d pls 0604861 chapter1

(1)

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka, berdaulat dan bebas dari penjajahan memiliki tujuan seperti yang tertulis pada pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu: mencerdaskan kehidupan bangsa. UUD 1945 mengamanatkan mengenai pentingnya pendidikan bagi seluruh warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28C Ayat (1) bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, dan Pasal 31. menjelaskan tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan, bahwa:

(1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan;

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; serta

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia (Majelis Permusyawaratan Rakyat/ Sekretariat Jenderal, Naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 2008: 24).

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) selaku penanggung jawab sistem pendidikan nasional bertekad mewujudkan cita-cita luhur tersebut, diawali


(2)

Nasional. Renstra merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Tahun 2005, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 tentang RPJMN Tahun 2004–2009 yang mengamanatkan tiga misi pembangunan nasional, yaitu: (1) Mewujudkan negara Indonesia yang aman dan damai; (2) Mewujudkan bangsa Indonesia yang adil dan demokratis; (3) Mewujudkan bangsa Indonesia yang sejahtera. Untuk mewujudkannya, bangsa kita harus menjadi bangsa yang berkualitas, sehingga setiap warga negara mampu meningkatkan kualitas hidup, produktivitas dan daya saing terhadap bangsa lain di era global.

Misi pembangunan nasional pada butir yang ketiga tersebut dijadikan pegangan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai pedoman bagi semua tingkatan pengelola pendidikan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan pendidikan nasional serta mengevaluasi hasilnya. Depdiknas selaku pemegang amanah pelaksanaan sistem pendidikan nasional memiliki kewajiban untuk mewujudkan misi pembangunan tersebut. Perspektif pembangunan pendidikan tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan aspek intelektual saja melainkan juga watak, moral, sosial dan fisik peserta didik, atau dengan kata lain menciptakan manusia Indonesia seutuhnya.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat


(3)

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pemerintah dituntut untuk mewujudkan fungsi dan tujuan tersebut, oleh karena itu sebagai penyelenggara pendidikan berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-undang dan peraturan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan nasional yang tercakup dalam Rencana Strategis Depdiknas (2005: 4-5), yaitu:

1. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa;

2. Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna, diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat;

3. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran;

4. Mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat; dan

5. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Berdasarkan hal tersebut, maka ditetapkanlah tujuan pembangunan pendidikan nasional jangka menengah yang tertuang dalam Renstra Depdiknas (2005: 5-6 ) sebagai berikut: (1) Meningkatkan iman, takwa, akhlak mulia; (2) Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) Meningkatkan sensitifitas dan kemampuan ekspresi estetis; (4) Meningkatkan kualitas jasmani; (5) Meningkatkan pemerataan kesempatan belajar pada semua jalur, jenis, dan


(4)

jenjang pendidikan bagi semua warga negara secara adil, tidak diskriminatif, dan demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status sosial-ekonomi, jenis kelamin, agama, kelompok etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual; (6) Menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun secara efisien, bermutu, dan relevan sebagai landasan yang kokoh bagi pengembangan kualitas manusia Indonesia; (7) Menurunkan secara signifikan jumlah penduduk buta aksara; (8) Memperluas akses pendidikan nonformal bagi penduduk laki-laki maupun perempuan yang belum sekolah, tidak pernah sekolah, buta aksara, putus sekolah dalam dan antar jenjang serta penduduk lainnya yang ingin meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan; (9) Meningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan lulusan yang mandiri, bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan; (10) Meningkatkan kualitas pendidikan dengan tersedianya standar pendidikan nasional dan standar pelayanan minimal (SPM), serta meningkatkan kualifikasi minimun dan sertifikasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya; (11) Meningkatkan relevansi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan melalui peningkatan hasil penelitian, pengembangan dan penciptaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh perguruan tinggi serta penyebarluasan dan penerapannya pada masyarakat; (12) Menata sistem pengaturan dan pengelolaan pendidikan yang semakin efisien, produktif, dan demokratis dalam suatu tata kelola yang baik dan akuntabel; (13) Meningkatnya efisiensi dan efektifitas manajemen pelayanan pendidikan melalui


(5)

peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan, serta efektivitas pelaksanaan otonomi dan desentralisasi pendidikan termasuk otonomi keilmuan; dan (14) Mempercepat pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk mewujudkan Depdiknas yang bersih dan berwibawa.

Tujuan pembangunan pendidikan jangka menengah di atas, merupakan suatu yang ideal, jika dapat tercapai maka warga Negara Indonesia akan menjadi warga Negara Indonesia yang seutuhnya, berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar, yaitu (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.

Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan paling elementer di atas dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian, pendidikan seyogyanya menjadi wahana strategis bagi upaya mengembangkan segenap potensi individu, sehingga cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai. Pencapaian manusia Indonesia seutuhnya diperjelas dengan Ketentuan Umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang


(6)

Sistem Pendidikan Nasional, Departemen Pendidikan Nasional berkewajiban untuk mencapai Visi Pendidikan Nasional sebagai berikut: “...Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”. (Renstra Depdiknas, 2005: 7). Departemen Pendidikan Nasional memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan visi dengan menjabarkan visi tersebut yang lebih konkrit bahwa pendidikan yang diharapkan pada tahun 2025 nanti akan menghasilkan: “ ... Insan Indonesia cerdas dan kompetitif (Insan Kamil / Insan Paripurna), maksudnya adalah insan yang cerdas secara komprehensif, yang meliputi cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis “. (Renstra Depdiknas, 2005: 7).

Renstra Depdiknas Tahun 2005-2009 dalam rangka komitmen global diarahkan guna mempercepat sasaran Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on The Rights of the Child) yang menyatakan: ”Setiap negara di dunia melindungi dan melaksanakan hak-hak anak tentang pendidikan dengan mewujudkan wajib belajar pendidikan dasar bagi semua secara bebas” (Artikel 28) dan konvensi mengenai hak azasi manusia (HAM) yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan harus bebas biaya, setidaknya pada pendidikan dasar (Dikdas). Pendidikan dasar harus bersifat wajib. Pendidikan teknik dan profesi harus tersedia secara umum dan pendidikan yang lebih tinggi harus sama-sama dapat dimasuki semua orang berdasarkan kemampuan” (Deklarasi HAM, Artikel 26). Hal ini sejalan dengan pencapaian sasaran pembangunan yang disepakati


(7)

dalam Kerangka Aksi Dakar mengenai Pendidikan Untuk Semua (PUS) atau Education for All (EFA).

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam memenuhi komitmen internasional di bidang pendidikan, adalah dengan melakukan perbaikan indikator kinerja Pendidikan Untuk Semua (PUS), dengan menekankan pada peran masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Namun, upaya inovatif sangat diperlukan untuk mempercepat kemajuan, khususnya untuk menjamin penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun terutama bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin yang belum memperoleh kesempatan belajar, serta penuntasan buta aksara sebagai salah satu indikator penting dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia.

Penjabaran visi pendidikan yang dimaksud di atas lebih konkrit lagi dirumuskan dalam bentuk misi pendidikan nasional, khususnya misi yang pertama yaitu : “ ...Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia“. (Renstra Depdiknas, 2005-2009; 10). Pemerintah berusaha untuk menjalankan misi perluasan akses ini, program yang dilakukan adalah menyelenggarakan pendidikan formal, dan nonformal, yang bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan seluas-luasnya bagi masyarakat. Pendidikan formal diperuntukkan bagi masyarakat yang dapat mengakses pendidikan, sedangkan pendidikan non formal ditujukan kepada masyarakat yang tidak terlayani dan tidak dapat mengakses pendidikan non formal. Program-program pendidikan non formal yang diperuntukkan kepada masyarakat antara lain meliputi: (1) pendidikan


(8)

keaksaraan, (2) pendidikan kesetaraan, (3) kursus-kursus, (4) pelatihan, (5) pendidikan anak usia dini ( UU. No. 20 Tahun 2003: Pasal 26 ayat 3)

Program pendidikan non formal yang diselenggarakan harus dapat meningkatkan daya saing agar masyarakat yang tidak dapat mengakses pendidikan tersebut dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Tuntutan meningkatkan daya saing bagi penyelenggara pendidikan non formal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional butir 6 yaitu: “ ...Meningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan lulusan yang mandiri, bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan“.

Tuntutan daya saing ini, berimplikasi kepada penyelenggara program pendidikan non formal, agar program pendidikan yang dilaksanakan memiliki standar mutu yang telah ditentukan. Program pendidikan yang bermutu dapat diperoleh melalui proses penelitian dan pengembangan, proses ini dapat dilakukan secara internal oleh penyelenggara pendidikan atau masyarakat ataupun secara eksternal dari lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan penelitian dan pengembangan mutu pendidikan non formal yaitu Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal-Informal (BPPNFI). Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal-Informal (BPPNFI), merupakan lembaga yang dibentuk oleh Departemen Pendidikan nasional bertugas dan bertanggung jawab untuk mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan luar sekolah.


(9)

Tahun 2007 BPPPNFI berdasarkan Surat Keputusan menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia berubah menjadi Pusat Pengembangan Pendidikan Non Formal dan Informal (P2-PNFI) Regional I Jayagiri. BPPNFI Regional II Semarang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 08/2008 tanggal 31 Maret 2008 berubah menjadi P2PNFI Regional II Semarang. P2PNFI mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pengkajian dan pengembangan model pendidikan nonformal dan informal serta fasilitasi pengembangan sumber daya di bidang pendidikan nonformal dan informal di wilayah kerjanya.

P2PNFI juga bertugas untuk melaksanakan visi pendidikan nasional khususnya butir ke dua dan ketiga yaitu: “ ... peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan, dan peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan. Wujud dari pelaksanaan visi tersebut maka, maka P2PNFI harus memiliki sertifikasi standart mutu pelayanan, yang dimaksud disini adalah ISO 9001.

