Skrining Tanaman Induk, Analisis Hasil Perbanyakan Vegetatif In Vivo Dan In Vitro Jeruk Keprok Brastepu Bebas Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD)

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jeruk Sebagai Tanaman Budidaya
Jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia, diintroduksi dan sudah
ditumbuhkan dengan baik di Indonesia secara alami dan budidaya. Tanaman jeruk yang
ada di Indonesia adalah peninggalan orang Belanda yang mendatangkan jeruk manis
dan keprok dari Amerika dan Italia (Menristek, 2002). Klasifikasi botani tanaman jeruk
adalah sebagai berikut: Divisi: Spermatophyta, Sub divisi: Angiospermae, Kelas:
Dicotyledonae, Ordo: Rutales, Familia: Rutaceae, Genus: Citrus, Spesies: Citrus sp.
Menurut Roy dan Goldschmidt (2008) genus Citrus dikelompokkan menjadi

2

subgenus yaitu genus Citrus terdiri dari 10 spesies yaitu C. medica L., C. aurantium L.,
C. sinensis Osbeck, C. grandis Osbeck, C. limon (L.) Burm.f, C. reticulate Blanco,
C.aurantifolia Christm., C. paradise Macf., C. tachibana Tan., C. indica Tan.dan
Papeda meliputi 6 spesies antara lain C. hystrix D.C., C. macroptera Mont., C. celebica
Koord., C. ichangensis Swing., C. micrantha Webster, C. latipes.
Jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk Keprok (Citrus
reticulata/nobilis L.), jeruk Siem (C. microcarpa L. dan C.sinensis. L) yang terdiri dari

Siem Pontianak, Siem Garut, Siem Lumajang, jeruk manis (C. auranticum L. Dan
C.sinensis L.), jeruk sitrun/lemon (C. medica), jeruk besar (C.maxima Herr.) yang
terdiri dari jeruk Nambangan-Madiun dan jeruk Bali. Jeruk untuk bumbu masakan yang
terdiri dari jeruk nipis (C. aurantifolia), jeruk purut (C. hystrix) dan jeruk sambal (C.
hystix ABC). Jeruk varietas introduksi yang banyak ditanam adalah Lemon dan
Grapefruit. Sementara itu, jeruk varietas lokal Sumatera Utara menurut data Balitjestro
(2010) dan KPRI Citrus (2015) adalah jeruk siem madu, jeruk baby, jeruk keprok
(Brastepu, Maga, Sipirok, Siompu, Batu 55, Garut-1, SoE, Laukawar, Borneo Prima,

Universitas Sumatera Utara

9
Gayo, Madura, Crifta-01, Pulo Tengah, RGL, Selayar, Terigas, Wangkang, Grabag,
JRM 2012, Kacang Solok, Pulung dan Cholkun), jeruk Bali, jeruk nipis, dan jeruk
purut. Khusus jeruk Brastepu yang menjadi objek dalam penelitian ini, jeruk tersebut
dinamakan demikian karena tumbuh, berkembang dan berproduksi tinggi di Desa
Brastepu Kabupaten Karo. Pada umumnya, jeruk keprok dinamai dengan daerah
sebagai tempat hidup dan pengembangannya.
Berbagai jenis jeruk khas Sumatera Utara yang pernah menjadi primadona dan
tumbuh di Brastagi adalah varietas Brastepu. Masih banyak lagi varietas jeruk lokal

khas Sumatera Utara yang harus didata oleh peneliti melalui identifikasi tanaman. Jeruk
Brastepu memiliki cita rasa aroma harum khas jeruk keprok. Di samping itu, bentuk dan
warna oranye pada kulitnya menarik konsumen, karakter tersebut disebabkan oleh
faktor genetik. Berdasarkan hasil survei di lapangan, jeruk Brastepu dikenal oleh
masyarakat karena berfungsi ganda, yaitu sebagai penghasil buah, dan kulit buah serta
daunnya dapat digunakan sebagai bahan baku obat tradisional untuk berbagai jenis
penyakit terutama penyakit kulit. Sampai saat ini, penyediaan bibit untuk pemuliaan
jeruk Brastepu dilakukan secara sambung atau okulasi untuk mendapatkan bibit
tanaman yang memiliki kualitas sama dengan induknya. Akan tetapi, penyediaan bibit
dengan cara tersebut sangat terbatas jumlahnya, sehingga pemuliaan tanaman Jeruk
Brastepu mengalami kendala dan tidak memungkinkan untuk meningkatkan kuantitas
produksi. Bahkan diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan akan terjadi kelangkaan
tanaman Jeruk Brastepu. Penyebab kelangkaan jeruk Brastepu antara lain disebabkan
karena banyaknya penyakit yang menyerang dan yang paling serius adalah CVPD dan
lambatnya penyediaan bibit yang bebas penyakit tersebut.
Penyediaan bibit yang baik, bersih serta berkesinambungan adalah penting
terutama untuk jeruk langka seperti Jeruk Brastepu ini. Bibit jeruk yang baik adalah

Universitas Sumatera Utara


10
yang bebas penyakit, mirip dengan induknya (true to type), subur, berdiameter batang 23 cm, permukaan batang halus, akar serabut banyak, akar tunggang berukuran sedang
dan memiliki sertifikasi penangkaran bibit (Menristek, 2002). Bibit yang berkualitas
dapat terus dikembangkan dengan pemantauan dan perawatan yang higienes dan
ketersediaannya berkesinambungan.
Perbanyakan jeruk dapat dilakukan melalui cara vegetatif dan generatif. Cara
perbanyakan yang efisien dan efektif secara kontinyu diteliti baik secara konvensional
maupun bioteknologi. Hampir semua jeruk buah komersil diperbanyak dengan cara
vegetatif yaitu dengan cara penyambungan dan yang paling umum dengan okulasi.
Sedangkan perbanyakan dengan biji dilakukan hanya pada jeruk batang bawah.
Perbanyakan lainnya dalam usaha untuk mengatasi kesulitan dalam penyediaan bibit
jeruk Brastepu ini dilakukan secara in vitro, melalui kultur jaringan tanaman. Teknik
kultur jaringan tanaman dalam penelitian ini juga bertujuan menghasilkan bibit jeruk
Brastepu menjadi tanaman bebas terhadap penyakit. Bibit jeruk Brastepu yang
dihasilkan berkualitas baik, seragam dan jumlah banyak, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan bibit jeruk bagi petani, agroindustri dan perkebunan.
Beberapa jenis jeruk yang banyak tumbuh dan berproduksi diantaranya adalah: (1)
Jeruk manis (C. sinensis {L.} Osb.). Jeruk manis ini termasuk spesies jeruk yang
paling banyak ditanam di seluruh dunia. Beberapa jenis jeruk komersiil dalam
kelompok ini diantaranya adalah: jeruk sunkis (navel oranges), jeruk bulat (regular

round oranges), dan jeruk merah (Blood Oranges). Beberapa jenis kultivar jeruk manis
ini yang dikenal adalah jeruk ‘Washington’ Navel, Hamlin, Valencia, Pineapple, Pera,
Jaffa, dll. (2) Jeruk Mandarin dan Tangerine (C. reticulata Blanco), tergolong pada
jeruk manis yang memiliki kulit buah lembut dan mudah dikupas. Beberapa jenis
kultivar jeruk mandarin dan tangerin yang dikenal adalah Owari, Clementine, Dancy,

