Analisis Daya Dukung Dan Penurunan Tiang Bor Tunggal Diameter 0,80 M Dengan Menggunakan Model Tanah Soft Soil Dan Mohr-Coulomb Pada Proyek Hotel Sapadia Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Umum
Sejalan dengan perkembangan Kota Medan yang terus berkembang ditambah

lagi dengan sudah diresmikannya Bandara Internasional Kuala Namu, maka semakin
banyak permintaan pembangunan gedung-gedung bertingkat, baik hotel, pusat
perbelanjaan, serta gedung-gedung bertingkat tinggi lainnya. Dengan adanya
pengembangan gedung-gedung secara vertikal, maka akan semakin banyak pula
permintaan untuk penggunaan pondasi dalam, khususnya pondasi tiang bor/bored
pile, demikian juga halnya dengan pembangunan Hotel Sapadia Medan yang
menggunakan pondasi tiang bor/bored pile. Pemilihan type pondasi tiang bor/bored
pile ini tentunya sudah melalui beberapa pertimbangan diantaranya menghindari
terjadinya getaran pada bangunan-bangunan disekitarnya.
Dari data yang dikumpulkan penulis, sampai saat ini kemampuan para ahli
geoteknik dalam memprediksi daya dukung pondasi tiang masih kurang, hal ini dapat
dilihat dari hasil symposium prediksi daya dukung tiang yang diadakan oleh ASCE
dan Northwestern University pada tahun 1989, dimana praktis tidak ada satupun ahli

yang dapat memprediksi daya dukung friksi dan daya dukung ujung tiang dengan
keakuratan ±10% dari hasil uji beban statis (Finno, 1989). Selain itu, dapat
disimpulkan juga bahwa para ahli masih belum begitu yakin dengan pendekatan
rumus-rumus

perhitungan

daya

dukung

7

pondasi

tiang

sehingga

dalam


8

Kebanyakan buku tentang rekayasa pondasi tiang modern masih tetap menganjurkan
pengambilan faktor keamanan sama dengan 3 dari hasil analitis perkiraan daya
dukung tiang. Alasan utama kiranya adalah kondisi tanah alam yang sangat bervariasi
dan perilakunya sangat kompleks. Selain itu setiap pelaksanaan pemancangan pondasi
tiang dapat mengubah dan mengganggu kondisi susunan tanah aslinya, sehingga para
ahli geoteknik menyatakan bahwa kemajuan utama dalam pondasi tiang belakangan
ini adalah kesadaran bahwa pengaruh pelaksanaan pondasi harus memperhitungkan
rekayasa geoteknik diantaranya yaitu melalui metode elemen hingga.
Lalu, perlu juga menjadi catatan dan perhatian kita bersama, walaupun
perhitungan daya dukung pondasi tiang umumnya sudah dikorelasikan dengan hasil
pengujian di laboratorium, namun kondisi di laboratorium sering sekali sangat
berbeda dengan kondisi tanah dalam keadaan asli, dan salah satu cara yang paling
dapat diandalkan dalam memprediksi daya dukung tiang adalah dengan melakukan uji
beban statis yang dikombinasikan dengan penggunaan instrumentasi yang kita kenal
dengan istilah loading test.
Pemilihan pemakaian pondasi tiang bor/bored pile pada bangunan tinggi di
perkotaan dikarenakan penulangan yang tidak dipengaruhi oleh tegangan saat

pengangkutan dan pemancangan, tidak adanya resiko kenaikan muka tanah serta
tanah bor pada saat pemancangan yang dapat diperiksa dan dicocokkan dengan data
laboratorium (Hardiyatmo, 2011).

2.2. Tanah Sebagai Bahan Pendukung Pondasi
Tanah di alam ini terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

9

tanpa kandungan bahan organik. Tanah berasal dari pelapukan batuan yang prosesnya
dapat secara fisik maupun kimia. Istilah-istilah seperti kerikil/gravel, pasir/sand,
lanau/silt dan lempung/clay digunakan dalam teknik sipil untuk membedakan jenisjenis tanah (Das, 1995).
Untuk mengadakan peramalan dan penilaian teknis dalam perencanaan,
diperlukan pengertian yang mendalam mengenai karakteristik mekanis dari tanah.
Parameter yang mempengaruhi karakteristik tanah sebagai pendukung pondasi berupa
ukuran butiran tanah, berat jenis tanah, kadar air tanah, kerapatan butiran tanah, angka
pori, sudut geser tanah dsb. Untuk memperoleh data tersebut, maka diperlukan
penelitian tanah melalui laboratorium Mekanika Tanah dengan data dari laboratorium
dapat diketahui daya dukung yang dapat dihasilkan oleh sebuah pondasi terhadap
beban bangunan diatasnya.


2.2.1. Parameter Tanah
Secara umum elemen tanah mempunyai 3 (tiga) fase, yaitu butiran padat, air
dan udara seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Hubungan antar fase tanah
(Sumber: Punmia, 1981)

10

Pemahaman menge
ngenai komposisi tanah diperlukan untuk mengam
ambil keputusan
dalam memperoleh pa
parameter

tanah dan hubungan antara volume
ume dengan berat

dapat dilihat pada Gam

ambar 2.1. Sementara Hubungan volume pada
da elemen tanah
adalah angka pori/void
oid ratio, porositas/porosity, derajat kejenuh
nuhan/degree of
saturation, sedangkann untuk hubungan berat digunakan istilah kadar
ka
air/water
content, dan berat volum
ume/unitweight). Hubungan tersebut dapat dilihat
hat Tabel
T
2.1.
Tabel
bel 2.
2.1. Korelasi berbagai jenis parameter tanah
(Sumber: Punmia, 1981)

2.2.1.1. Berat Isi (γsat da
dan γunsat)

Berat volume ata
atau berat isi (γ) merupakan berat tanah persatuan
an volume,
vol

(2.1.)
Korelasi empiris untuk
dengan
uk konsitensi tanah kohesif mulai dari very softt sampai
sa
hard antara nilai N-SPT
da Tabel
SPT dengan berat isi tanah jenuh dapat dilihat pada
Ta 2.2.

11

Tabel 2.2. Korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan
berat isi tanah jenuh (sat) untuk tanah kohesif
(Sumber: Lambe W T & Whitman R V, 1969)

qu

N-SPT
Blows/ft

Konsistensi

(Unconfined Compressive Stength)

30

Very Soft
Soft
Medium
Stiff
Very Stiff
Hard

(tons/ft2)
< 0.25

0,25 – 0,50
0,50 – 1,00
1,00 – 2,00
2,00 – 4,00
> 4,00

γsat
kN/m3

16 - 19
16 - 19
17 - 20
19 - 22
19 - 22
19 - 22

Korelasi untuk menentukan berat isi tanah (γ) dan berat isi tanah jenuh (γsat) untuk
tanah kohesif dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan untuk tanah non kohesif dapat dilihat
pada Tabel 2.4.
Tabel 2.3. Korelasi berat isi tanah () non kohesif dan kohesif

(Sumber: Lambe W T & Whitman R V, 1969)
Cohesionless Soil
N

0 - 10

11 – 30

31 – 50

> 50

Unit Weight γ, kN/m3

12 -16

14 – 18

16 - 20


18 - 23

Angle of Friction, φ

25 - 32

28- 36

30 - 40

> 35

State

Loose

Medium

Dense


Very Dense

Cohesive
N

>4

4–6

6 – 15

Unit Weight γ, kN/m3

14 -18

16 – 18

16 - 18

16 - 20

> 20

Cu, kPa

< 25

20 – 50

30 - 60

40 - 200

> 100

State

Very Soft

Soft

medium

Stiff

Hard

16 - 25

> 25

12

Tabel 2.4. Korelasi berat jenis tanah jenuh (sat) non kohesif.
(Sumber: Lambe W T & Whitman R V, 1969)

Desciption

Very Loose

Loose

Medium

Dense

Very Dense

N-SPT
Fine

1–2

3-6

7 - 15

16 - 30

Medium

2–3

4-7

8 - 20

21 - 40

> 40

Coarse

3–6

5–9

10 - 25

16 - 45

> 45

Angle of friction φ
Fine

26 - 28

28 - 30

30 - 34

33 - 38

Medium

27 - 28

30 - 32

32 - 36

36 - 42

Coarse

28 - 30

30 – 34

33 - 34

40 - 50

γwet (kN/m3)

11 - 16

14 – 18

17 - 20

17 - 22

> 50

20 – 23

2.2.1.2. Parameter Kekakuan (E dan ν)
Parameter kekakuan dinyatakan dalam modulus elastisitas (E) dan Poisson
ratio (ν). Hubungan Poisson ratio () dengan regangan adalah sebagai berikut:
Regangan Horizontal,

(εh) =

(2.2)

Regangan Vertikal,

(εh) =

(2.3)

Sehingga Poisson ratio,

(ν) =

(2 .4)

Korelasi modulus elastis dengan nilai N-SPT tanah dapat dilihat pada Tabel 2.5,
sementara Tabel 2.6 menunjukan hubungan berbagai jenis tanah dengan modulus
Young dan Poisson ratio.