ISO 9001:2000 merupakan Quality Management Systems Requirements atau kualitas manajemen layanan ditujukan untuk digunakan di organisasi manapun yang merancang, membangun, memproduksi, memasang dan / atau melayani produk apapun atau memberikan bentuk jasa apapun. Definisi dari Standar ISO 9001 untuk sistem manajemen kualitas (Quality Management System, QMS) adalah: "struktur organisasi, tanggungjawab, prosedur-prosedur, proses-proses, dan sumber-sumber daya untuk penerapan manajemen kualitas" (Gaspersz, 2006: 10). Suatu sistem manajemen kualitas (Quality Management


(10)

System) merupakan sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk manajemen sistem yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk (barang dan/ atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu. Kebutuhan atau persyaratan itu ditentukan atau dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi.

ISO 9001: 2000 disusun berlandaskan pada delapan prinsip manajemen kualitas yang dapat digunakan sebagai suatu kerangka kerja yang akan membimbing organisasi menuju peningkatan kinerja, prinsip-prinsip tersebut adalah : Prinsip 1 : Fokus Pelanggan; Prinsip 2 : Kepemimpinan; Prinsip 3 : Keterlibatan Orang; Prinsip 4 : Pendekatan Proses; Prinsip 5 : Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen; Prinsip 6 : Peningkatan Terus Menerus; Prinsip 7 : Pendekatan Faktual Dalam Pembuatan Keputusan; Prinsip 8: Hubungan Pemasok Yang Saling Menguntungkan (Gaspersz, 2006 : 75).

Standar ini memberikan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah organisasi apabila mereka hendak memperoleh kepuasan pelanggan sebagai hasil dari barang dan jasa yang secara konsisten memenuhi permintaan pelanggan tersebut. ISO 9001: 2000 bukan merupakan standar produk, karena tidak menyatakan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk (barang dan/atau jasa). Tidak ada kriteria penerimaan produk dalam ISO 9001: 2000, sehingga kita tidak dapat menginspeksi suatu produk terhadap standar-standar produk. ISO 9001: 2000 hanya merupakan standar-standar sistem manajemen kualitas oleh karenanya lembaga hanya boleh menyatakan bahwa sistem manajemen kualitasnya yang telah memenuhi standar internasional - bukan


(11)

produk berstandar internasional dan diharapkan bahwa produk yang dihasilkan dari suatu sistem manajemen kualitas internasional akan berkualitas baik (standar). Jasa layanan P2PNFI yang dimaksud dalam ISO 9001 adalah jasa/ layanan yang diberikan kepada para peserta belajar, bimbingan dan kepada lembaga-lembaga pemakai produk berupa model pembelajaran, pelatihan dan lulusan kursus yang dibina oleh P2PNFI.

Berubah atau melakukan perubahan dalam prosesnya terjadi suatu aktivitas yang disebut belajar (learning). Aktivitas belajar ini ada yang disadari atau tidak disadari. Apa yang dipelajari adalah segala sesuatu yang terjadi dalam perubahan itu sendiri baik yang terjadi karena dorongan lingkungan maupun karena diinginkan. Dalam suatu lembaga dalam hal ini P2PNFI, perubahan itu bisa terjadi karena adanya faktor tuntutan dari para konsumen setianya ataupun karena faktor lingkungan yang terus melakukan perubahan agar dapat memenuhi tuntutan tugas dan fungsi dari didirikannya lembaga tersebut. Oleh karenanya semua lembaga harus selalu belajar atau belajar terus menerus (continuing education) sepanjang lembaga itu ingin mempertahankan keberadaannya. Suatu lembaga yang belajar disebut dengan Learning Organization (organisasi pembelajar). Hal ini terjadi karena selain sebagai tempat yang menghasilkan karya-karya unggulan (pilot project), model pembelajaran dan media pembelajaran, para staf, tenaga fungsional (pamong) juga dituntut untuk menghasilkan modul-modul pembelajaran. Modul ini juga digunakan oleh lembaga penyelenggara pendidikan luar sekolah lain sebagai media dalam pembelajaran dan penyelenggaraan kegiatannya. P2PNFI juga dijadikan tempat


(12)

untuk berlatih bagi para mahasiswa pendidikan luar sekolah, serta staf dari lembaga penyelenggara pendidikan luar sekolah lainnya. Oleh sebab itu P2PNFI Regional I dan Regional II sebagai suatu lembaga rujukan utuk melakukan pembelajaran secara terus menerus di bidang manajemen dengan menerapkan ISO 9001:2000.

