Analisis Perhitungan Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Bor Tunggal Diameter 0,6 Meter Menggunakan Data Sondir, SPT, Uji Beban Statik, dan PDA pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

(1)

ANALISIS PERHITUNGAN DAYA DUKUNG AKSIAL PONDASI

TIANG BOR TUNGGAL DIAMETER 0,6 METER

MENGGUNAKAN DATA SONDIR, SPT, UJI BEBAN STATIK,

DAN PDA PADA PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL SAPADIA

MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Sipil

Oleh:

TASLIM

100404004

BIDANG STUDI GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS PERHITUNGAN DAYA DUKUNG AKSIAL PONDASI TIANG BOR TUNGGAL DIAMETER 0,6 METER MENGGUNAKAN DATA SONDIR, SPT, UJI BEBAN STATIK, PDA DAN METODE ELEMEN HINGGA PADA PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL SAPADIA MEDAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menempuh Colloqium Doctum/ Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh : TASLIM

100404004

Pembimbing :

Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE NIP. 19510629 198411 1 001

Mengesahkan :

Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP : 19561224 198103 1 002

BIDANG STUDI GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

Penguji I

Ir. Rudi Iskandar, MT NIP. 19650325 199103 1 006

Penguji II

Ika Puji Hastuty, ST, MT NIP. 19770807 200812 2 002


(3)

ABSTRAK

Pondasi adalah bagian tak terpisahkan dari suatu konstrruksi yang berfungsi untuk meneruskan gaya-gaya maupun beban dari konstruksi ke lapisan tanah yang berada dibawah pondasi. tiang bor (bored pile) merupakan salah satu tipe pondasi yang dipergunakan untuk bangunan, apabila tanahnya tidak memiliki daya dukung untuk memikul berat bangunan. Tiang bor dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan dicor beton.

Adapun tujuan akhir dari studi ini adalah menghitung dan membandingkan daya dukung pondasi tiang bor (bored pile) dari data hasil sondir, spt,dan hasil uji pembebanan (loading test) dan PDA (Pile Driving Analyzer). Menghitung penurunan elastic yang terjadi pada tiang bor (bored pile) tunggal diamater 0,6 m dengan metode analitis dan metode elemen hingga menggunakan bantuan program Plaxis.Tahapan metode penelitian dengan cara studi literatur, pengumpulan data dalam hal ini diperoleh dari perusahaan jasa pemancangan dan melukakan analisa data.

Hasil perhitungan daya dukung aksial yang dilakukan memiliki banyak perbedaan. Baik dilihat dari metode perhitungan maupun titik yang ditinjau. Berdasarkan perhitungan daya dukung aksial tiang bor (bored pile) tunggal diameter 0,6 m menggunakan data SPT pada Titik BH-2 sebesar 458,56 ton. Untuk data Loading Test pada Titik 3BP 60-6A metode Chin 164,96 ton, metode Davisson 379,37 ton. Untuk data PDA pada Titik BP-H2 sebesar 299,31 ton. Penurunan elastis tiang bor (bored pile) tunggal diameter 0,6 m mengunakan data loading test (3BP60-6A) 18,33 mm < 25 mm (Aman) cara analitis sebesar 13,01 mm < 25 mm (Aman) menggunakan menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan program Plaxis 17,00 mm < 25 mm (Aman).


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan tepat waktu.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang studi geoteknik Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul:

“AσALISIS PERHITUσGAσ DAYA DUKUσG AKSIAL PτσDASI TIAσG BτR

TUNGGAL DIAMETER O,6 METER MENGGUNAKAN DATA SONDIR, SPT, UJI BEBAN STATIK, PDA PADA PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL

SAPADIA MEDAσ”

Saya menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu:

1. Terutama kepada kedua orang tua saya, Ayahanda Rojali Lubis dan Ibunda Nursyam Siagian dan Unde Nurhana Siagian yang telah membesarkan dan menyayangi saya sepenuh hati serta memberikan dukungan yang besar baik moral maupun material.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE. Selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu,


(5)

tenaga dan pikiran dalam membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT. dan Ibu Ika Puji Hastuty, ST, MT., sabagai Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Syahrizal, MT, sebagai Seketaris Departeman Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak dan Ibu pengajar dan seluruh staf pegawai Departeman Teknik Fakultas Teknik Universitas Sumetera Utara.

7. Buat Abangda Syariban Lubis, SH. yang telah memotivasi saya untuk terus semangat menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Bapak Ir. Subur Panjaitan, MT, yang telah menganjurkan saya untuk masuk jurusan teknik sipil.

9. Bang Joseph Admika Ginting, S.T dan Bang Ir. Koresj Sirait yang memberikan bantuan dan ide dalam pengerjaan tugas akhir saya ini.

10.Sahabat terdekat saya Muhammad Wihardi, Muhammad Arif Nugraha, Kaka Riad Chofif, Derry Wiliyanda Nasution, Harianti Wira Pratama, Prisquilla, Essy Santaria Ginting, Yudha, Andry Febriansyah Siregar, Luthfi Pratama, Fildia Usma Yusuf, Maulana Rizqi, Dwi Puspa Mora Hutabarat, Cut Dara Daskirah, Naurah Nazifa, Mudrikah, Trikumalasari Evi Sumantri dan seluruh teman seperjuangan angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya.


(6)

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata saya mengucapkan terimakasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Juni 2015

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi ... v

Daftar Gambar ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Notasi ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Manfaat Penelitian ... 2

1.4. Perumusan Masalah ... 2

1.5. Batasan Masalah ... 3

1.6. Metode Pengumpulan Data ... 3

1.7. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1.Pengertian Umum ... 5

2.2. Penetrometer Statis (Static Penetrometer) ... 8

2.3. Penetrometer dinamis (Dynamic penetrometer) ... 13


(8)

2.4.1. Metode Konstruksi Mutakhir ... 19

2.4.2. Pemakaian Pilar/Tiang yang DiBor ... 25

2.4.3. Proses Pembuatan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) ... 26

2.5. Daya Dukung Aksial Tiang Bor (Bored Pile) ... 32

2.5.1. Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile) dari Hasil Sondir ... 33

2.5.2. Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile) dari Hasil SPT ... 34

2.5.3. Uji Pembebanan (Loading Test) Statik... 36

2.5.4. Metode Pembebanan... 41

2.5.5. Interpretasi Hasil Uji Pembebanan Statik ... 44

2.5.6. Pengujian Tiang dengan Metode Pile Dynamic Analyzer (PDA)... 47

2.6. Metode Elemen Hingga ... 51

2.7. Plaxis... 51

2.8. Teori Mohr Coulumb ... 58

2.8.1.Persamaan Lingkaran Mohr ... 59

2.9. Parameter Tanah ... 59

2.9.1. Modulus Young (E) ... 59

2.λ.2. Poisson’sRatio ( ') ... 61

2.9.3. Berat Jenis Tanah Kering (γdry) ... 62

2.9.4. Berat Jenis Tanah Jenuh (γsat) ... 62

2.9.5. Sudut Geser Dalam (ø) ... 62

2.9.6. Kohesi (c) ... 62


(9)

2.9.8. Permeabiltas (K) ... 63

2.10. Parameter Tiang Bor (Bored Pile) ... 64

2.11. Penurunan Tiang Tunggal ... 64

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 69

3.1. Data Umum Proyek ... 69

3.2. Data Teknis Tiang Bor (Bored Pile) ... 70

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 70

3.4. Tahap Penelitian ... 70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 73

4.1. Pendahuluan ... 73

4.2. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile) Berdasarkan Data Sondir... 73

4.3. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile) Berdasarkan Data SPT ... 76

4.4. Menghitung Daya Dukung Aksial Tiang Bor (Bored Pile) dari Data Loading Test ... 79

4.5.Daya Dukung Aksial Tiang Bor (Bored Pile) dari Hasil PDA (Pile Driving Analyzer) ... 84

4.6. Penurunan Elastis pada Tiang Bor (Bored Pile) Tunggal ... 85

4.7. Perhitungan dengan Metode Elemen Hingga Menggunakan Program Plaxis ... 89


(10)

4.8. Proses Pemodelan pada Program Plaxis ... 91

4.9. Diskusi ... 95

4.9.1.Evaluasi Hasil Perhitungan Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile) ... 95

4.9.2. Evaluasi Hasil Perhitungan Penurunan Elastis Pada Tiang Bor (Bored Pile) Tunggal Diameter 0,6 m ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

5.1. Kesimpulan ... 97

5.2. Saran ... 99

Daftar Pustaka... 100


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

2.1 Kurva percobaan sondir (Soedarmo, 1993). 12

2.2 Alat sondir dengan konus biasa (Soedarmo, 1993). 12 2.3 Alat sondir dengan bikonus (Soedarmo, 1993). 13 2.4 Alat percobaan penetrasi standar (Soedarmo, 1993). 14 2.5 Konfigurasi pilar bor biasa (Bowles, 1998). 19 2.6 Metode – metode awal konstruksi Kaison (Bowles, 1998). 20 2.7 Metode kering konstruksi pilar yang dibor (Bowles, 1998). 22 2.8 Metode acuan pilar yang dibor (Bowles, 1998). 23 2.9 Metode adonan untuk konstruksi pilar yang dibor (Bowles, 1998). 24

2.10 Mata bor. 27

2.11 Pemasangan casing. 27

2.12 Pengecekan tanah manual. 28

2.13 Pemasangan tulangan. 28

2.14 Penyambungan tulangan jika perlu. 29

2.15 Tulangan setelah dipasang. 29

2.16 Penempatan pipa tremie. 30

2.17 Corong. 30

2.18 Ready Mix. 31


(12)

2.20 Proses pengecoran. 32 2.21 Daya dukung ujung batas tiang bor pada tanah pasiran

(Reese & Wright, 1997). 35

2.22 Tahanan selimut selimut tiang bor pada tanah pasiran

(Reese & Wright, 1997) 36

2.23 Pengujian dengan sistem kentledge (Coduto,2001). 40 2.24 Pengujian dengan tiang jangkar (Tomlinson,1980) 41 2.25 Contoh hasil uji pembebanan statik aksial tekan (Tomlinson, 2001) 43 2.26 Grafik hubungan beban dengan penurunan menurut metode Chin. 45 2.27 Interpretasi daya dukung ultimit dengan metode Davisson. 47

2.28 PDA instrumen dan aksesoris pendukung. 49

2.29 Pemasangan Strain Transducer dan Accelerometer. 50 2.30 Titik nodal dan titik tegangan (Manual Plaxis). 53 2.31 Kontrol halaman (page control) dan lembar tab (tab sheet)

(Manual Plaxis). 54

2.32 Pengaturan global lembar tab proyek (Manual Plaxis). 55 2.33 Pengaturan global lembar tab dimensi. (Manual Plaxis). 56 2.34 Jendela utama dari program masukan (Manual Plaxis). 56

