsur
Unsur-unsur
Unsur-unsur
Unsur-unsur
Unsur-unsur
Unsur-unsur
Unsur-unsur
Unsur-unsur
Unsur-unsur

Sistem Perkotaan
Sistem Jaringan Transportasi
Sistem Jaringan Energi
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Sistem Jaringan Sumberdaya Air
Kawasan Lindung
Kawasan Budidaya
Kawasan Strategis
Prasarana Lainnya

DAFTAR LAMPIRAN II
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Simbol
Simbol
Simbol
Simbol
Simbol
Simbol

Dan
Dan
Dan
Dan
Dan
Dan

Atau
Atau
Atau
Atau
Atau
Atau

Notasi
Notasi
Notasi
Notasi
Notasi
Notasi

Unsur-Unsur
Unsur-Unsur
Unsur-Unsur
Unsur-Unsur
Unsur-Unsur
Unsur-Unsur

Hidrologi
Permukiman
Transportasi
Batas Administrasi
Relief
Nama Rupabumi

DAFTAR LAMPIRAN III
1. Simbol
2. Simbol
3. Simbol
4. Simbol
5. Simbol
6. Simbol
7. Simbol
8. Simbol
9. Simbol
10.Simbol
11.Simbol

Dan
Dan
Dan
Dan
Dan
Dan
Dan
Dan
Dan
Dan
Dan

Atau
Atau
Atau
Atau
Atau
Atau
Atau
Atau
Atau
Atau
Atau

Notasi
Notasi
Notasi
Notasi
Notasi
Notasi
Notasi
Notasi
Notasi
Notasi
Notasi

Unsur-Unsur
Unsur-Unsur
Unsur-Unsur
Unsur-Unsur
Unsur-Unsur
Unsur-Unsur
Unsur-Unsur
Unsur-Unsur
Unsur-Unsur
Unsur-Unsur
Unsur-Unsur

Peta
Peta
Peta
Peta
Peta
Peta
Peta
Peta
Peta
Peta
Peta

Penggunaan Lahan
Kemiringan Lereng
Geologi
Geomorfologi
Fisiograf
Curah Hujan
Penutup Lahan
Ketersediaan Sarana dan Prasarana Dasar
Rawan Bencana
Potensi Wilayah baik Darat maupun Laut
Pertahanan dan Keamanan

iv

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ..... TAHUN .......
TENTANG
TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 Undang-undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata
Ruang.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA
RENCANA TATA RUANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan manusia,
yang berada di atas maupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan
pada suatu bidang datar dengan skala tertentu.

2. Ketelitian peta adalah ketepatan, kerincian dan kelengkapan data dan atau

informasi georeferensi dan tematik, sehingga merupakan penggabungan
dari sistem referensi geometri, skala, akurasi, atau kerincian basis data,
format penyimpanan secara digital termasuk kode unsur, penyajian
kartografs mencakup simbol, warna, arsiran dan notasi, dan kelengkapan
muatan peta.

3. Sistem referensi geometri adalah suatu sistem pemetaan tertentu yang
dimaksudkan agar berbagai macam peta masukan dan peta luaran dapat
diintegrasikan atau dipadukan satu sama lain.

4. Skala adalah perbandingan jarak dalam suatu peta dengan jarak yang sama di
muka bumi.

5. Skala minimal adalah skala peta dasar terkecil yang boleh digunakan dalam
1

proses perencanaan tata ruang.

6. Akurasi adalah ukuran kedekatan suatu informasi yang dipetakan dengan nilai
sesungguhnya.

7. Kerincian basis data adalah tingkat kedetilan unsur-unsur alam dan buatan

manusia yang ditampung dalam suatu sistem penyimpanan data dan
informasi atau dikenal sebagai basis data. Semakin detil suatu basis data
semakin banyak unsur-unsur yang ditampung.

8. Format penyimpanan secara digital adalah cara komputer menyimpan data
dan informasi spasial kedalam daftar unsur yang diberi kode penomoran
unik.

9. Spasial adalah aspek keruangan suatu objek atau kejadian yang mencakup
lokasi, letak dan posisinya.

10. Geospasial adalah sifat keruangan yang menunjukkan posisi atau lokasi

suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas
permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu.

11. Data Geospasial adalah data tentang lokasi geografs, dimensi atau ukuran,

dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di
bawah, pada, atau di atas permukaan bumi.

12. Informasi Geospasial adalah data geospasial yang sudah diolah sehingga

dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan,
pengambilan keputusan dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan
dengan keruangan.

13. Penyajian kartografs adalah cara menggambarkan data geospasial dan
informasi geospasial pada media cetak maupun dalam media elektronik
berikut penjelasan tentang legenda dan riwayat peta, sehingga dapat dibaca
dengan jelas, tanpa memberikan arti ganda.

14. Kelengkapan muatan peta adalah tingkat kedetilan unsur yang dipetakan
yang disesuaikan dengan ketelitian geometri atau skala.

15. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana
tata ruang.

16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
17. Peta dasar adalah peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan atau buatan
manusia, yang berada di permukaan bumi, digambarkan pada suatu bidang
datar dengan skala, penomoran, proyeksi dan georeferensi tertentu.

18. Peta tematik adalah peta yang menggambarkan tema tertentu yang
digunakan untuk pembuatan peta rencana tata ruang.

19. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografs beserta segenap
unsur terkait padanya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
pada aspek administratif dan atau fungsional.

2

20. Geodatabase adalah basis data geospasial yang digunakan untuk mengelola
data geospasial dalam perencanaaan tata ruang.

21. Template adalah cetakan digital sehingga data yang telah dikode dalam
suatu kode unsur tertentu dapat secara otomatis ditampilkan sesuai
spesifkasi simbolisasi tertentu.