P2PFNI adalah salah satu contoh lembaga yang melakukan transformasi dari lembaga klasik yang bertujuan mengembangkan kegiatan belajar masyarakat menjadi balai terdepan dan unggul dalam inovasi program-program Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda. Perubahan ini tentu saja tidak mudah untuk dilakukan, terutama dalam memberikan pengalaman dan layanan dalam kualitas yang tinggi dalam kegiatannya. Bentuk perubahan manajemen layanan ini dipilih oleh P2PNFI karena lembaga ini perlu untuk memperhatikan trend tuntutan yang akan terjadi di masa depan yaitu produk yang memenuhi kepuasan pelanggan. Untuk itu lembaga perlu menyiapkan organisasinya dalam menghadapi tantangan tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan ditataran pucuk pimpinan manajemen diimbangi dengan melakukan pembelajaran atau organisasi pembelajar dari para pamong belajar dan staf struktural P2PNFI sehingga terjadi proses belajar berkelanjutan (continuing education), belajar sepanjang hayat (lifelong education). Organisasi pembelajar oleh Peter Senge (1990: 3) diartikan sebagai :

“…organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together”.


(13)

Proses organisasi pembelajar dapat terjadi jika dalam lembaga tersebut orang-orangnya terus meningkatkan kapasitas dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar dipilih atau diinginkan, di mana sesuatu yang baru dan cara berfikir ekspansi adalah alamiah datang dari orang-orang tersebut, bebas menentukan aspirasinya secara kolektif, dan orang-orang secara berkelanjutan belajar untuk melihat seluruhnya secara bersama-sama. Kewajiban lembaga adalah mencari cara atau menciptakan suasana untuk melakukannya. Cara atau pendekatan ini dalam pendidikan non formal disebut sebagai belajar secara terus menerus atau belajar sepanjang hayat (lifelong learning).

Belajar sepanjang hayat dijelaskan dalam, General Conference of UNESCO (Cross, KP, 1981:249) meliputi tiga hal yaitu: “... restructuring at the existing system of education, the full development of all education potential out side the formal system, and the development of self directed learner, ... “. Dari penjelasan UNESCO ini belajar sepanjang hayat terjadi untuk memperbaiki sistem pendidikan yang ada, mengembangkan seluruh potensi pendidikan diluar sistem pendidikan formal dan mengembangkan kemampuan untuk belajar sendiri. Tujuan utama pendidikan sepanjang hayat ini adalah untuk belajar mendalami keterampilan dasar, dan motivasi untuk mempelajari berbagai macam aspek kehidupanya.

Belajar sepanjang hayat dalam tempat kerja merupakan tuntutan dasar bagi setiap individu atau orang dewasa agar dapat mengembangkan diri untuk memenuhi standar sumberdaya manusia yang ditentukan dan dibutuhkan oleh P2PNFI. Pentingnya belajar secara terus-menerus yang dilakukan oleh individu


(14)

atau staf di tempat kerja merupakan tuntutan dari penerapan ISO yang difokuskan untuk memenuhi kepuasan layanan bagi pelanggan. Selain itu masyarakat juga semakin haus dengan pendidikan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu lembaga harus terus menerus belajar dan berbenah diri, agar selalu terjadi transformasi dari lembaga yang klasik menjadi lembaga yang dapat memenuhi tuntutan pasarnya (costumer driven).

Penerapan ISO 9001 sebagai pedoman layanan P2PNFI merupakan hal baru, sehingga menuntut seluruh unsur yang ada dalam lembaga tersebut, agar selalu melakukan learning organization (organisasi pembelajar) untuk mewujudkan visi dan misi lembaga. Sebagai organisasi pembelajar P2PNFI dituntut untuk menciptakan suasana kerja atau lingkungan kerja yang dapat meningkatkan iklim pembelajar, dan peningkatan kemampuan personal seluruh staff. Organisasi pembelajar oleh Anita (Longworth N, 2003:19) dinyatakan sebagai berikut: “... a continous process of learning and re-learning throughout every operation business... “. Seluruh staf dan pamong harus selalu belajar dan belajar terus-menerus melalui setiap pekerjaan yang dihadapi sehari-hari.

Staf atau pengelola lembaga serta pamong dituntut untuk melaksanakan klausul-klausul dan menerapkannya didalam pekerjaan sehari-hari serta menjadi organisasi pembelajar. organisasi pembelajar dijelaskan oleh Senge (1990:3) meliputi 5 (lima) hal, yaitu : (1) Personel mastery (kemampuan menilai kekuatan diri), (2) Shared vision (kemampuan berbagi visi), (3) System thinking (cara berfikir systemik), (4) Mental model (mentalitas yang baik), (5) Team learning (kemampuan belajar bekerja dalam tim)


(15)

Kelima disiplin pembelajaran ini merupakan sesuatu yang ada dalam tiap individu. Bagaimana setiap individu menerima perubahan, merespon perubahan cara kerja menggunakan ISO 9001 dengan baik dan berupaya melakukan pekerjaan sebaik-baiknya dengan menggunakan prosedur kerja yang baru, melakukan pembelajaran agar dapat menguasai prosedur kerja baru. Namun karena perubahan ini ada - terjadi di dalam konteks kelembagaan maka pembelajaran ini tidak lagi menjadi kewajiban individu-individu melainkan menjadi pembelajaran bersama di dalam organisasi. Sistem kerja berdasarkan ISO merupakan system kerja secara kelompok (group). Hasil kerja seseorang merupakan bagian dari kerja kelompok (working group). Setiap individu harus berupaya untuk bisa menilai kemampuan dirinya sebagai bagian dari kemampuan kelompok, bisa berbagi visi untuk mencapai tujuan kelompok, memiliki mentalitas yang baik, memiliki kemampuan belajar dalam kelompok serta memiliki cara berfikir secara system.