Universitas Sumatera Utara

11
Willowleaf, Temple, Murcott, dan the Nagpur Santra, dll. (3) Jeruk manis Tangeloes
(C. reticulata x C. paradisi) merupakan hasil persilangan antara jeruk mandarin dan
grapefruit. Jenis jeruk ini juga memiliki kulit buah yang halus dan mudah dikupas.
Beberapa jenis kultivar jeruk tangeloes yang dikenal adalah Orlando dan Minneola. (4)
Jeruk Pummelo atau Shaddock (C. grandis {L.} Osb.), jeruk yang lebih populer di
Asia Tenggara. Jeruk ini memiliki daging buah putih dan merah muda. (5) Jeruk
Grapefruit (C. paradisi Macf.) adalah hasil hibrida dari pummelo dan jeruk manis
yang sangat baik tumbuh di daerah tropis, dan termasuk jenis jeruk yang paling banyak
ditanam di berbagai negara. Grapefruit ada yang berbiji, warna buah putih, merah dan
merah muda, dan pada umumnya yang berwarna merah dan merah muda tidak berbiji.
Beberapa jenis varietas jeruk ini adalah Rio Red, Star Ruby, and Flame, dikenal sebagai

jeruk Florida, Texas, California, dan Israel. (6) Jeruk Limau (C.aurantifolia L.) adalah
tergolong sebagai jeruk asam dengan kultivar limau Meksiko dan tahiti. (7) Jeruk
Lemons (C. limon Burmf.) adalah jeruk yang sangat banyak tumbuh di daerah
subtropik dengan kultivar Lisbon dan Eureka.
Jeruk C. nobilis Lour. yang digunakan dalam penelitian ini termasuk kelompok
jeruk mandarin, lebih tepat king mandarin. Pengelompokan jeruk bervariasi tergantung
pada Author(s). Sebagai contoh, Jeruk mandarin, menurut Hodgson dikelompokkan
menjadi lima kelompok, yaitu (1) Satsuma, C. Unshiu, (2) Mandarin Mediterranea, C.
Deliciosa, (3) King mandarins, C. nobilis Loureiro, (4) Common mandarins, C.
Reticulata, dan (5) Mandarin berbuah kecil.
2.1.1. Morfologi Buah Jeruk
Buah jeruk dihasilkan dari ovarium tunggal. Berbagai jenis jeruk yang dikenal
seperti: Poncirus (Trifoliate orange), Fortunella (kumquat artinya dapat dimakan
bersama kulitnya), Microcitrus, Eremocitrus, dan Clymenia pada subfamily

Universitas Sumatera Utara

12
Aurentioidae dari family Rutacae. Biasanya bentuk daun kelopak bunga (calyx) berlobi
5, yang masih dapat dilihat pada pangkal buah jeruk. Pada umumnya tangkai buah kecil

dan bagian berwarna hijau kelopak disisakan pada waktu buah dipetik karena buah
seperti itu lebih dikehendaki oleh konsumen. Ukuran buah jeruk bervariasi tergantung
jenis dan kesuburan pohon.

Buah jeruk kumquats (Forlunella spp.) umumnya

berdiameter sekitar 2,25 cm dan Buah jeruk pummelo (C. grandis) berdiameter
mencapai 20 cm.
Bentuk buah juga bervariasi, misalnya: oblate pada grapefruit, mandarin, dan
tangerine; globose sampai oval (spherical atau mendekati) pada jeruk manis; oblong
pada lemon (C. limon), (C. medica); dan spherical pada in limau (C. aurantifolia). Kulit
buah adalah bagian buah yang kehilangan airnya (mengering), dan mudah rusak
(fragile) bila dilipat atau diremas. Daging buah umumnya terdiri atas 8–16 segmen, dan
beberapa jenis seperti Grapefruits dan pummelos memiliki 17 atau 18 segmen. Biji
bervariasi dalam jumlah, mulai dari tidak berbiji pada beberapa kultivar sampai banyak
≥ 30, dan beberapa mempunyai jumlah biji sedang, 10-30. Sebagai contoh, jeruk Tahiti
(C. latifolia) dan jeruk navel dapat dinyatakan tidak berbiji, sementara jeruk grapefruit
dan pummelo memiliki sebanyak 40–50 biji. Ukuran dan bentuk biji juga bervariasi,
tergantung pada jenis varietas jeruk.
Khusus untuk buah jeruk mandarin/keprok mempunyai karakteristik kulit mudah

dikupas, dan memiliki daging buah oranye tua sampai oranye kemerahan apabila sudah
matang. Ukuran buah juga bervariasi, kecil sampai besar (diameter 5–9 cm), bentuk
buah glubose sampai oblate, bagian basal mempunyai tonjolan (collar) rendah sampai
tinggi, pada bagian apeks dengan kulit menjorok ke dalam buah, bagian dalam bagian
ini kosong sehingga mudah dikupas, permukaan kulit halus kadang terdapat bintikbintik hijau transparan yang merupakan kelenjar minyak di dalam kulit buah, jumlah

Universitas Sumatera Utara

13
segmen 10 - 17, aksis besar dan berongga, flavedo berwarna oranye sampai kemerahan,
lembut, dan berair (juicy), bau sedang sampai menyengat, tanpa biji atau berbiji sedikit
3 - 7 biji per buah, biji kecil dan memanjang. keriput dan gemuk padat; matang di awal
atau akhir musim.
Pada umumnya, jeruk keprok mudah rusak dan menurun kualitasnya bila tidak
dipetik saat bagian dalam buah sudah matang. Buah yang bentuknya bulat (oblong) dan
pyriform harus dibuang karena bentuk buah seperti itu bukan true to type dan dapat
merusak kesan kurang baik terhadap buah hasil panen secara keseluruhan. Buah yang
berukuran sedang atau medium lebih diutamakan, buah yang terlalu besar biasanya
lembek dan banyak kosong bagian dalamnya (puffiness). Buah puffiness dan terlalu
matang menjadi kurang berkualitas.

Pasar jeruk di negara-negara Timur lebih menyukai buah keprok besar. Buah
dengan tonjolan kecil lebih disukai untuk keperluan ekspor karena dapat mengurangi
kerusakan saat pengiriman. Pada umumnya, konsumen menyukai warna kuning oranye
sampai oranye tua, walaupun buah agak kehijauan masih dapat diterima. Buah harus
banyak airnya. Aroma keprok menentukan lamanya penyimpanan dan cara penanganan
saat transportasi. Banyak konsumer terutama suku Indian yang tidak menghendaki jeruk
keprok yang terlalu asam. Sementara itu jika rasa asam pada jeruk ini dihilangkan, maka
tidak ada lagi rasa khas jeruk keprok. Jeruk tanpa biji dan agak asam lebih disukai pasar
di Eropa. Jeruk Clementine dan Satsuma awalnya adalah tanpa biji tetapi Satsuma yang
dibudidayakan di Amerika sudah banyak yang menghasilkan biji. Klon tanpa biji
keprok Nagpur sekarang sedang dikembangkan khususnya di India.
2.1.2. Jeruk Lokal Sumatera Utara
Beberapa penelitian untuk propagasi jeruk varietas lokal Sumatera Utara telah
berhasil dilakukan oleh peneliti, yaitu perbanyakan jeruk Brastepu. Penelitian terhadap

Universitas Sumatera Utara

14
varietas jeruk Brastepu meliputi pembentukan kalus embriogenik dari eksplan pucuk
(Nurwahyuni, 2000), perbanyakan tanaman jeruk Brastepu secara kultur jaringan

(Nurwahyuni, 2001), teknik kultur jaringan daun jeruk Brastepu untuk mikropropagasi
(Nurwahyuni, 2002), dan uji ketahanan kultur jeruk Brastepu terhadap salinitas menuju
bibit unggul (Nurwahyuni, 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan zat
pengatur tumbuh dalam meregenerasi kalus mempengaruhi kualitas kalus (Nurwahyuni,
2000). Media yang diperkaya dengan 2,4-D memacu pertumbuhan kalus, sedangkan
yang diperkaya dengan NAA, ZI dan KI atau kombinasi IAA, BA dan KI hanya mampu
menumbuhkan kalus akan tetapi kalus tidak dapat berkembang. Media yang diperkaya
dengan 2,4-D dan KI sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan kalus jeruk.
Perkembangan kultur untuk beberapa kondisi perlakuan menunjukkan pertumbuhan
yang cukup baik (Nurwahyuni, 2001). Dua tipe pertumbuhan untuk eksplan, yaitu
perbesaran eksplan, yang disebabkan oleh peningkatan jumlah sel dan pembesaran sel
yang menyebabkan eksplan bertambah luas permukaannya. Pembentukan planlet terjadi
melalui regenerasi tidak langsung, yaitu melalui pembentukan kalus terlebih dahulu.
Regenerasi menjadi planlet dapat terjadi pada media kultur tanpa harus terlebih dahulu
dipindahkan ke media MS0. Kalus yang beregenerasi menunjukkan terjadinya
diferensiasi sel cukup baik, yaitu sangat jelas terlihat terbentuknya daun, batang dan
akar (Nurwahyuni, 2002).
Penelitian lanjutan berupa uji ketahanan kultur jeruk Brastepu terhadap salinitas
menuju bibit unggul juga telah dilakukan (Nurwahyuni, 2003). Penelitian bertujuan
untuk mempelajari tingkat toleransi terhadap kadar salinitas tanah menuju bibit unggul.