13

Tabel 2.5. Korelasi modulus elastisitas (Es) dengan nilai N-SPT (Bowles, 1988)
N-SPT (kN/m2)

Jenis Tanah

Es = 500 (N + 15)
Sand (Normally Consolidated)

Es = 7000 N 0,5
Es = 6000 N
Es = (15000 – 22000) ln N

Sand (Saturated)

Es = 250 (N + 15)

Sand, all (Normally Consolidated) Es = (2600 – 2900) N
Es = 4000 + 1050 N

Sand (overconsolidated)

Es (ocr)= Es(ocr). 0,5
Es = 1200 (N + 6)

Gravelly Sand

Es = 600 (N + 6), N < 15

Clayey Sand

Es = 320 (N + 15)

Silt, Sandy silt or clayey silt

Es = 300 (N + 6)

Tabel 2.6. Hubungan tipe tanah dengan modulus Young dan Poisson ratio (Das, 1995)
Young’s modulus, Es
MN/m

Lb/in

Poisson’s
ratio

Loose sand

10,35 - 24,15

1500 - 3500

0,20 - 0,40

Medium Dense sand

17,25 - 27,60

2500 - 4000

0,25 - 0,40

Dense sand

34,50 - 55,20

5000 - 8000

0,30 - 0,45

Silty sand

10,35 - 17,25

1500 - 2500

0,20 - 0,40

69,00 - 172,50

10000 - 25000

0,15 - 0,35

Soft clay

2,07 - 10,35

300 - 750

Medium Clay

5,18 - 10,35

750 - 1500

Stiff clay

10,35 - 24,15

1500 - 3500

Jenis Tanah

Sand and gravel

2

2

0,20 - 0,50

14

Besaran Modulus Elastisitas berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.7, mulai
dari tanah clay, tanah glacial till, sand, sand and gravel, shale serta tanah silt.

Tabel 2.7. Modulus elastisitas (Es) berbagai jenis tanah (Bowles, 1988)

Modulus Elastisitas
Es (103) (kN/m2)

Jenis Tanah
Clay

Glacial till

Sand

Sand and Gravel

Very Soft

2–5

Soft

5 – 25

Medium

15 - 50

Hard

50 – 100

Sandy

25 – 100

Loose

10 – 150

Dense

150 – 720

Very Dense

500 – 1440

Loose

15 – 60

Silty

5 -20

Loose

10 – 25

Dense

50 – 81

Loose

50 – 150

Dense

100 – 200
144 – 14400

Shale

2 - 20

Silt

2.2.1.3. Parameter Kekuatan Tanah (c,

dan ψ)

Parameter kekuatan tanah berupa kohesi tanah (c), sudut geser tanah ( ) dan
dan sudut dilatansi (ψ) dan dapat dijelaskan sebagai berikut:

15

1. Kohesi tanahh (c)
(c), merupakan nilai yang timbul akibat adanya lekatan
le
antar
butiran tanahh da
dan nilai N-SPT dapat ditentukan dari Gambar 2.2 dan
da 2.3.

.

Gambar 2.2. Gra
Grafik hubungan antara kohesi (c) dan nilai N-SPT
SPT
(Sumber: Terzaghi, 1967)

Gambar 2.3. Grafik
ik hubungan nilai N-SPT dan undrained shear stre
trength (Su)
(Sumber: Terzaghi, 1967)
friction angle (Ø), sudut geser atau sudut geser
2. Sudut geser/fric
ser dalam tanah
enambahan dari shear strength dengan stress leve
merupakan pena
evel. Sudut geser

16

yang besar ditemukan pada tanah yang berbutir, Sudut geser/friction angle
diperoleh dari kekasaran antar butiran tanah. Nilai sudut geser dalam untuk
berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8.Sudut geser dalam tanah bukan lempung (Bowles, 1988)
Jenis Tanah
Gravel, crushed
Gravel, bank run
Sand, crushed (angular)
Sand, bank run (sub angular)
Sand, beach (well rounded)
Silty sand
Silt, inorganik

Sudut geser efektif (Ø’)
Loose
Dense
36 – 40
40 – 50
34 – 38
38 – 42
32 – 36
35 – 45
30 – 36
34 – 40
28 – 32
32 – 38
25 – 35
30 – 36
25 – 35
30 – 35

3. Sudut dilatansi (ψ), tanah lempung cenderung tidak menunjukkan dilatansi
sama sekali atau sama dengan 0. Dilatansi dari pasir tergantung dari sudut
gesernya. Untuk pasir kwarsa kurang lebih adalah ψ ≈ φ - 30°. Walaupun
demikian dalam kebanyakan kasus ψ adalah 0. Untuk d < 30, nilai negatif
yang kecil untuk ψ hanya realistis untuk tanah pasir yang sangat lepas.

2.2.2.

Konsep Tegangan Total dan efektif

2.2.2.1. Konsep Tegangan Total
Pada suatu massa tanah, tegangan total pada suatu titik dihitung dari berat
volume keseluruhan dari elemen tanah yang berada di atasnya. Jika suatu massa tanah
tersebut diketahui terdapat air tanah, maka tegangan total dihitung dengan
memasukkan pengaruh berat volume tanah jenuh air dan berat volume air.

17

Gam
Gambar 2.4. Potongan melintang tanah
potongan
Gambar 2.4 me
menunjukkan titik A pada suatu massa tanah dalam
dal
ri partikel tanah
melintang. H adalah besa
besarnya kedalaman muka air tanah dihitung dari
ir tanah. Secara
sedangkan Ha merupaka
upakan kedalaman titik A dihitung dari muka air
matematis, besarnya tega
egangan total (σ ) adalah:
= H γ

w

+ (Ha – H) γ

(2.5)

sat

Dimana,
γ
γ

w

sat

volume air.
= Beratt vol
volume tanah jenuh air.
= Beratt vol

tabilitas jangka
ngan total digunakan untuk menganalisis stabi
Analisis tegang
ktis disebut juga
au akhir konstruksi, dalam penggunaan praktis
pendek/short term atau
n luar melebihi
Kondisi ini terjadi pada saat penambahan beban
kondisi undrained. Kon
pasinya tekanan
ya air pori. Pada tanah lempung proses terdisipa
kecepatan terdisipasinya
rena itu analisis
mbat dibandingkan dengan tanah pasir, oleh karen
air pori relatif lebih lamba
kondisi

undrained

umumnya

digunakan

untuk

nah
tanah

lempung.

18

Faktor keamanan dalam kondisi kritis (minimal) terletak di akhir konstruksi
pada saat nilai u maksimal. Seiring berjalannya waktu, tekanan air pori akan tereduksi
sehingga menyebabkan kuat geser tanah dan faktor keamanan meningkat.
Berdasarkan ilustrasi tersebut, maka analisis tegangan total digunakan pada saat
lereng dalam kodisi kritis (faktor keamanan minimal). Parameter yang digunakan
pada analisis tegangan total adalah cu (undrained cohesion) dan φu (undrained friction
angle). Parameter-parameter tersebut disebut dengan parameter total. Kekuatan tanah
lempung jenuh/undrained shear strength dinyatakan dengan Su,
Su = cu
φu = 0

Undrained strength (cu) untuk lempung normally consolidated dapat
ditentukan melalui persamaan berikut :
= 0,11 + 0,0037

(2.6)

Dimana,
σ’0

= Tegangan efektif over bulen.