2.35 Toollbar (Manual Plaxis). 58

2.36 Grafik lingkaran Mohr (Manual Plaxis). 59

2.37 Faktor penurunan I0 (Poulus dan Davis, 1980). 66

2.38 Faktor penurunan Rµ (Poulus dan Davis, 1980). 66


(13)

2.40 Faktor Penurunan Rh (Poulus dan Davis, 1980). 67

2.41 Faktor Penurunan Rb(Poulus dan Davis, 1980). 68

3.1 Bagan alir penelitian 72

4.1 Grafik hubungan antara beban dan penurunan pada tiang bor

(bored pile). 82

4.2 Grafik Interpretasi metode Chin FK. 84

4.3 Grafik Interpretasi metode Davisson. 94


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

2.1 Harga – harga Empiris ϕ dan Dr Pasir dan Lumpur Kasar

Berdasarkan Sondir. 13

2.2 Hubungan Dr, ϕ dan N dari pasir (Peck, Meyerhoff). 15 2.3 Hubungan Dr, ϕ dan N dari pasir (Terzaghi). 15 2.4 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N. 16 2.5 Hubungan antara angka penetrasi standar dengan sudut geser

dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir. 17 2.6 Hubungan antara N dengan berat isi tanah. 18 2.7 Korelasi N-SPT dengan Modulus Elastisitas pada tanah lempung

(Randolph,1978). 60

2.8 Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah pasir 61 2.9 Hubungan Jenis Tanah, konsistensi dan Poisson ratio ( ). 61

2.10 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah. 64

4.1 Perhitungan Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile) Menggunakan

Data SPT (BH-2). 75

4.2 Perhitungan Daya Dukung Ultimit dan Daya Dukung Ijin Tiang

Bor pada Titik Sondir S-2 dengan Metode Meyerhof. 78 4.3 Load Displacement Data, Axial Load Test. 81 4.4 Tabel data-data yang diperlukan dalam pembuatan Grafik Chin. 82


(15)

4.5 Hasil Analisis Program CAPWAP. 84 4.6 Hasil perhitungan penurunan elastis tiang bor (bored pile)

tunggal diameter 0,6 m. 88

4.7 Input Parameter Tanah untuk Program Plaxis pada Lokasi BH-2 89

4.8 Data Tiang Bor pada Bore Hole 2. 91

4.9 Penurunan Tiang Bor Menggunakan Program Plaxis pada

Bore Hole 2 94

4.10 Daya Dukung Menurut Metode Meyerhof Menggunakan

Data Sondir. 95

4.11 Daya Dukung Menurut Metode Meyerhof Menggunakan Data SPT. 95 4.12 Daya Dukung Berdasarkan Hasil data Loading Test. 95 4.13 Daya Dukung Berdasarkan Hasil PDA (Pile Driving Analizer) 95 4.14 Penurunan Elastis yang Terjadi Pada Tiang Bor (Bored Pile)

Tunggal Diameter 0,6 m. 96

5.1 Daya Dukung Ultimit Menggunakan Data Sondir. 97 5.2 Penurunan Tiang Bor Tunggal (Bored Pile) Diameter 0,6 m. 98


(16)

DAFTAR NOTASI

A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm) A = Total luas efektif penampang piston (cm2) A = Luas penampang kolom/tiang (cm2) Ab = Luas penampang ujung tiang (cm2) A

p = Luas penampang ujung tiang (cm 2

) As = Luas penampang selimut tiang (cm2) B = Diameter atau sisi tiang (m)

Cp = Koefisien empiris

c = Kohesi tanah (kg/cm2) cu = Kohesi Undrained (kN/m2) D = Diameter tiang

Eg = Efisiensi kelompok tiang

Ep = Modulus elastisitas tiang (ton/m2) Es = Modulus Young tanah

FK = Faktor Keamanan

fs = Tahanan gesek dinding tiang (Kg/cm2) h = Tinggi jatuh

H = Gaya Horizontal yang bekerja (ton) HL = Hambatan Lekat


(17)

Hu = Gaya lateral ultimit I = Momen Inersia

Ip = Momen inersia tiang (m4) Iwp = Faktor pengaruh

Iws = Faktor pengaruh

i = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m) i

min = Jari-jari inersia batang/tiang

JHL = Tahanan geser total sepanjang tiang (Kg/m)

JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2) K = Keliling tiang (cm)

ks = Modulus subgrade tanah dalam arah horizontal (ton/m3)

L = Panjang batang/tiang Li = Panjang lapisan tanah (m) l

k = Panjang tekuk (panjang batang/tiang yang mengalami perlengkungan)

M = Momen yang bekerja di kepala tiang m = Jumlah baris tiang

Mu = Momen ultimit dari penampang tiang N 1 = Harga Rata-rata dari Dasar ke 10D ke atas N

2 = Harga Rata-rata dari Dasar ke 4D ke bawah

n = Jumlah tiang pancang

n’ = Jumlah tiang dalam satu baris P = Bacaan manometer (Kg/cm 2)


(18)

P1 = Beban yang diterima satu tiang pancang (ton)

PK = Perlawanan penetrari konus, qc (Kg/cm2) P = Keliling tiang (m)

Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan ( ton) Qa = Beban maksimum tiang tunggal

Qb = Tahanan ujung ultimit tiang (kg)

Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan Qijin = Kapasitas daya dukung ijin tiang (kg)

Q

p = Tahanan Ujung Ultimate (kN)

Qs = Tahanan gesek ultimit dinding tiang (kg/cm 2) Qult = Kapasitas daya dukung maksimal/akhir (kg) qwp = Beban titik persatuan luas ujung tiang

R = Faktor kekakuan S = Penurunan total

s1 = Penurunan batang tiang

s2 = Penurunan tiang akibat beban titik ujung tiang

s3 = Penurunan tiang akibat beban yang tersalur sepanjang batang

s = Jarak masing- masing antar tiang se = Penurunan elastik tiang tunggal

Su = Kuat geser tak terdrainase dari tanah kohesif T = Faktor kekakuan


(19)

x = Kedalaman yang ditinjau (m)

Xi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat kelompok arah x (m) yi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat kelompok arah y (m) z = Kedalaman titik yang ditinjau

ΣV = Jumlah beban vertikal (ton)

Σx2 = Jumlah kuadrat tiang pancang arah x (m2) Σy2 = Jumlah kuadrat tiang pancang arah y (m2) qc = Tahanan konus pada ujung tiang (kg/cm 2)

α = Koefisien Adhesi antara Tanah dan Tiang Ø = Sudut geser tanah (kg/cm2)

s = Nisbah Poisson tanah

ξ = Koefisien dari skin friction

= Kekuatan geser tanah (kg/cm2)

= Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2) = Tegangan dasar

ω = Faktor tekuk (tergantung pada kelangsingan ( ))

= Angka kelangsingan


(20)

ABSTRAK

Pondasi adalah bagian tak terpisahkan dari suatu konstrruksi yang berfungsi untuk meneruskan gaya-gaya maupun beban dari konstruksi ke lapisan tanah yang berada dibawah pondasi. tiang bor (bored pile) merupakan salah satu tipe pondasi yang dipergunakan untuk bangunan, apabila tanahnya tidak memiliki daya dukung untuk memikul berat bangunan. Tiang bor dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan dicor beton.

Adapun tujuan akhir dari studi ini adalah menghitung dan membandingkan daya dukung pondasi tiang bor (bored pile) dari data hasil sondir, spt,dan hasil uji pembebanan (loading test) dan PDA (Pile Driving Analyzer). Menghitung penurunan elastic yang terjadi pada tiang bor (bored pile) tunggal diamater 0,6 m dengan metode analitis dan metode elemen hingga menggunakan bantuan program Plaxis.Tahapan metode penelitian dengan cara studi literatur, pengumpulan data dalam hal ini diperoleh dari perusahaan jasa pemancangan dan melukakan analisa data.

Hasil perhitungan daya dukung aksial yang dilakukan memiliki banyak perbedaan. Baik dilihat dari metode perhitungan maupun titik yang ditinjau. Berdasarkan perhitungan daya dukung aksial tiang bor (bored pile) tunggal diameter 0,6 m menggunakan data SPT pada Titik BH-2 sebesar 458,56 ton. Untuk data Loading Test pada Titik 3BP 60-6A metode Chin 164,96 ton, metode Davisson 379,37 ton. Untuk data PDA pada Titik BP-H2 sebesar 299,31 ton. Penurunan elastis tiang bor (bored pile) tunggal diameter 0,6 m mengunakan data loading test (3BP60-6A) 18,33 mm < 25 mm (Aman) cara analitis sebesar 13,01 mm < 25 mm (Aman) menggunakan menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan program Plaxis 17,00 mm < 25 mm (Aman).


(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pondasi adalah bagian tak terpisahkan dari suatu konstrruksi yang berfungsi untuk meneruskan gaya-gaya maupun beban dari konstruksi ke lapisan tanah yang berada dibawah pondasi. Suatu perencanaan pondasi dikatakan benar apabila beban yang diteruskan oleh pondasi ke tanah tidak melampaui kekuatan tanah yang bersangkutan. Apabila kekuatan tanah dilampaui, maka penurunan yang berlebihan atau keruntuhan tanah akan terjadi, kedua hal tersebut akan menyebabkan kerusakan konstruksi yang berada pada pondasi tersebut (Das, 1995). Berdasarkan kedalamannya, pondasi dibagi menjadi dua yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dalam digunakan jika lapisan tanah keras atau batuan berada pada posisi yang dalam. Jenis pondasi dalam secara garis besar ada 2 (dua) yaitu pondasi tiang pancang dan pondasi bored pile (Bowless, 1997).

Pada proyek Hotel Sapadia Medan ini jenis pondasi yang digunakan adalah pondasi bored pile. Kekuatan daya dukung pondasi bored pile diperoleh dari daya dukung ujung (end bearing capacity) dan daya dukung geser (friction bearing capacity). Pondasi bore pile ini dibuat dengan cara memasukkan batang pipa kedalam tanah dan kemudian diisi dengan beton. Pipa tersebut dapat ditinggalkan didalam tanah atau ditarik keluar selama proses pengecoran berlangsung.


(22)

Adapun metode yang digunakan diantaranya metode Meyerhof dengan menggunakan data Sondir, Uji Beban Statik (Loading Test), PDA (Pile Driving Analyzer) serta SPT (Standard Penetration Test).

Nilai daya dukung dari masing-masing metode ini pada umumnya sering berbeda. Oleh sebab itu, penulis merasa perlu untuk melakukan analisa untuk mendapatkan nilai perbandingan daya dukung pondasi tiang bor (bored pile) tunggal diameter 0,6 m pada Proyek Hotel Sapadia.

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan akhir yang diharapakan oleh penulis adalah :

1. Menghitung dan membandingkan daya dukung pondasi tiang bor (bored pile) dari data hasil sondir, SPT, dan hasil uji pembebanan statik (loading test) dan PDA (Pile Driving Analyzer).