Jeruk yang diaklimatisasi dalam media tanah menunjukkan hasil yang berbeda pada
setiap perlakuan. Hasil uji salinitas terbaik adalah pada perlakuan NaCl 25 ppm dengan
jumlah daun (5,00), tinggi batang (4,70 cm) dan panjang akar 3,90 cm. Dari beberapa

Universitas Sumatera Utara

15
hasil penelitian pendahuluan yang sudah berhasil dilakukan sebagaimana diringkas di
atas, dapat disimpulkan bahwa teknik in vitro dapat digunakan untuk perbanyakan
tanaman jeruk Brastepu dan sekaligus untuk memperbaiki kualitas tanaman menuju
bibit unggul. Penelitian ini merupakan lanjutan yang dilakukan untuk melengkapi hasil
penelitian pendahuluan sampai dihasilkan tanaman jeruk Brastepu berkualitas baik
dalam jumlah besar dan seragam melalui kultur jaringan tanaman untuk memenuhi
kebutuhan bibit jeruk bagi petani, agroindustri dan perkebunan nasional.
Penelitian untuk propagasi jeruk lokal Sumatera Utara telah berhasil dilakukan
dengan melalui tahapan yang terdiri dari persiapan bahan tanaman, penyediaan media
kultur, sterilisasi eksplan dan penanaman eksplan, regenerasi, aklimatisasi tanaman,
isolasi fungi dan uji ketahanan tanaman terhadap fungi (Nurwahyuni, et al., 2005). Dari
hasil penelitian diperoleh semua kelompok perlakuan mengalami pertumbuhan kalus
dengan intensitas sedang dan tinggi. Kalus bertumbuh bervariasi: (1) kalus berwarna

coklat, berair, dan tidak embriogenik, dan (2) kalus embriogenik yang berwarna hijau.
Dua jenis kalus embriogenik yang dihasilkan, yaitu: (1) berkembang dari biji menjadi
kalus dan beregenerasi menjadi plantlet, dan (2) terbentuk dari sel-sel dari permukaan
biji jeruk langsung beregenerasi menjadi planlet. Pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT)
di dalam media sangat nyata terhadap induksi kalus tetapi tidak berpengaruh terhadap
persentase kultur membentuk kalus. Bobot kalus tertinggi diperoleh pada perlakuan Z3
menggunakan kombinasi ZPT 1 mg/L 2,4 D dan 1 mg/L BAP. ZPT berpengaruh
terhadap pertumbuhan kalus jeruk Brastepu (Fhitung 2,72 > Ftabel 2,12), taraf signifikansi
0,05. Persentase keberhasilan pertumbuhan eksplan untuk bertumbuh cukup tinggi dan
bervariasi. Perkembangan kultur menjadi planlet pada jeruk Brastepu tertinggi pada
kelompok Z5 menggunakan 2 mg/L KIN, rataan jumlah planlet 4 buah. ZPT yang
ditambahkan ke dalam media tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet jeruk

Universitas Sumatera Utara

16
Brastepu (Fhitung 0,35 > Ftabel 2,12), taraf signifikansi 0,05. Planlet dapat berkembang
menjadi tanaman di dalam media kultur dengan tinggi bervariasi, tertinggi pada
kelompok Z3 kombinasi 1 mg/L 2,4 D dan BAP, rataan tinggi tanaman 2,30 cm.
Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan tunas jeruk Brastepu (Fhitung 0,40 > Ftabel 2,12), taraf signifikansi
0,05. Regenerasi jeruk Brastepu berhasil dilakukan dengan memindahkan kalus
embriogenik dari media inisiasi ke media MS0 untuk membentuk planlet. Diferensiasi
sel terjadi dengan pembentukan daun, batang dan akar. Aklimatisasi jeruk berhasil
dilakukan. Bibit jeruk beradaptasi dengan baik di dalam tanah di rumah kaca,
pertumbuhan bibit normal, pertambahan daun dan tinggi tanaman setelah aklimatisasi 2
bulan. Uji resistensi tanaman jeruk Brastepu terhadap fungi (Trichothesium sp.) hasil
isolasi dan biakan murni dari tanaman sakit di lapang pada kultur tingkat penumbuhan
kalus telah dilakukan tetapi data tentang pengaruh isolat dalam uji ketahanan terhadap
fungi masih belum dapat disajikan. Pengaruh pemberian ekstrak miselium fungi
terhadap pertumbuhan tanaman jeruk Brastepu pada saat diaklimatisasi diketahui bahwa
tanaman yang diberi 25 ppm ekstrak miselium fungi dapat bertumbuh dengan baik
tanpa ada gejala penyakit daun, penambahan konsentrasi fungi pada 50 ppm ekstrak
miselium terlihat 50% tanaman mengalami nekrosis dan yang lain dapat bertahan hidup,
akan tetapi pada penambahan 75 ppm ekstrak miselium fungi terlihat tanaman hampir
semua mengalami nekrosis dan daun menjadi mati.
Penelitian

berikutnya

melanjutkan

tahapan

penelitian

dalam

rangka

mendapatkan tanaman yang baik, yaitu jeruk Brastepu diharapkan produksi tinggi,
bersih terhadap hama penyakit, dapat beradaptasi dan berkembang baik pada berbagai
iklim di Sumatera Utara telah dilakukan (Nurwahyuni, et al., 2006). Penelitian bersifat
eksperimental, dengan kombinasi perlakuan. Penelitian dilakukan mengikuti langkah

Universitas Sumatera Utara

17
terdiri atas persiapan bahan tanaman, penyediaan media kultur, sterilisasi eksplan dan
penanaman eksplan, regenerasi, aklimatisasi tanaman, isolasi fungi dan uji ketahanan
tanaman terhadap fungi. Penelitian meliputi beberapa aspek seperti: (1) menggunakan
teknik in vitro untuk memperbaiki kualitas tanaman jeruk Brastepu sampai terbentuk
bibit unggul, yaitu tanaman dengan tingkat produksi buah tinggi, tahan terhadap
berbagai hama penyakit, dan dapat beradaptasi dan berkembang dengan baik pada
berbagai iklim di Indonesia, (2) mendapatkan teknik regenerasi yang efektif untuk
perbanyakan jeruk Brastepu; (3) mempelajari respon karakteristik pertumbuhan dan
perkembangan kalus embriogenik dalam berbagai perlakuan pemberian zat tumbuh dan
rekayasa terhadap jeruk Brastepu; (4) mendapatkan kondisi optimum untuk
pertumbuhan dan perkembangan jeruk Brastagi berkualitas baik dalam upaya
pembudidayaan tanaman di rumah kaca dan di lapangan; (5) meningkatkan dan menguji
ketahanan jeruk Brastepu terhadap hama panyakit, perubahan iklim, dan curah hujan;
dan (6) Memproduksi bibit jeruk Brastepu berkualitas baik secara masal melalui kultur
jaringan tanaman untuk keperluan kebutuhan bibit jeruk di Sumatera Utara khususnya
dan di Indonesia pada umumnya.
Dari hasil penelitian diperoleh semua kelompok perlakuan mengalami
pertumbuhan kalus dengan intensitas sedang dan tinggi. Kalus bertumbuh bervariasi: (1)
kalus berwarna coklat, berair, dan tidak embriogenik, dan (2) kalus embriogenik yang
berwarna hijau. Dua jenis kalus embriogenik: (1) berkembang dari biji menjadi kalus
dan beregenerasi menjadi planlet, dan (2) terbentuk dari sel-sel dari permukaan biji
jeruk langsung beregenerasi menjadi planlet. Pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) di
dalam media sangat nyata terhadap induksi kalus tetapi tidak berpengaruh terhadap
persentase kultur membentuk kalus. Bobot kalus tertinggi diperoleh pada perlakuan Z3
menggunakan kombinasi ZPT 1 mg/L 2,4-D dan 1 mg/L BAP. ZPT berpengaruh