IP

= Indeks Plastisitas.

Untuk lempung overconsolidated, undrained strength (cu) ditentukan
melalui persamaan :
(

/ ′ ).

( ′ ).

= OCR0,8

Dimana,
OCR

= Overconsolidated ratio.

(2.7)

19

Triaxial Test

Short term
stability (end of
construction)

Unconfined
Compression Test

UU
test

Undrained
Strength,
S

CU
test

Ccu,


Unconfined
Strength, qu

Gambar 2.5. Pengujian tanah yang dilakukan untuk stabilitas jangka pendek
Berdasarkan Gambar 2.5 parameter-parameter tanah selain diperoleh melalui
tes triaxial UU dapat juga melalui tes triaxial CU dan tes unconfined compression
dan umumnya digunakan untuk analisis stabilitas timbunan maupun pondasi.

2.2.2.2. Konsep Tegangan Efektif (σ’)
Titik A pada Gambar 2.4 terletak dalam sebuah tanah jenuh air, berdasarkan
kondisi tersebut di titik A terdapat gaya hidrostatis akibat pengaruh muka air tanah.
Tekanan hidrostatis tersebut disebut tekanan air pori (u). Tegangan efektif
menunjukkan hubungan tegangan total pada suatu massa tanah jenuh air yang
dipengaruhi tekanan air pori. Secara matematis tegangan efektif (σ ’) dapat dinyatakan
dengan: σ’ = σ - u
Dengan memasukan pengaruh kedalaman dan berat volume air dan tanah
maka persamaan tersebut dapat dikembangkan menjadi:

20

σ’

= [H γ

σ’

= (HA – H) (γ

w+

(Ha – H) γ
sat

sat]

– HA γ

(2.8)

w

– γ w)

(HA – H) merupakan tinggi tanah , sedangkan (γ

sat

– γ w) merupakan berat volume

tanah efektif (γ ’).
Analisis tegangan efektif digunakan untuk menganalisis stabilitas jangka
panjang/long term atau disebut juga dengan kondisi drained. Pada tanah pasir, proses
terdisipasinya air pori terjadi lebih cepat, oleh karena itu analisis kondisi drained
umumnya digunakan untuk analisis stabilitas pada tanah pasir.
c’dan Ø’

Direct Shear
Test

CD test

Long term
stability

Triaxial Test

Pengukuran
tekanan air pori

c’dan Ø’

CU test

Ring Shear

c’r dan φ’r
residual

Gambar 2.6. Pengujian tanah yang dilakukan untuk stabilitas jangka panjang
Parameter yang digunakan pada analisis tegangan efektif adalah c’ dan Ø’.
Parameter-parameter tersebut disebut dengan parameter efektif. Analisis pada kondisi
long term menggunakan metode tegangan efektif, parameternya ditentukan dengan
test triaxial drained atau tes direct shear, bisa juga menggunakan CU test dengan
memperhitungkan tegangan air pori atau menggunakan ring shear test seperti terlihat
pada Gambar 2.6.

21

2.2.3. Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb
Dalam buku mekanika tanah prinsip-prinsip rekayasa geoteknik, Braja M Das
(1995) dijelaskan bahwa kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan
internal tanah persatuan luas terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang
geser dalam tanah. Mohr (1980) menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu
material akibat kombinasi kritis antara tegangan geser maksimum.
τf

= f (σ)

(2.9)

Dimana,
τf

= Tegangan geser saat terjadi keruntuhan atau kegagalan.

σ

= Tegangan normal pada kondisi saat tertentu.

Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah
terhadap desakan atau tarikan. Garis keruntuhan/failure envelope yang dinyatakan
oleh persamaan diatas sebenarnya berbentuk lengkung. Untuk sebagian besar
masalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup didekati dengan sebuah garis
lurus yang menunjukkan hubungan linier antara tegangan normal dan geser
(Coulomb, 1776). Persamaan tersebut disebut sebagai kriteria kegagalan atau
keruntuhan Mohr-Coulomb seperti pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb
(Sumber: Dass, 1995)

22

Dari Gambar 2.7 pengertian tentang keruntuhan diartikan sebagai berikut:
1. Jika tegangan mencapai titik A maka keruntuhan geser tidak akan terjadi.
2. Jika tegangan mencapai titik B maka keruntuhan geser akan terjadi dimana
titik B terletak pada garis selubung kegagalannya.
3. Tegangan pada titik C tidak pernah terjadi, karena sebelum mencapai titik
tersebut bahan sudah mengalammi keruntuhan.
Rumus Mohr-Coulomb tersebut memiliki kelemahan yang membuat rumus
tersebut tidak akurat, yaitu nilai-nilai c dan Ø yang diperoleh sangat tergantung dari
jenis pengujian yang dilakukan. Terzaghi (1925) menyempurnakan rumus tersebut
dengan memperhitungkan faktor tegangan air pori karena tegangan efektif yang
terjadi pada tanah sangat dipengaruhi oleh tegangan air pori, maka persamaan diatas
menjadi:
τf

= c + (σ - u) tan Ø

τf

= c + σ tan Ø

(2.10)

Dimana,
c

= Kohesi.

σ

= Tegangan normal efektif.
u

= Tekanan air pori.

Ø

= Sudut geser dalam.

Kuat geser tanah juga dapat dinyatakan dalam bentuk tegangan-tegangan
efektif σ1’ dan σ3’ pada saat keruntuhan terjadi. Hubungan antara τ dann σ’ dapat
digambarkan dalam bentuk lingkaran Mohr seperti terlihat dalam Gambar 2.8.

23

Gambar 2.8. Lingkaran Mohr-Coulomb
(Sumber: Dass, 1995)
Dengan memplot ½(σ ’1

-

σ ’3) terhadap ½(σ ’1 + σ ’3) , maka setiap kondisi tegangan

dapat dinyatakan suatu titik tegangan (stress point), yang lebih baik dari lingkaran
Mohr. Setelah itu dapat dibuat selubung keruntuhan yang dimodifikasi, dimana a’ dan
α ’ adalah parameter-parameter yang dimodifikasi.

2.3.

Penyelidikan Dan Pemeriksaan Tanah Di Lapangan
Penyelidikan tanah di lapangan sangat diperlukan untuk memutuskan apakah

suatu usulan rekayasa layak dan cukup secara ekonomis untuk direncanakan,
menganalisis keamanan atau kasus keruntuhan pekerjaan-pekerjaan yang ada serta
untuk memilih bahan-bahan dan menentukan metode konstruksi yang patut untuk
dilaksanakan. Adapun tahapan penyelidikan tanah dimulai dengan tahap pengenalan
medan, interpetasi peta udara, pengambilan data dari peta geologi dan peta lainnya,
serta mempelajari dari perpustakaan, dilanjutkan dengan tahap eksplorasi dan terdiri
dari penyelidikan geofisik berupa seismic maupun geolistrik, pembuatan sumursumur percobaan, pengambilan sample-sample tanah dan diikuti dengan percobaan
laboratorium dan pemboran dengan pengambilan contoh

tanah

dari lubang bor

kemudian diikuti dengan penyelidikan laboratorium dan terakhir meliputi pekerjaan-

24

pekerjaan percobaan, mulai dari percobaan SPT/Standart Penetrasi Test, sondir,
boring, test konsolidasi serta lainnya. Parameter dari tanah yang menentukan dalam
perencanaan pondasi antara

lain,

daya dukung tanah/bearing capacity, tekanan

tanah, tekanan air pori, penurunan (termasuk besar dan kecepatan penurunan).
Tujuan-tujuan utama dari penyelidikan tanah adalah (Hardiyatmo, 1996):
1. Untuk menentukan urutan, ketebalan dan lapisan tanah kearah lateral dan
bila diperlukan elevasi batuan dasar.
2. Untuk memperoleh contoh-contoh tanah dan batuan yang cukup mewakili
untuk keperluan identifikasi dan klasifikasi dan bila perlu digunakan dalam
uji lapor laboratorium guna menentukan parameter-parameter tanah yang
relevan.
3. Untuk mengidentifikasi kondisi air tanah. Hasil-hasil dari penyelidikan tanah
harus memberikan informasi yang cukup memadai akan tipe pondasi yang
paling sesuai untuk suatu usulan struktur dan sebagai petunjuk bila mungkin
timbul masalah-masalah pada saat penggalian.