2. Menghitung penurunan elastis yang terjadi pada tiang bor (bored pile) tunggal diamater 0,6 meter dengan metode analitis dan metode elemen hingga menggunakan bantuan Program Plaxis menggunakan pemodelan tanah Mohr Coulumb.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk: 1. Mahasiswa yang akan membahas hal yang sama.

2. Pihak - pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang dibahas dalam laporan Tugas Akhir.


(23)

1.4. Perumusan Masalah

1. Menganalisa daya dukung pondasi bored pile Ø 600 mm menggunakan data Sondir, Spt, Uji beban statik (Loading test), PDA (Pile Driving Analyzer). 2. Bagaimana penurunan elastic yang terjadi pada pondasi tiang bor (bored pile)

tunggal diameter 0,6 m dengan metode analitis dan metode elemen hingga menggunakan bantuan Program Plaxis.

1.5. Batasan Masalah

1. Yang ditinjau hanya pondasi tiang bor tegak lurus. 2. Mengabaikan perhitungan beban kerja pada pondasi. 3. Tidak mengitung gaya horizontal.

1.6. Metode Pengumpulan Data 1. Studi Literatur

Mengumpulkan bahan bacaan dalam bentuk buku maupun jurnal ilmiah yang berhubungan dengan Tugas Akhir ini

2. Pengumpulan Data

Subjek pada penulisa Tugas Akhir ini adalah Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan. Data yang diperlukan untuk penulisan Tugas Akhir ini didapatkan dari PT. PERINTIS PONDASI TEKNOTAMA selaku pelaksana pemancangan pada proyek tersebut. Adapun data-data yang dibutuhkan adalah data sondir, data hasil uji pembebanan statik (loading test), PDA ( Pile Driving Analyzer ), SPT (Standard Penetration Test).


(24)

3. Analisa Data

Melakukan pengolahan data dan melakukan analisa terhadap kasus dengan teori-teori yang dikumpulkan pada studi literatur.

.

1.7. Sistematika Penulisan

Rencana sistematika penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari 5 ( lima ) bab, yang diuraikan sebagai berikut :

Bab I: Pendahuluan

Berisi latar belakang penulisan, tujuan, manfaat, perumusan masalah, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.

Bab II: Tinjau Pustaka

Berisi dasar teori, rumus, dan segala sesuatu yang digunakan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini, yang diperoleh dari buku literatur, tulisan ilmiah, website / search engine, dan hasil penulisan sebelumnya.

Bab III: Metodologi

Berisi metodologi penulisan Tugas Akhir berupa pengumpulan data dan metode analisa.

Bab IV: Analisa dan Perhitungan

Berisi perhitungan kapasitas daya dukung aksial tiang bor (bored pile) tunggal diameter 0,6 m dengan mengolah data-data yang diperoleh.

Bab V: Kesimpulan dan Saran

Berisi kesimpulan dari hasil analisa dan saran berdasarkan kajian yang telah dikumpulkan pada Tugas Akhir ini.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Umum

Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, terowongan, menara, tanggul dan sebagainya harus memiliki pondasi untuk dapat mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefenisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasanya (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu peran pondasi untuk menopang bangunan di atasnya harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri,beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti angin, gempa bumi dan lain sebagainya. Disamping itu, tidak diizinkan terjadi penurunan melibihi batas yang diijinkan. Adapun fungsi pokok dari pondasi ini adalah melanjutkan beban yang bekerja pada bangunan tersebut ke lapisan tanah yang berada di bawah pondasi. Pondasi ialah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban yang di topang oleh pondasi dan beratnya sendiri kepada dan kedalam tanah dan batuan yang terletak dibawahnya (Bowles, 1997).

Istilah struktur atas umumnya dipakai untuk menjelaskan bagian sistem yang direkayasa yang membawa beban kepada pondasi atau struktur bawah. Istilah struktur atas mempunyai arti khusus untuk bangunan-bangunan dan jembatan-jembatan; akan tetapi, pondasi tersebut juga hanya menopang mesin-mesin, mendukung peralatan industrial (pipa, menara, tangki), bertindak sebagai alas untuk iklan, dan sejenisnya.


(26)

Dalam menentukan perencanaan pondasi suatu bangunan ada dua hal yang harus diperhatikan pada tanah bagian bawah pondasi, yaitu:

1. Daya dukung pondasi yang direncanakan harus lebih besar daripada beban yang bekerja pada pondasi tersebut baik beban statik maupun beban dinamiknya.

2. Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak boleh melebihi penurunan yang diijinkan.

Pondasi dibedakan atas dua jenis, yaitu pondasi dangkal (shallow foundation), dan pondasi dalam (deep foundation). Pondasi dangkal digunakan apabila lapisan tanah keras terletak tidak jauh dari permukaan tanahnya. Pondasi dangkal didesain dengan kedalaman lebih kecil atau sama dengan lebar dari pondasi tersebut

. Sedangkan pondasi dalam digunakan apabila lapisan tanah kerasnya terletak jauh dari permukaan tanah. Pondasi dalam didesain dengan kedalaman lebih besar atau sama dengan lebar dari pondasi tersebut (Das, 1995).

Untuk memilih pondasi yang memadai, perlu diperhatikan apakah pondasi itu memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya. Bila keadaan tersebut dipertimbangkan dalam menentukan macam pondasi, hal-hal berikut ini perlu dipertimbangkan.

1) Keadaan tanah pondasi


(27)

3) Batasan-batasan dari sekelilingnya 4) Waktu dan biaya pekerjaan.

Berikut ini diuraikan jenis-jenis pondasi yang sesuai dengan keadaan tanah pondasi yang bersangkutan.

a) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada permukaan tanah atau 2 – 3 meter di bawah permukaan tanah. Dalam hal ini pondasinya adalah pondasi telapak (spread foundation).

b) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 10 meter di bawah permukaan tanah. Dalam hal ini dipakai pondasi tiang atau pondasi tiang apung (floating pile foundation) untuk memperbaiki tanah pondasi. c) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 20 meter di

bawah permukaan tanah. Dalam hal ini, tergantung dari penurunan (settlement) yang diizinkan dapat dipakai pondasi Kaison terbuka, apabila tidak terjadi penurunan, biasanya dipakai pondasi tiang pancang (pile driven foundation). Tetapi bila terdapat batu besar (cobble stones) pada lapisan antar, pemakaian Kaison lebih menguntungkan.

d) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 30 meter di bawah permukaan tanah. Biasanya dipakai Kaison terbuka, tiang baja atau tiang yang dicor di tempat. Tetapi apabila tekanan atmosfir yang bekerja ternyata kurang dari 3 kg/cm2 digunakan juga Kaison tekanan.


(28)

e) Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman lebih dari 40 meter di bawah permukaan tanah. Dalam hal ini, yang paling baik adalah tiang baja dan tiang beton yang dicor di tempat.

Haruslah diamati pula kondisi beban (besar, penyebaran, arah dan lain-lain), sifat dinamis bangunan atas (statis tertentu atau statis tak tentu, kekakuan dan sebagainya), kegunaan dan kepentingan bangunan atas, kesulitan pemeliharaan dan bahan-bahan untuk bangunan. Misalnya penurunan pondasi jenis pondasi yang akan dipakai tergantung kepada, apakah sifat bangunan itu mengizinkan atau tidak, terjadinya penurunan pondasi. Apabila jenis struktur bangunan diatasnya telah ditetapkan, maka sulit sekali memilih pondasi yang ekonomis. Misalnya, suatu jembatan direncanakan sebagai balok menerus, bila penurunan pondasi tidak boleh terjadi, seringkali biaya pembuatan pondasi menjadi amat tinggi, tergantung pada macam pondasi. Sebaliknya, bila bangunan atas dianggap sebagai balok sederhana dan penurunan diizinkan pada pondasi maka biaya pengerjaan biaya bangunan atas meningkat, walaupun biaya pengerjaan pondasi menjadi lebih kecil. Secara keseluruhan, jembatan menjadi lebih ekonomis. Agar diperoleh perencanaan yang ekonomis dan rasionil, maka perlu diadakan pengamatan menyeluruh terhadap pengerjaan bangunan atas dan pondasi seperti disebutkan diatas (Sosrodarsono, 2000).

2.2.Penetrometer Statis (Static Penetrometer)

Penetrometer statis di Indonesia dikenal dengan sebutan sebuah alat sondir Belanda (Dutch penetrometer atau Dutch deepsounding apparatus) atau disebut juga


(29)

percobaan penetrasi kerucut (Cone Penetration Test = CPT). Penetrometer ini dipakai secara luas di Indonesia. Ada dua macam alat sondir yang umum digunakan (Soedarmo, 1993).

1) Sondir ringan dengan kapasitas = 2,50 ton 2) Sondir berat dengan kapasitas = 10 ton

Pemeriksaan /Penyelidikan Tanah dengan Alat Sondir  Tujuan :

Untuk menentukan lapisan-lapisan tanah berdasarkan tahanan ujung konus dan daya lekat tanah setiap kedalaman pada alat sondir.

 Alat-alat yang digunakan :

1) Mata sondir, sebuah alat khusus yang dapat melakukan penetrasi ke dalam tanah (konus biasa/ tunggal dan konus ganda/bikonus). Untuk bikonus yang biasa digunakan Dutch Cone Penetrometer jenis Begemann dengan kapsitas maksimum 250 kg/cm2.

2) Perlengkapan-perlengkapan lain :

- 4 buah baja kanal dan jangkar/angker

- 2 buah manometer dengan kapasitas masing-masing Sondir ringan : 0 sampai 50 kg/cm2

0 sampai 250 kg/cm2 Sondir berat : 0 sampai 59 kg/cm2 dan

0 sampai 600 kg/cm2 - 2 buah kunci Inggris (kunci pas)


(30)

- Linggis (alat penggali lain) - Rol meter dan waterpass

- Tangki/stang pemutar angker dan lain-lain.  Persiapan

a) Semua alat diperiksa, dibersihkan, kemudian dibawa kelapangan tempat penyelidikan.

b) Angker dipasang pada jarak ± 1,00 meter.

c) Alat sondir dipasang pada kedua angker dan dipasang baja kanal sedemikian rupa, sehingga alat sondir berdiri tegak lurus pada tanah dan dilem dengan angker.

d) Kamar instalasi diberi oli, untuk menekan pegas dan manometer. e) Pipa yang berisi castor oli diperiksa apakah berisi udara atau tidak.  Pelaksanaan

1. Pasang konus atau bikonus, sesuai kebutuhan pada ujung alat penyambungnya dan dijepitkan pada kamar instalasi.

2. Tekan pipa untuk memasukkan konus atau bikonus sampai kedalaman 20 cm.

3. Penekanan batang :

- Apabila digunakan konus biasa, maka pembacaan manometer hanya dilakukan pada perlawanan penetrasi konus (ppk atau � )

- Apabila digunakan bikonus, maka penetrasi ini pertama-tama menggerakkan ujung konus ke bawah sedalam = 4 cm dan


(31)

bacalah manometer sebagai perlawanan penetrasi konus (ppk). Penekanan selanjutnya terhadap konus dan selubung (mantel) ke bawah sedalam = 8 cm, bacalah manometer sebagai hasil jumlah perlawanan (jp) yaitu perlawanan penetrasi konus (ppk) dan hambatan lekat atau cleef (c).