Universitas Sumatera Utara

18
terhadap pertumbuhan kalus jeruk Brastepu (Fhitung 2,72 > Ftabel 2,12), taraf signifikansi
0,05. Persentase keberhasilan pertumbuhan eksplan untuk tumbuh cukup tinggi dan
bervariasi. Perkembangan kultur menjadi planlet pada jeruk Brastepu tertinggi pada
kelompok Z5 menggunakan 2 mg/L KI, rataan jumlah planlet 4 buah. ZPT yang
ditambahkan ke dalam media tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet jeruk
Brastepu (Fhitung 0,35 > Ftabel 2,12), taraf signifikansi 0,05. Planlet dapat berkembang
menjadi tanaman di dalam media kultur dengan tinggi bervariasi, tertinggi pada
kelompok Z3 kombinasi 1 mg/L 2,4 D dan BAP, rataan tinggi tanaman 2,30 cm. ZPT
yang ditambahkan ke dalam media tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas jeruk
Brastepu (Fhitung 0,40 > Ftabel 2,12), taraf signifikansi 0,05.
Regenerasi jeruk Brastepu berhasil dilakukan. Diferensiasi sel terjadi dengan
pembentukan daun, batang dan akar. Aklimatisasi jeruk Brastepu di lapangan berhasil
dilakukan. Bibit jeruk beradaptasi dengan baik di dalam tanah di rumah kaca dan
lapangan, pertumbuhan bibit normal, pertambahan jumlah daun, tinggi tanaman dan
diameter batang meningkat sesuai dengan lama aklimatisasi. Aklimatisasi tanaman di
lapangan terbuka dengan variasi wilayah (Pancur Batu dan Kabanjahe) menunjukkan
penyesuaian yang cukup baik. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman di lapangan
disertai adaptasi tanaman terhadap pemberian variasi jenis pupuk nyata menambah
jumlah daun, tinggi batang, diameter batang, dan luas permukaan daun.
Strategi biokonservasi jeruk keprok Brastepu telah dilakukan untuk mengatasi
kepunahan jeruk lokal andalan Sumatera Utara yang memiliki keunggulan genetika
seperti cita rasa manis, bentuk buah dan warna yang menarik, ukuran buah besar, dan
mengandung senyawa bioaktif yang digunakan sebagai bahan obat tradisionil
(Nurwahyuni, et al., 2012). Penyelamatan keprok Brastepu dilakukan melalui
perbanyakan secara tempel dari sumber tanaman yang masih hidup. Hasil penelitian

Universitas Sumatera Utara

19
diperoleh jeruk asam berumur 7 bulan sangat baik sebagai batang bawah. Keberhasilan
tanaman induk batang bawah menyatu dengan mata tempel sangat dipengaruhi oleh
umur pohon jeruk sumber mata tempel dan lama penyimpanan mata tempel. Kondisi
optimum pertumbuhan dan perkembangan jeruk Brastepu hasil okulasi diperoleh
menggunakan pohon jeruk sumber mata tempel dari tanaman sehat yang relatif muda,
dan okulasi efektif bila dilakukan langsung pada hari pada saat pengambilan mata
tempel karena menghasilkan bibit dengan tunas terpanjang, jumlah daun terbanyak,
jumlah cabang terbanyak dan persentase tanaman yang hidup paling tinggi. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa teknik okulasi untuk penyediaan bibit jeruk Brastepu
sebagai langkah awal biokonservasi dari pohon yang masih hidup telah berhasil
dilakukan untuk digunakan sebagai sumber bibit mengatasi kelangkaan jeruk lokal di
Sumatera Utara (Nurwahyuni dan Sinaga, 2014).
Teknik in vitro jeruk Brastepu sebagai strategi biokonservasi mengatasi
kepunahan jeruk lokal sumatera utara juga sudah dilakukan (Nurwahyuni dan Rahayu,
2013). Penelitian bertujuan untuk menggunakan teknik in vitro perbanyakan bibit jeruk
Brastepu bebas penyakit CVPD sebagai sumber bibit. Bibit digunakan untuk mengatasi
kelangkaan dan biokonservasi jeruk keprok lokal Sumatera Utara agar kekayaan plasma
nuftah tanaman jeruk Indonesia tidak berkurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pertumbuhan kultur in vitro dipengaruhi oleh pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT)
auksin NAA, sitokinin, dengan suplemen ekstrak malt, glutamin, dan air kelapa. Teknik
regenerasi yang efektif untuk perbanyakan tanaman jeruk Brastepu bebas penyakit
CVPD dalam skala laboratorium juga dipelajari sebagai dasar untuk pertumbuhan dan
perkembangan bibit jeruk yang dihasilkan melalui teknik in vitro. Kalus yang dikultur
selama 4 bulan menunjukkan hasil RAPD dengan tingkat kesamaan 100% (Nurwahyuni
dan Sinaga, 2015).

Universitas Sumatera Utara

20
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan
bahwa teknik kultur jaringan tanaman dapat dilakukan untuk perbaikan kualitas
tanaman dan perbanyakan bibit tanaman jeruk Brastepu menuju bibit unggul
(Nurwahyuni, 2000; 2001; 2002; Nurwahyuni, 2003). Dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan ilmiah yang sudah ditelusuri melalui studi pustaka, maka
penelitian berhasil sesuai dengan target yang direncanakan. Pengalaman dalam
perbanyakan bibit tanaman melalui kultur jaringan tanaman untuk berbagai jenis
tanaman seperti Dioscorea (Nurwahyuni dan Tjondronegoro, 1994), anggrek
(Nurwahyuni, et al., 1996), kedelai (Ratnadewi, et al., 1996), kopi (Nurwahyuni, 1999;
Nurwahyuni, 2001), dan kemenyan (Nurwahyuni, 2002) dapat dijadikan acuan untuk
lebih mengarahkan penelitian pada jeruk yang diteliti ini.
2.2. Penyakit Pada Jeruk
Jeruk termasuk tanaman yang sangat potensil di berbagai negara tropis dan sub
tropis karena memiliki nilai ekonomi tinggi dan sebagai sumber utama vitamin C. Akan
tetapi berbagai jenis penyakit berupa virus, jamur dan bakteri dapat mengurangi
produksi jeruk, bahkan di beberapa daerah dapat mengalami kerusakan total karena
serangan penyakit. Pengetahuan terhadap berbagai jenis penyakit jeruk dapat menolong
petani jeruk untuk mengatasi penyakit. Untuk beberapa jenis penyakit, gejala penyakit
dapat terlihat secara jelas karena simptom jelas dapat diamati secara visual atau dengan
lup. Akan tetapi, pada beberapa jenis penyakit yang lain sulit untuk melihatnya, bahkan
diketahui bahwa gejala penyakit itu diketahui setelah tanaman sudah dalam keadaan
kronis (severe).
Beberapa penyakit jeruk yang ditemukan lainnya adalah penyakit yang
disebabkan oleh jamur telah dijelaskan oleh Chand-Goyal, et al., (1998), disebabkan
oleh bakteri (Kingsley, et al., 1993; Kozianowski, et al., 1997; Lacava, et al., 2004),