22. Badan adalah Instansi Pemerintah yang diberi tugas dan wewenang di
bidang survei dan pemetaan.

23. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang diberi tugas di bidang
survei dan pemetaan.

24. Instansi yang mengadakan peta tematik adalah instansi baik di tingkat pusat
maupun daerah, yang tugas dan fungsinya mengadakan peta tematik.

25. Metadata adalah informasi singkat atas data geospasial yang berisi minimal
identifkasi, kualitas, organisasi, acuan, entitas, distribusi, sitasi, waktu, dan
acuan data.

26. Delineasi adalah cara menggambarkan batas unsur alam, unsur buatan
manusia dan/atau tema tertentu dalam bentuk garis.

27. Penyelenggara penataan ruang adalah Pemerintah Pusat dan pemerintah
daerah.

28. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang

kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

29. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

BAB II
TUJUAN DAN LINGKUP
Pasal 2
Pengaturan tingkat ketelitian peta rencana tata ruang dimaksudkan untuk
mewujudkan kesatuan sistem peta rencana tata ruang yang akurat.
Pasal 3
Ketelitian peta rencana tata ruang meliputi:
a.
ketelitian peta luaran;
b.
ketelitian peta masukan;
c.
metode proses spasial; dan
d.
pengelolaan data geospasial dan informasi geospasial untuk mencapai
tingkat ketelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c.

3

BAB III
KETELITIAN PETA LUARAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 4
(1) Peta luaran merupakan peta hasil proses perencanaan tata ruang yang
mengolah berbagai data dari peta masukan dengan suatu metode proses
tertentu.
(2) Peta luaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a terdiri dari:
a. peta rencana umum tata ruang; dan
b. peta rencana rinci tata ruang.
Pasal 5
Peta rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
huruf a terdiri dari:
a. peta Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN);
b. peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRW-Prov);
c. peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRW-Kab); dan
d. peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW-Kota).
Pasal 6
Peta rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b
terdiri dari:
a. peta Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan (RTR-P/K);
b. peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (RTR-KSN);
c. peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi (RTR-KSProv);
d. peta Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RTR-Perkotaan);
e. peta Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan (RTR-Perdesaan);
f. peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten (RTR-KSKab);
g. peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kota (RTR-KSKota);
h. peta Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten (RDTR-Kab); dan
i. peta Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTR-Kota).
Bagian Kedua
Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
Paragraf 1
Umum
Pasal 7
Peta RTRWN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a digambarkan pada
peta dasar skala minimal 1:1.000.000 yang mencakup Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

4

Pasal 8
Peta RTRWN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi:
a. peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional;
b. peta Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional; dan
c. peta Sebaran Kawasan Strategis Nasional.
Paragraf 2
Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional
Pasal 9
(1) Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf a memuat:
a. sistem perkotaan nasional;
b. sistem jaringan transportasi nasional;
c. sistem jaringan energi nasional;
d. sistem jaringan telekomunikasi nasional; dan
e. sistem jaringan sumberdaya air nasional.
(2) Sistem perkotaan nasional dan sistem jaringan transportasi nasional harus
digambarkan pada satu cakupan peta wilayah nasional secara utuh.
(3) Sistem jaringan energi nasional, sistem jaringan telekomunikasi nasional dan
sistem jaringan sumberdaya air nasional digambarkan pada satu cakupan
peta wilayah nasional dan dapat digambarkan pada peta tersendiri.
Pasal 10
(1) Sistem perkotaan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a
terdiri dari:
a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN);
b. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN);
c. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW); dan
d. Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
(2) Sistem jaringan transportasi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf b terdiri dari:
a. jaringan transportasi darat;
b. jaringan transportasi laut; dan
c. jaringan transportasi udara.
(3) Sistem jaringan energi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c
terdiri dari:
a. jaringan pipa minyak dan gas bumi;
b. jaringan listrik; dan
c. pembangkit tenaga listrik.
(4) Sistem jaringan telekomunikasi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 huruf d dapat berupa:
a. jaringan terestrial; dan
b. jaringan satelit berupa satelit komunikasi dan stasiun bumi.

5

(5) Sistem jaringan sumber daya air nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 huruf e terdiri dari:
a. jaringan sungai;
b. sistem sumber daya air pada setiap wilayah sungai;
c. cekungan air tanah;
d. bendungan besar; dan
e. kanal besar.
Paragraf 3
Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional
Pasal 11
Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf b terdiri dari:
a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
Pasal 12
(1) Kawasan lindung nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a
terdiri dari:
a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap bawahannya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan pelestarian alam, suaka alam dan cagar budaya;
d. kawasan rawan bencana alam;
e. kawasan lindung geologi; dan
f. kawasan lindung lainnya.
(2) Kawasan budidaya bernilai strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 huruf b terdiri dari:
a. kawasan hutan produksi;
b. kawasan hutan rakyat;
c. kawasan perkebunan;
d. kawasan pertanian pangan;
e. kawasan perikanan;
f. kawasan pertambangan;
g. kawasan industri;
h. kawasan pariwisata;
i. kawasan permukiman; dan
j. kawasan peruntukan lainnya.
(3) Dalam hal kawasan lindung dan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk delineasi karena
terlalu kecil penggambarannya disajikan dalam bentuk simbol.
Paragraf 4
Peta Rencana Penetapan Kawasan Strategis Nasional
Pasal 13
Delineasi kawasan strategis harus dipetakan pada satu lembar kertas yang
menggambarkan wilayah nasional secara utuh.
Pasal 14
6

Kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c terdiri
dari:
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan;
b. kawasan strategis dari sudut pertumbuhan ekonomi;
c. kawasan strategis dari sudut sosial dan budaya;
d. kawasan strategis dari sudut pendayagunaan sumber daya alam dan/atau
teknologi tinggi; dan
e. kawasan strategis dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Bagian Ketiga
Tingkat Ketelitian Peta Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Paragraf 1
Umum
Pasal 15
(1) Peta RTRW-Prov sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b digambarkan
pada peta dasar dengan skala minimal 1: 250.000.
(2) Peta RTRW-Prov mencakup wilayah daratan dan perairan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

provinsi

(3) Untuk provinsi yang memiliki wilayah pesisir dan laut dapat dilengkapi
dengan data batimetri.
(4) Peta RTRW-Prov disusun setelah melalui proses koordinasi dengan provinsi
yang berbatasan langsung dan ditunjukkan dengan penggambaran wilayah
provinsi yang berbatasan dalam koridor 5 kilometer sepanjang garis
perbatasan.
Pasal 16
Peta RTRW-Prov sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri dari:
a. Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi;
b. Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi; dan
c. Peta Sebaran Kawasan Strategis Provinsi.
Paragraf 2
Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi
Pasal 17
(1) Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 huruf a harus menggambarkan Rencana Struktur Ruang Wilayah
Nasional yang ada di wilayah provinsi.
(2) Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi selain memuat yang ada pada
peta Struktur Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat pula:
a. sistem perkotaan provinsi;
b. sistem prasarana utama berupa jaringan transportasi provinsi;
c. sistem prasarana wilayah lainnya yang terdiri dari jaringan energi provinsi,
jaringan telekomunikasi provinsi, dan jaringan sumberdaya air provinsi.
7

(3) Sistem perkotaan dan sistem prasarana utama harus digambarkan pada satu
lembar peta wilayah provinsi secara utuh.
(4) Sistem prasarana wilayah lainnya digambarkan pada satu lembar peta
wilayah provinsi secara utuh dan dapat digambarkan pada peta tersendiri.
Pasal 18
Sistem perkotaan wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(2) huruf a terdiri dari:
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang ditetapkan provinsi;
b. Pusat Kegiatan Nasional promosi (PKNp); dan
c. Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp).
Pasal 19
Jaringan transportasi provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
huruf b terdiri dari:
a. jaringan transportasi darat;
b. jaringan transportasi laut; dan
c. jaringan transportasi udara.
Pasal 20
(1) Jaringan energi provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf
c terdiri dari:
a. sistem prasarana listrik provinsi; dan
b. pembangkit tenaga listrik provinsi.
(2) Jaringan telekomunikasi provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(2) huruf d terdiri dari:
a. jaringan terestrial; dan
b. jaringan satelit.
(3) Jaringan sumberdaya air provinsi terdiri dari:
a. jaringan sungai;
b. wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
c. cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;
d. bendungan;
e. waduk penampungan air besar;
f. kanal besar; dan
g. fasilitas air bersih.
Paragraf 3
Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi
Pasal 21
(1) Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 huruf b harus sesuai dengan rencana pola ruang yang ditetapkan
dalam RTRWN dan rencana rincinya untuk pola ruang dalam RTRWN yang
berada dalam wilayah provinsi.
(2) Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri dari:
8

a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
Pasal 22
(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2)
terdiri dari:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam;
e. kawasan pelestarian alam dan cagar budaya;
f. kawasan rawan bencana alam;
g. kawasan lindung geologi; dan
h. kawasan lindung lainnya.

huruf a

(2) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b terdiri dari:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perkebunan;
e. kawasan peruntukan perikanan;
f. kawasan peruntukan pertambangan;
g. kawasan peruntukan industri;
h. kawasan peruntukan pariwisata;
i. kawasan peruntukan permukiman; dan
j. kawasan peruntukan lainnya.
Pasal 23
(1) Kawasan lindung dan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22 yang tidak dapat dipetakan dalam bentuk delineasi karena terlalu kecil
digambarkan dalam bentuk simbol.
(2) Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi dapat digambarkan dalam
beberapa lembar peta yang tersusun secara beraturan mengikuti indeks peta
dasar nasional.
(3) Untuk peruntukan pola ruang yang relatif kecil, tidak perlu dipetakan dalam
peta pola ruang wilayah provinsi, namun tetap dijelaskan dalam rencana pola
ruang pada Rencana Tata Ruang Wilayah provinsi.
Paragraf 4
Peta Rencana Penetapan Kawasan Strategis Provinsi
Pasal 24
(1) Sebaran Kawasan Strategis Nasional yang berada dalam wilayah provinsi dan
Kawasan Strategis Provinsi harus digambarkan dalam peta Penetapan
Kawasan Strategis Provinsi.
(2) Delineasi kawasan strategis harus dipetakan pada satu lembar kertas yang
menggambarkan wilayah provinsi secara keseluruhan.
Pasal 25
Peta Kawasan Strategis Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c
9

terdiri dari:
a. kawasan strategis provinsi dari sudut pertumbuhan ekonomi;
b. kawasan yang dapat mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal di dalam
wilayah provinsi;
c. kawasan strategis provinsi dari sudut sosial dan budaya;
d. kawasan strategis provinsi dari sudut pendayagunaan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi;
e. kawasan strategis provinsi dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup; atau
f. kawasan strategis provinsi lainnya.
Bagian Keempat
Tingkat Ketelitian Peta Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Paragraf 1
Umum
Pasal 26
(1) Peta RTRW-Kab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c digambarkan
pada peta dasar skala minimal 1: 50.000.
(2) Peta RTRW-Kab mencakup wilayah daratan dan perairan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

kabupaten

(3) Untuk wilayah kabupaten yang memiliki wilayah pesisir dan laut perlu
dilengkapi dengan data batimetri.
(4) Peta RTRW-Kab disusun setelah melalui proses koordinasi dengan
kabupaten/kota lain yang berbatasan langsung dan ditunjukkan dengan
penggambaran wilayah kabupaten/kota lain yang berbatasan dalam koridor
minimal 7
Pasal 27
Peta RTRW-Kab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi:
a.
Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten;
b.
Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten; dan
c.
Peta Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten.
Paragraf 2
Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 28
(1) Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 huruf a harus menggambarkan Rencana Struktur Ruang
Wilayah Nasional dan Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi yang ada di
wilayah kabupaten.
(2) Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten selain menggambarkan
Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Struktur Ruang
Wilayah Provinsi yang ada di wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat pula:
a. sistem perkotaan wilayah kabupaten;
10