4. Tekanlah pipa bersama batang sampai kedalaman berikutnya yang akan diukur. Pembacaan dilakukan pada setiap penekanan pipa sedalam = 20 cm.

5. Pekerjaan sondir dihentikan apabila :

- Pembacaan pada manometer tiga kali berturut-turut menunjukkan harga > 150 kg/cm2 dan sondir ringan sudah mencapai kedalaman 30 meter.

- Alat sondir terangkat keatas, sedangkan pembacaan manometer belum menunjukkan angka yang maksimum, maka alat sondir perlu diberi pemberat yang diletakkan pada baja kanal/angker.  Analisis prhitungan

Hambatan lekat :

HL = (JP – PK ) ...(2.1) Dalam hal ini :

JP = Jumlah Perlawanan

PK = Perlawanan Penetrasi Konus = faktor koreksi/kalibrasi alat


(32)

=

A = tahapan pembacaan 20 cm2

B = = cm

cm = 10 Jumlah hambatan lekat :

JHLi = Ʃ HL...(2.2)

i = kedalaman lapisan tanah yang ditinjau.

Hasil – hasil perhitungan ini digambarkan dalam kertas grafik/kurva yang telah tersedia.


(33)

Gambar 2.3. Alat sondir dengan bikonus (Soedarmo, 1993)

Tabel 2.1. Harga – harga Empiris ϕ dan Dr Pasir dan Lumpur Kasar Berdasarkan Sondir

Penetrasi konus PK = qc

(kg/cm2)

Densitas relatif Dr (%)

Sudut geser dalam (°)

20 - 25 – 30

20 – 40 20 – 40 30 – 35

40 – 120 40 – 60 35 – 40

120 – 200 60 – 80 40 – 45

>200 >80 >45

(Soedarmo, 1993)

2.3. Penetrometer dinamis (Dynamic penetrometer)

Penetrometer dinamis yang percobaannya disebut percobaan penetrasi standar (standard penetration test) berasal dari Amerika Serikat. Cara melakukan percobaan tabung sendok pemisah (split spoon sampler) dimasukkan kedalam tanah pada dasar lubang bor dengan memakai suatu beban penumbuk dengan berat 140 lb (63 kg) yang dijatuhkan dari ketinggian 30 in ( 75 cm). Setelah sendok pemisah ini masuk kedalam


(34)

tanah sedalam 6 in (15 cm) jumlah pukulan ditentukan untuk memasukkannya kedalam sedalam 12 in (30cm) berikutnya. Jumlah pukulan ini disebut nilai N (N value) atau Number of blows, dengan satuan pukulan/kaki (blows per foot). Setelah percobaan selesai, sendok pemisah dikeluarkan dari lubang bor dan dibuka untuk mengambil tanah yang ada didalamnya. Tanah ini dapat digunakan untuk percobaan kadar air, batas-batas Atterberg dan analisis pembagian butir. Hasil percobaan penetrasi standar ini hanya sebagai perkiraan yang kasar saja karena bukan merupakan nilai-nilai yang teliti. Nilai N yang diperoleh dari percobaan penetrasi standar dapat dihubungkan dengan beberapa sifat lain yang bersangkutan secara empiris, demikaian juga halnya dengan percobaan sondir (Soemarno, 1993)

Gambar 2.4. Alat percobaan penetrasi standar (Soedarmo, 1993)

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kekuatan tanah pada setiap lapisan tanah. Diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah (ϕ) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N), dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini:


(35)

Tabel 2.2. Hubungan Dr, ϕ dan N dari pasir (Peck, Meyerhoff)

Nilai N Kepadatan Relatif (Dr)

Sudut Geser Dalam Menurut

Peck

Menurut Meyerhoff 0-4 0,0-0,2 Sangat lepas <28,5 <30

4-10 0,2-0,4 Lepas 28,5-30 30-35

10-30 0,4-0,6 Sedang 30-36 35-40

30-50 0,6-0,8 Padat 36-41 40-45

> 50 0,8-1,0 Sangat padat > 41 > 45

(Sosrodarsono, 2000)

Tabel 2.3. Hubungan Dr, ϕ dan N dari pasir (Terzaghi) Relative Density (Dr) N

Very Soft / Sangat Lunak < 2

Soft / Lunak 2 - 4

Medium / Kenyal 4 – 8

Stiff / Sangat Kenyal 8 – 15

Hard / Keras 15 - 30

Padat > 30

(Sosrodarsono, 2000)

SPT pada tanah kohesif berbutir halus atau tanah dengan permeabilitas rendah,mempengaruhi perlawanan penetrasi, memberikan harga SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah permeabilitas tinggi untuk kepadatan sama. Mungkin terjadi bila jumlah tumbukan N>15, maka koreksi Terzaghi & Peck (1948) menghasilkan harga N, merupakan jumlah tumbukan yang terjadi:

� = � + �+ ...(2.3)


(36)

Tabel 2.4. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N Klasifikasi Hal-hal yang perlu diperhatikan dan

dipertimbangkan

Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal (kedalaman permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak (ketebalan lapisan yang mengalami konsolidasi atau penurunan), kondisi drainase dan

lain-lain Hal yang perlu

dipertimbangkan secara menyeluruh dari

hasil-hasil sebelumnya

Tanah pasir (Tidak kohesif)

Berat isi, sudut geser dalam, ketahanan terhadap

penurunan dan daya dukung tanah Hal-hal yang perlu

diperhatikan langsung Tanah lempung (Kohesif)

Keteguhan, kohesi, daya dukung dan ketahanan terhadap

hancur (Sosrodarsono,2000) Melalui SPT, angka N dari suatu stratigrafi (sistem pelapisan tanah di lokasi) dapat diketahui (N SPT > 50 : tanah pasir & N SPT > 30: tanah lempung), dan dari angka itu didapat karekteristik suatu lapisan tanah pada Tabel 2.4 di atas.

Walaupun hasil penyelidikan sondir telah diperoleh, masih diperlukan pengetahuan tentang tanah lebih teliti, penyelidikan tanah dilengakapi dengan pengambilan contoh tanah (untuk menentukan sifat fisis dan mekanis lapisan tanah melalui uji laboratorium). Pengambilan contoh tanah ada dua macam yaitu tidak terganggu (undisturbed sample), contoh tanah asli dan tanah terganggu (disturbed sample). Boring untuk mengetahui kedalaman muka air tanah (ground water level) di lapangan dan memperoleh stratigrafi.

N dari SPT untuk menghitung daya dukung tanah, dimana tergantung pada kuat geser tanah. Rumus kuat geser tanah diuraikan oleh Coulumb, yaitu:


(37)

� = + � tan ∅...(2.4) dimana :

= kekuatan geser tanah (kg/cm2)

c = kohesi tanah (kg/cm2)

= tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm2)

ϕ = sudut geser tanah (°).

Harga sudut geser dari tanah tidak kohesif (pasiran); dipakai rumus Dunham (1962):

 Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar : ∅ = √ � + ...(2.5) ∅ = √ � + ...(2.6)  Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya :

∅ = , � + ...(2.7) Hubungan penetrasi standar dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, dilihat pada Tabel 2.5 dibawah ini.

Tabel 2.5. Hubungan antara angka penetrasi standar dengan sudut geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir

Angka penetrasi standar, N

Kepadatan Relatif, Dr (%)

Sudut geser dalam ϕ (°)

0 – 5 0 – 5 26 – 30

5 – 10 5 – 30 28 – 35

10 – 30 30 – 60 35 – 42

30 – 50 60 – 65 38 - 46


(38)

Hubungan harga N dengan berat isi riil hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (Tabel 2.6). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.

Tabel 2.6. Hubungan antara N dengan berat isi tanah

(Das, 1995) Tanah non kohesif, daya dukung sebanding dengan berat isi; tinggi muka air tanah mempengaruhi daya dukung tanah pasir. Tanah di bawah muka air tanah memiliki berat isi efektif yang ± ½ berat isi tanah di atas tanah. Tanah dengan daya dukung baik, dinilai dari ketentuan berikut: Lapisan kohesif memiliki nilai SPT, N > 35; Lapisan kohesif memiliki harga kuat tekan (� ) 3 - 4 kg/cm2 atau harga SPT, N > 15. Jumlah pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai, � tidak dihitung, karena dianggap sudah terganggu. Nilai � dan � diambil dari jumlah pukulan pada lapisan

berikutnya, nilai σ’ = � + � dan jika nilai σ’ > 15 makaμ

σ = 15 + ½ (σ’ -15)...(2.8)

2.4. Tiang Bor (Bored Pile) atau Pilar yang Dibor

Pilar yang dibor (Drilled pier) dibuat dengan cara membor sebuah lubang silindris hingga pada kedalaman yang diinginkan dan sesudah itu diisi dengan beton

Tanah tidak kohesif

Harga N < 10 10-30 30 – 50 > 50 Berat isi 7

KN/m3 12 – 16 14 - 18 16 – 20 18 – 23 Tanah

kohesif

Harga N < 4 4 - 15 16 – 25 > 25 Berat isi 7


(39)

lubang silindris atau sumuran ini bisa berupa lubang lurus atau bagian dasarnya diperluas dengan cara under reaming (penggerekan dasar lubang) (Bowles, 1988). Bagian struktural ini disebut juga :

a) Sumuran yang dibor (drilled shaft)

b) Kaison yang digali (drilled caisson) atau sering disebut hanya Kaison saja. c) Tiang yang dibor biasanya dibatasi D > 760 mm.

Jika bagian dasarnya diperluas, disebut juga

d) Pilar dengan dasar berbentuk lonceng (belled Pier) atau Kaison dengan dasar berbentuk lonceng (belled Caisson).

Macam-macam konfiguarsi ini ditunjukkan dalam Gambar 2.5

Gambar 2.5. Konfigurasi pilar bor biasa (Bowles, 1998)

2.4.1. Metode Konstruksi Mutakhir

Pada awalnya pilar – pilar dengan cara menggali sumuran (shaft) dan atau bagian dasar berbentuk lonceng meskipun metode pengeboran yang memakai tenaga


(40)

manusia atau kuda sudah dipakai pada awal tahun 1900. Yang termasuk metode kuno ini adalah metode – metode Chicago seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Metode – metode awal konstruksi Kaison (Bowles, 1998)

Pada metode Chicago, para pekerja menggali sumur berbentuk lingkaran hingga pada kedalaman yang diinginkan dan memasang cangkang silindris yang terbuat dari papan – papan vertikal atau papan – papan yang ditahan dengan cincin – cincin komperesi pada bagian dalam. Penggalian dilanjutkan sampai kedalaman yang sama dengan panjang papan berikutnya dan pengikat papan berikutnya dipasang, demikian seterusnya hingga pada kedalaman sumuran yang diinginkan. Pengikat (Tiers) dipasang dengan diameter yang tetap atau diperkecil sekitar 50 mm.