2.3.1. Pengambilan Sampel Tanah.
Untuk pengambilan data sample tanah, sangat perlu diperhatikan dan sedapat
mungkin diperoleh data sample tanah yang tidak terganggu untuk dapat diadakan
pemerikasaan di laboratorium mekanika tanah sehingga dapat diperoleh kadar air
tanah , daya rembesan air tanah , berat isi tanah , porositas, kekuatan tanah
(unconfined test, triaxial test, direct shear test) dsb. Dalam setiap pemeriksaan

25

laboratorium Mekanika Tanah, selalu disyaratkan bahwa pengambilan contoh tanah
diusahakan tidak terganggu dan sample tanah terganggu (Bowles, 1988).

2.3.1.1. Contoh Tanah Tidak Asli Atau Terganggu/Disturbed Samples
Contoh tanah tidak asli adalah contoh tanah yang diambil dari lapangan tanpa
dilakukan usaha untuk melindungi struktur tanah asli tersebut, contoh tanah segera
sesudah diambil dimasukkan kedalam kantong plastik secukupnya dan segera diikat
dengan rapat, data sample ini digunakan untuk penentuan kadar air tanah, sedangkan
untuk keperluan penyelidikan ukuran butir, berat jenis, batas-batas Atterberg, dan
lainnya yang tidak membutuhkan persyaratan kadar air tanah asli, contoh tanah dapat
diambil dalam keadaan kering angin.

2.3.1.2. Contoh Tanah Asli Atau Tidak Terganggu/Undisturbed Samples
Contoh tanah asli adalah contoh tanah yang masih menunjukkan sifat-sifat
aslinya seperti yang didapatkan di lapangan, dari contoh tanah asli ini diharapkan
akan mendapat hasil laboratorium yang minimal sangat mendekatidengan keadaan
asli tanah seperti kadar air asli, keadaan struktur tidak berubah dan susunan kimia
tetap. Untuk mendapatkan contoh yang benar-benar asli ini sesungguhnya tidak
mungkin dan yang dapat diusahakan adalah pendekatan yang sekecil mungkin
kesalahannya yaitu dengan pemakaian peralatan khusus untuk tempat sample seperti
tabung-tabung contoh pada Gambar 2.9.

26

Gambar 2.9. Jenis ta
tabung pengambil contoh tanah yang dipasang pada
pa ujung
sta
stang bor (Sumber: Tschebotarioff, 1951)

2.3.2. Penyelidikan Tan
anah dengan Sondir
untuk
Pekerjaan sondir
ondir um
umumnya dilakukan pada tanah kohesif dan dilakukan
dil
mendapatkan daya dukung ujung/end bearing dan perlawanan gesekan dari
in itu percobaan
tanah/friction untuk pere
perencanaan pondasi dan struktur geoteknik, selain
dalaman lapisan
sondir juga sangat prakt
aktis untuk mengetahui dengan cepat letak kedal
on ratio, seperti
tanah keras, bahkan unt
untuk mengevaluasi nilai rasio gesekan/friction
terlihat dalam Gambar 2.
2.10.

Gambar 2.10. Perki
rkiraan jenis tanah dari Sondir/DCPT (Das, 1999)

27

Uji sondir saat ini merupakan salah satu uji lapangan yang telah diakui oleh
para praktisi dan pakar geoteknik. Pelaksanaan test sondir ini mengacu pada prosedur
ASTM.D.3441. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui perlawanan penetrasi
konus yang disebut juga dengan tahanan ujung (qc) dan hambatan lekat (fs) tanah.
1. Tahanan Ujung (qc)
Tahanan ujung (qc) merupakan perlawanan ujung/nilai conus yang dilakukan
dengan menekan conus ke bawah, seluruh tabung luar diam, gaya yang
bekerja dapat dibaca pada manometer. Besarnya nilai perlawanan
ujung/tahanan ujung (qc) menunjukan identifikasi jenis tanah. Pada tanah
pasiran, perlawanan ujung yang besar menunjukan tanah pasir padat,
sedangkan perlawanan ujung yang kecil menunjukan tanah pasir halus atau
tanah lempung yang kuat gesernya kecil akibat pengaruh tekanan air pori
saat penetrasi. Perlawanan penetrasi conus adalah perlawanan terhadap
ujung conus/tahanan ujung (qc) yang dinyatakan dalam gaya persatuan luas.
2. Hambatan Lekat (fs) dan Friction Ratio (fr)
Hambatan lekat (fs) adalah perlawanan terhadap mantel biconus dan
dinyatakan dalam gaya persatuan panjang. Hambatan lekat digunakan untuk
menginterpretasikan sifat-sifat tanah untuk klasifikasi tanah dan memberikan
data yang dapat langsung digunakan untuk perencanaan pondasi. Sementara
untuk friction ratio (fr) adalah perbandingan antara hambatan lekat dengan
tahanan ujung. Friction ratio (fr) ini dapat digunakan untuk memperkirakan
jenis tanah yang diselidiki yaitu membedakan tanah berbutir halus dengan
tanah berbutir kasar (Bowless, 1988), dimana:

28

a. Untuk Friction ratio (fr) < 1% termasuk tanah pasir.
b. Untuk Friction ratio (fr) > 1% termasuk tanah lempung.
c. Untuk Friction ratio (fr) > 5% atau 6% termasuk tanah gambut/organik.

2.3.3. Uji Penetrasi Standart/SPT
Standart Penetrasi Test/SPT adalah percobaan di lapangan dengan memasukan
suatu alat yang dinamakan split spoon ke dalam tanah, tujuannya untuk mendapatkan
kepadatan relative Dr (relative Density), sudut geser tanah (Ø) serta jumlah pukulan
nilai N dari tanah tersebut (Hardiyatmo, 2011). Perkiraan koreksi antara N-SPT
dengan sudut geser tanah dapat dilihat pada Gambar 2.11 dan 2.12.

Gambar 2.11. Perkiraan koreksi antara N-SPT dengan sudut geser tanah
(sumber: Principle of Foundation Engineering, Braja M. Das, Fourth Edition)

29

Gambar 2.12. Hubungan
gan sudut geser tanah dan nilai N-SPT untuk tana
nah pasir
(sumber: Principle of Foundat
Foundation Engineering, Braja M. Das,, Fourth Edition)
Edi
Kepadatan relative
ive Dr (relative density) adalah perbandingan anta
ntara berat tanah
basah dengan berat tanah
nah seluruhnya, umumnya kepadatan relative digunakan
dig
untuk
tingkat kerapatan tanah
ah berbutir (granula soil) sedangkan sudut geser
ges tanah ( )
air pori
adalah kondisi terdrai
drainase atau drained dimana terjadinya aliran
alir
satu
meninggalkan rongga por
pori tanahnya sehingga butiran-butiran tanah mendekat
m
khir nilai N dari
sama lainnya dan kuatt ggeser lempung menjadi bertambah dan terakhi
n sedalam
3 x 15
tanah adalah jumlah puk
pukulan yang diberikan saat memasukan spoon
se
cm. Hubungan nilai N ddengan beberapa sifat-sifat lain dari tanah dapat
dapa dilihat pada
Tabel 2.9 dan 2.10.
udut geser
Tabel 2.9.. Hubunga
Hubungan nilai N dengan kepadatan relatif (Dr) dan sudut
dalam tana
tanah ( ) pada tanah pasir (Terzaghi Peck, 1948))
Nilai N
0–4
4 – 10
10 – 30
30 – 50
50 <