b. sistem prasarana utama berupa jaringan transportasi wilayah kabupaten;
c. sistem prasarana wilayah lainnya berupa jaringan energi wilayah
kabupaten, jaringan telekomunikasi wilayah kabupaten, jaringan
sumberdaya air wilayah kabupaten, dan sistem prasarana lainnya.
(3) Sistem perkotaan dan sistem prasarana utama digambarkan pada satu
lembar peta wilayah kabupaten secara utuh.
(4) Sistem prasarana wilayah lainnya digambarkan pada satu lembar peta
wilayah kabupaten secara utuh dan dapat digambarkan pada peta tersendiri.
Pasal 29
Sistem perkotaan wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (2) huruf a terdiri dari:
a. pusat pelayanan kawasan (PPK);
b. pusat pelayanan lingkungan (PPL); dan
c. pusat kegiatan lokal promosi (PKLp).
Pasal 30
(1) Jaringan transportasi wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (2) huruf b terdiri dari:
a. jaringan transportasi darat yang mencakup jaringan jalan, jaringan rel
kereta api, dan jaringan sungai, danau dan penyeberangan;
b. jaringan transportasi laut yang mencakup pelabuhan dan alur pelayaran;
dan
c. jaringan transportasi udara yang mencakup bandar udara dan ruang udara
untuk penerbangan.
(2) Sistem jaringan jalan harus digambarkan mengikuti terase jalan yang
sebenarnya.
Pasal 31
(1) Jaringan energi wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (2) huruf c terdiri dari:
a. jaringan pipa minyak dan gas bumi;
b. jaringan listrik; dan
c. pembangkit tenaga listrik.
(2) Jaringan telekomunikasi wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (2) huruf d terdiri dari:
a. infrastruktur telekomunikasi yang berupa jaringan kabel telepon;
b. infrastruktur telepon nirkabel antara lain lokasi menara telekomunikasi
termasuk menara Base Transceiver Station (BTS); dan
c. jaringan telekomunikasi satelit pada wilayah terpencil.
(3) Jaringan sumberdaya air wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (2) huruf c berupa:
a. jaringan sumber daya air lintas negara, lintas provinsi, dan lintas
kabupaten/kota yang berada pada wilayah kabupaten bersangkutan;
b. wilayah sungai kabupaten;
c. jaringan irigasi;
d. jaringan air baku untuk air bersih;
e. jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan
11

f.

sistem pengendalian banjir wilayah kabupaten.

(4) Sistem prasarana wilayah kabupaten lainnya berupa:
a. parasarana lingkungan berupa Tempat Pengolahan Sampah Sementara
(TPS), Tempat Pengolahan Sampah Akhir (TPA), Sistem Pengolahan Limbah
Cair, Sistem Pengolahan Limbah Padat;
b. Prasarana pendidikan berupa pendidikan tinggi skala wilayah dan
kabupaten, pendidikan menengah skala kabupaten;
c. prasarana ekonomi skala wilayah dan kabupaten berupa pasar tradisional,
pasar moderen;
d. prasarana kesehatan berupa rumah sakit tipe B, rumah sakit tipe C;dan
e. prasarana olah raga dan rekreasi skala wilayah dan kabupaten.
Paragraf 3
Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 32
(1) Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 huruf c harus menggambarkan rencana pola ruang wilayah nasional
dan wilayah provinsi yang ada di wilayah kabupaten.
(2) Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten selain memuat unsur peta Pola
Ruang Wilayah Nasional dan peta Pola Ruang Wilayah Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memuat pula:
a. kawasan lindung kabupaten; dan
b. kawasan budidaya kabupaten.
(3) Deliniasi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang dipetakan dalam
rencana pola ruang kabupaten dirinci sesuai dengan kawasan peruntukannya.
(4) Rencana pola ruang wilayah kabupaten meliputi wilayah administrasi
kabupaten yang meliputi ruang darat, laut dan udara.
(5) Rencana pola ruang wilayah kabupaten dapat digambarkan dalam beberapa
lembar peta yang tersusun secara beraturan mengikuti indeks peta dasar.
Pasal 33
Kawasan lindung kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b
terdiri dari:
a. Kawasan hutan lindung;
b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. Kawasan perlindungan setempat;
d. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. Kawasan rawan bencana alam;
f. Kawasan lindung geologi; dan
g. Kawasan lindung lainnya.
Pasal 34
Kawasan budidaya bernilai strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 huruf c terdiri dari:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
12

d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

kawasan
kawasan
kawasan
kawasan
kawasan
kawasan
kawasan

peruntukan
peruntukan
peruntukan
peruntukan
peruntukan
peruntukan
peruntukan

perkebunan;
perikanan;
pertambangan;
industri;
pariwisata;
permukiman; dan
lainnya.