Metode Gow memakai serangkaian selubung (cangkang) metal berbentuk seperti teloskop yang berkurang diameternya pada pengikat yang berurutan, pemasangan sama pada metode yang menggunakan acuan yang dipakai pada saat ini.Bagian dasar bisa diperluas untuk perletakan (bearing) tambahan jika tanah bagian


(41)

dasarnya tidak melekuk (yakni jika dibangun pada lempung tak retak yang agak kaku). Banyak pilar-pilar zaman dahulu yang didirikan diatas batuan.

Kerangka tulangan dimasukkan kedalam sumuran dan kemudian sumuran diisi dengan beton, atau bisa juga sumuran diisi sebagian dengan beton dan kemudian kerangka tulangan dipasang. Kerangka tulangan adalah susunan kerangka bertulang yang diikat dengan kawat pada jarak tertentu dan dengan pengikat jarak secara vertikal. Kerangka ini bisa berbentuk persegi atau bulat, yang hanya dipasang dibagian atas karena momen – momen yang di dukung oleh sumuran dan yang menyebar kebawah hingga pada panjang sekitar L/2 beban sumuran yang utama adalah beban aksial. Untuk saat ini metode yang sering dipergunakan sebagai berikut:

1. Metode Kering

Rangkaian pembuatannya seperti pada Gambar (a) di bawah ini. Pertama -tama sumuran digali (dan dasarnya dibentuk lonceng jika perlu). Kemudian sumuran diisi sebagian dengan beton seperti pada Gambar (b) dan kerangka tulangan dipasang dan setelah itu sumuran telah selesai dikerjakan. Harap diingat bahwa kerangka tulangan tidak boleh dimasukkan sampai mencapai dasar sumuran karena diperlukan pelindung beton minimum, tetapi kerangka tulangan boleh diperpanjang sampai hampir mendekati kedalaman penuh daripada hanya mencapai kira-kira setengahnya saja seperti yang ditunjukkan disini.


(42)

Metode ini membutuhkan tanah tempat proyek yang tak berlekuk (kohesif) dan permukaan air berada di bawah dasar sumuran atau jika permeabilitasnya cukup rendah, sumuran bisa digali (mungkin juga dipompa) dan di beton sebelum sumuran terisi air cukup banyak sehingga bisa mempengaruhi kekuatan beton.

Gambar 2.7. Metode kering konstruksi pilar yang dibor (Bowles, 1998) 2. Metode acuan

Metode ini telah diuraikan pada Gambar 2.8. Acuan dipakai pada tempat – termpat proyek yang mungkin terjadi lekukan, atau deformasi lateral yang berlebihan terhadap rongga sumur (shaft cavity). Sebelum casing dimasukkan, suatu adonan spesi encer (slurry) digunakan untuk mempertahankan lubang. Setelah acuan dipasang, adonan dikeluarkan dan sumur diperdalam hingga pada kedalaman yang diperlukan dalam keadaan kering.

Acuan bisa saja ditinggalkan dalam sumuran atau bisa juga dikeluarkan. Jika dibiarkan ditempat, maka ruang melingkar antara acuan dan tanah (yang diisi dengan adonan atau lumpur hasil pengeboran) diganti dengan adukan encer (grout) yang


(43)

diinjeksikan dengan tekanan. Adukan encer adalah campuran semen dan dengan cara menyisipkan pipa pada dasar adonan dan memompakan grout maka adonan akan dipindahkan keatas puncak sehingga rongga tersebut diisi dengan adukan encer. Sebagai kemungkinan lain, acuan bisa diangkat secara hati – hati untuk memastikan bahwa :

a) Beton di dalam acuan tetap dalam keadaan encer

b) “Kepala” beton selalu lebih besar daripada kepala adonan sehingga beton yang menggantikan adonan bukan sebaliknya.

Gambar 2.8. Metode acuan pilar yang dibor (Bowles, 1998)

3. Metode Adonan

Metode ini bisa diterapkan pada semua keadaan yang membutuhkan acuan. Hal ini diperlukan jika tidakmungkin mendapatkan penahan (water seal) yang sesuai dengan acuan untuk menjaga agar air tidak masuk kedalam rongga sumuran (shaft capity). Langkah – langkah metode ini diuraikan dalam Gambar 2.9.


(44)

2.9. Metode adonan untuk konstruksi pilar yang dibor

Bentonite adalah bahan yang paling sering dipakai sebagai campuran dengan

air untuk membuat adonan (“adonan bentonit”). Beberapa percobaan diperlukan

untuk memenuhi presentase optimum tempat proyek tetapi dalam jumlah yang berkisar antara 4 sampai 6% dari berat biasanya sudah cukup memadai.

Bentonite harus dicampur merata dengan air sehingga campurannya tidak menggumpal. Adonan seharusnya mampu membentuk lapisan penyaring (filler cake) pada dinding seumuran dan mengikat pertikel – partikel galian yang terkecil (kira – kira di bawah 6 mm) dalam suspensi. Seringkali jika tanah setempat sangat pekat, tanah ini dipakai sebagai campuran untuk mendapatkan adonan yang cukup memadai.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam memakai metode ini adalah :

1) Jangan membiarkan adonan terlalu lama dalam sumuran sehingga akan terbentuk lapisan penyaring yang terlalu tebal pada dinding sumuran karena lapisan yang tebal sukar digeser oleh beton selama pengisian sumuran.


(45)

2) Memompa adonan keluar dan partikel – partikel yang lebih besar dalam

suspensi dipisahkan dengan memakai adonan “ conditioned” yang dikembalikan lagi kedalam sumuran sebelum dibeton.

3) Hati – hati saat menggali lempung melalui adonan.

Setelah sumuran selesai digali, tulangan kerangka dimasukkan kedalam sumuran dan sebuah corong pipa (tremie). Beton dipompa dengan hati – hati sehingga corong pipa selalu terendam dalam beton sehingga hanya ada sedikit daerah yang terkontaminasi oleh adonan. Beton tampaknya cukup mampu menggantikan partikel – partikel adonan dari kerangka tulangan, sehingga akan terjadi tulangan yang baik.

2.4.2. Pemakaian Pilar/Tiang yang Dibor

Tiang – tiang yang dibor bisa dipakai pada hampir semua kasus yang memerlukan pondasi tiang. Jika tanah tempat proyek memerlukan pemakaian pondasi dalam, seseorang perlu mengadakan analisis perbandingan untuk menentukan mana yang lebih ekonomis antara tiang pancang atau tiang yang dibor.

Tiang yang dibor mempunyai kelebihan – kelebihan sebagai berikut:

1) Eliminasi sungkup tiang pancang (pile caps) seperti pantek – pantek penyambung (dowels) bisa dipasang dalam beton basah pada tempat yang diperlukan dalam rencana (meskipun pusat pilar agak tidak ditempatkan segaris (mislighned) sebagai sambungan untuk kolom.


(46)

3) Maniadakan cukup banyak getaran (vibrasi) dan suara gaduh yang biasanya merupakan akibat dari pendorongan tiang pancang.

4) Bisa menembus tanah berangkal yang dapat mengakibatkan tiang – tiang pancang yang didorong bisa bengkok. Berangkal yang berukuran kurang dari sepertiga diameter bisa bengkok.

5) Lebih mudah memperluas bagian puncak sumuran pilar sehingga memungkinkan momen – momen lentur yang lebih besar.

6) Hampir semua sumuran dengan diameter berkisar antara 0,5 sampai dengan 3,5 m bisa dibuat.

Beberapa kelemahan tiang yang dibor sebagai berikut :

1. Tidak bisa dipakai jika lapisan pendukung (bearing stratum) yang sesaui tidak cukup dekat dengan permukaan tanah (dengan menganggap bahwa tanah pada lapisan yang kompeten (mampu) tidak dapat diandalkan untuk tahanan kulit). 2. Keadaan cuaca yang buruk dapat mempersulit pengeboran atau pembetonan. 3. Akan terjadi tanah runtuh jika tindakan pencegahan tidak dilakukan.

4. Pembuangan tanah dari bor (“kotoran”) dan pembuangan adoanan jika adonan ini yang dipakai.

2.4.3. Proses Pembuatan Pondasi Tiang Bor 1. Pengeboran

Ini merupakan proses awal dimulainya, pengerjaan pondasi tiang bor, kedalaman dan diameter tiang bor, juga terdapatnya batuan atau material dibawah


(47)

permukaan tanah menjadi parameter utama dipilihnya alat – alat bor. Ini perlu diantisipasi sehingga bisa disediakan metode, dan peralatan yang cocok.

Gambar 2.10. Mata bor

Setelah mencapai suatu kedalaman yang mencukupi untuk menghindari tanah di tepi lubang berguguran maka perlu di pasang casing, yaitu pipa yang mempunyai ukuran diameter dalam kurang lebih sama dengan diameter lubang.

Gambar 2.11. Pemasangan casing

Setelah casing terpasang, maka pengeboran dapat dilanjutkan. Mata auger diganti dengan Cleaning Bucket yaitu untuk membuang tanah atau lumpur di dasar lubang. Setelah beberapa lama dan diperkirakan sudah mencapai kedalaman rencana maka perlu dipastikan terlebih dahulu apakah kedalaman lubang bor sudah mencukupi, yaitu pemeriksaan manual.


(48)

Gambar 2.12. Pengecekan tanah manual

Perlu juga diperhatikan bahwa tanah hasil pemboran perlu dicheck dengan data hasil penyelidikan terdahulu. Apakah jenis tanah sama seperti yang diperkirakan dalam menentukan kedalaman tiang bor tersebut. Ini perlu karena sampel ta nah sebelumnya umumnya diambil dari satu dua tempat yang dianggap mewakili. Tetapi dengan proses pengeboran ini maka secara otomatis dapat dilakukan prediksi dapat dilakukan prediksi kondisi tanah secara tepat, satu persatu pada titik yang dibor. Apabila kedalaman dan juga lubang bor telah siap, maka selanjutnya adalah penempatan tulangan.


(49)

Jika perlu, apabila terlalu dalam maka penulangan harus disambung dilapangan.

Gambar 2.14. Penyambungan tulangan jika perlu

Gambar 2.15. Tulangan setelah dipasang

2. Pengecoran beton

Setelah proses pemasangan tulangan baja maka proses selanjutnya adalah pengecoran beton. Ini merupakan bagian yang paling kritis yang menentukan berfungsi tidaknya suatu pondasi. Meskipun proses pekerjaan sebelumnya sudah benar, tetapi apabila pada tahapan ini gagal maka gagal pulalah pondasi tersebut secara keseluruhan. Pengecoran disebut gagal jika lubang pondasi tersebut tidak terisi


(50)

benar dengan beton, misalnya ada yang bercampur dengan galian tanah atau segresi dengan air, tanah longsor sehingga beton mengisi bagian yang tidak tepat. Adanya air pada lubang bor menyebabkan pengecoran memerlukan alat bantu khusus, yaitu pipa tremie. Pipa tersebut mempunyai panjang yang sama atau lebih besar dengan kedalaman lubang yang dibor.