Kep
epadatan Relatif (Dr)
0,2 – 0,2
0,2 – 0,4
0,4 – 0,6
0,6 – 0,8
0,8 – 1,0

Sangat lepas
Lepas
Sedang
Padat
Sangat Padat

Sudut Geser Dalam Tanah
T
(Ø)
Peck
< 28,5
28,5 - 30
30 - 36
36 - 41
41 <

Meyerhof
M
< 30
30 - 35
35 - 40
40 - 45
45 <

30

Tabel 2.10. Hubungan nilai N dengan kepadatan relatif (Dr) tanah lempung
(Terzaghi Peck, 1948)
Kepadatan Relatif (Dr)

Nilai N

Sangat lunak
Lunak
Sedang
Kaku
Sangat Kaku
Keras/Padat

< 2
2 - 4
4 - 8
8 – 15
15 - 30
30 <

Bilamana jumlah tumbukan N > 15, maka sebagai koreksi Terzaghi dan Peck
(1948) memberikan nilai ekivalen N0 yang merupakan hasil dari jumlah tumbukan N
yang telah dikorelasi akibat pengaruh permeabilitas dan dinyatakan dengan:
N0 = 15 + ½(N-15)
Untuk mendapatkan besar sudut geser tanah dari tanah pasir/non kohesif, umumnya
digunakan rumus Dunham (1962), yaitu:
1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam atau butiran pasir
bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam dan mempunyai sudut sebesar:
= 12 + 15

(2.11)

2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi merata.
= 12 + 25

(2.12)

Lalu, menurut Peck, besar sudut geser tanah dapat digunakan rumus berikut:
= 0,3N + 25

(2.13)

Angka penetrasi standart (N) sangat berguna sebagai pedoman dalam
eksplorasi tanah sekaligus memperkirakan kondisi lapisan tanah. Tanah dapat

31

dikatakan mempunyai daya dukung yang baik bilamana lapisan kohesif mempunyai
nilai SPT, N > 35 atau mempunyai besar kuat tekan (qu) antara 3 - 4 kg/cm2 dengan
nilai SPT N > 15.

2.4.

Pondasi Tiang Bor/Bored Pile
Pondasi tiang bor merupakan salah satu alternative pemilihan type pondasi

dalam yang sering digunakan di daerah perkotaan padat penduduk dan banyak berdiri
bangunan-bangunan yang berdekatan.

2.4.1. Alasan Penggunaan Pondasi Tiang Bor/bored pile
Adapun beberapa alasan

pemilihan

pondasi tiang bor/bored pile antara

lain (Hardiyatmo, 2011):
1. Kedalamanan tiang bor dapat divariasikan.
2. Saat pelaksanaan pondasi tiang bor, tidak menimbulkan kebisingan maupun
getaran yang ditimbulkan oleh alat pancang.
3. Tidak

menyebabkan

terjadinya

resiko kenaikan

muka tanah dan

pergeseran tiang kearah horizontal pada tanah lempung seperti pada type
tiang pancang lainnya dimana saat pemancangan dapat menyebabkan tiang
pancang disampingnya bergerak kearah horizontal.
4. Tiang dapat dipasang sampai kedalaman yang dalam dengan diameter besar
dan dapat dilakukan perbesaran ujung bawahnya jika tanah dasar berupa
lempung atau batu lunak.
5. Tanah dapat diperiksa dan dicocokan dengan data laboratorium.

32

6. Penulangan tidak dipengaruhi oleh tegangan pada waktu pengangkutan dan
pemancangan.

2.4.2. Pelaksanaan Tiang Bor
Pondasi tiang bor dilaksanakan dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu
baru kemudian dilakukan pemasangan tulangan beton dan dilaksanakan pengecoran
beton. Pondasi tiang bor/bored pile ini biasanya digunakan pada tanah yang stabil dan
kaku sehingga memungkinkan untuk membentuk lubang yang stabil dengan alat
sehingga hasil akhir yang diperoleh lebih maksimal.
Terdapat tiga metode dasar pelaksanaan yang dapat digunakan untuk tiang bor
(Hardiyatmo, 2011) yaitu:
1. Metode Kering/Dry Method.
Metode kering cocok digunakan pada tanah di atas muka air tanah yang
ketika dibor dinding lubangnya tidak longsor, seperti lempung kaku
homogen. Tanah pasir yang mempunyai sedikit kohesi juga lubangnya tidak
mudah longsor jika dibor. Metode kering juga dapat dilakukan pada tanahtanah di bawah muka air tanah, jika tanahnya mempunyai permeabilitas
rendah, sehingga ketika dilakukan pengeboran, air tidak masuk ke dalam
lubang bor saat lubang masih terbuka. Pada metode kering, lubang dibuat
dengan menggunakan mesin bor tanpa pipa pelindung/casing. Setelah itu,
dasar lubang bor yang kotor oleh rontokan tanah dibersihkan. Tulangan yang
telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang bor dan kemudian di cor seperti
terilhat pada Gambar 2.13.

33

Gambar 2.13. Langkah-langkah pelaksanaan tiang bor dalam metode kering
(Sumber: www.planningengineer.net)
2. Metode Basah/Slurry Method
Metode basah umumnya dilakukan bila pengeboran melewati muka air
tanah, sehingga lubang bor selalu longsor bila dindingnya tidak ditahan.
Agar lubang tidak longsor, di dalam lubang bor diisi dengan larutan tanah
lempung/bentonite atau larutan polimer.

Adukan beton dimasukkan ke

dalam lubang bor dengan pipa tremie. Larutan bentonite akan terdesak dan
terangkut ke atas oleh adukan beton seperti terlihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Prinsip pelaksanaan tiang bor dalam metode basah
(Sumber : www.frankipile.co.id)
3. Metode Casing.
Metode ini digunakan bila lubang bor sangat mudah longsor, misalnya tanah
di lokasi adalah pasir bersih di bawah muka air tanah. Untuk menahan agar
lubang tidak longsor digunakan pipa selubung baja/casing. Adukan beton
dimasukkan ke dalarn lubang (bila pembuatan lubang digunakan larutan,

34

maka untuk pengecoran digunakan pipa tremie), dan pipa selubung ditarik ke
atas, namun kadang-kadang pipa selubung ditinggalkan di tempat seperti
terlihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15. Langkah-langkah pelaksanaan tiang bor dengan memasang
Casing (Sumber : www.icac.org.hk)

2.5.

Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Bor/Bored Pile
Daya dukung aksial pondasi tiang dapat dihitung berdasarkan Laporan akhir

pengujian tanah yang dikeluarkan Laboratorium Mekanika Tanah berupa data uji
lapangan antara lain data Sondir dan SPT, sementara cara kedua dapat dihitung
dengan

menggunakan

parameter-parameter kuat geser tanah berupa nilai kohesi

tanah (c) dan sudut geser tanah (Ø).

2.5.1.

Berdasarkan Data Hasil Uji Lapangan

2.5.1.1. Data Pengujian Sondir
Tujuan pengujian Sondir adalah untuk mengetahui perlawanan ujung/tahanan
penetrasi konus (q) dari lapisan tanah dasar yang dinyatakan dalam kg/cm2 dan
hambatan lekat/skin friction (c) yaitu gaya perlawanan konus atau bikonus yang
dinyatakan dalam kg/cm. Data sondir ini digunakan untuk menentukan kapasitas

35

ultimit dari pondasi tiang pancang dengan menggunakan persamaan Schmertmann
dan Nottingham (1975).
1. Berdasarkan tahanan ujung/end bearing, daya dukung ujung tiang adalah:
Qp

= ApCR-r

(2.14)

2. Berdasarkan hambatan lekat/skin friction, daya dukung tiang adalah:
Qs

= TSFAk

(2.15)

3. Berdasarkan tahanan ujung dan geser selimut tiang, daya dukung tiang
adalah:
QIjin =

1

+

(2.16)

Dimana,
QIjin

= Kapasitas ijin tiang terhadap beban aksial (kg, ton).

Qp

= Kapasitas ijin tahanan ujung tiang (kg, ton).

Qs

= Kapasitas ijin geser selimut tiang/skinfriction (kg, ton).

Ap

= Luas penampang tiang (cm2, m2).

Ak

= Keliling tiang bor (cm, m).

CR-r

= Perlawanan konus rata-rata 4D keatas & 4D kebawah).

TSF

= Jumlah hambatan lekat (kg/cm).