Paragraf 4
Peta Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten
Pasal 35
(1) Delineasi kawasan strategis harus dipetakan pada satu lembar kertas yang
menggambarkan wilayah kabupaten secara utuh.
(2) Pada peta kawasan strategis kabupaten harus digambarkan delineasi kawasan
strategis nasional dan delineasi kawasan strategis provinsi yang berada di
dalam wilayah kabupaten bersangkutan.
Pasal 36
Peta Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf
d memuat:
a. kawasan strategis kabupaten dari sudut pertumbuhan ekonomi;
b. kawasan strategis kabupaten dari sudut sosial dan budaya;
c. kawasan strategis kabupaten dari sudut pendayagunaan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi;
d. kawasan strategis kabupaten dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup; dan
e. kawasan andalan kabupaten.
Bagian Kelima
Tingkat Ketelitian Peta Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Paragraf 1
Umum
Pasal 37
(1) Peta RTRW-Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d digambarkan
pada peta dasar dengan skala minimal 1: 25.000.
(2) Peta RTRW-Kota mencakup wilayah daratan dan perairan dengan batasan 4
(empat) mil laut diukur dari garis pantai di wilayah kota atau sampai batas
negara yang disepakati secara internasional apabila kota terkait berbatasan
laut dengan negara lain.
(3) Untuk wilayah kota yang memiliki wilayah pesisir dan laut perlu dilengkapi
dengan data batimetri.
(4) Peta RTRW-Kota disusun setelah melalui proses koordinasi dengan
kabupaten/kota lain yang berbatasan langsung dan ditunjukkan dengan
penggambaran wilayah kabupaten/kota lain yang berbatasan dalam koridor
minimal 2 kilometer sepanjang garis perbatasan.

13

Pasal 38
Peta RTRW-Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi:
a. Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota;
b. Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kota; dan
c. Peta Penetapan Kawasan Strategis Kota.

Paragraf 2
Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota
Pasal 39
(1) Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 huruf a menggambarkan Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional
dan Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi yang ada di wilayah kota.
(2) Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota selain memuat yang ada pada
peta Struktur Ruang Wilayah Nasional dan peta Rencana Struktur Ruang
Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pula:
a. pusat pelayanan wilayah kota;
b. sistem prasarana utama berupa jaringan transportasi wilayah kota;
c. sistem prasarana wilayah lainnya berupa jaringan energi wilayah kota,
jaringan telekomunikasi wilayah kota, jaringan sumberdaya air wilayah
kota, infrastruktur perkotaan dan sistem prasarana lainnya.
Pasal 40
(1) Pusat pelayanan di wilayah kota merupakan pusat pelayanan sosial, ekonomi,
dan/atau administrasi masyarakat yang melayani wilayah kota dan regional,
yang meliputi:
a. pusat kota;
b. sub-pusat kota; dan
c. pusat lingkungan.
(2) Sistem pusat-pusat pelayanan dan sistem prasarana utama
digambarkan pada satu cakupan peta wilayah kota secara utuh.

harus

(3) Rencana struktur ruang wilayah kota harus menggambarkan jaringan jalan
yang berada dalam wilayah kota yang menjadi kewenangan kota dan jalan
primer yang melalui kota tersebut.
(4) Sistem prasarana wilayah lainnya digambarkan pada satu lembar peta
wilayah kota secara utuh dan dapat digambarkan pada peta tersendiri.
(5) Sistem jaringan prasarana jalan harus digambarkan mengikuti terase jalan
yang sebenarnya.
Pasal 41
Jaringan transportasi wilayah kota dalam Pasal 39 ayat (2) huruf b terdiri dari:
a. jaringan transportasi darat yang mencakup jaringan jalan, jaringan rel kereta
api, dan jaringan sungai, danau dan penyeberangan;
b. jaringan transportasi laut wilayah kota yang mencakup pelabuhan dan alur
pelayaran; dan
c. jaringan transportasi udara wilayah kota yang mencakup bandar udara dan
14

ruang udara untuk penerbangan.
Pasal 42
(1) Jaringan energi wilayah kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2)
huruf c terdiri dari:
a. jaringan pipa minyak dan gas bumi dalam wilayah kota;
b. jaringan listrik wilayah kota; dan
c. pembangkit tenaga listrik.
(2) Jaringan telekomunikasi wilayah kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
ayat (2) huruf c terdiri dari:
a. jaringan telepon fixed line dan lokasi pusat automatisasi sambungan
telepon; dan
b. Infrastruktur telepon nirkabel berupa lokasi menara telekomunikasi
termasuk menara Base Transceiver Station (BTS).
(3) Jaringan sumberdaya air wilayah kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
ayat (2) huruf c terdiri dari:
a. sistem jaringan sumber daya air lintas negara, lintas provinsi, dan lintas
kabupaten/kota yang berada pada wilayah kota bersangkutan;
b. wilayah sungai di wilayah kota, termasuk waduk, situ, dan embung pada
wilayah kota;
c. sistem jaringan irigasi yang berfungsi mendukung kegiatan pertanian di
wilayah kota;
d. sistem jaringan air baku untuk air bersih; dan
e. sistem pengendalian banjir di wilayah kota.
(4) Infrastruktur perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf
c meliputi:
a. prasarana penyediaan air minum kota;
b. pengelolaan air limbah;
c. sistem persampahan;
d. sistem drainase kota;
e. penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan
kaki; dan
f. jalur evakuasi bencana.
Paragraf 3
Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kota
Pasal 43
(1) Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 huruf c harus menggambarkan rencana pola ruang wilayah nasional dan
wilayah provinsi yang ada di wilayah kabupaten.
(2) Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kota selain memuat unsur peta Pola Ruang
Wilayah Nasional dan peta Pola Ruang Wilayah Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memuat pula:
a. kawasan lindung kota; dan
b. kawasan budidaya bernilai strategis kota.
(3) Rencana pola ruang wilayah kota dapat digambarkan dalam beberapa lembar
peta yang tersusun secara beraturan mengikuti indeks peta dasar nasional
atau mengikuti ketentuan Badan.
15