Gambar 2.16. Penempatan pipa tremie

Gambar 2.16 diatas disebut pipa tremie. Ujung di bagian bawah agak khusus, tidak berlubang biasa tetapi ada detail khusus sehingga lumpur tidak ikut masuk kedalam tetapi beton di dalam pipa bisa mendorong keluar.


(51)

Yang telihat di Gambar 2.17 adalah corong beton yang akan dipasang di ujung atas pipa tremie, tempat memasukkan beton segar, dari gambar ini terlihat pekerjaan pengecoran pondasi tiang dibagian lain, terlihat mesin bor (warna kuning) yang difungsikan cranenya (mata bor tidak dipasang, mesin bor dinonaktifkan.

Pada tahap pengocoran pertama kali, truk ready mixed dapat menuangkan langsung ke corong pipa tremie seperti terlihat diatas. Pipa tremie yang dipasang perlu dicabut lagi. Kalau beton yang dituang terlalu banyak maka pencabutan pipa yang tertanam menjadi susah. Sedangkan jika terlalu dini mencabut pipa tremie, beton pada bagian bawah belum terkonsolidasi dengan baik, maka bisa saja terjadi segresi (tercampurnya beton dengan tanah).

Gambar 2.18. Ready mix

Jika beton yang dicor sudah semakin ke atas (volumenya semakin banyak) maka pipa tremie harus mulai ditarik keatas. Perhatikan bagian pipa yang basah dan


(52)

kering. Untuk kasus ini karena pengecoran beton masih diteruskan maka diperlukan bucket karena beton tidak bisa dituang kecorong tersebut.

Gambar 2.19. Pengangkatan pipa tremie

Adanya pipa tremie tersebut menyebabkan beton dapat disalurkan ke dasar lubang langsung dan tanpa mengalami pencampuran dengan air atau lumpur. Karena berat jenis beton lebih besar dari berat jenis lumpur maka beton makin lama makin kuat untuk mendesak lumpur naik keatas. Jadi pada tahapan ini tidak perlu takut dengan air atau lumpur naik ke atas.

Gambar 2.20 di bawah menunjukkan air / lumpur mulai terdorong ke atas, lubang mulai digantikan dengan beton. Proses pengecoran memerlukan bahan beton yang terus-menerus, andai saja ada keterlambatan beberapa jam. Jika terjadi setting maka pipa tremie nya bisa tertanam di bawah dan tidak bisa dicabut.


(53)

Gambar 2.20. Proses pengecoran

Jika pengerjaan pengecoran dapat berlangsung dengan baik, maka pada akhirnya beton dapat dapat muncul dari kedalaman lubang. Jadi pemasangan tremie mensyaratkan bahwa selama pengecoran dan penarikan maka pipa tremie tersebut harus selalu tertanam pada beton segar. Fungsi utama dari pipa tremie ini adalah sebagai penyumbat atau penahan agar tidak terjadi segresi (bercampurnya tanah, air, lumpur dengan beton).

2.5. Daya Dukung Aksial Tiang Bor (Bored Pile)

Tiang (Pile) adalah bagian bawah konstruksi pondasi yang berbentuk batang langsung yang dibor didalam tanah sampai mencapai lapisan tanah keras. Daya dukung aksial suatu pondasi pada umumnya terdiri atas dua bagian yaitu daya dukung akibat gesekan sepanjang tiang dan daya dukung ujung dasar tiang. Berdasarkan sumber data yang digunakan pada dasarnya terdapat dua cara untuk memperkirakan daya dukung aksial tiang. Cara pertama adalah dengan menggunakan parameter-parameter kuat geser tanah (c) dan sudut geser dalam ϕ. Cara kedua yaitu


(54)

menggunakan uji SPT (Standard Penetration Test), Sondir (Cone Penetration Test), dan PDA (Pile Dynamic Analysis).

2.5.1. Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile) dari Hasil Sondir

Diantara perbedaan tes dilapangan, sondir atau Cone Penetration Test (CPT) sering kali sangat dipertimbangkan perannya dalam perencanaan pondasi. CPT atau sondir adalah test yang cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus – menerus dari permukaan tanah dasar. CPT atau sondir juga dapat mengklasifikasikan lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang, data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari bored pile sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas ultimit dari pondasi tiang.

Utuk menghitung daya dukung tiang bor berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Mayerhoff.

Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :

Qult = (qc x Ap) + (JHL x K)………..………...…(2.9)

dimana :

Qult = Kapasitas daya dukung tiang bor tunggal (kg) qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)

Ap = Luas penampang tiang (cm2)


(55)

K = Keliling tiang (cm)

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :

Qijin = � + � ……….…...… (2.10)

dimana :

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi (kg)

qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)

Ap = Luas penampang tiang (cm2)

JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm) K = Keliling tiang (cm)

2.5.2. Daya Dukung Tiang Bor (Bored Pile) dari Hasil SPT

Kapasitas daya dukung pondasi tiang pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data SPT, ditentukan dengan perumusan berikut:

1. Daya dukung ujung tiang (end bearing), (Reese & Wright,1977)

= � . � ...(2.11) Dimana:

� = Luas penampang tiang bor,(m2)

� = Tahanan ujung per satuan luas, (ton/ m2) = Daya dukung ujung tiang, (ton)

Untuk tanah kohesif: � = 9 ...(2.12) Cu =

.

N-SPT. 10...(2.13)


(56)

Untuk tanah tidak kohesif: korelasi antara qP dan N P menurut (Reese & Wright, 1977) seperti Gambar 2.22 dibawah ini.

Gambar 2.21. Daya dukung ujung batas tiang bor pada tanah pasiran (Reese & Wright, 1977)

Untuk σ ≤ 60 maka � = 7 N (t/ m2) < 400 (t/ m2) untuk N > 60 maka � = 400 (t/m2)

N = Nilai rata – rata SPT, N = � +�

2. Daya dukung selimut (skin friction), (Reese & Wright, 1977)

= f. . p...(2.14) Dimana:

f = Tahanan satuan skin friction, (ton/m2)

� = Panjang lapisan tanah, (m) p = Keliling tiang, (m)


(57)

= Daya dukung selimut tiang, (ton)

Pada tanah kohesif:

f = α . ...(2.15)

diamana:

α = faktor adhesi (berdasarkan penelitian Reese & Wright (1977) α = 0,55 = kohesi tanah, (ton/m2)

Pada tanah non kohesif; N < 53 maka f = 0,32 N (ton/m2)

53 < σ ≤ 100 maka f : dari koreksi langsung dengan � (Reese & Wright,1977).

Gambar 2.22. Tahanan geser selimut tiang bor pada tanah pasiran (Reese & Wright, 1977)

Nilai f juga dihitung dengan formula:


(58)

dimana : = 1 –sin φ

.= Tegangan vertikal efektif tanah, (ton/m2)

2.5.2. Uji Pembebanan ( Loading Test ) Statik

Maksud dan tujuan dilaksanakannya percobaan pembebanan (loading test) terhadap pondasi tiang adalah untuk mengetahui secara tepat dan akurat berapa besar daya dukung pondasi tiang tersebut memikul gaya/beban vertikal (compressive load), gaya/beban (lateral load) dan gaya/beban tarik (uplift load).

Didalam tugas akhir ini penulis hanya akan membahas mengenai percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test). Dilakukan percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test) terhadap pondasi tiang adalah untuk mengetahui sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui hubungan antara beban dan penurunan pondasi akibat beban rencana.

2. Untuk menguji bahwa tiang yang dilaksanakan mampu mendukung beban rencana dan membuktikan bahwa dalam pelaksanaan tidak terjadi kegagalan. 3. Untuk menentukan daya dukung ultimate nyata (real ultimate bearing

capacity) sebagai contoh dari hasil perhitungan berdasarkan formula statis dan dinamis.

4. Untuk mengetahui kemampuan elastisitas daripada tanah.

Daya dukung dapat diperhitungkan menurut cara-cara statis maupun dinamis. Jika penyelidikan geoteknik memberikan hasil yang baik dalam arti susunan tanah


(59)

cukup homogen, keadaan tanah keras tidak begitu dalam dan mempunyai ketebalan yang cukup, maka penentuan daya dukung tidaklah begitu sulit. Tetapi kadang-kadang penyelidikan memberikan hasil yang meragukan, sehingga agak sukar untuk menentukan daya dukung pondasi dengan tepat. Untuk mengetahui daya dukung pondasi tiang dengan tepat dan akurat, maka dilakukan percobaan pembebanan (loading test). Pengujian hingga 200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan optimasi dan untuk kontrol beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan pengujian sebesar 250% hingga 300% dari beban kerja.

Yang terpenting adalah dari hasil nilai uji pembebanan statik, seorang praktisi dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang terjadi, misalnya dengan melihat kurva beban penurunan, besarnya deformasi plastis tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya.

Pengujian pembebanan tiang umumnya dilaksanakan dengan maksud :

1. Menentukan grafik hubungan beban dan penurunan, terutama pada pembebanan di sekitar beban yang diharapkan.

2. Sebagai percobaan guna meyakinkan bahwa keruntuhan pondasi tidak akan terjadi sebelum beban ditentukan tercapai. Nilainya beberapa kali beban rencana. Nilai pengali tersebut dipakai sebagai faktor aman. 3. Menentukan kapasitas ultimit riil, mengecek hasil hitungan kapasitas


(60)

Uji pembebanan biasanya perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi seperti berikut ini :

1. Perhitungan analitis tidak memungkinkan untuk dilakukan karena keterbatasan informasi mengenai detail dan geometri struktur. Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan kualitas bahan akibat serangan zat kimia, ataupun akibat gempa, kebakaran, pembebanan yang berlebihan, dan lain-lain.

2. Tingkat keamanan struktur yang rendah akibat jeleknya kualitas pelaksanaan ataupun akibat adanya kesalahan perencanaan yang sebelumnya tidak terdeteksi.

3. Struktur direncanakan dengan metode - metode khusus, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan tingkat keamanan struktur tersebut. 4. Perubahan fungsi struktur, sehingga menimbulkan pembebanan

tambahan yang belum diperhitungkan pada perencanaan.

5. Diperlukan pembuktian mengenai kinerja suatu struktur yang baru saja dicor.

Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan pengukuran pergerakan tiang. Beban – beban umumnya diberikan secara bertahap dan penurunan tiang diamati. Umumnya defenisi keruntuhan yang dicatat untuk interpretasi lebih lanjut adalah bila di bawah suatu beban yang konstan, tiang terus mengalami penurunan.


(61)

Sesudah tiang uji dibor, perlu ditunggu terlebih dahulu selama tujuh hingga tiga puluh hari sebelum pengujian pembebanan tiang. Hal ini penting untuk memungkinkan tanah yang telah terganggu kembali ke keadaan semula, dan tekanan air pori yang terjadi akibat pemancangan tiang telah berdisipasi. Beban kontra dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama dengan menggunakan sistem kentledge seperti ditunjukkan pada Gambar 2.23. Cara kedua dapat menggunakan kerangka baja atau jangkar seperti ilustrasi Gambar 2.24. Pembebanan diberikan pada tiang dengan menggunakan dongkrak hidrolik.