Universitas Sumatera Utara

21
dan virus (Albiach-Marti, et al., 2000; Mawassi, et al., 2000; Satyanarayana, et al.,
2001; Marroquin, et al., 2004). Penyakit bakteri CVPD menjadi perhatian dalam
penelitian ini. Studi terhadap ketahanan tanaman terhadap penyakit lainnya telah
dimulai dari tingkat kalus sampai planlet menuju tanaman berkualitas baik (Grosser and
Chandler, 2000). Berbagai jenis penyakit yang sering menyerang jeruk manis diringkas
berikut ini seperti:
(1) Penyakit Tristeza (Tristeza disease). Penyakit tristeza disebabkan oleh virus, yaitu
Citrus Tristeza Virus (CTV). Penyakit CTV ini tergolong sangat serius dan paling
mematikan tanaman jeruk, dan telah menyerang segala jenis jeruk di berbagai
belahan dunia. Serangan penyakit ini tergantung pada sumber vektor, strain virus,
dan temperatur untuk inkubasi. Penyakit CTV pertama ditemukan di Cina, dan
setelah itu menyebar ke Jepang, Filipina, India, Australia, dan Afrika Selatan.
Vektor untuk CTV adalah Toxoptera citricida, dan T. gossypii. T. citricida yang
ditularkan melalui kulit buah dan batang pohon. Alat untuk mendeteksi tristeza
adalah DTBIA (Direct Tissue Blot Immunoassay). Spesies yang diserang adalah
jeruk manis, jeruk nipis, jeruk besar dan jeruk batang bawah misalnya jeruk
Japanese citroen, dengan gejala lekuk batang, daun kaku, pemucatan vena daun,
pertumbuhan terhambat,
(2) Penyakit Citrus Chlorotic Dwarf (CCD). Penyakit CCD pertama kali ditemukan
di Adana Turki pada tahun 1986 dan menjadi penyakit endemik setelah beberapa
tahun kemudian yang menyerang berbagai jenis jeruk. Ciri jeruk yang terinfeksi
CCD adalah daun muda menggulung, berkantung dan bernoda yang disebabkan
oleh virus. Selanjutnya tanaman mengalami klorosis, pengurangan jumlah daun dan
akhirnya mengurangi produksi, bahkan mengalami kematian.

Universitas Sumatera Utara

22
(3) Penyakit Citrus impietratura. Penyakit jeruk impietratura pertama ditemukan di
Palestina oleh Reichert and Hellinger (1930). Gejala penyakit ini adalah buah jeruk
mengecil dan menunjukkan kantung getah kecil pada ujung buah dan buah tetap
berwarna hijau walaupun sudah tua (matang).
(4) Penyakit Citrus satsuma dwarf. Penyakit satsuma dwarf disebabkan oleh virus
pertama kali ditemukan di Jepang. Penyakit ini disebabkan oleh beberapa jenis
virus seperti satsuma dwarf virus (SDV), navel infectious mottle virus (NIMV),
citrus mosaic virus (CiMV) dan natsudaidai dwarf virus (NDV). Daun tanaman
yang terinfeksi berbentuk sendok atau sampan dan buah meruncing, kemungkinan
disebabkan oleh virus SDV.
(5) Penyakit Citrus Vein Enation/woody gall (CVEV). Jenis penyakit ini ditemukan
pertama sekali oleh Wallace and Drake (1953) di California dan meluas ke Afrika
selatan, Australia, Turki, Peru, Spanyol, Brazil, Jepang dan Cina (Chen, et al.,
1992). Penyakit CVEV disebabkan oleh virus Citrus Vein Enation dan
ditransmisikan beberapa vector seperti Toxoptera citricida, Myzus persicae, Aphis
gossypii, Cuscuta sublinclusa. Tanda-tanda penyakit ini ditunjukkan dengan
pembengkakan batang bawah yang biasa disebut sebagai penyakit kaki gajah. Jenis
jeruk yang diserang adalah jeruk nipis, manis, siem, jeruk purut (Rough lemon) dan
jeruk asam (Sour Orange), dengan gejala tonjolan tidak teratur yang tersebar pada
tulang daun di permukaan daun.
(6) Penyakit Citrus Leprosis Disease, Jenis penyakit yang sangat mematikan tanaman
jeruk yang disebabkan oleh virus, yaitu citrus leprosis virus (CiLV) melalui vector
Brevipalpus mite. Penyakit ini pertama sekali ditemukan di Brazil oleh Bitancourt
(1937) dan disebut penyakit lepra jeruk. Penyakit ini mulanya endemik di
Argentina dan meluas ke Venezuela, Uruguay, Paraguay, Peru, dan Florida. Gejala

Universitas Sumatera Utara

23
penyakit CiLV terlihat dengan pengelupasan pada kulit batang dan mengakibatkan
buah jatuh karena prematur.
(7) Penyakit Citrus tatter leaf disease, Penyakit daun jeruk yang disebabkan oleh
virus jenis citrus tatter leaf virus (CTLV), yaitu mengakibatkan kematian bibit
jeruk dimulai dari pucuk dan mempengaruhi batang bawah sehingga tidak dapat
menghasilkan tunas. Penyakit ini mulanya endemic di Cina, kemudian menyebar ke
berbagai negara seperti Filippina, Thailand, Korea dan Australia (Su and Tsai,
1990).
(8) Penyakit Citrus infectious variegation (Crinkly leaf, Citrus variegation).
Penyakit jeruk yang disebabkan oleh virus, yaitu Citrus Infectious Variegation
Virus (CIVV), sering juga disebut sebagai Citrus Variegation Virus (CVV), yaitu
ditandai dengan pucuk menggulung dan selanjutnya keseluruhan daun dan
ditularkan dari satu pohon jeruk ke pohon yang lain.
(9) Penyakit Citrus exocortis disease, penyakit ini disebut exocortis (exo = diluar and
cortis = bark) adalah disebabkan oleh viroid bernama citrus exocortis viroid (CEV)
yang mengakibatkan batang bawah mengecil dan pertumbuhan batang induk lambat
serta pematangan buah terhambat. Jenis penyakit ini diketahui menyerang hampir
semua jenis jeruk di seluruh dunia (Nauer, et al., 1988).
(10) Penyakit Citrus cachexia disease, penyakit ini disebabkan oleh viroid, citrus
cachexia viroid (CCaV) ditandai dengan terbentuknya getah yang menggumpal
pada batang induk, dan bahkan dapat menyerang cabang-cabang dan ranting.
Pengaruh penyakit ini adalah mengakibatkan penurunan pertumbuhan dan bahkan
dapat mengakibatkan kematian.