FK1

= Faktor keamanan daya dukung ujung tiang (dipakai 3).

FK2

= Faktor keamanan hambatan lekat tiang (dipakai 5).

2.5.1.2. Data Pengujian SPT
Untuk menghitung daya dukung tiang pancang dari nilai “N” hasil pengujian

36

SPT. Penentuan parameter berdasarkan korelasi nilai N-SPT antara lain:
1. Korelasi N-SPT terhadap nilai cu
Untuk nilai undrained shear strength (cu) dapat diperoleh dari persamaan
korelasi Stroud (1974):
cu = (3,5 - 6,5)N (kN/m2)

(2.17)

2. Korelasi N-SPT terhadap nilai modulus elastisitas tanah.
Untuk mendapatkan modulus elastisitas tanah dapat menggunakan korelasi
dari data N-SPT dengan persamaan Schmertmann (1970), yaitu:
a. Tanah pasir/sand.
Es = 766N (kN/m2) , Es = 2qc

(2.18)

b. Tanah lempung/clay, normally consolidated.
Es = 250cu - 500cu
c. Tanah lempung/clay, over consolidated.
Es = 750cu - 1000cu ,

cu = undrained kohesi

3. Korelasi N-SPT terhadap nilai sudut geser ( )
Nilai sudut geser ( ) na Ncor dapat dihitung dengan persamaan Hanson dan
Thornburn (1989) sebagai berikut :
Ø(deg) = 27,1 + 0,3Ncor = 0,00054N2cor
Ncor = CNN
CN

= 0,77.log

, Untuk σ


v

≥ 0,25 ton/ft2

37

Korelasi N-SPT untuk menentukan berat volume tanah (∂)
a. Tanah Pasir/non kohesif.
Tanah pasir/non kohesif adalah tanah yang bergradasi seragam dan mudah
dilalui oleh rembesan air. Korelasi N-SPT dengan berat isi tanah pasir
dapat dilihat pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11. Korelasi N-SPT dengan berat isi (∂) untuk tanah pasir
(Sumber: Meyerhoff, 1956)
Berat Volume (∂)
Nilai N

Kepadatan Relatif (Dr)
Moist (psf)

< 4
4 - 10
10 - 30
30 - 50
> 50

< 0,2
0,2 – 0,4
0,4 – 0,6
0,6 – 0,8
> 0,8

sangat lepas (very loose)
Lepas(loose)
sedang (medium dense)
Padat(dense)
sangat padat (very dense)

< 100
95 – 125
110 – 130
110 – 140
75

b. Tanah Lempung/kohesif.
Tanah lempung/kohesif adalah tanah yang sulit menyerap air. Korelasi NSPT dengan berat isi tanah lempung dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Tabel 2.12. Korelasi N-SPT dengan berat isi (∂) tanah lempung
(Sumber: Meyerhoff, 1956)

Consistency

qu (psf)

N-SPT

Very Soft
Soft
Medium
Stiff
Very Stiff
Hard

0 - 500
500 - 1000
1000 - 2000
2000 - 4000
4000 - 8000
> 8000

0- 2
3- 4
5- 8
9 - 16
16 - 32
> 32

Saturated Unit Weight
(psf)
< 100
100 – 120
110 – 125
115 – 130
120 – 140
> 130

38

Parameter elasti
stis berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel
el 2.13.
Tabel 2.13. Parameter elastis tanah
(Sumber: Meyerhoff, 1956)

Type
pe of Soil

Modulus Young, Es
MN/m2

Poisson ratio μ

Loose
oose Sand
Medium
um De
Dense Sand
Dense
nse Sand
Silty
ty Sand
Sand & Gr
Gravel
Sof
Soft
Medi
edium
Sti
Stiff

10,35 – 24,15
17,25 – 27,60
34,50 – 55,20
10,35 – 17,25
69,00 – 172,50
2,07 – 5,18
5,18 – 10,35
10,35 – 24,15

0,20 – 0,40
0,25 – 0,40
0,30 – 0,45
0,20 – 0,40
0,15 – 0,35
0,20 – 0,50
0,20 – 0,50
0,20 – 0,50

Adapun kapasi
pasitas daya dukung tahanan ujung/end bearing
ng dapat
da
dihitung
dengan rumus:
us:
-Untuk tanahh kohe
kohesif

:

Qp = Ap(cNc* + qp’Nq*)

(2.19)

-Untuk tanahh non kohe
kohesif

:

Qp = Apqp’(Nq* - 1)

(2.20)

Sementara kapa
pasitas daya dukung selimut tiang/skin friction
on dapat
da
dihitung
dengan rumus:
us:

Qs = f.l.p

dan Nq* terhadap
Besar nilai Nc* da

dapat dilihat pada Gambarr 2.16.
2.

Gamba
mbar 2.16. Faktor daya dukung Nq*

(2.21)

39

Perhitungan daya dukung pondasi tiang bor dapat dilakukan dengan Reese and
Wright (1976) seperti rumus berikut ini:
1. Daya dukung ujung tiang/end bearing
Daya dukung ujung tiang/end bearing adalah sebagai berikut,
Qp = Apqp

(2.22)

Dimana,
Qp

= Daya dukung tahanan ujung tiang (kg, ton).

Ap

= Luas penampang ujung tiang (cm2, m2).

qp

= Tekanan vertikal efektif tanah pada ujung tiang (kg/cm2, ton/m2)

-Untuk Tanah Kohesif
qp (tsf) = 9Cu

(2.23)

Dimana,
Cu

= kohesi tanah/undrained shear strength.

-Untuk Tanah non Kohesif
Reese & Wright (1977) mengusulkan korelasi antara qp dan N-SPT seperti
terlihat pada Gambar 2.17.

Gambar 2.17. Nilai qp terhadap N-SPT tahanan ujung ultimit
(Reese & Wright, 1977)

40

Dimana,
N ≤ 60 , qp = 7,3N (ton/m2) < 400 ton/m2.
N > 60 ,

qp = 400 ton/m2.

2. Daya dukung selimut tiang/skin friction
Daya dukung selimut tiang/skin friction adalah sebagai berikut,
Qs = f l p

(2.24)

Dimana,
f

= Tahanan geser selimut tiang pancang/skin friction (kN/m2).

l

= Panjang tiang yang tertanam (m).

p

= Keliling penampang tiang bor (m).

-Untuk Tanah Kohesif
f = α cu
α

(2.25)

= Faktor adhesi (0,55)

-Untuk Tanah non Kohesif
Reese & Wright (1977) berpendapat bahwa,
untuk, N < 53

f = 0,32N-SPT (ton/m2)

,

bila, 53 < N < 100 , f diperoleh dari korelasi langsung N-SPT
Nilai f juga dapat dihitung dengan formula:
fi = K0 σ
Dimana,
K0
σ

v



= 1 - sinØ
=

li

v

tan

(2.26)

41

li

= 15D
= 0,8Ø

D

= Diameter tiang bor.

2.5.2. Berdasarkan Kekuatan Bahan
Daya dukung tiang dihitung dari kekuatan bahan terhadap beban yang dipikul,
yaitu:
Qult =

Atiang

(2.27)

Dimana,
= Tegangan tekan ijin beton
= 0,33f’c
A

= Luas penampang tiang
=

2.6.