Pergerakan tiang dapat diukur menggunakan satu set dial guges yang terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya adalah satu milimeter. Perlu diperhatikan bahwa pengukuran pergerakan relatif tiang sangatlah penting.Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi tanah dengan tiang, pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instumentasi. Instrumentasi yang dapat digunakan adalah strain gauges yang dapat dipasang pada lokasi-lokasi tertentu sepanjang tiang. Tell – tales pada kedalaman-kedalaman tertentu atau load cells yang ditempatkan di bawah kaki tiang. Instrumentasi dapat memberikan informasi mengenai pergerakan kaki tiang, deformasi sepanjang tiang, atau distribusi beban sepanjang tiang selama pengujian (American Society Testing and Materials, 2010)


(62)

Gambar 2.23. Pengujian dengan sistem kentledge (Coduto,2001)


(63)

2.5.3. Metode Pembebanan

Terdapat empat metode pembebanan, yaitu :

1. Prosedur Pembebanan Standar (SML) Monotonik

Slow Maintained Load Test (SML) menggunakan delapan kali peningkatan beban. Direkomendasikan oleh ASTM D1143-81 (1989), metode uji standar ASTM ; umum digunakan pada penelitian di lapangan sebelum dilakukan pekerjaan selanjutnya, terdiri atas :

a. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu 25%, 50%, 75%, 100%, 125%, 150%, 175%, dan 200%) hingga 200% beban rencana.

b. Setiap penambahan beban harus mempertahankan laju penurunan harus lebih kecil 0,01 in/jam (0,25 mm/jam).

c. Mempertahankan 200% beban selama dua puluh empat jam.

d. Setelah waktu dibutuhkan diperoleh, lepaskan beban dengan pengurangan sebesar 25% dengan jarak waktu satu jam diantara pengurangan.

e. Setelah beban diberikan dan dilepas ke atas, bebani tiang kembali untuk pengujian beban dengan penambahan 50% dari beban desain, menyediakan waktu dua puluh menit untuk penambahan beban.

f. Kemudian tambahkan beban dengan penambahan 10% beban desain.


(64)

2. Quick Load Test ( Quick ML )

Karena prosedur standar membutuhkan waktu yang cukup lama, maka para peneliti membuat modifikasi untuk mempercepat pengujian. Direkomendasikan oleh Dinas Perhubungan Amerika Serikat, Pengelola Jalan Raya dan ASTM 1143-81 (opsional), terdiri atas :

a. Bebani tiang dalam penambahan dua puluh kali hingga 300% dari beban desain (masing - masing tambahan adalah 15% dari beban desain).

b. Pertahankan tiap beban selama lima menit, bacaan diambil setiap 2,5 menit.

c. Tambahkan peningkatan beban hingga jacking continue dibutuhkan untuk mempertahankan beban uji.

d. Setelah interval lima menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh dari tiang dalam empat pengurangan dengan jarak diantara pengurangan lima menit.

Metode ini lebih cepat dan ekonomis, lebih mendekati suatu kondisi. Waktu ujinya 3-5 jam. Metode ini tidak dapat digunakan untuk estimasi penurunan karena metode cepat.


(65)

Gambar 2.25. Contoh hasil uji pembebanan statik aksial tekan (Tomlinson,2001) 3. Prosedur Pembebanan Standar (SML) siklik

Metode pembebanan sama dengan SML monotonik, tetapi pada tiap tahapan beban dilakukan pelepasan beban dan kemudian dibebani kembali hingga tahap beban berikutnya (unloading – reloading). Dengan cara ini, rebound dari setiap tahap beban diketahui dan perilaku pemikulan beban pada tanah dapat disimpulkan dengan lebih baik. Metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama daripada metode SML monotonik.

4. Prosedur Pembebanan dengan Kecepatan Konstan (Constant Rate of Penetration Method atau CRP)

Metode CRP merupakan salah satu alternatif lain untuk pengujian tiang secara statis. Metode ini disarankan oleh Komisi Pile Swedia, departemen Perhubungan dan ASTND 1143-81. Prosedurnya adalah sebagai berikut :


(66)

a. Kepala tiang didorong untuk settle pada 0,05 in/menit (1,25 mm/menit).

b. Gaya yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi akan dicatat. c. Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 in ( 50-70 mm )

Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cpat 2-3 jam dan lebih ekonomis. Hasil pengujian tiang dengan metode CRP menunjukkan bahwa beban runtuh relatif tidak tergantung oleh kecepatan penetrasi bila digunakan batasan kecepatan penurunan kurang dari 1,25 mm/menit. Kecepatan yang lebih tinggi dapat menghasilkan daya dukung yang sedikit. Beban dan pembacaan deformasi diambil setiap menit. Pengujian dihentikan bila pergerakan total kepala tiang mencapai 10% dari diameter tiang bila pergerakan (displacement) sudah cukup besar.

2.5.5. Interpretasi Hasil Uji Pembebanan Statik

Dari hasil uji pembebanan, dapat dilakukan interpretasi untuk menentukan besarnya beban ultimit. Ada berbagai metode interpretasi, yaitu :

1) Metode Chin

Dasar dari teori ini, diantaranya sebagai berikut (Gambar 2.26):

a. Kurva load settlement digambar dalam kaitannya dengan S/Q, dimana :


(67)

b. Kegagalan beban (Qf) atau beban terakhir (Qult) digambarkan

sebagai :

= ...(2.18) dimana :

S : settlement

Q : penambahan beban dan C1 : kemiringan garis lurus

Gambar 2.26. Grafik hubungan beban dengan penurunan menurut metode Chin

Kegagalan metode Chin dapat digunakan untuk tes beban dengan cepat dan tes beban yang dilakukan dengan lambat. Biasanya memberikan perilaku yang tidak realistik untuk kegagalan beban, jika tidak digunakan suatu kenaikan waktu yang konstan pada uji tiang. Jika sepanjang kemajuan tes beban statis, keruntuhan pada tiang akan bertambah maka garis Chin akan menunjukkan suatu titik temu, oleh karena itu dalam merencanakan tiap pembacaan metod Chin perlu dipertimbangkan. Metode Chin memperhatikan batasan beban yang diregresikan linier yang mendekati nilai satu dalam mengambil suatu hasil tes beban statis, dengan dasar nilai-nilai yang


(68)

ditentukan dari dua cara yang telah disebutkan. Secara umum dua titik akan menentukan satu garis dan titik ketiga pada garis yang sama mengkorfimasikan suatu garis (Fellenius, Bengt H. 2001).

2) Metode Davisson (1972)

Prosedur penentuan beban ultimit dari pondasi tiang dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut :

Gambarkan kurva beban terhadap penurunan.

1. Penurunan elastic dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : =

� � �...(2.19)

dimana :

Se = Penurunan elastic (mm)

Q = Beban uji yang diberikan (ton) L = Panjang tiang (m)

Ap = Luas penampang tiang (m2)

Ep = Modulus elastisitas tiang (ton/m2)

2. Tarik garis OA seperti gambar berdasarkan persamaan penurunan elastic (Se).

3. Tarik garis BC yang sejajar dengan garis OA dengan jarak X, dimana X adalah :


(69)

Dengan D adalah diameter atau sisi tiang dalam satuan inch.

4. Perpotongan antara kurva beban – penurunan dengan garis lurus merupakan daya dukung ultimit.

Gambar 2.27. Interpretasi daya dukung ultimit dengan metode Davisson

2.5.6. Pengujian Tiang dengan Metode Pile Dynamic Analyzer (PDA)

Tujuan pengujian dinamis ini adalah untuk mengetahui besarnya daya dukung ultimate tiang bor tunggal yang dilakukan dilapangan dengan berbagai dimensi dan karakteristik tiang yang telah ditentukan melalui perencanaan sebelumnya, baik untuk pemilihan tiang maupun lokasinya.

Beban dinamik akibat tumbukan dari drop hammer pada kepala tiang, akan menimbulkan regangan pada tiang dan pergerakan relative (relative displacement) yang terjadi antara tiang dan tanah sekitarnya, menimbulkan gelombang akibat perlawanan atau reaksi tanah. Semakin besar kekuatan tanah, semakin kuat


(70)

perlawanan gelombang yang timbul. Gelombang aksi maupun reaksi akibat perlawanan tanah akan direkam.

Saat ini pengujian PDA banyak dilakukan untuk bermacam-macam pondasi seperti pondasi tiang pancang maupun pondasi tiang bor. Pengujian PDA untuk tiang berdiameter besar dan daya dukung besar sangat menguntungkan, karena proses pengujian dangat singkat (dari persiapan sampai selesai hanya berlangsung selama 1-3 jam).

Untuk menghasilkan beban dinamik pada tiang, digunakan palu yang berfungsi sebagai alat tumbuk. Berat minimum dari palu yang akan digunkan ditentukan sebesar 1% dari perkiraan daya dukung ujung tiang. Sebagai contoh: untuk daya dukung ijin tiang direncanakan sebesar 500 ton, dan diambil daya dukung batasnya 200% dari daya dukung ijinnya, sebesar 1000 ton, maka berat minimum palu adalah 10 ton. Tinggi jatuh palu diambil antara 1 m sampai 2 m, dipilih ketinggian minimum berapa yang sudah menghasilkan output daya dukung batas tiang. Pengujian dilakukan 2 sampai 5 kali tumbukan, sedangkan besarnya daya dukung tiang ditentukan dengan rekaman 1 gelombang tumbukan saja.

Prosedur Pengujian Daya Dukung Tiang Tunggal dengan PDA :

1. Gelombang akibat tumbukan (impact wave)

Pengujian dinamis PDA dilakukan dengan menginterpretasikan gelombang satu dimensi (one dimentional wave) yang merambat pada media yang diuji. Gelombang ini didapat dengan tumbukan (impact) pada tiang uji, sehingga menghasilkan


(71)

gelombang sesuai dengan kebutuhan pengujian. Pengujian PDA tiang tunggal menggunakan alat tumbuk Drop Hammer 1,5 ton.

2. Instrumen PDA

a. Strain Transducer dan Accelerometer

Untuk mengukur regangan dan percepatan selama perambatan gelombang akibat tumbukan yang diberikan pada tiang, strain transducer dan accelerometer (dipasang masing-masing 2 buah di kedua sisi tiang untuk mencegah tidak bekerjanya instrument pada saat penumbukan), berfungsi merubah regangan dan percepatan menjadi sinyal elektronik, melalui kabel penghubung akan direkam oleh alat PDA. Dipasang atau diletakkan pada permukaan bagian atas tiang dengan jarak lebih besar dari 1,5W - 2W dari ujung atas kepala tiang, untuk mendapatkan hasil rekaman yang baik.

b. Computer laptop PDA

Hasil pengukuran direkam dengan alat Computer PDA type PAK dari GRL USA di lapangan dan dianalisa dengan program CAPWAP.