Universitas Sumatera Utara

24
(11) Penyakit Phytophthora diseases of Citrus, penyakit ini disebabkan oleh jamur
Phytophthora, artinya “ perusak tanaman”. Phytophthora berada pada tanah yang
lembap, Spesies Phytophthora umumnya parasit dan sebagian saprofit di dalam
tanah. Jamur ini dapat mengakibatkan kematian pada jeruk.
(12) Powdery Mildew, Penyakit ini disebabkan oleh Acrosporium tingitaninum
(Carter) Subram yang mengakibatkan pencoklatan dan jaringan daun muda dan
ranting berair, dan akhirnya bagian terinfeksi berubah menguning dan mati.
Penyakit powdery mildew pertama kali ditemukan di India mengakibatkan
kerusakan pada jeruk mandarin dan jeruk manis, dan penyakit yang sama
ditemukan di Srilangka, Indonesia, dan Filipina (Roy and Das, 1995). Penyakit ini
sangat cepat berkembang pada daerah dengan tingkat kelembapan tinggi.
(13) Pink disease, penyakit ini disebabkan oleh jenis jamur Pellicularia salmonicolor
dan Syn Corticium salmonicolor (Berk.& Br.) ditandai dengan warna putih
menyelimuti daun yang berasal dari miselium, dan pada akhirnya berubah warna
menjadi pink pada cabang dan ranting tanaman (Whiteside, et al., 1988). Penyakit
ini menyerang hampir semua jenis jeruk. Penyakit sangat merusak tanaman
terutama pada daerah tropis dan yang memiliki curah hujan tinggi, dan gejala
terlihat pada saat dan setelah musim hujan.
(14) Blendok, yang disebabkan oleh jamur Diplodia natalensis. Bagian yang diserang
adalah batang atau cabang dengan gejala: kulit ketiak cabang menghasilkan gum
yang menarik perhatian kumbang, warna kayu menjadi abu-abu, kulit kering dan
mengelupas.
(15) Embun tepung, yang disebabkan oleh jamur Odidium tingitanium. Bagian yang
diserang adalah daun dan tangkai muda, dengan gejala: tepung berwarna putih di
daun dan tangkai muda.

Universitas Sumatera Utara

25
(16) Kudis yang disebabkan oleh jamur Sphaceloma fawcetti. Bagian yang diserang
adalah daun, tangkai atau buah dengan gejala: bercak kecil jernih yang berubah
menjadi gabus berwarna kuning atau oranye.
(17) Busuk buah yang disebabkan oleh Penicillium sp. Phytophtora citriphora,
Botryodiplodia theobromae. Bagian yang diserang adalah buah dengan gejala
terdapat tepung-tepung padat berwarna hijau kebiruan pada permukaan kulit.
(18) Busuk akar dan pangkal batang yang disebabkan oleh jamur Phyrophthora
nicotianae. Bagian yang diserang adalah akar dan pangkal batang serta daun di
bagian ujung dahan berwarna kuning dengan gejala: tunas tidak segar, tanaman
kering,
(19) Buah gugur prematur, yang disebabkan oleh jamur Fusarium sp. Colletotrichum
sp. Alternaria sp. Bagian yang diserang: buah dan bunga dengan gejala buah
gugur dua sampai empat minggu sebelum panen .
(20) Jamur upas, yang disebabkan oleh Upasia salmonicolor. Bagian yang diserang
adalah batang dengan gejala retakan melintang pada batang dan keluarnya gum,
batang kering dan sulit dikelupas, dan
(21) Kanker, yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris Cv. Citri. Bagian
yang diserang adalah daun, tangkai, buah dengan gejala bercak kecil berwarna
hijau gelap atau kuning di sepanjang tepi, luka membesar dan tampak seperti
gabus pecah dengan diameter bervariasi antara 3-5 mm.
(22) Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) atau Huanglongbing
(HLB) disebut sebagai penyakit tunas kuning, pertama kali ditemukan di Cina,
yang disebabkan oleh bakteri Candidatus Liberibacter africanus, Ca. L.
americanus dan Ca. L. asiaticus. Diskusi tentang penyakit CVPD atau

Universitas Sumatera Utara

26
Huanglongbing (HLB) pada jeruk secara terpertinci dibahas pada bagian
tersendiri (Sub Bab 2.3.1).
2.2.1. Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) Pada Jeruk
Penyakit CVPD atau HLB atau penyakit tunas kuning disebabkan oleh bakteri
atau tepatnya Bacterium like organism (BLO) Candidatus Liberibacter. Penyakit ini
ditemukan di berbagai daerah seperti Taiwan disebut sebagai likubin (penyakit gugur
daun), di Filippina disebut Mottle Leaf Disease dan di India disebut Citrus Die-back.
Penyakit ini juga dialami oleh hampir semua jeruk di berbagai negara seperti Afrika
selatan disebut penyakit cabang kuning atau buah hijau, dan di Indonesia dikenal
dengan penyakit degenerasi floem jeruk. Penyakit ini sebenarnya sudah diketahui di
Inggris pada tahun 1919, tetapi penyakit CVPD ini paling banyak dikenal di Cina. Cina
merupakan negara yang paling banyak memberikan deskripsi yang lengkap tentang
penyakit ini maka nama penyakit ini diberikan kepada orang yang banyak berjasa dalam
penemuan penyakit ini yaitu K.H. Lin (Lin Kungxiang). Nama penyakit selanjutnya
diadopsi menjadi “huanglongbing” (HLB), “huanglong” berarti penguningan pada
pucuk, dan “bing” artinya penyakit. Berdasarkan umur tanaman dan lamanya tanaman
terinfeksi ditandai dengan terbentuknya pucuk kuning. Gejala selanjutnya terjadinya
penguningan pada seluruh daun. Perkembangan berikut mengarah ke ranting, cabang
dan mengakibatkan daun gugur dan produksi rendah atau kualitas buah rendah. Bila
gejala berlanjut dan tanpa manajemen penyakit yang tepat dapat mengakibatkan
kematian tanaman.
Cara mengenali tanaman yang diserang CVPD dapat juga dengan melihat bagian
vegetatif terutama daun blotchy mottle dan buah berwarna hijau, kecil karena tidak
berkembang dengan biji melengkung, rasa pahit dan daging buah berasa asin. Penyakit
yang paling mematikan pada budidaya Jeruk adalah CVPD yang disebabkan oleh BLO

Universitas Sumatera Utara

27
dengan vektor kutu loncat Diaphorina citri. Bagian yang diserang adalah silinder pusat
terutama floem batang, dengan gejala daun sempit, kecil, lancip, buah kecil, asam, biji
rusak dan pangkal buah oranye.
Penyakit CVPD merupakan penyakit yang mempunyai penyebaran patogen
terbatas di dalam pembuluh floem, tetapi akibat dan simptomnya dapat menyebar pada
semua bagian tanaman (sistemik). Penyakit ini dikatakan sebagai daun kuning akibat
klorosis. Jika dilihat dari keadaan buah yang dihasilkan oleh tanaman sakit, yang berupa
buah asimetris dan tetap berwarna hijau meskipun buah sudah matang maka penyakit
CVPD disebut juga greening diseases.
Bakteri CVPD ditransmisikan oleh Asian Psyllid Diaphorina citri (Helmiptera:
Psyllidae). Penyakit CVPD termasuk jenis penyakit perusak jeruk dan dialami petani di
seluruh dunia, bahkan dinyatakan telah mengakibatkan kerugian sangat besar terhadap
para petani karena telah membunuh ribuan pohon dalam waktu yang relatif singkat di
berbagai negara seperti Indonesia, Filipina, India dan Arabian Penisula (Halbert dan
Manjunath, 2004). Dahsyatnya penyakit CVPD menyerang jeruk karena penyakit ini
sangat sulit ditangani bila dibandingkan dengan cepatnya perkembangan inokulum
bakteri yang menyerang tanaman (Gottwald, et al., 2007). Meningkatnya penyebaran
penyakit mengurangi kuantitas dan kualitas buah disebabkan buah jatuh sebelum
matang (Bassanezy, et al., 2006), dan bila buah tidak terjatuh maka daging buah kering,
kecil, ringan, dan disertai rasa asam atau pahit. Penyakit CVPD mengakibatkan batang
pohon lemah dan akhirnya mati.
Kematian ini dapat diakibatkan oleh CVPD itu sendiri atau disebabkan oleh
penyakit lain karena ketahanan tanaman terhadap penyakit semakin melemah (Zhang
and Swingle, 2005). Pada saat penyakit berinkubasi maka terlihat pucuk daun berlekuk
(mottle) dan menguning, dan perkembangan pertumbuhan melambat. Tanaman yang