Pasal 44
Kawasan lindung kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf d dapat
berupa:
a. hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. ruang terbuka hijau (RTH) kota, yang antara lain meliputi taman Rukun
Tetangga, taman Rukun Warga, taman kota dan taman permakaman;
e. kawasan suaka alam dan cagar budaya;
f. kawasan rawan bencana alam; dan
g. kawasan lindung lainnya.
Pasal 45
Kawasan budidaya kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf e terdiri
dari:
a. kawasan perumahan;
b. kawasan perdagangan dan jasa;
c. kawasan perkantoran;
d. kawasan industri;
e. kawasan pariwisata;
f. kawasan ruang terbuka non hijau;
g. kawasan ruang evakuasi bencana;
h. kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal; dan
i. kawasan peruntukan lainnya.
Paragraf 4
Peta Sebaran Kawasan Strategis Kota
Pasal 46
(1) Delineasi kawasan strategis harus dipetakan pada satu lembar kertas yang
menggambarkan wilayah kota secara utuh.
(2) Pada peta kawasan strategis kota harus digambarkan delineasi kawasan
strategis nasional dan delineasi kawasan strategis provinsi yang berada di
dalam wilayah kota bersangkutan.
Pasal 47
Peta Sebaran Kawasan Strategis Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
huruf e memuat:
a. unsur kawasan strategis kota dari sudut pertumbuhan ekonomi;
b. unsur kawasan strategis kota dari sudut sosial dan budaya;
c. unsur kawasan strategis kota dari sudut pendayagunaan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi;
d. unsur kawasan strategis kota dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup; dan
e. kawasan andalan kota.
Bagian Keenam
Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan
Pasal 48
16

(1) Peta RTR-P/K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a digambarkan pada
peta dasar skala minimal 1: 500.000.
(2) Peta RTR-P/K mencakup wilayah daratan dan perairan sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
Peta RTR-P/K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi:
a. peta Rencana Struktur Ruang Pulau/Kepulauan;
b. peta Rencana Pola Ruang Pulau/Kepulauan; dan
c. peta Sebaran Kawasan Strategis Pulau/Kepulauan.
Pasal 50
Unsur-unsur Peta RTRWN sebagaimana dimaksud dalam Bagian Kedua berlaku
mutatis mutandis untuk Peta RTR-P/K.
Bagian Ketujuh
Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional
Pasal 51
(1) Peta RTR-KSN merupakan penjabaran dari Peta Sebaran Kawasan Strategis
Nasional dalam RTRWN.
(2) Peta RTR-KSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b digambarkan
pada peta dasar dengan skala yang sesuai dengan bentang objek dan/atau
kebutuhan kedetilannya.
(3) Skala yang sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dikonsultasikan
kepada Badan.
Pasal 52
Peta RTR-KSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b memuat:
a. kawasan strategis dari sudut pertahanan dan keamanan;
b. kawasan strategis nasional dari sudut pertumbuhan ekonomi;
c. kawasan strategis nasional dari sudut sosial dan budaya;
d. kawasan strategis nasional dari sudut pendayagunaan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi; dan/atau
e. kawasan strategis nasional dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup.
Bagian Kedelapan
Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi
Pasal 53
(1) Peta RTR-KSProv merupakan penjabaran dari Peta Sebaran Kawasan Strategis
Provinsi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.
(2) Peta RTR-KSProv sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c digambarkan
pada peta dasar dengan skala yang sesuai dengan bentang objek dan/atau
17

kebutuhan kedetilannya.
(3) Skala yang sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dikonsultasikan
kepada Badan.
Pasal 54
Peta RTR-KSProv sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c memuat
a. kawasan strategis provinsi dari sudut pertumbuhan ekonomi;
b. kawasan strategis provinsi dari sudut sosial dan budaya;
c. kawasan strategis provinsi dari sudut pendayagunaan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi; dan
d. kawasan strategis provinsi dari sudut fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup.
Bagian Kesembilan
Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Pasal 55
Rencana tata ruang kawasan perkotaan dapat berupa:
a. kawasan perkotaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten; atau
b. kawasan yang secara fungsional berciri perkotaan yang mencakup 2 (dua)
atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi.
Pasal 56
(1) Peta RTR-Perkotaan sebagaimana dimaksud dalam
merupakan rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten.

Pasal

55

huruf

a

(2) Peta RTR-Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada
peta dasar atau wilayah dengan skala minimal 1:10.000.
(3) Unsur-unsur Peta RTRW-Kota sebagaimana dimaksud dalam Bagian Kelima
berlaku mutatis mutandis untuk Peta RTR-Perkotaan yang merupakan bagian
wilayah kabupaten.
Pasal 57
(1) Peta RTR-Perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf b
merupakan alat koordinasi antar wilayah kabupaten/kota.
(2) Peta RTR-Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada
peta dasar atau wilayah dengan skala minimal 1: 50.000.
(3) Unsur-unsur Peta RTRW-Kab sebagaimana dimaksud dalam Bagian Keempat
berlaku mutatis mutandis untuk Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan.
(4) Sistem Pusat Kegiatan pada Peta RTR-Perkotaan harus menunjukkan dengan
jelas kota inti dan kota satelit.
Bagian Kesepuluh
Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan
Pasal 58
18

Rencana tata ruang kawasan perdesaan dapat berupa:
a. kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten; atau
b. kawasan yang secara fungsional berciri perdesaan yang mencakup 2 (dua)
atau lebih wilayah kabupaten pada satu atau lebih wilayah provinsi.
Pasal 59
(1) Peta RTR-Perdesaan sebagaimana dimaksud dalam
merupakan rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten.

Pasal

58

huruf

a

(2) Peta RTR-Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada
peta dasar dengan skala minimal 1:10.000.
(3) Unsur-unsur Peta RTRW-Kota sebagaimana dimaksud dalam Bagian Kelima
berlaku mutatis mutandis untuk Peta RTR-Perdesaan yang merupakan bagian
wilayah kabupaten.
Pasal 60
(1) Peta RTR-Perdesaan sebagaimana dimaksud dalam
merupakan alat koordinasi antar wilayah kabupaten.