(72)

3. Pemasangan Instrumen PDA

Sesuai ketentuan ASTM D4945-96 maka pemasangan instrumen Starin Transducer harus dilakukan sedemikian rupa untuk menghindari pengaruh faktor momen dapat diabaikan.

4. Pekerjaan persiapan

Sebelum pengujian dilaksanakan, telah dilakukan persiapan untuk PDA dengan mencatat hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu: Pengeboran lubang pada tiang bor untuk pemasangan Strain Transducer dan Accelerometer.

Gambar 2.29. Pemasangan Strain Transducer dan Accelerometer

5. Pelaksanaan Pengujian PDA

Tiang bor diberi beberapa kali tumbukan, penumbukan dihentikan jika telah diperoleh mutu rekaman cukup baik pada komputer dan energi tumbukan (EMX) relatif cukup tinggi. Kualitas rekaman yang baik tergantung dari beberapa faktor, yaitu


(73)

b. Sistem elektronik komputer dan efisiensi hammer yang digunakan.

Saat pengujian secara temporer dilakukan pengecekan/pengencangan instrumen strain transducer dan accelerometer. Nilai EMX tergantung nilai efisiensi hammer yang dipakai. Hasil uji dinamis PDA dianalisis lebih lanjut dengan program CAPWAP, didapat perbandingan kekuatan daya dukung tiang bor di lapangan termasuk distribusi kekuatan friksi tanah di setiap lapisan tanah, tahanan ujung, tegangan tiang, dan lainnya.

2.6. Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga dalam rekayasa geoteknik adalah metode yang membagi - bagi daerah yang akan dianalisis kedalam bagian - bagian yang kecil. Bagian - bagian yang kecil inilah yang disebut dengan elemen. Semakin banyak pembagian elemen maka hasil perhitungan numeriknya akan semakin mendekati kondisi asli. Metode elemen hingga pada rekayasa geoteknik memiliki sedikit perbedaan dengan metode elemen hingga pada rekayasa struktur, sebab dalam rekayasa geoteknik terjadi interaksi elemen yang memiliki kekakuan yang berbeda. Seperti halnya pondasi dan tanah, dalam menganalisis pondasi dengan metode elemen hingga terdapat perbedaan kekakuan antara dua elemen, yaitu elemen tanah dan elemen struktur atau pondasi itu sendiri.

2.7. Plaxis

Plaxis adalah sebuah paket program yang disusun berdasarkan metode elemen hingga yang telah dikembangkan secara khusus untuk melakukan analisis deformasi dan stabilitas dalam bidang geoteknik (Plaxis,2012)


(74)

Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan untuk menjalankan program Plaxis ini adalah sebagai berikut:

1. Instalasi program. Langkah instalasi program dapat dilihat pada bagian informasi umum dalam buku latihan manual Plaxis versi 8.

2. Pemodelan secara umum. Untuk setiap proyek baru yang akan dianalisis, penting untuk terlebih dahulu membuat model geometri. Tiga buah komponen utama dalam model geometri dijelaskan dengan lebih detail berikut ini.

 Titik : Titik-titik akan menjadi awal dan akhir dari garis. Titik-titik juga dapat digunakan untuk mendapatkan jangkar, beban terpusat, jenis perletakan dan untuk penghalusan jaringa.n secara lokal atau setempat.

 Garis : Garis-garis berfungsi untuk mendefenisikan batas fisik dari suatu geometri, misalnya dinding atau pelat.

 Klaster : Klaster merupakan suatu bidang yang dibatasi oleh beberapa garis dan membentuk suatu poligon tertutup.

Dapat dibedakan tiga buah komponen penyusunnya berikut ini:  Elemen

Sebuah pilihan dapat diambil antara elemen dengan 15 buah titik nodal dan elemen dengan 6 buah titik nodal. Elemen 15 titik nodal sangat berguna untuk menghasilkan perhitungan tegangan dan beban runtuh yang akurat. Selain itu, elemen dengan 6 titik nodal dapat dipilih untuk melakukan proses perhitungan yang singkat.


(75)

 Titik nodal

Sebuah elemen dengan 15 titik nodal akan terdiri dari 15 titik nodal dan sebuah elemen segitiga dengan 6 titik nodal. Penyebaran titik-titik nodal dalam suatu elemen baik pada elemen 15 titik nodal maupun pada elemen 6 titik nodal ditunjukkan pada Gambar 2.30.

 Titik tegangan

Sebuah elemen 15 titik nodal memiliki 12 buah titik tegangan seperti ditunjukkan pada Gambar (a) sedangkan elemen 6 titik nodal memiliki 3 buah titik tegangan seperti ditunjukkan pada Gambar (b).

Gambar 2.30. Titik nodal dan titik tegangan

3. Proses pemasukan data

Ada empat buah jenis masukan yang digunakan sebagai berikut:

a. Masukan obyek geometri (misalnya saat penggambaran lapisan tanah)

b. Masukan teks ( misalnya saat memasukkan nama proyek) c. Masukan angka (misalnya saat memasukkan berat isi tanah)


(76)

d. Masukan pilihan ( misalnya saat memilih pemodelan tanah) Mouse untuk menggambar dan memilih, papan ketik digunakan memasukkan teks dan angka.

3.1.Masukan Obyek Geometri

Pembuatan sebuah obyek geometri didasarkan pada masukan berupa titik-titik dan garis-garis. Hal ini dilakukan dengan menggunakan penunjuk atau kursor mouse pada bidang gambar.

3.2.Masukan Teks dan Angka

Seperti perangkat lunak yang lain, diperlukan beberapa masukan berupa angka dan teks. Masukan yang diperlukan akan ditampilkan dalam kotak editor. Beberapa kotak editor, untuk hal-hal yang spesifik akan dikelompokkan dalam suatu jendela.

3.3. Pemilihan masukan

Disini terdapat fasilitas radio button, check box dan combo box. Fungsi dari masing – masing bagian ini adalah didalam radio button hanya ada satu pilihan yang dapat aktif. Pilihan aktif dapat dilakukan dengan mengklik tombol mouse. Check box bisa diaktifkan lebih dari satu pilihan dengan cara memberi centang atau tick mark pada kotak berwarna putih menggunakan tombol mouse.


(77)

Masukan yang diperlukan diatur sedemikian rupa sehingga menjadi selogis mungkin. Beberapa jenis masukan terstruktur akan dibahas berikut ini.

Gambar 2.31. Kontrol halaman (page control) dan lembar tab (tab sheet)  Kontrol halaman dan lembar tab : Lembar tab dapat diaktifkan dengan

mengklik lembar tab yang bersangkutan atau dengan menekan (Ctrl) (Tab) pada papan ketik.

 Kotak kelompok : Kotak kelompok adalah kotak dengan sebuah judul. 4. Memulai program

Pengguna diminta mengklik pada bagian proyek baru, dan pengguna akan diminta mengikuti langkah – lengkah berikutnya.

4.1. Pengaturan global

Jendela ini terdiri dari dua lembar tab. Dalam lembar tab pertama pengaturan untuk proyek harus diberikan. Seperti judul, model, elemen yang dipilih serta komentar bila perlu.


(78)

Gambar 2.32. Pengaturan global lembar tab proyek

Lembar tab kedua.Pada bagian ini akan ditampilkan satuan dasar panjang, gaya dan waktu, dimensi atau ukuran minimum dari bidang gambar yang akan digunakan.

Gambar 2.33. Pengaturan global lembar tab dimensi 4.2.Membuat model geometri

Bagian - bagian terpenting dari jendela utama ditunjukkan dan dibahas secara singkat di bawah ini:


(79)

Gambar 2.34. Jendela utama dari program masukan  Menu utama :

Menu utama membuat seluruh pilihan yang tersedia dari toolbar - toolbar, serta bebarapa pilihan lain yang jarang digunakan.  Toolbar (Umum) :

Toolbar ini berfungsi untuk pencetakan, zooming (memperbesar atau memperkecil obyek).

Toolbar (Geometri) :

Toolbar ini memuat tombol - tombol untuk aktivitas khusus yang berhubungan dengan pembuatan model geometri. Tombol-tombol ini disusun secara berurutan sehingga akan menghasilkan geometri yang lengkap.

 Mistar :

Pada sisi kiri dan atas dari bidang gambar terdapat mistar yang menunjukkan koordianat x dan y dari model geometri. Mistar ini secara langsung akan menunjukkan dimensi dari geometri.


(80)

 Bidang gambar : Bidang gambar adalah area gambar dimana model geometri dibuat. Barisan teratur atau grid dari titik-titik kecil pada bidang gambar dapat digunakan sebagai bantuan untuk menggambar dengan tepat

 Koordinat pusat : Koordinat pusat digambarkan sebagai sebuah lingkaran kecil dengan sumbu x dan sumbu y diindikasikan oleh anak panah.

 Masukan manual : Nilai kedua koordinat x dan y dapat diketikkan langsung disini dengan memberikan spasi diantaranya.

 Indikator posisi kursor :Indikator posisi kursor menunjukkan posisi saat ini dari mouse pada layar tampilan.

Gambar 2.35. Toolbar

2.8.Teori Mohr Coulumb

Mohr Coulumb merupakan modellinear elastic dan plastic sempurna (linear elastic perfectly plastic model) yang melibatkan lima buah parameter, yaitu:


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Daya Dukung Pondasi Bored Pile Diameter 0,8 Meter Menggunakan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

17 153 144

Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Serta Perhitungan Penurunan Pondasi Tiang Tunggal Pada Proyek Pembangunan Cargo – Bandara Kualanamu Medan

12 157 111

Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Menggunakan Metode Sondir, SPT, Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Medan-Siantar, Sinaksak, Pematang Siantar

34 104 146

Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Menggunakan Metode Sondir, SPT, Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Medan-Siantar, Sinaksak, Pematang Siantar

0 0 17

Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Menggunakan Metode Sondir, SPT, Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Medan-Siantar, Sinaksak, Pematang Siantar

0 0 1

Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Menggunakan Metode Sondir, SPT, Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Medan-Siantar, Sinaksak, Pematang Siantar

0 1 6

Analisis Perhitungan Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Bor Tunggal Diameter 0,6 Meter Menggunakan Data Sondir, SPT, Uji Beban Statik, dan PDA pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

1 2 45

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum - Analisis Perhitungan Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Bor Tunggal Diameter 0,6 Meter Menggunakan Data Sondir, SPT, Uji Beban Statik, dan PDA pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

0 4 68

ANALISIS PERHITUNGAN DAYA DUKUNG AKSIAL PONDASI TIANG BOR TUNGGAL DIAMETER 0,6 METER MENGGUNAKAN DATA SONDIR, SPT, UJI BEBAN STATIK, DAN PDA PADA PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL SAPADIA MEDAN

0 0 19

Analisis Daya Dukung Pondasi Bored Pile Diameter 0,8 Meter Menggunakan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

0 2 45