Perubahan manajemen kerja yang lama menjadi manajemen berlandaskan kualitas layanan memerlukan suatu upaya yang cukup besar agar dapat melakukan dengan pola kerja baru, sehingga menjadi terinternalisasi pada diri tiap individu, dan menjadikan cara kerja individu menjadi cara kerja kelompok merupakan hasil dari organisasi pembelajar. Pemilihan cara kerja berlandaskan ISO merupakan suatu upaya untuk memperbaiki cara kerja dengan melakukan pembelajaran secara terus menerus, sesuai dengan visi Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal yaitu: “...Terwujudnya manusia Indonesia pembelajar sepanjang hayat”.


(16)

Pembelajaran secara terus-menerus yang dilakukan oleh setiap individu dapat membentuk profesionalisme atau tingkat kompetensi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi pelayanan pendidikan (kinerja). Kemampuan atau kompetensi ini merupakan pilar profesi seperti yang dikatakan oleh Kamil M., (2007:119) yang menyebutkan ada beberapa karakteristik profesional seseorang yang memiliki kompetensi kuat yaitu:

1. Mampu melakukan suatu pekerjaan tertentu secara rasional,

2. Menguasasi perangkat pengetahuan tentang seluk beluk apa yang menjadi tugas pekerjaannya,

3. Menguasasi perangkat keterampilan tentang cara bagaimana dan dengan apa harus melakukan tugas pekerjaannya,

4. Memahami basic standart tentang ketentuan kelayakan normatif minimal kondisi dan proses yang dapat ditoleransikan dan kriteria keberhasilan yang diterima dari apa yang dilakukannya,

5. Memiliki motivasi dan aspirasi unggulan dalam melakukan tugas dan pekerjaannya,

6. Memiliki kewenangan yang memancarkan atas penguasaan perangkat kompetensinya yang dalam batas tertentu dapat didemonstrasikan.

Perolehan kemampuan tersebut diatas, dilakukan melalui suatu proses pembelajaran yang terus-menerus dalam sebuah organisasi berlandaskan pada ISO, organisasi pembelajar dalam kehidupan sebuah organisasi bertujuan untuk membangun atau membentuk performa seluruh individu yang terlibat dalam organisasi tersebut. Performa atau kinerja seluruh individu dalam organisasi akan selalu mengalami perubahan kearah peningkatan layanan yang bermutu yaitu dengan menerapkan ISO dalam keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas organisasi, dan dampaknya pada setiap individu tersebut dituntut untuk melakukan pembelajaran secara terus-menerus.


(17)

terjadi suatu proses kerja yang baik berdasarkan ISO 9001:2000 karena telah terjadi suatu proses organisasi pembelajar atau belajar berkesinambungan sebagai upaya mewujudkan komitmen terhadap keputusan lembaga dalam penerapan ISO 9001:2000 sebagai tolok ukur kualitas layanannya kepada masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian di kedua lembaga P2PNFI sebagai suatu lembaga pusat pengembang program pendidikan non formal dan informal yang menggunakan manajemen ISO 9001:2000. Apakah di lembaga ini ISO 9001:2000 sudah dapat diimplementasikan dengan baik dan bagaimana organisasi pembelajar yang terjadi di kedua lembaga. Bila penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi pembelajar dapat terwujud bagaimana kinerja staf sebagai dampak dari adanya penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi pembelajar. Setelah lima tahun bila tidak dilakukan suatu penelitian terhadap pelaksanaan penerapan ISO 9001:2000, organisasi pembelajar serta kinerja staf di lembaga tersebut maka tidak akan diperoleh informasi apakah pelaksanaan penerapan ISO 9001:2000 dapat berjalan dengan baik, juga tidak diketahui apakah terjadi suatu pembelajaran terus menerus (life long learning). Organisasi yang berbasis pembelajaran lebih berfokus pada upaya melakukan pekerjaan dengan lebih baik, dan memandang pembelajaran sebagai cara terbaik untuk meningkatkan kinerja jangka panjang.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Uraian pada latar belakang di atas, menunjukkan bahwa melakukan perubahan dari suatu lembaga yang konvensional menjadi lembaga yang berlandaskan kerja berdasarkan manajemen kualitas telah dilakukan oleh sebab