Pasal

58

huruf

b

(2) Peta RTR-Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada
peta dasar dengan skala minimal 1: 50.000.
(3) Unsur-unsur Peta RTRW-Kab sebagaimana dimaksud dalam Bagian Keempat
berlaku mutatis mutandis untuk Peta RTR-Perdesaan yang mencakup 2 (dua)
atau lebih wilayah kabupaten pada satu atau lebih wilayah provinsi.
Bagian Kesebelas
Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten
Pasal 61
(1) Peta RTR-KSKab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf f merupakan
penjabaran dari Peta Sebaran Kawasan Strategis Kabupaten dalam RTRW-Kab.
(2) Peta RTR-KSKab digambarkan pada peta dasar dengan skala yang sesuai
dengan bentang objek atau kawasan dan/atau tingkat kepentingan objek atau
kawasan yang digambarkan.
(3) Skala yang sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dikonsultasikan
kepada Badan.
Pasal 62
Peta RTR-KSKab memuat unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dengan tingkat kedetilan geometri sesuai dengan skala yang ditetapkan.
Bagian Keduabelas
Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kota
Pasal 63

19

(1) Peta RTR-KSKota
Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf g
merupakan penjabaran dari Peta Sebaran Kawasan Strategis Kota dalam
RTRW-Kota.
(2) Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis digambarkan pada peta dasar
dengan skala yang sesuai dengan bentang objek atau kawasan dan/atau
tingkat kepentingan objek atau kawasan yang digambarkan.
(3) Skala yang sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dikonsultasikan
kepada Badan.
Pasal 64
Peta RTR-KSKota memuat unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
dengan tingkat kedetilan geometri sesuai dengan skala yang ditetapkan.
Bagian Ketigabelas
Tingkat Ketelitian Peta Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten
Pasal 65
(1) Peta Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf h mencakup kawasan diluar RTR-KSKab sebagaimana dimaksud
dalam Bagian Kesebelas.
(2) Peta Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten digambarkan pada peta dasar
dengan skala yang sesuai dengan bentang objek atau kawasan dan/atau
tingkat kepentingan objek atau kawasan yang digambarkan.
(3) Skala yang sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dikonsultasikan
kepada Badan.
Pasal 66
Unsur-unsur Peta RDTR-Kab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf h,
simbolisasi dan/atau notasi, kode unsur digital, dan penggambarannya secara
kartografs diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempatbelas
Tingkat Ketelitian Peta Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kota
Pasal 67
(1) Peta Rencana Detil Tata Ruang Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf i mencakup kawasan diluar RTR-KSKota sebagaimana dimaksud dalam
Bagian Keduabelas.
(2) Peta Rencana Detil Tata Ruang Kota digambarkan pada peta dasar dengan
skala yang sesuai dengan bentang objek atau kawasan dan/atau tingkat
kepentingan objek atau kawasan yang digambarkan.
(3) Skala yang sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dikonsultasikan
kepada Badan.
Pasal 68

20

Unsur-unsur Peta RDTR-Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf i,
simbolisasi dan/atau notasi, kode unsur digital, dan penggambarannya secara
kartografs diatur dengan Peraturan Menteri yang membidangi tata ruang
nasional.

Pasal 69
(1) Unsur-unsur peta RTRWN sebagaimana dimaksud dalam Bagian
Kedua, peta RTRW-Prov sebagaimana dimaksud dalam Bagian
Ketiga, peta RTRW-Kab sebagaimana dimaksud dalam Bagian
Keempat, peta RTRW-Kota sebagaimana dimaksud dalam Bagian
Kelima, peta RTR-P/K sebagaimana dimaksud dalam Bagian Keenam,
peta RTR-KSN sebagaimana dimaksud dalam Bagian Ketujuh, peta
RTR-KSProv sebagaimana dimaksud dalam Bagian Kedelapan, peta
RTR-Perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Kesembilan,
peta RTR-Perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Bagian
Kesepuluh, peta RTR-KSKab sebagaimana dimaksud dalam Bagian
Kesebelas, dan peta RTR-KSKota sebagaimana dimaksud dalam
Bagian Keduabelas digambarkan dengan kode, simbol dan atau
notasi pada Lampiran I Peraturan Pemerintah ini.
(2) Dalam hal unsur-unsur peta tidak terdapat pada Lampiran I
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelenggara penataan
ruang harus berkonsultasi dengan instansi terkait.
BAB IV
KETELITIAN PETA MASUKAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 70
(1) Peta masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan data
atau peta yang digunakan untuk proses perencanaan tata ruang dengan
metode proses tertentu.
(2) Peta masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. peta dasar; dan
b. peta tematik.
Pasal 71
(1)

Peta masukan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 huruf
b, harus memiliki ketelitian peta yang pasti sesuai karakteristiknya.

(2)

Tingkat ketelitian geometri peta masukan meliputi:
a. sistem referensi geometri minimal yang harus dimiliki; dan
b. skala peta minimal, akurasi pengukuran minimal, dan kerincian data
minimal yang digunakan untuk merekonstruksi informasi di muka bumi
dengan benar.
Bagian Kedua
Tingkat Ketelitian Peta Dasar
21