Ø2

Uji Pembebanan Statis/Loading Test
Uji Pembebanan statis pada tanah dimaksudkan untuk mengetahui hubungan

antara beban dengan penurunan pondasi akibat pembenanan disebut juga dengan uji
pembebanan statis/loading test. Melalui uji pembebanan ini dapat langsung diketahui
besar daya dukung tiang disamping itu dapat pula diinteprestasikan bagaimana respon
tiang pada bagian selimut dan ujung tiang. Yang terpenting dari hasil uji pembebanan
statis ini, seorang praktisi maupun para pakar geoteknik dalam rekayasa pondasi dapat

42

menentukan mekanisme yang terjadi dengan kurva beban penurunan beserta
deformasi plastis tiang maupun kemungkinan terjadinya kegagalan pada bahan tiang.
Hal - hal yang harus diperhatikan dalam uji pembebanan di lapangan, yaitu:
1. Tiang uji dipancang pada lokasi tanah dekat lubang bor dan kondisi tanah
yang relatif jelek pada tempat yang akan dibangun.
2. Metode

pemancangan

diusahakan

sama seperti yang

digunakan

dalam pelaksanaan konstruksi.
3. Tenggang waktu untuk pelaksanaan uji pembebanan sekitar 24 jam setelah
pembebanan untuk tanah pasir dan sekitar 30 sd 60 hari setelah pembebanan
untuk tanah lempung.
4. Besarnya beban reaksi direncanakan minimal 200% dari beban rencana.
5. Presentase peningkatan dan pengurangan beban digunakan sebesar 25%
6. Setelah maksimum pembebanan tercapai, beban mulai dikurangi/unloading
dengan kecepatan maksimum sama dengan pembebanan sebelumnya.
Adapun tujuan dilakukannya percobaan pembebanan vertikal/compressive
loading test terhadap pondasi tiang adalah sebagai berikut:
1. Untuk menguji bahwa pondasi tiang yang dilaksanakan mampu dan aman
mendukung beban rencana.
2. Untuk mengetahui hubungan antara bebandan penurunan pondasi.
3. Untuk menentukan daya dukung ultimate nyata/real ultimate bearing
capacity sebagai control terhadap hasil perhitungan berdasarkan formula
statis maupun dinamis.

43

4. Untuk mengetahui kemampuan elastisitas dari tanah, mutu beton serta mutu
besi betonnya.
Data penting dari pengujian ini adalah diperolehnya grafik hubungan antara
penurunan tiang/settlement terhadap beban/load. Dari grafik ini dengan menggunakan
metode Davisson, metode Chin’s, dan metode Mazurkiewich dapat diperoleh daya
dukung ultimit tiang, sedangkan pergerakan tiang dapat pula diukur dengan
menggunakan satu set dial gauges yang terpasang pada kepala tiang. Toleransi
pembacaan antara satu dial gauge dengan lainnya adalah satu millimeter.
Pengujian Pembebanan ini umumnya dapat dilakukan melalui bebrapa metode
pengujian pembebanan yaitu standart loading test, cyclic loading test, slow
maintained load test method, quick maintained load test method, constant rate of
penetration test method, swedish cyclic test method.

2.6.1. Standart Loading Test
Beban yang diuji adalah sebesar 200% dari beban perencanaan dan
dilaksanakan dengan pertambahan 25% dari beban perencanaan, kecuali jika terjadi
keruntuhan sebelum beban tersebut tercapai. Penambahan beban dilakukan jika
kecepatan penurunan yang terjadi tidak lebih besar dari 0,01 inchi/hour atau 254
mm/jam tetapi tidak lebih dari 2 jam. Jika tidak terjadi keruntuhan maka total beban
yang telah diberikan dapat diangkat kembali/unloading setelah 12 jam didiamkan.
Jika penurunan yang terjadi pada 1 jam terakhir tidak lebih besar dari 0,01 inchi
(0,254 mm) maka biarkan beban selama 24 jam. Jika tiang mengalami keruntuhan,
maka pemompaan hydraulic jack dilanjutkan hingga penurunan yang terjadi adalah

44

sama dengan 15% dari diameter tiang.

2.6.2. Cyclic Loading Test
Secara umum increment pemberian beban pada cyclic ini adalah sama dengan
Standart Loading Test. Setelah beban yang diberikan sama dengan 50%, 100% dan
150% dari beban perencanaan, biarkan masing-masing beban tersebut untuk 1 jam
dan angkat kembali beban dengan pengurangan yang sama besarnya dengan pada saat
increment pemberian beban. Biarkan beban untuk selama 20 menit untuk setiap
tahapan pengurangannya.

2.6.3. Slow Maintained Load Test Method (SM Method)
Beban terdiri dari 8 increment (25%, 50%, 75%, 100%, 125%, 150%, 175%
dan 200%) dari beban rencana. Beban diberikan sesuai dengan masing-masing
increment hingga dicapai penurunan sebesar 0,01 inchi/hour (0,254 mm/jam) tetapi
tidak lebih dari 2 jam pada setiap incrementnya. Pada increment beban mencapai
200%, beban ditahan hingga 24 jam. Jika waktu 24 jam telah dicapai, maka dilakukan
proses unloading yaitu pengurangan beban sebesar 25% pada tiap tahapnya dengan
jarak masing-masing pengurangan tersebut selama 1 jam.

2.6.4. Quick Maintained Load Test Method (QM Method)
Beban diberikan hingga 300% beban rencana dengan increment sebanyak 20
increment dan masing-masing increment sebesar 15% beban rencana. Metode ini
termasuk cepat dan ekonomis, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan uji ini hanya

45

sekitar 3 jam s/d 5 jam. Metode ini lebih menggambarkan kondisi undrained yang
terjadi pada tiang dan tidak digunakan untuk memperkirakan penurunan yang terjadi.

2.6.5. Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test)
Metode ini
hingga kecepatan

dilakukan

dengan

cara

kepala

tiang diberikan

beban

penurunan yang terjadi sebesar 0,05 inchi/minute atau 1,25

mm/menit. Beban yang diperlukan untuk mencapai kecepatan penurunan seperti yang
disebutkan tadi kemudian dicatat, uji pembebanan ini dilakukan hingga total
penurunan mencapai 2 inchi hingga 3 inchi atau 50 mm s/d 75 mm.

2.6.6. Swedish Cyclic Test Method (SC Test)
Metode ini dilakukan dengan cara tiang diberikan beban 1/3 dari beban
rencana. Beban dikurangi hingga 1/6 dari beban rencana, penambahan dan
pengurangan beban diulangi sebanyak 20 kali. Tambahkan beban hingga 50% lebih
besar dari yang pertama dan ulangi seperti penjelasan diawal. Prosedur ini dilakukan
sampai terjadi keruntuhan. Metode ini memerlukan waktu yang relatif lama dan
proses siklik merubah perilaku tiang hingga tiang sudah tidak sama dengan kondisi
aslinya.

2.7.

Interpretasi Data Uji Pembebanan Statis/Loading Test

2.7.1. Metode Davisson Offset Limit (1972)
Metode ini diperkenalkan oleh Davisson (1972) dan dari beberapa metode,
metode Davisson memberikan nilai kuat dukung ultimit yang konservatif, sehingga

46

metode ini sering digunakan sebagai pembanding.
Kuat dukung ultimit metode Davisson didefinisikan sebagai beban yang
bersesuaian dengan besar penurunan yang melampaui pemampatan elastis tiang
sebesar 0,15 + D/120 inch, dimana D = diameter pondasi pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18. Kurva interpretasi beban dengan penurunan
Metoda Davisson
Perhitungan kuat dukung ultimit metode Davisson dari pondasi tiang adalah
dengan menentukan suatu garis yang menyinggung bagian lurus pada awal kurva P-S
dengan menggunakan Persamaan berikut ini:
∆ =

Dimana,
P

= Beban kerja (kg, ton).

A

= Luas penampang tiang (cm2, m2).

E

= Modulus. elastisitas tiang (kg/cm2, ton/m2).

L

= Panjang tiang (cm, m).

(2.28)

47



= Penurunan yang terjadi (cm, m).

Sf

= Penurunan pada kondisi kegagalan (cm, m).

Sehingga diperolah persamaan berikut ini:
Sf = ∆ + 0,15 + D/120
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa kapasitas adalah perlawanan yang
terjadi pada ujung pile dan gesekan antara dinding pile dengan material disekitarnya
dalam hal ini tanah, sebagai akibat kompensasi dari

kekakuan (stiffness) yang

berhubungan erat dengan diameter dan panjang tiang.

2.7.2. Chin’s Method (1970)
Berdasarkan anggapan bahwa hanya tejadi deformasi geser dan bahwa kurva
beban dengan penurunan adalah berbentuk hiperbola, maka grafik ∆/Qva - ∆
merupakan garis lurus yang miring letaknya. Besarnya daya dukung ultimit
merupakan inverse slope dari garis tersebut yaitu ∆ dibagi ∆/Qva, perhatikan Gambar
2.19.