(18)

untuk mendukung keberhasilan penerapan ISO sebagai standar kerja tersebut, permasalahannya adalah : Apakah penerapan ISO 9001:2000 dapat berjalan di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang dengan baik meskipun tidak mudah untuk merubah tata cara kerja konvensional menjadi tata cara kerja berlandaskan layanan yang bermutu. Prinsip-prinsip dalam sistem manajemen kualitas ISO 9001 yang menjadi variabel dalam menentukan adanya standart kualitas meliputi: Prinsip 1 : Fokus Pelanggan; Prinsip 2 : Kepemimpinan; Prinsip 3 : Keterlibatan Orang; Prinsip 4 : Pendekatan Proses; Prinsip 5 : Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen; Prinsip 6 : Peningkatan Terus Menerus; Prinsip 7 : Pendekatan Faktual Dalam Pembuatan Keputusan; Prinsip 8 : Hubungan Pemasok Yang Saling Menguntungkan. Kedelapan prinsip ini merupakan suatu kesatuan ISO yang akan memberi dampak kepada staf dan tenaga fungsional bahwa kualitas layanan yang ada menjadi kurang memenuhi standar jika mereka tidak bekerja sesuai dengan standar yang dikehendaki, untuk itu harus melakukan pembelajaran secara terus menerus agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas.

Apakah Penerapan ISO 9001:2000 dapat mendorong seluruh staf untuk melakukan pembelajaran terus menerus sebagai upaya untuk menjawab tuntutan kerja dalam memberikan layanan yang berkualitas kepada masyarakat belajar. untuk melakukan organisasi pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan oleh suatu lembaga meliputi lima disiplin, yaitu : personel mastery (kemampuan menilai kekuatan diri), shared vision (kemampuan berbagi visi), system thinking (cara berfikir systemik), mental model (mentalitas yang baik), team learning


(19)

(kemampuan belajar bekerja dalam tim). Kelima disiplin ini mempengaruhi kepada prilaku staff P2PNFI dari prilaku kerja lama menjadi prilaku kerja baru sesuai standar ISO yang diperoleh melalui proses belajar. Organisasi yang menerapkan standar layanan berdasarkan ISO akan mendorong seluruh komponen di dalamnya baik secara individu, tim maupun secara organisasional untuk terus menerus melakukan pembelajaran. Terus menerus melakukan perbaikan dan inovasi agar tercapai suatu standar kerja yang sesuai dengan persyaratan mutu layanan berbasis ISO.

Apakah penerapan ISO 9001:2000 dan adanya organisasi pembelajar dapat meningkatkan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang. Kinerja yang meningkat pada aspek kuantitatif dan kualitatif.

Uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan tentang penerapan ISO 9001 sebagai wujud dari organisasi pembelajar untuk memberikan layanan yang terstandar di P2PNFI peneliti akan membatasi penelitian ini pada aspek penerapan ISO 9001:2000 pengaruhnya terhadap organisasi pembelajar serta kinerja staff di lembaga P2PNFI. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan antara penerapan ISO 9001:2000 dengan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang?

2. Apakah ada hubungan antara organisasi pembelajar dengan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang?


(20)

3. Apakah ada hubungan antara penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi pembelajar dengan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang ?

4. Apakah ada peningkatan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang ?

C. Tujuan Penelitian.

Tujuan dalam penelitian ini ada dua yaitu tujuan secara umum dan tujuan secara khusus. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penerapan ISO 9001:2000 dengan organisasi pembelajar dan kinerja staf di lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang.

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Mengetahui hubungan penerapan variabel ISO 9001:2000 dengan kinerja staf.

b. Mengetahui hubungan organisasi pembelajar dengan kinerja staf.

c. Mengetahui hubungan antara penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi pembelajar dengan kinerja staf.

d. Mengetahui peningkatan kinerja staf sesudah penerapan ISO 9001:2000. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara positif dalam tataran teoritik maupun praksis. Dalam tataran teoritik penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan tentang peningkatan mutu layanan pendidikan melalui penerapan ISO 9001:2000 yang dipercaya dapat menjadi penggerak


(21)

sekolah. Selain itu penelitian ini akan memberi informasi tentang bentuk penjabaran pendidikan luar sekolah di dalam lembaga penyelenggara pendidikan nonformal khususnya belajar sepanjang hayat sebagai kajian utama yakni terjadinya organisasi pembelajar dan perbaikan kinerja staf sebagai dampak dari adanya kegiatan belajar terus menerus atau belajar berkesinambungan yang dilakukan oleh di lembaga P2PNFI. Secara khusus penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, dalam melakukan penelitian lanjutan.

Dalam tataran praksis penelitian ini dapat berguna bagi pemangku kepentingan yaitu lembaga-lembaga terkait bidang pendidikan nonformal ditingkat pusat yaitu : Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Ditjen PNFI) maupun ditingkat penyelenggara program yaitu lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan nonformal dalam pembuatan kebijakan penerapan ISO 9001:2000 sebagai acuan standar mutu layanan pendidikan dan menerapkan organisasi pembelajar yang sesuai sebagai upaya peningkatan kualitas kinerja staf di lembaganya.

D. Penjelasan Istilah.

Berikut ini beberapa istilah, konsep serta variabel yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini :

Penerapan ISO 9001:2000 adalah kemampuan dari staf dan pamong belajar dalam melakukan atau melaksanakan kedelapan prinsip ISO 9001:2000.