Pasal 72
Peta dasar yang digunakan untuk perencanaan tata ruang harus memenuhi
kriteria:
a.
memiliki skala sekurang-kurangnya sama atau lebih besar dari peta
rencana tata ruang yang akan dibuat; dan
b.
memiliki unsur-unsur: perairan, hipsograf, permukiman, jaringan
transportasi, batas administrasi, dan nama-nama rupabumi sesuai dengan
kenampakan rupabumi di tempat tersebut.
Pasal 73
Peta dasar untuk penyusunan peta rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 ayat (2) huruf a menggunakan skala minimal:
a. 1: 1.000.000;
b. 1: 500.000;
c. 1: 250.000;
d. 1: 50.000;
e. 1: 25.000;
f. 1: 10.000; atau
g. 1: 5.000.
Pasal 74
Peta dasar dengan skala 1:1.000.000 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
huruf a memuat unsur-unsur:
a. perairan berupa laut beserta unsur-unsur di perairan pantainya, garis pantai,
sungai, danau, waduk atau bendungan yang digambarkan dengan skala untuk
lebar minimal 100 meter;
b. permukiman berupa kota;
c. jaringan transportasi berupa jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalur kereta
api, bandar udara, pelabuhan;
d. batas administrasi berupa batas negara, batas provinsi, batas kabupaten/kota;
dan/atau
e. nama rupabumi/toponim.
Pasal 75
Peta dasar dengan skala 1: 500.000 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf
b memuat unsur-unsur:
a. perairan berupa laut beserta unsur-unsur di perairan pantainya, garis pantai,
sungai, danau, waduk atau bendungan yang digambarkan dengan skala untuk
lebar minimal 50 meter;
b. permukiman berupa kota;
c. jaringan transportasi berupa jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalur kereta
api, bandar udara, pelabuhan;
d. batas administrasi berupa batas negara, batas provinsi, batas kabupaten/kota;
dan/atau
e. nama rupabumi/toponim.
Pasal 76
Peta dasar dengan skala 1: 250.000 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf
c memuat unsur-unsur:
a. perairan berupa laut beserta unsur-unsur di perairan pantainya, garis pantai,
sungai, danau, waduk atau bendungan yang digambarkan dengan skala untuk
22

lebar minimal 25 meter;
b. permukiman;
c. jaringan transportasi berupa jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalur kereta
api, bandar udara, pelabuhan;
d. batas administrasi berupa batas negara, batas provinsi, batas kabupaten/kota;
e. garis kontur dengan selang kontur yang mempunyai kelipatan 100 meter dan
titik ketinggian; dan/atau
f. nama rupabumi/toponim.
Pasal 77
Peta dasar dengan skala 1: 50.000 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf
e memuat unsur-unsur:
a. perairan berupa laut beserta unsur-unsur di perairan pantainya, garis pantai,
sungai, danau, waduk atau bendungan yang digambarkan dengan skala untuk
lebar minimal 5 meter;
b. permukiman;
c. jaringan transportasi berupa jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalur kereta
api, bandar udara dan pelabuhan;
d. batas administrasi berupa batas negara, batas provinsi, batas kabupaten/kota,
batas kecamatan/distrik;
e. garis kontur dengan selang kontur yang mempunyai kelipatan 25 meter dan
titik ketinggian; dan/atau
f. nama rupabumi/toponim.
Pasal 78
Peta dasar dengan skala 1: 25.000 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf f
memuat unsur-unsur:
a. perairan berupa laut beserta unsur-unsur di perairan pantainya, garis pantai,
sungai, danau, waduk atau bendungan yang digambarkan dengan skala untuk
lebar minimal 2,5 meter;
b. permukiman;
c. jaringan transportasi berupa jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalur kereta
api, bandar udara dan pelabuhan;
d. batas administrasi berupa batas negara, batas provinsi, batas kabupaten/kota,
batas kecamatan/distrik;
e. garis kontur dengan selang kontur yang mempunyai kelipatan 12,5 meter dan
titik ketinggian; dan/atau
f. nama rupabumi/toponim.
Pasal 79
Peta dasar dengan skala 1:10.000 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf g
memuat unsur-unsur:
a. perairan berupa laut beserta unsur-unsur di perairan pantainya, garis pantai,
sungai, terusan, saluran air, danau, waduk atau bendungan yang
digambarkan dengan skala untuk lebar minimal 1 meter;
b. permukiman;
c. jaringan transportasi berupa jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal,
jalan lain, jalan setapak, jalur kereta api, bandar udara dan pelabuhan;
d. batas administrasi berupa batas negara, batas provinsi, batas kabupaten/kota,
batas kecamatan/distrik, batas desa/kelurahan;
e. garis kontur dengan selang kontur yang mempunyai kelipatan 5 meter dan
titik ketinggian; dan/atau
f. nama rupabumi/toponim.

23

Pasal 80
Peta dasar dengan skala 1: 5.000 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf h
memuat unsur-unsur:
a. perairan berupa laut beserta unsur-unsur di perairan pantainya, garis pantai,
sungai, terusan, saluran air, danau, waduk atau bendungan yang
digambarkan dengan skala untuk lebar minimal 0,5 meter;
b. permukiman;
c. jaringan transportasi berupa jalan tol, jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal,
jalan lain, jalan setapak, jalur kereta api, bandar udara dan pelabuhan;
d. batas administrasi berupa batas negara, batas provinsi, batas kabupaten/kota,
batas kecamatan/distrik, batas desa/kelurahan;
e. garis kontur dengan selang kontur yang mempunyai kelipatan 2,5 meter dan
titik ketinggian; dan/atau
f. nama rupabumi/toponim.
Pasal 81
Dalam hal peta dasar yang menjadi sumber tidak tersedia atau belum
dimutakhirkan, penyelenggara penataan ruang dapat menggunakan sumber data
spasial lain setelah mendapat persetujuan tertulis dari Badan.
Pasal 82
Unsur-unsur peta dasar sebagaimana dimaksud dalam Bagian Kedua peraturan
ini digambarkan dengan kode, simbol dan atau notasi seperti pada Lampiran II
Peraturan Pemerintah ini.
Bagian Kedua
Tingkat Ketelitian Peta Tematik

Pasal 83
(1) Peta tematik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) huruf b
merupakan peta masukan yang digunakan untuk menyusun rencana tata
ruang.
(2) Peta tematik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal meliputi:
a. peta administrasi;
b. peta kependudukan;
c. peta ekonomi dan keuangan;
d. peta fsik;
e.