Universitas Sumatera Utara

28
terinfeksi tidak berbuah atau berbuah sangat sedikit membengkok (lopsided), mengeras,
pahit, dan tidak bisa dikonsumsi (Bassanezi, et al., 2009).
Penyakit yang sangat berbahaya terhadap tanaman jeruk ini telah dilaporkan di
Asia, Afrika dan Amerika adalah Citrus Greening, yellow shoot, HLB dan di Indonesia
lebih terkenal dengan sebutan CVPD. Nama ilmiah internasional untuk penyakit ini
adalah Huanglongbing (HLB). Penyakit CVPD telah mewabah sampai ke Araraquara
daerah Sao Paulo State, Brazil sehingga penyakit ini sudah menyebar di tiga benua
kecuali Australia dan Eropa. Penyakit CVPD disebabkan oleh L. africanus penyebab
CVPD di Africa, L. asiaticus di Asia, dan L. Americanus di Amerika. Pada umumnya
penyakit ini merusak bagian vegetatif jeruk sampai tanaman gagal berproduksi (do
Carmo, et al., 2005; Kim and Wang, 2009).
Penyakit CVPD termasuk penyakit yang menghancurkan jeruk terutama jeruk
manis di Asia. Di Indonesia, penyakit CVPD diketahui pada tahun 1940an
(Tirtawidjaja, et al., 1965). Penyebab penyakit CVPD di Asia adalah L. asiaticus yang
sudah mengakibatkan kematian masal dan penurunan produksi jeruk tersebut (Bove,
2006; Da Gracia, 1991).
Berbagai jenis penyakit jeruk yang tergolong sangat serius dalam mengurangi
produksi buah jeruk yang sudah diidentifikasi, diantaranya adalah CVPD, Citrus sudden
Death (CSD), Citrus Variegated Chlorosis (CVC), dan Citrus Bacterial Canker (CBC).
Penyakit-penyakit tersebut dapat saling terkait satu dengan lainnya. Namun penyakit
CVPD yang berhubungan dengan spesies Liberibacter yang paling mengkhawatirkan
produksi jeruk di seluruh dunia (Doddapaneni, et al., 2008). Patogen CVPD yang
menyerang floem, berkembangbiak dan lambat laun floem tersumbat. Akibatnya bagian
tanaman yang jauh dari sumber fotosintesis (source) tidak mendapatkan fotosintat dan
secara perlahan akan mati. Strategi yang dibuat untuk mengatasi penyakit ini tergantung

Universitas Sumatera Utara

29
pada umur tanaman. Kelompok 1 untuk tanaman berumur 0 - 3 tahun yang positif harus
dieradikasi, tanaman 4 – 10 tahun diobati dan dikontrol dengan insektisida dan
bakteriosida sistemik, dan untuk tanaman berumur ≥10 tahun yang harus dilakukan
adalah dengan menghilangkan bagian yang terinfeksi untuk mengurangi populasi
patogen dan menggunakan insektisida mengatasi penyebarannya lewat pemberantasan
vektor pembawanya.
Penyakit CVPD yang disebabkan oleh patogen 3 spesies Liberibacter secara
umum dapat dideteksi cepat dengan uji Iodium. Uji ini mempunyai sifat yang tidak
spesifik dan tidak dapat digunakan untuk menentukan spesies patogen penyebab
penyakit tersebut. Cara diagnostik lain adalah cara yang akurat dan spesifik yaitu
menggunakan alat yang sensitif, marker spesifik dan dapat dipercaya untuk deteksi dini.
Studi untuk mempelajari 16S rDNA dan 16S rRNA dari patogen CVPD dengan
menggunakan polymerase chain reaction (PCR) telah dilakukan untuk tujuan tersebut
(Kim and Wang, 2009).
Metode PCR seperti sudah disebutkan diatas dapat digunakan untuk membedakan
dua Liberibacter (L. asiaticus dan L. africanus) penyebab CVPD. Marker bakteri
tersebut menghasilkan fragmen dengan panjang sama yaitu sekitar 1.160 pasang basa
(base pair, bp). Namun menurut Jagoueix, et al., (1996) dan Teixeira, et al., (2005)
terdapat karakteristik pada setiap patogen penyebab CVPD, dalam jumlah fragmen
spesifik. Hasil pemotongan dengan enzim restriksi Xba 1, menghasilkan amplicon
sebanyak satu sisi pemotongan sehingga menghasilkan 2 fragmen pada L. asiaticus,
yang terdiri dari 640 dan 520 bp. Pemotongan dengan enzim yang sama, dihasilkan 2
amplicon dengan tiga fragmen (520, 506 dan 130 bp) pada L. africanus. Primer yang
digunakan sangat spesifik GB1 dan GB2 berturut-turut primer forward dan reverse

Universitas Sumatera Utara

30
untuk mendeteksi L. americanus, OI1 dan OI2 untuk L. asiaticus serta OA1 dan OA2
untuk L. africanus.
Penyakit lain seperti penyakit jeruk mati tiba-tiba atau CSD adalah penyakit yang
telah membunuh tanaman jeruk sangat banyak di Brazilia. Penyakit ini diketahui adalah
disebabkan oleh virus Marafivirus. Identifikasi virus ini dilakukan dengan mengisolasi
RNA dari tanaman yang terserang dan bebas CSD untuk membuat cDNA, dan
disimpulkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus baru genus Marafivirus
(Maccheroni, et al., 2005). Virus lain yang dikenal sebagai penyebab penyakit jeruk
adalah Citrus Variegated Chlorosis (CVC). hadirnya virus CVC di dalam tanaman
dibawa vector Xylella fastidiosa sejenis bakteri patogen, diketahui mengakibatkan
penyakit pada jeruk di Brazilia (Almeida, et al., 2008). Penyakit kanker juga ditemukan
pada jeruk yang disebabkan oleh bakteri kanker jeruk (Citrus Bacterial Canker, CBC).
Partial sequence analysis terhadap ribosom dari Xanthomonas axonopodis meyakinkan
adanya perbedaan berbagai strain yang menyebabkan tipe kanker CBC jeruk (Cubero
and Graham, 2002). Dari berbagai penyakit serius yang menyerang jeruk penelitian ini
hanya ditekankan pada satu penyakit yaitu CVPD.
Penyakit CVPD ditularkan melalui inang kutu loncat Diaphorina citri. Vektor ini
selain membawa bakteri penyebab CVPD, dapat juga menyebabkan kerusakan
mekanik langsung pada tanaman jeruk. Vektor ini menularkan CVPD dipersemaian dan
kebun serta terutama ditemukan pada tunas muda (Titrawidjaja, 1984). Diaphorina citri
menyerang tangkai, kuncup bunga, tunas serta daun- daun muda Daun muda biasanya
banyak tumbuh pada saat musim semi di daerah empat musim sering disebut flushing.
Daun-daun pada tanaman dengan serangan akut gugur dan diikuti pucuk mati (dieback). Bagian tanaman yang terserang parah biasanya mengering secara perlahan
kemudian mati. Serangan ringan mengakibatkan tunas-tunas muda mengeriting dan

Universitas Sumatera Utara

31
pertumbuhannya terhambat. Kutu juga menghasilkan sekresi berwarna putih transparan
berbentuk spiral, biasanya diletakkan berserak diatas daun atau tunas.
Managemen perkebunan jeruk yang baik dapat meminimalkan dan bahkan
meniadakan populasi Diaphorina citri. Agar jumlah serangga tersebut tidak bertambah
dapat dikendalikan menggunakan pestisida seperti Perfekthion, Roxion 40 EC, Rogor
40 EC, Cygon yang diaplikasikan pada daun atau disuntikan pada batang, dan
Edosulfan (Dekasulfan 350 EC) pada saat tanaman menjelang dan ketika bertunas
(BPPT, 2002). Cara lain dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman sela misalnya
lamtoro, jambu biji (Psidium guajava) dan periwinkle atau Murraya peniculata dan M.
Exotica (Subandiyah, komunikasi personal).
Usaha untuk mendapatkan bibit tanaman jeruk yang bebas penyakit CVPD perlu
dilakukan, karena penyakit tersebut menjadi salah satu penyakit yang dapat
mengakibatkan kematian masal terhadap jeruk. Sampai tahun 1996, penyakit tersebut
telah dilaporkan terdapat di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Yogyakarta dan Sulawesi Utara. Penyebaran CVPD
secara geografis dari satu daerah ke daerah lain, serta masuknya penyakit ke dalam
kebun disebabkan oleh bahan tanaman yang terinfeksi, terutama berasal dari
penggunaan tunas mata tempel yang terinfeksi. Sedangkan penyebaran ke tanaman lain
dalam satu kebun biasanya melalui vektor Diaphorina citri atau penggunaan tunas mata
tempel yang terinfeksi. Penularan melalui kuncup biasanya relatif rendah (5-10%),
karena bakteri penyebab penyakit ini tidak tersebar merata dalam jaringan tanaman.
Penularan CVPD selalu melalui (a) vektor (b) mata tempel (c) bibit tanaman sakit, juga
dapat melalui alat yang digunakan memotong dahan ranting tanaman jeruk yang sakit
karena CVPD (BPPT, 2002).