(22)

untuk meningkatkan kemampuan yang dilakukan secara terus menerus, dengan cara berfikir yang baru dan luas, memiliki kemampuan menilai diri, memiliki mental yang baik dan tangguh, mampu untuk berbagi visi, serta mampu bekerjasama sebagai suatu tim, untuk memenuhi tuntutan perubahan agar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai yaitu sesuai standar ISO 9001:2000.

Kinerja adalah suatu hasil atau kondisi atau prestasi yang diperoleh sebagai hasil dari suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atas tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yang telah ditetapkan sebelumnya. Peningkatan kinerja adalah suatu kondisi adanya peningkatan aspek kinerja seseorang yang bekerja di lembaga P2PNFI sebagai dampak dari diterapkannya ISO 9001:2000 sebagai standar dalam bekerja dan adanya organisasi pembelajar yang dilakukan oleh staf.

Staf struktural adalah orang atau petugas yang bertugas di lembaga P2PNFI dibidang struktural. Staf fungsional atau pamong belajar adalah orang atau petugas yang bertugas sebagai pamong belajar di lembaga P2PNFI.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan disertasi ini disajikan dalam V (lima) bab dengan uraian penulisan sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan.

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah dan sistematika penulisan.


(23)

Bab II berisikan uraian teori tentang penerapan ISO 9001:2000, organisasi pembelajar dan kinerja staf; kerangka pemikiran; serta hipotesis penelitian.

Bab III. Metode Penelitian.

Bab ini berisikan uraian tentang lokasi dan populasi penelitian, definisi operasional variabel penelitian, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, prosedur pengumpulan data serta teknik analisis data.

Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan.

Bab ini berisikan uraian tentang deskripsi data, analisis data dan pembahasan terhadap temuan penelitian.

Bab V. Kesimpulan dan Rekomendasi.

Bab ini berisikan uraian tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan rekomendasi yang ditujukan pada para pembuat kebijakan, kepada para pengguna hasil penelitian dan pada peneliti selanjutnya.

Daftar Pustaka.

Pada bagian ini dicantumkan daftar pustaka yang menjadi rujukan dalam penelitian ini.


(1)

untuk mendukung keberhasilan penerapan ISO sebagai standar kerja tersebut, permasalahannya adalah : Apakah penerapan ISO 9001:2000 dapat berjalan di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang dengan baik meskipun tidak mudah untuk merubah tata cara kerja konvensional menjadi tata cara kerja berlandaskan layanan yang bermutu. Prinsip-prinsip dalam sistem manajemen kualitas ISO 9001 yang menjadi variabel dalam menentukan adanya standart kualitas meliputi: Prinsip 1 : Fokus Pelanggan; Prinsip 2 : Kepemimpinan; Prinsip 3 : Keterlibatan Orang; Prinsip 4 : Pendekatan Proses; Prinsip 5 : Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen; Prinsip 6 : Peningkatan Terus Menerus; Prinsip 7 : Pendekatan Faktual Dalam Pembuatan Keputusan; Prinsip 8 : Hubungan Pemasok Yang Saling Menguntungkan. Kedelapan prinsip ini merupakan suatu kesatuan ISO yang akan memberi dampak kepada staf dan tenaga fungsional bahwa kualitas layanan yang ada menjadi kurang memenuhi standar jika mereka tidak bekerja sesuai dengan standar yang dikehendaki, untuk itu harus melakukan pembelajaran secara terus menerus agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas.

Apakah Penerapan ISO 9001:2000 dapat mendorong seluruh staf untuk melakukan pembelajaran terus menerus sebagai upaya untuk menjawab tuntutan kerja dalam memberikan layanan yang berkualitas kepada masyarakat belajar. untuk melakukan organisasi pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan oleh suatu lembaga meliputi lima disiplin, yaitu : personel mastery (kemampuan menilai kekuatan diri), shared vision (kemampuan berbagi visi), system thinking (cara berfikir systemik), mental model (mentalitas yang baik), team learning


(2)

(kemampuan belajar bekerja dalam tim). Kelima disiplin ini mempengaruhi kepada prilaku staff P2PNFI dari prilaku kerja lama menjadi prilaku kerja baru sesuai standar ISO yang diperoleh melalui proses belajar. Organisasi yang menerapkan standar layanan berdasarkan ISO akan mendorong seluruh komponen di dalamnya baik secara individu, tim maupun secara organisasional untuk terus menerus melakukan pembelajaran. Terus menerus melakukan perbaikan dan inovasi agar tercapai suatu standar kerja yang sesuai dengan persyaratan mutu layanan berbasis ISO.

Apakah penerapan ISO 9001:2000 dan adanya organisasi pembelajar dapat meningkatkan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang. Kinerja yang meningkat pada aspek kuantitatif dan kualitatif.

Uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan tentang penerapan ISO 9001 sebagai wujud dari organisasi pembelajar untuk memberikan layanan yang terstandar di P2PNFI peneliti akan membatasi penelitian ini pada aspek penerapan ISO 9001:2000 pengaruhnya terhadap organisasi pembelajar serta kinerja staff di lembaga P2PNFI. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan antara penerapan ISO 9001:2000 dengan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang?

2. Apakah ada hubungan antara organisasi pembelajar dengan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang?


(3)

3. Apakah ada hubungan antara penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi pembelajar dengan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang ?

4. Apakah ada peningkatan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang ?

C. Tujuan Penelitian.

Tujuan dalam penelitian ini ada dua yaitu tujuan secara umum dan tujuan secara khusus. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penerapan ISO 9001:2000 dengan organisasi pembelajar dan kinerja staf di lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang.

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Mengetahui hubungan penerapan variabel ISO 9001:2000 dengan kinerja staf.

b. Mengetahui hubungan organisasi pembelajar dengan kinerja staf.

c. Mengetahui hubungan antara penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi pembelajar dengan kinerja staf.

d. Mengetahui peningkatan kinerja staf sesudah penerapan ISO 9001:2000. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara positif dalam tataran teoritik maupun praksis. Dalam tataran teoritik penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan tentang peningkatan mutu layanan pendidikan melalui penerapan ISO 9001:2000 yang dipercaya dapat menjadi penggerak peningkatan kinerja yang standar terutama layanan dalam bidang pendidikan luar


(4)

sekolah. Selain itu penelitian ini akan memberi informasi tentang bentuk penjabaran pendidikan luar sekolah di dalam lembaga penyelenggara pendidikan nonformal khususnya belajar sepanjang hayat sebagai kajian utama yakni terjadinya organisasi pembelajar dan perbaikan kinerja staf sebagai dampak dari adanya kegiatan belajar terus menerus atau belajar berkesinambungan yang dilakukan oleh di lembaga P2PNFI. Secara khusus penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, dalam melakukan penelitian lanjutan.

Dalam tataran praksis penelitian ini dapat berguna bagi pemangku kepentingan yaitu lembaga-lembaga terkait bidang pendidikan nonformal ditingkat pusat yaitu : Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Ditjen PNFI) maupun ditingkat penyelenggara program yaitu lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan nonformal dalam pembuatan kebijakan penerapan ISO 9001:2000 sebagai acuan standar mutu layanan pendidikan dan menerapkan organisasi pembelajar yang sesuai sebagai upaya peningkatan kualitas kinerja staf di lembaganya.

D. Penjelasan Istilah.

Berikut ini beberapa istilah, konsep serta variabel yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini :

Penerapan ISO 9001:2000 adalah kemampuan dari staf dan pamong belajar dalam melakukan atau melaksanakan kedelapan prinsip ISO 9001:2000.

Organisasi pembelajar adalah suatu keadaan, usaha, pembelajaran yang dilakukan oleh suatu organisasi atau lembaga serta seluruh individu di dalamnya


(5)

untuk meningkatkan kemampuan yang dilakukan secara terus menerus, dengan cara berfikir yang baru dan luas, memiliki kemampuan menilai diri, memiliki mental yang baik dan tangguh, mampu untuk berbagi visi, serta mampu bekerjasama sebagai suatu tim, untuk memenuhi tuntutan perubahan agar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai yaitu sesuai standar ISO 9001:2000.

Kinerja adalah suatu hasil atau kondisi atau prestasi yang diperoleh sebagai hasil dari suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atas tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yang telah ditetapkan sebelumnya. Peningkatan kinerja adalah suatu kondisi adanya peningkatan aspek kinerja seseorang yang bekerja di lembaga P2PNFI sebagai dampak dari diterapkannya ISO 9001:2000 sebagai standar dalam bekerja dan adanya organisasi pembelajar yang dilakukan oleh staf.

Staf struktural adalah orang atau petugas yang bertugas di lembaga P2PNFI dibidang struktural. Staf fungsional atau pamong belajar adalah orang atau petugas yang bertugas sebagai pamong belajar di lembaga P2PNFI.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan disertasi ini disajikan dalam V (lima) bab dengan uraian penulisan sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan.

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah dan sistematika penulisan.


(6)

Bab II berisikan uraian teori tentang penerapan ISO 9001:2000, organisasi pembelajar dan kinerja staf; kerangka pemikiran; serta hipotesis penelitian.

Bab III. Metode Penelitian.

Bab ini berisikan uraian tentang lokasi dan populasi penelitian, definisi operasional variabel penelitian, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, prosedur pengumpulan data serta teknik analisis data.

Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan.

Bab ini berisikan uraian tentang deskripsi data, analisis data dan pembahasan terhadap temuan penelitian.

Bab V. Kesimpulan dan Rekomendasi.

Bab ini berisikan uraian tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan rekomendasi yang ditujukan pada para pembuat kebijakan, kepada para pengguna hasil penelitian dan pada peneliti selanjutnya.

Daftar Pustaka.

Pada bagian ini dicantumkan daftar pustaka yang menjadi rujukan dalam penelitian ini.