Gambar 2.19. Kurva interpretasi Chin Method (1970)

48

a. Gambar ∆/Qva terhadap ∆ adalah penurunan ∆/Qva dan merupakan beban
yang diterapkan.
b. Beban ultimit (Qv)ult = 1/C
c. Hubungan yang ditunjukan adalah kurva beban – penurunan mendekati
hiperbolis.

2.7.3. Metode Mazurkiewicz (1972)
Mazurkiewicz menjelaskan prosedur penentuan beban ultimate adalah
memplot kurva beban terhadap penurunan, lalu menarik garis dari beberapa titik
penurunan yang dipilih hingga memotong sumbu beban dan dari perpotongan setiap
beban tersebut, dibuat garis 45° terhadap garis perpotongan berikutnya dan
seterusnya. Menghubungkan titik yang terbentuk ini hingga menghasilkan sebuah
garis lurus, perpotongan garis lurus dengan sumbu beban merupakan beban
ultimitnya, seperti terlihat pada Gambar 2.20.

Gambar 2.20. Kurva interpretasi metode Mazurkiewicz

49

2.8.

Penurunan Elastis Tiang/Pile Settlement
Berikut ini akan dibahas tentang perhitungan penurunan elastis tiang tunggal

dan kelompok tiang.
2.8.1. Penurunan Elastis Tiang Tunggal/Single Pile
Pada waktu tiang dibebani, tiang akan mengalami pemendekan dan tanah di
sekitarnya akan mengalami penurunan. Beberapa metode hitungan penurunan telah
diusulkan mulai dari pengukuran penurunan tiang lewat uji pembebanan
vertikal/compressive loading test dan melalui perhitungan analitis, diantaranya:
metode Coyle dan Reese (1966) serta metode Poulos dan Davis (1980).

2.8.1.1. Metode Coyle Dan Reese
Menurut Coyle dan Reese (1966), penurunan elastis tiang tunggal dan
distribusi beban di sepanjang tiang dapat dihitung dengan menggunakan metode
transfer beban (Hardiyatmo, 2010).

2.8.1.2. Metode Poulos & Davis
Menurut Poulos dan Davis (1980), penurunan kepala tiang yang terletak
pada tanah homogen dengan modulus elastis dan rasio Poisson yang konstan dapat
dihitung dengan persamaan :
1. Untuk tiang apung/floating pile.
S =

(2.29)

I = I0RkRhRμ

(2.30)

50

2. Untuk tiang dukung ujung/end bearing.
S =
I = I0RkRbRμ
Dimana,

(2.31)

S = Penurunan untuk tiang tunggal/single pile (mm).
Q = Beban yang bekerja (ton).
I0 = Faktor pengaruh penurunan tiang tidak mudah mampat.
Rh = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada
tanah keras.
Rk = Faktor koreksi kemudahan mampatan tiang
Rb = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada
tanah keras.
Rμ = Faktor koreksi angka poisson μ .

2.8.2. Penurunan Elastis Kelompok Tiang/Pile Group
Beberapa tiang yang tergabung dalam kelompok tiang juga akan mengalami
penurunan elastis seperti halnya penurunan elastis pada tiang tunggal. Menurut
Skepton et al., (1953), penurunan kelompok tiang dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut (Hardiyatmo, 2011):

=

(

(

)

)

Sg = Penurunan kelompok tiang/pile group (m).
S

= Penurunan tiang tunggal/single pile (m).

B = Lebar kelompok tiang/pile group (m).

(2.32)

51

2.9.

Effisiensi Kelompok Tiang/Pile Group
Jika beberapa tiang bor digabungkan pada bagian pelat, yang disebut sungkup

tiang bor/pile cap menjadi satu kelompok, maka timbul effisiensi kelompok. Teori
dan hasil percobaan membuktikan bahwa di dalam hal gaya dukung kelompok tiang
geser pada lapisan tanah lempung tidak sama dengan gaya dukung tiang secara
individu dikalikan jumlah tiang dalam kelompok, melainkan akan lebih kecil. Reduksi
ini disebabkan karena adanya overlapping penyebaran tegangan di sekeliling tiang.
Berdasarkan effisiensi kelompok tiang/pile group, terdapat empat metode perhitungan
(Sardjono HS, 1988), yaitu:
1. Metode Feld
Metode ini berpendapat bahwa effisiensi tiang dipengaruhi oleh jumlah tiang
yang berada disekeliling tiang tersebut, semakin banyak tiang yang
mengelilingnya, maka effisiensi pada tiang tersebut akan semakin kecil,
seperti terlihat dalam Gambar 2.21.

Gambar 2.21. Effisiensi tiang A, tiang B dan tiang C
(Sumber: Sardjono HS, 1988)

52

Kelompok tiang pancang terdiri dari 24 tiang dengan susunan seperti terlihat
dalam Gambar 2.21. Tiang A, B dan C dipengaruhi oleh tiang-tiang berada
disekelilingnya, maka effisien kelompok tiang dapat dihitung sebagai
berikut,
Effisiensi tiang A

=1-

=

tiang

Effisiensi tiang B

=1-

=

tiang

Effisiensi tiang C

=1-

=

tiang

Sedangkan effisiensi dari kelompok tiang/pile group adalah:
8 buah tiang A

= 8 x Effisiensi tiang A = 8 x

=

tiang

12 buah tiang B

= 12 x Effisiensi tiang B =12 x

=

tiang

4 buah tiang C

= 4 x Effisiensi tiang C = 4 x

=

tiang

_________________________________________________________
Total Effisiensi dari kelompok tiang
Sehingga

diperoleh

=

tiang = 18,33 tiang

total effisiensi dari kelompok tiang/pile group yang

terdiri dari 24 tiang pancang dengan susunan seperti terlihat pada Gambar
2.21 adalah sebesar 18,33 tiang.

Dokumen yang terkait

Analisis Perhitungan Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Bor Tunggal Diameter 0,6 Meter Menggunakan Data Sondir, SPT, Uji Beban Statik, dan PDA pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

42 268 170

Analisis Daya Dukung Dan Penurunan Borepile Tunggal Dengan Menggunakan Model Tanah Mohr Coulomb Pada Proyek City Hall Town Square Medan

7 87 199

Analisa Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang pada Titik Bore Hole - 01 dengan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga (Studi Kasus : Hotel Medan Siantar Sinaksak – Pematang Siantar)

3 76 181

Analisis Daya Dukung Dan Penurunan Tiang Bor Tunggal Diameter 0,80 M Dengan Menggunakan Model Tanah Soft Soil Dan Mohr-Coulomb Pada Proyek Hotel Sapadia Medan

0 1 30

Analisis Daya Dukung Dan Penurunan Tiang Bor Tunggal Diameter 0,80 M Dengan Menggunakan Model Tanah Soft Soil Dan Mohr-Coulomb Pada Proyek Hotel Sapadia Medan

0 0 2

Analisis Daya Dukung Dan Penurunan Tiang Bor Tunggal Diameter 0,80 M Dengan Menggunakan Model Tanah Soft Soil Dan Mohr-Coulomb Pada Proyek Hotel Sapadia Medan

0 0 6

Analisis Daya Dukung Dan Penurunan Tiang Bor Tunggal Diameter 0,80 M Dengan Menggunakan Model Tanah Soft Soil Dan Mohr-Coulomb Pada Proyek Hotel Sapadia Medan

0 0 2

Analisis Daya Dukung Dan Penurunan Tiang Bor Tunggal Diameter 0,80 M Dengan Menggunakan Model Tanah Soft Soil Dan Mohr-Coulomb Pada Proyek Hotel Sapadia Medan

0 1 14

Analisis Perhitungan Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Bor Tunggal Diameter 0,6 Meter Menggunakan Data Sondir, SPT, Uji Beban Statik, dan PDA pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

1 2 45

ANALISIS PERHITUNGAN DAYA DUKUNG AKSIAL PONDASI TIANG BOR TUNGGAL DIAMETER 0,6 METER MENGGUNAKAN DATA SONDIR, SPT, UJI BEBAN STATIK, DAN PDA PADA PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL SAPADIA MEDAN

0 0 19