Universitas Sumatera Utara

32
Penyakit CVPD yang disebabkan oleh bakteri L. asiaticum juga merupakan
penyakit yang paling merusak pada tanaman jeruk di banyak negara penghasil jeruk di
Asia lainnya Malaysia, Thailand, Cambodia, Butan, India, Vietnam, China, Pakistan,
Laos dan sebagainya. Di negara-negara tersebut, teknik PCR juga digunakan untuk
mendeteksi fragmen 16S rDNA patogen CVPD pada daun-daun jeruk yang terinfeksi.
Pengujian terhadap bibit yang bebas penyakit CVPD dapat dilakukan dengan cara
tersebut sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya bila ternyata terdapat pohon
terinfeksi dan pohon induk bebas CVPD dijadikan dari galur murni untuk perbanyakan
lebih lanjut.
Cara yang sudah berhasil dilakukan untuk menghasilkan true to type bebas CVPD
adalah melalui teknik shoot tip grafting atau sambung tunas pucuk. Jaringan meristem
di ujung tunas paling pucuk berdiameter 0,15 - 0,2 mm dipakai sebagai batang atas agar
patogen sistemik yang ada pada jaringan tanaman asal belum sampai pada ujung tunas
untuk memperoleh tanaman bebas patogen. Sambungan in vitro ditumbuhkan dalam
media cair dengan bantuan kertas saring pada tingkat cahaya 1.000 lux selama 16 jam
setiap hari dan dijadikan sebagai mata tempel yang disambung sisip pada batang bawah
di dalam polibag, dan ditumbuhkan dalam rumah kasa guna memacu pertumbuhan.
Selanjutnya hasil perbanyakan dapat dianalisis dengan mengambil sampel tulang daun
sebanyak 0,3 - 0,5 g dihancurkan, ditambah buffer, diinkubasi pada suhu 65 oC, dan
DNA diekstraksi dan diuji menggunakan PCR untuk konfirmasi bibit yang bebas
penyakit.
2.2.2. Polymerase Chain Reaction (PCR) Untuk Deteksi CVPD
Gejala penyakit CVPD dapat diamati secara morfologi dan anatomi. Deskripsi
secara morfologi umumnya ditunjukkan dengan bercak-bercak kuning dibagian tunas
khususnya daun. Keadaan seperti ini tidak spesifik karena kadang simptom ini juga

Universitas Sumatera Utara

33
didapatkan pada tanaman yang mengalami defisiensi Zn ataupun infeksi Phytophthora
gummosis (Bove, 2006). Sementara itu mikroskop elektron dapat digunakan sebagai
konfirmasi penyakit ini tetapi bakteri kadang tidak ditemukan karena pengambilan
sampel yang tidak benar dan tidak tepat. Preparasi sampel untuk mikroskop elektron
adalah dengan menggunakan bagian tulang daun dan bila jumlah bakteri sangat sedikit
maka irisan buluh tapis sebaiknya dibuat membujur.
Diagnosis Liberobacter dilakukan dengan ekstraksi DNA jeruk yang sudah
distandarisasi menurut Nakahara, et al. (1998). Pasangan primer yang sangat spesifik
penyakit CVPD yang digunakan untuk deteksi diperoleh dari hasil pengembangan
dengan cara kloning dan sekuensing DNA-CVPD. Hibridisasi titik (dot hybridization)
menggunakan DNA probe terseleksi memberikan hasil reaksi yang sangat spesifik,
sensitif dan stabil dengan ekstrak DNA dari bakteri tanaman jeruk yang terinfeksi.
Teknik ini sudah digunakan secara luas dan sudah dikembangkan untuk deteksi bakteri
CVPD untuk studi ekologi (Su, et al., 1991; 1998), untuk tanaman inang dan vektor
(Hung, et al., 1999; 2003; 2004) dan secara rutin digunakan untuk indeksing jeruk
bebas patogen. Prosedur deteksi PCR meliputi ekstraksi DNA dari daun jeruk
dilanjutkan dengan elektroforesis hasil PCR yang secara lengkap dijelaskan dalam Su
(2008). Teknik PCR sangat spesifik, akurat dan simpel sehingga cara ini digunakan
secara luas dan metodenya semakin baik karena dengan terus diperbaharui dan
dikembangkan.
Sistem PCR yang digunakan ada 2 macam. Pertama berdasarkan pada amplifikasi
fragmen 1160 pasang basa Liberobacter 16S rDNA (Jagoueix, et al., 1996). Seperti
sudah disebut diatas, primer OI1/OI2c dapat mengamplifikasi rDNA baik dari L.
asiaticus dan L. africanus sementara itu OA1/OI2c lebih sesuai untuk mendeteksi
rDNA L. africanus . Untuk tanaman jeruk yang mengandung 2 jenis bakteri maka

Universitas Sumatera Utara

34
disarankan untuk menggunakan 2 primer yaitu forward, OI1+OA1 dan reverse OI2

Dokumen yang terkait

Analisis Kestabilan Bebas Penyakit Model Epidemi CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) Pada Tanaman Jeruk Dengan Fungsi Respon Holling Tipe II

0 4 10

IDENTIFICATION AND SCREENING OF CITRUS VEIN PHLOEM DEGENERATION (CVPD) ON BRASTAGI CITRUS VARIETY BRASTEPU (CITRUS NOBILIS BRASTEPU) IN NORTH SUMATERA INDONESIA.

0 4 3

DETEKSI PATOGEN PENYEBAB PENYAKIT CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) PADA BEBERAPA JENIS TANAMAN JERUK (Citrus spp.) DENGAN PCR (Polymerase Chain Reaction).

0 3 5

Deteksi Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) dengan Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) pada Tanaman Jeruk di Bali.

0 0 10

Skrining Tanaman Induk, Analisis Hasil Perbanyakan Vegetatif In Vivo Dan In Vitro Jeruk Keprok Brastepu Bebas Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD)

1 2 25

Skrining Tanaman Induk, Analisis Hasil Perbanyakan Vegetatif In Vivo Dan In Vitro Jeruk Keprok Brastepu Bebas Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD)

0 0 6

Skrining Tanaman Induk, Analisis Hasil Perbanyakan Vegetatif In Vivo Dan In Vitro Jeruk Keprok Brastepu Bebas Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD)

0 0 7

Skrining Tanaman Induk, Analisis Hasil Perbanyakan Vegetatif In Vivo Dan In Vitro Jeruk Keprok Brastepu Bebas Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD)

0 1 17

Skrining Tanaman Induk, Analisis Hasil Perbanyakan Vegetatif In Vivo Dan In Vitro Jeruk Keprok Brastepu Bebas Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD)

0 0 35

Analisis Kestabilan Endemik Model Epidemi CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) pada Tanaman Jeruk

0 0 16